Seorang ilmuwan yang telah mempelajari ilmu kedokteran pada usia 16 tahun adalah

MATA INDONESIA, JAKARTA – Siapa yang tak kenal Ibnu Sina? Seorang tokoh kedokteran modern yang selesaikan semua ilmu saat masih berusia 18 tahun. Beberapa bulan hidup dipenjara karena kezaliman penguasa, tak menghalangi ia untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.

Ibnu Sina bernama lengkap Abu Ali al-Husain ibnu  Abdillah ibn Hasan ibnu Ali Sina atau Barat menggenalnya dengan panggilan Avicenna. Ia menjadi ilmuan berpengaruh di abad pertengahan. Al-Quran dan sastra telah ia pelajari sejak berumur 10 tahun, pengetahuan tentang tauhid dan dasar-dasar Islam tidak lagi diragukan padanya.

Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina banyak belajar tentang logika dasar kedokteran. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai ilmu, bahkan ia mahir dalam bidang kedokteran.

Kemampuannya terlihat ketita Raja Bukhara Nuh bin Mansur jatuh sakit. Ia memanggil dan menjadikan Ibnu Sina sebagai dokter pribadi untuk membantu proses penyembuhannya.

Kemampuan Ibnu Sina dalam dunia kedokteran mulai dikenal karena ia berhasil menyembuhkan Raja Bukhara dari sakitnya. Berkat hal ini, Ibnu Sina mendapat hadiah dari sang sultan berupa akses untuk menggunakan perpustakaan Istana Samanid.

Hal ini menjadi kabar gembira bagi Ibnu Sina. Ia menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan untuk belajar dan mempelajari buku yang belum pernah ia temukan. Hal ini sesuai dengan keinginan orang tuanya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menuntut ilmu.

Dalam biografinya, Ibnu Sina berkata, “semua buku yang aku inginkan ada di situ. bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya… ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.”

Sejak itu, ia mulai mengabadikan pemikirannya melalui karya tulis ilmiah, risalah, bahkan kitab sekalipun. Kegigihannya dalam belajar dan menggali ilmu terliat pada usia 21 tahun, Ibnu Sina telah menghasilkan 240 tulisan yang mencangkup berbagai lintas bidang keilmuan, seperti kedokteran, matematika, geometri, astronomi, fisika, musik, bahkan puisi.

Lama hidup di istana dengan segala fasilitasnya, membuat perkembangan keilmuan Ibnu Sina semakin melejit. Dari dalam perpustakaan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’.

Dalam biografi Ibnu Sina, disebutkan kitab Qanun dan Al-Syifa’ telah menjadi rujukan utama dalam dunia kedokteran, bahkan menjadi landasan perkembangan ilmu kedokteran hingga saat ini. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman.Kitab itu mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan juga berbagai macam penyakit.

Penyakit yang sekarang populer semacam kanker, tumor, diabetes dan efek placebo hingga bedah tumor tak luput dibahas dalam buku itu.

Di lain itu, tulisan-tulisan pendukung yang berbentuk jurnal juga menyinggung dasar-dasar psikologi. Ibnu Sina telah mempelopori psikofisiologi, psikosomatik, dan neuropsikiatri, Beberapa penyakit yang dibahas dalam jurnal tersebut diantaranya halusinasi, insomnia, mania, demensia, dan vertigo.

Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.

Di luar kedokteran, Ibnu Sina juga sangat berperan andil dalam penyusunan sistem filsafat Islam. Ia menerangkan dengan rapi sebuah pekerjaan besar menjawab persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya. Ibu Sina menggunakan keilmuan Islamnya untuk menuntaskan persoalan-persoalan filsafat yang dikemukakan ilmuan Barat.

Ibnu Sina bukan hanya menjadi tokoh yang diakui Muslim seluruh dunia. Ia juga menjadi pelopor ilmu kedokteran eksperimental yang diakui Eropa sampai abad ke-17.

Kitab-kitabnya mengenai ilmu kekdokteran banyak dijadikan sebagai referensi para sarjana-sarjana kedokteran dari Barat. Nama Ibnu Sina bahkan banyak diabadikan sebagai nama tempat di beberapa negara di dunia. Ibnu Sina menjadi contoh perkembangan besar peradaban Muslim di zamannya.

Ibnu sina ia lahir  pada Ia lahir pada tahun 370 hijriyah atau 980 M di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara wilayah Uzbekistan. Sementara ia meninggal pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun di Hamedan, Iran. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia. (Maropindra Bagas)

Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai "Avicenna" di dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia (sekarang Iran). Ia juga seorang penulis yang produktif yang sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan kedokteran. Bagi banyak orang, dia adalah "Bapak Kedokteran Modern". Karyanya yang sangat terkenal adalah al-Qānūn fī aṭ-Ṭibb yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

Seorang ilmuwan yang telah mempelajari ilmu kedokteran pada usia 16 tahun adalah
Avicenna
(Ibn Sīnā  ابن سینا)
Lahirca. 980
Afshona, Peshkunskiy, Bukhara, Dinasti SamaniyahMeninggalJuni 1037 – 980; umur -58–-57 tahun
Hamadan, Emirat KakuyidTempat tinggal
  • Dinasti Samaniyah[1]
  • Dinasti Ziyarid Thabaristan[2]
  • Buyid Persia[3]
Nama lain

  • Sharaf al-Mulk
  • Hujjat al-Haq
  • Sheikh al-Rayees
  • Ibn-Sino (Abu Ali Abdulloh Ibn-Sino)
  • Bu Alī Sīnā (بو علی سینا)

Latar belakang akademisDipengaruhi

  • Hippokrates
  • Aristoteles
  • Galen
  • Neoplatonisme
  • al-Kindi
  • al-Farabi
  • Al Razi
  • Al-Biruni
  • al-Masihi
  • Abul Hasan Hankari

Karya akademisEraZaman Keemasan IslamMinat utama
  • Filsafat
  • Ilmu Kalam
    • Sains
    • Sastra

Karya terkenal
  • Kitab Penyembuhan
  • Qanun Kedokteran
Memengaruhi

  • Al-Biruni
  • Omar Khayyám
  • Ibnu Rusyd
  • Shahab al-Din Suhrawardi
  • Tusi
  • Ibn al-Nafis
  • Ibn Tufail
  • Albertus Magnus
  • Maimonides
  • Aquinas
  • William dari Ockham
  • Abu 'Ubayd al-Juzjani

Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (Persia ابوعلى سينا Abu Ali Sina, Arab : أبو علي الحسين بن عبد الله بن سينا). Ibnu Sina lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan dan meninggal bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran).

Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. George Sarton menyebut Ibnu Sina "ilmuwan paling terkenal dari mu'tazilah dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat dan waktu". Karyanya yang paling terkenal adalah Kitab Penyembuhan dan Qanun Kedokteran (Al-Qanun fi At Tibb).

Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter, dan penulis aktif beraliran islam mu'tazilah yang lahir pada tahun 980 masehi . Pada zaman tersebut ilmuwan-ilmuwan banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks Yunani dari zaman Plato, sesudahnya hingga zaman Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan mu'tazilah. Pengembangan ini terutama dilakukan oleh perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri, dan ilmu pengobatan.[4] Pada zaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di zaman Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam.[5]

Ilmu-Ilmu lain seperti ilmu filsafat, Ilmu Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan pesat. Pada masa itu Al-Razi dan Al-Farabi menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengobatan dan filsafat. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan. Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki banyak koleksi buku, pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan seperti Abu Raihan Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr Mansur seorang matematikawan terkenal dan sangat teliti, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan dan ilmuwan terkenal lainya.

Ibnu Sina lahir 980 masehi di Afsana, sebuah desa dekat Bukhara (sekarang dikenal dengan Uzbekistan), ibukota Samaniyah, sebuah dinasti Persia di Central Asia dan Greater Khorasan. Ibunya, bernama Setareh, berasal dari Bukhara; ayahnya, Abdullah, adalah seorang Ismaili yang dihormati, sarjana dari Balkh, sebuah kota penting dari Kekaisaran Samanid (sekarang dikenal dengan provinsi Balkh, Afghanistan). Ayahnya bekerja di pemerintahan Samanid di desa Kharmasain, kekuatan regional Sunni. Setelah lima tahun, adiknya, Mahmoud lahir. Ibnu Sina sejak kecil mulai mempelajari Al-Quran dan sastra, kira-kira sebelum ia berusia 10 tahun.

Sejumlah teori telah diusulkan mengenai madhab (pemikiran dalam islam) Ibnu Sina. Sejarawan abad pertengahan Zahir al-din al-Baihaqi (d. 1169) menganggap Ibnu Sina menjadi pengikut Ikhwan al-Safa. Di sisi lain, Dimitri Gutas bersama dengan Aisha Khan dan Jules J. Janssens menunjukkan bahwa Avicenna adalah Sunni Hanafi. Namun, abad ke-14 Shia faqih Nurullah Shushtari menurut Seyyed Hossein Nasr, menyatakan bahwa ia kemungkinan besar adalah bermadhab Dua Belas Syiah. Sebaliknya, Sharaf Khorasani, mengutip penolakan undangan dari Gubernur Sunni Sultan Mahmud Ghazanavi oleh Ibnu Sina di istananya, percaya bahwa Ibnu Sina adalah Ismaili. Perbedaan pendapat serupa ada pada latar belakang keluarga Avicenna, sedangkan beberapa penulis menganggap mereka Sunni, beberapa lagi menganggap bahwa dia adalah Syiah.

Menurut otobiografinya, Ibnu Sina telah hafal seluruh Quran pada usia 10 tahun. Ia belajar aritmetika India dari pedagang sayur India Mahmoud Massahi dan ia mulai belajar lebih banyak dari seorang sarjana yang memperoleh nafkah dengan menyembuhkan orang sakit dan mengajar anak muda. Dia juga belajar Fiqih (hukum Islam) di bawah Sunni Hanafi sarjana Ismail al-Zahid.

Sebagai seorang remaja, dia sangat bingung dengan teori Metafisika Aristoteles, yang ia tidak bisa mengerti sampai dia membaca komentar al-Farabi pada pekerjaan. Untuk tahun berikutnya, ia belajar filsafat, di mana ia bertemu lebih besar rintangan. Pada saat-saat seperti ini, dia akan meninggalkan buku-bukunya, melakukan wudhu, kemudian pergi ke masjid dan terus berdoa sampai hidayah menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Jauh malam, ia akan melanjutkan studi dan bahkan dalam mimpinya masalah akan mengejar dia dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata-kata itu dicantumkan pada ingatannya; tetapi artinya tak jelas, sampai suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di sebuah toko buku seharga kurang dari tiga dirham. Begitu besar kegembiraannya atas penemuannya itu, yang dibuat dengan bantuan sebuah karya dari yang telah diperkirakan hanya misteri, bahwa ia bergegas untuk kembali, berterima kasih kepada Tuhan dan diberikan sedekah atas orang miskin.

Dia beralih ke pengobatan di usia 16 dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi juga menemukan metode baru pengobatan. Anak muda ini memperoleh status penuh sebagai dokter yang berkualitas pada usia 18 dan menemukan bahwa "Kedokteran adalah ilmu yang sulit ataupun berduri, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya segera membuat kemajuan besar, saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat pasien, menggunakan obat yang disetujui". Ketenaran Ibnu Sina menyebar dengan cepat dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.

Masa dewasa

Janji pertama Ibnu Sina adalah bahwa emir Nuh II yang berhutang padanya pemulihan dari penyakit berbahaya (997), Ibnu Sina berhasil mendapat akses ke perpustakaan kerajaan Samaniyah. Ketika perpustakaan dihancurkan oleh api tidak lama setelah itu, musuh-musuh Ibnu Sina menuduhnya membakar perpustakaan dan dituduh menyembunyikan sumber pengetahuannya hanya untuk dirinya. Sementara itu, ia membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awal.

Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ia kehilangan ayahnya. Dinasti Samanid telah berakhir pada bulan Desember 1004. Ibnu Sina tampaknya telah menolak tawaran Mahmud dari Ghazni dan menuju kearah Barat ke Urgench di Turkmenistan modern, di mana wazir, dianggap sebagai teman sarjana, memberinya uang saku bulanan yang kecil. Ibnu Sina lalu mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan Khorasan. Qabus, penguasa yang murah hati di Tabaristan, dirinya seorang penyair dan sarjana, yang mana Ibnu Sina mengharapkan menemukan suaka, pada sekitar tanggal tersebut (1012) mati kelaparan oleh pasukannya yang memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat ini dilanda penyakit parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspia, Ibnu Sina bertemu dengan seorang teman, yang membeli sebuah rumah di dekat rumahnya sendiri di mana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi. Beberapa risalah Ibnu Sina ditulis untuk pelindung ini dan permulaan dari buku Canon of Medicine juga ditulis saat ia menetap di Hyrcania.

Ibnu Sina kemudian menetap di Rey, di sekitar Teheran modern, kota asal Rhazes; mana Majd Addaula, putra dari Buwaihi emir terakhir, adalah penguasa nominal di bawah Kabupaten ibunya (Seyyedeh Khatun). Sekitar tiga puluh karya Ibnu Sina dikatakan telah disusun dalam Rey. permusuhan konstan yang berkecamuk antara bupati dan putra keduanya, Shams al-Daulah, bagaimanapun, memaksa sarjana untuk berhenti tempat. Setelah tinggal singkat di Qazvin ia lulus arah selatan ke Hamadan mana Shams al-Daulah, Buwaihi emir lain, telah memantapkan dirinya. Pada awalnya, Ibnu Sina mengadakan pelayanan seorang wanita tinggi lahir; tetapi emir, mendengar kedatangannya, memanggilnya sebagai petugas medis, dan mengirimnya kembali dengan hadiah ke tempat tinggalnya. Ibnu Sina bahkan diangkat ke kantor wazir. emir memutuskan bahwa ia harus dibuang dari negeri. Ibnu Sina, bagaimanapun, tetap tersembunyi selama empat puluh hari di rumah syekh Ahmed Fadhel, sampai serangan segar penyakit yang disebabkan emir untuk mengembalikan dia ke posnya. Bahkan selama terganggu ini, Ibnu Sina bertahan dengan studi dan ajaran-Nya. Setiap malam, ekstrak dari karya-karya besarnya, Canon dan Sanatio, ungkapkan dan menjelaskan kepada murid-muridnya. Pada kematian emir, Ibnu Sina berhenti menjadi wazir dan bersembunyi di rumah seorang apoteker, di mana, dengan ketekunan intens, ia melanjutkan komposisi karya-karyanya.

Sementara itu, ia telah menulis untuk Abu Ya'far, prefek kota dinamis Isfahan, menawarkan jasanya. Emir baru Hamadan, mendengar korespondensi ini dan menemukan di mana Ibn Sina bersembunyi, dipenjara dia di sebuah benteng. Sementara perang terus antara penguasa Isfahan dan Hamadan; di 1024 mantan ditangkap Hamadan dan kota-kota, mengusir tentara bayaran Tajik. Ketika badai berlalu, Ibnu Sina kembali dengan emir ke Hamadan, dan dilakukan pada tenaga kerja sastra. Kemudian, ditemani oleh saudaranya, murid favorit, dan dua budak, Ibnu Sina melarikan diri dari kota menggunakan gaun bernuansa Sufi. Setelah perjalanan berbahaya, mereka mencapai Isfahan, menerima sambutan terhormat dari pangeran.

Sisa hidup

Sisa sepuluh atau dua belas tahun hidup Ibnu Sina ini dihabiskan dalam pelayanan kepada Muhammad bin Rustam Dushmanziyar pemimpin Kakuyid (juga dikenal sebagai Ala al-Dawla), yang ia dampngi sebagai dokter, penasihat sastra, dan ilmiah, bahkan dalam berbagai kampanyenya.

Selama tahun ini ia mulai belajar hal-hal sastra dan filologi. Sakit kolik parah menyerangnya saat di barisan tentara menuju Hamadan, Ia diberi obat yang begitu keras sehingga Ibnu Sina nyaris tak bisa berdiri. Pada kesempatan yang sama penyakit itu kembali; dengan susah payah ia mencapai Hamadan, di mana, menemukan dasar dari penyakitnya, ia menolak untuk meneruskan cara hidup selama ini yang dipakainya, dan mengundurkan dirinya.

Teman-temannya menyarankan dia untuk tenang dan mengambil hidup cukup. Dia menolak, bagaimanapun, menyatakan bahwa:. "Saya memilih umur pendek tapi penuh makna dan karya, daripada umur panjang yang hampa". Ia banyak menyesal sebelum akhir hayatnya; semua barangnya diserahkan kepada orang miskin, dipulihkan keuntungan yang tidak adil, membebaskan budak, dan membaca Al-Quran setiap tiga hari sampai akhir hayatnya. Ia meninggal pada Juni 1037, pada usia lima puluh delapan, di bulan Ramadan dan dimakamkan di Hamadan, Iran.

Ibnu Sina menulis secara ekstensif pada filsafat Islam awal, terutama mata pelajaran logika, etika, dan metafisika, termasuk risalah bernama Logika dan Metafisika. Sebagian dari karya-karyanya ditulis dalam bahasa Arab - maka bahasa ilmu di Timur Tengah - dan beberapa dalam bahasa Persia. Signifikansi linguistik bahkan sampai hari ini adalah beberapa buku yang ia tulis dalam bahasa Persia hampir murni (terutama Danishnamah-yi 'Ala', Filsafat untuk Ala 'ad-Dawla').

Buku tentang Penyembuhan menjadi tersedia di Eropa dalam terjemahan Latin parsial beberapa puluh tahun setelah komposisi, dengan judul Sufficientia, dan beberapa penulis telah mengidentifikasi "Latin Avicennism" sebagai berkembang untuk beberapa waktu, sejalan dengan lebih berpengaruh Latin Averroism, tetapi ditekan oleh dekret Paris dari 1210 dan 1215. psikologi dan teori pengetahuan Avicenna dipengaruhi William dari Auvergne, Uskup Paris dan Albertus Magnus, sementara metafisika berdampak pada pemikiran Thomas Aquinas.

Metafisik

Filsafat dan Islam metafisika Islam awal, dijiwai karena dengan teologi Islam, membedakan lebih jelas daripada Aristotelianisme antara esensi dan eksistensi. Sedangkan keberadaan adalah domain dari kontingen dan disengaja, esensi bertahan dalam makhluk luar disengaja. Filsafat Ibnu Sina, terutama bagian yang berkaitan dengan metafisika, berutang banyak al-Farabi. Pencarian untuk filsafat Islam definitif terpisah dari okasionalisme dapat dilihat pada apa yang tersisa dari karyanya.

Setelah memimpin al-Farabi, Ibnu Sina memulai penyelidikan penuh ke dalam pertanyaan dari makhluk, di mana ia membedakan antara esensi (Mahiat) dan keberadaan (Wujud). Dia berargumen bahwa fakta keberadaan tidak dapat disimpulkan dari atau dicatat dengan esensi dari hal-hal yang ada, dan bentuk yang dan materi sendiri tidak dapat berinteraksi dan berasal gerakan alam semesta atau aktualisasi progresif hal yang ada. Keberadaan harus, karena itu, disebabkan agen-penyebab yang mengharuskan, mengajarkan, memberikan, atau menambah eksistensi ke esensi. Untuk melakukannya, penyebabnya harus menjadi hal yang ada dan hidup berdampingan dengan efeknya.

Pertimbangan Ibnu Sina dari pertanyaan esensi-atribut dapat dijelaskan dalam hal analisis ontologis tentang modalitas menjadi; yaitu kemustahilan, kontingensi, dan kebutuhan. Ibnu Sina berpendapat bahwa makhluk tidak mungkin adalah bahwa yang tidak bisa eksis, sementara kontingen sendiri (mumkin bi-dhatihi) memiliki potensi untuk menjadi atau tidak menjadi tanpa yang melibatkan kontradiksi. Ketika diaktualisasikan, kontingen menjadi 'ada diperlukan karena apa yang selain itu sendiri' (wajib al-wujud bi-ghayrihi). Jadi, kontingensi dalam dirinya adalah potensi beingness yang akhirnya bisa diaktualisasikan oleh penyebab eksternal selain itu sendiri. Struktur metafisik kebutuhan dan kontinjensi berbeda. makhluk diperlukan karena itu sendiri (wajib al-wujud bi-dhatihi) benar dalam dirinya sendiri, sedangkan makhluk kontingen adalah 'palsu dalam dirinya sendiri' dan 'benar karena sesuatu yang lain selain itu sendiri'. Yang diperlukan adalah sumber keberadaan sendiri tanpa adanya dipinjam. Ini adalah apa yang selalu ada.

The Necessary ada 'karena-to-Its-Self', dan tidak memiliki hakikat / esensi (mahiyya) selain keberadaan (wujud). Selanjutnya, Ini adalah 'One' (wahid ahad) [37] karena tidak bisa ada lebih dari satu 'Diperlukan-yang Ada-karena-to-Hakikat' tanpa differentia (fasl) untuk membedakan mereka dari satu sama lain. Namun, untuk meminta differentia mensyaratkan bahwa mereka ada 'karena-to-diri' serta 'karena apa yang selain diri mereka sendiri'; dan ini bertentangan. Namun, jika tidak ada differentia membedakan mereka dari satu sama lain, maka tidak ada rasa di mana ini 'Existent' tidak satu dan sama. [38] Ibnu Sina menambahkan bahwa 'Diperlukan-yang Ada-karena-to-Hakikat' tidak memiliki genus (jins), atau definisi (hadd), maupun rekan (nTambahkan) atau berlawanan (melakukan), dan terlepas (bari) dari materi (madda), kualitas (kayf), kuantitas (kam), tempat (ain ), situasi (segumpal), dan waktu (waqt).

Teologi

Ibnu Sina adalah seorang Muslim yang taat dan berusaha untuk mendamaikan filsafat rasional dengan teologi Islam. Tujuannya adalah untuk membuktikan keberadaan Tuhan dan ciptaan-Nya dari dunia ilmiah dan melalui akal dan logika. [43] Pandangan Ibnu sina tentang teologi Islam (dan filsafat) yang sangat berpengaruh, membentuk bagian dari inti kurikulum di sekolah-sekolah agama Islam sampai abad ke-19. [44] Ibnu Sina menulis sejumlah risalah singkat berurusan dengan teologi Islam. Ini risalah disertakan pada nabi (yang ia dipandang sebagai "filsuf terinspirasi"), dan juga pada berbagai penafsiran ilmiah dan filosofis dari Quran, seperti bagaimana Quran kosmologi sesuai dengan sistem filsafat sendiri. Secara umum risalah ini terkait tulisan-tulisan filosofis ide-ide agama Islam; misalnya, akhirat tubuh.

Ada petunjuk singkat sesekali dan sindiran dalam bukunya lagi bekerja namun yang Ibnu Sina dianggap filsafat sebagai satu-satunya cara yang masuk akal untuk membedakan nubuatan nyata dari ilusi. Dia tidak menyatakan ini lebih jelas karena implikasi politik dari teori semacam itu, jika nubuat bisa dipertanyakan, dan juga karena sebagian besar waktu ia menulis karya pendek yang berkonsentrasi pada menjelaskan teori-teorinya tentang filsafat dan teologi jelas, tanpa menyimpang ke mempertimbangkan hal-hal epistemologis yang hanya bisa dipertimbangkan oleh filsuf lain. [45]

Kemudian interpretasi dari Ibnu Sina filsafat dibagi menjadi tiga sekolah yang berbeda; mereka (seperti al-Tusi) yang terus menerapkan filosofinya sebagai sistem untuk menafsirkan peristiwa politik kemudian dan kemajuan ilmiah; mereka (seperti al-Razi) yang dianggap karya teologis Ibnu Sina dalam isolasi dari keprihatinan filosofis yang lebih luas; dan mereka (seperti al-Ghazali) yang selektif digunakan bagian dari filsafat untuk mendukung upaya mereka sendiri untuk mendapatkan wawasan spiritual yang lebih besar melalui berbagai cara mistis. Itu interpretasi teologis diperjuangkan oleh orang-orang seperti al-Razi yang akhirnya datang untuk mendominasi di madrasah. [46]

Ibnu Sina menghafal Al Qur'an pada usia sepuluh, dan sebagai orang dewasa, ia menulis lima risalah mengomentari surah dari Al-Qur'an. Salah satu teks-teks ini termasuk Bukti Nubuat, di mana dia komentar pada beberapa ayat-ayat Alquran dan memegang Quran di harga tinggi. Ibnu Sina berpendapat bahwa nabi Islam harus dianggap lebih tinggi dari filsuf. [47]

Eksperimen pikiran

Sementara ia dipenjarakan di kastil Fardajan dekat Hamadhan, Ibnu Sina menulis yang terkenal "Mengambang Man" nya - benar jatuh man - percobaan berpikir untuk menunjukkan manusia kesadaran diri dan kekukuhan dan tidak material jiwa. Ibnu Sina percaya nya "Mengambang Man" eksperimen pikiran menunjukkan bahwa jiwa adalah substansi, dan mengklaim manusia tidak dapat meragukan kesadaran mereka sendiri, bahkan dalam situasi yang mencegah semua input data sensorik. Pikiran percobaan kepada pembacanya untuk membayangkan diri mereka diciptakan sekaligus sementara ditangguhkan di udara, terisolasi dari semua sensasi, yang mencakup tidak ada kontak sensorik bahkan dengan tubuh mereka sendiri. Dia berargumen bahwa, dalam skenario ini, kita masih akan memiliki kesadaran diri. Karena dapat dibayangkan bahwa seseorang, ditangguhkan sementara udara terputus dari pengalaman rasa, masih akan mampu menentukan eksistensi sendiri, poin pemikiran percobaan untuk kesimpulan bahwa jiwa adalah kesempurnaan, independen dari tubuh dan immaterial zat. The conceivability ini "Mengambang Man" menunjukkan bahwa jiwa dianggap intelektual, yang mencakup keterpisahan jiwa dari tubuh. Avicenna disebut kecerdasan manusia hidup, terutama intelek aktif, yang ia percaya untuk menjadi hypostasis yang melaluinya Tuhan berkomunikasi kebenaran kepada pikiran manusia dan menanamkan ketertiban dan kejelasan dengan alam.

Jumlah karya yang ditulis Ibnu Sina (diperkirakan antara 100 sampai 250 buah judul). Kualitas karyanya yang begitu luar biasa dan keterlibatannya dalam praktik kedokteran, mengajar, dan politik, menunjukkan tingkat kemampuan yang luar biasa. Beberapa Karyanya yang sangat terkenal di antara lain :

  • Qanun fi Thib (Canon of Medicine) (Terjemahan bebas : Aturan Pengobatan)
  • Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
  • An Najat
  • Mantiq Al Masyriqin (Logika Timur)

Selain karya filsafatnya tersebut, Ibnu Sina meninggalkan sejumlah esai dan syair. Beberapa esainya yang terkenal adalah :

  • Hayy ibn Yaqzhan
  • Risalah Ath-Thair
  • Risalah fi Sirr Al-Qadar
  • Risalah fi Al- 'Isyq
  • Tahshil As-Sa'adah

Dan beberapa Puisi terpentingnya yaitu :

  • Al-Urjuzah fi Ath-Thibb
  • Al-Qasidah Al-Muzdawiyyah
  • Al-Qasidah Al- 'Ainiyyah
  1. ^ Di Bukhara (19 tahun) kemudian Gurgānj, Khwarezmia (13 tahun).
  2. ^ In Gorgān, 1012–14.
  3. ^ In Ray (1 tahun), Hamadān (9 tahun) dan Isfahān (13 tahun). "D. Gutas, 1987, ''AVICENNA ii. Biography'', Encyclopædia Iranica". Iranicaonline.org. Diakses tanggal 2012-01-07. 
  4. ^ "Major periods of Muslim education and learning". Encyclopædia Britannica Online. 2007. Diakses tanggal 16 Desember 2007. 
  5. ^ Afary, Janet (2007). "Iran". Encyclopædia Britannica Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-13. Diakses tanggal 2012-03-03.  Teks "accessdate16 Desember 2007" akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ibnu_Sina&oldid=21470132"