Sriwijaya merupakan kerajaan yang mengandalkan sektor ekonomi

foto uang jaman dulu

Sejarah ekonomi Indonesia terbentuk atas lokasi geografisnya yang terletak diantara persilangan samudera dan benua dunia. Sumber daya alam yang melimpah berupa hasil tani dan bumi serta penduduk yang tinggal dipenjuru kepulauan yang membentuk dasar dari perkembangan Negara Indonesia. Munculnya kontak dengan perdagangan internasional melalui mitra asing yang datang untuk berdagang juga ikut berperan penting dalam perkembangan Indonesia berupa kedatangan pedagang dari India, China, Arab dan Eropa yang ikut mengeksplorasi rempah-rempah.

Pada awal abad ke-17, Vereenigde Oostindische Compagnie, salah satu perusahaan multinasional pertama dalam dunia, sejarah telah mendirikan basis operasional mereka di kepulauan Indonesia untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah dunia. Pada tahun 1800, Hindia belanda merupakan salah satu negara terbesar yang menerima manfaat finansial dari monopoli perdagangan komoditas nusantara di pasar internasional melalui hasil tani seperti kopi, teh, kina, karet dan minyak sawit, hasil bumi seperti minyak, batubara, timah dan tembaga. Hindia Belanda berubah menjadi Republik Indonesia setelah Perang Dunia II.

Pada awal abad ke-21, Indonesia berkembang menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, sekaligus sebagai kekuatan ekonomi negara berkembang dunia, mengantarkan Indonesia menjadi anggota G-20 dan masuk sebagai negara industri baru.

Awal mulanya, perekonomian pedesaan di nusantara sangat bergantung pada hasil pertanian seperti padi, serta perdagangan produk hutan; seperti buah tropis, perburuan hewan, tanaman resin, rotan dan kayu. Kerajaan-kerajaan kuno seperti Tarumanagara dan Mataram adalah salah satu contoh dari kerajaan yang mengandalkan kegiatan perekonomiannya pada hasil panen padi dan pajak.

Nusantara sejak lama dikenal akan melimpahnya sumber daya alam; seperti rempah-rempah berupa pala dan cengkih dari Maluku, merica dan kemukus dari Sumatra Selatan dan Jawa Barat, beras dari Jawa, emas, tembaga dan timah dari Sumatra, Kalimantan dan pulau-pulau di antara, kamper resin dari pelabuhan Barus, sappan dan kayu cendana dari Kepulauan Nusa Tenggara, kayu dari Kalimantan, gading dan badak tanduk dari Sumatra dan eksotis bulu burung dari Indonesia timur adalah beberapa produk yang dicari oleh para pedagang di seluruh dunia. Secara teknis, kontak asing dimulai ketika pada abad ke-4 dimana kerajaan kecil nusantara yang menerima kedatangan pedagang dari India. Seiring dengan perkembangan, datanglah para pedagang-pedagang lain dari daratan Benua Asia lainnya seperti dari Arab dan China. Lokasi nusantara yang strategis diantara rute perdagangan India dan China serta rute perdagangan maritim yang terus berkembang menjadikan nusantara tumbuh sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik yang berpengaruh dikawasan berupa lahirnya Kerajaan Sriwijaya yang mulai berkembang pada abad ke-7 menjadi kerajaan kosmopolitan berbasis perdagangan.

Dalam dunia perdagangan, Kerajaan Sriwijaya berkembang dengan pesat menjadi Kerajaan utama yang mengendalikan 2 jalur perdagangan utama antara India dan Cina, yaitu melalui Selat Sunda dari Palembang dan selat Malaka dari Kedah. Dalam suatu catatan dari pedagang Arab, catatan tersebut menyatakan bahwa luasnya wilayah kerajaan yang begitu besar bahkan membuat kapal tercepatpun tidak mampu untuk bisa berpergian mengelilingi semua pulau-pulau yang menghasilkan kamper, gaharu, cengkih, kayu cendana, pala, kapulaga dan cubebs, gading, emas, dan timah, kekayaan masing-masing pulau menjadikan kerajaan ini bisa memiliki kekayaan setara dengan raja yang ada di India.

Selain membina hubungan perdagangan dengan India dan Cina, Sriwijaya juga didirikan hubungan dagang dengan Kerajaan di Jazirah Arab. Terdapat sebuah kemungkinan besar, seorang utusan dikirim oleh Maharaja Sri Indrawarman untuk menyampaikan surat perkenalan kepada Khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Kekhalifahan Umayyah pada tahun 718 Masehi. Surat tersebut kembali bersama dengan Zanji (budak wanita dari Zanj), sebagai hadiah dari Khalifah untuk maharaja yang menjadi pertanda baik dibukanya hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kekhalifahan Umayyah. Hal ini diperkuat dengan adanya berita dari China yang menyebutkan tentang seorang yang bernama Shih-li-t-'o-pa-mo (Sri Indravarman), Maharaja dari Shih-li-fo-shih pada tahun 724 mengirimkan hadiah kepada kaisar berupa ts'engchi (Cina ejaan bahasa arab Zanji). Sriwijaya mendominasi kekuatan ekonomi dan politik dikawasan tersebut hingga berakhirnya pada abad ke-13.

Pada abad ke-14 di Pulau Jawa, tumbuh sebuah Kerajaan yang mewarisi peninggalan Kerajaan Singhasari yang bernama Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang lahir dari seorang mantan tahanan yang diberikan lahan di sebuah daerah yang bernama desa maja (kini Mojokerto) ini berawal hanya dari sebuah daerah pemukiman yang terletak dipinggir Sungai Brantas. Kerajaan yang ekonominya dulu hanya digerakkan dari hasil panen pertanian bertanah basah dan kering secara pesat berkembang menjadi kerajaan maritim sebagai pusat perdagangan dan ekonomi di nusantara selama berabad-abad. Menurut sumber dari Dinasti Ming dengan judul Yingyai Shenglan bernama Ma Huan melaporkan perkembangan perekonomian dan perdagangan di Pulau Jawa.

Kegiatan transaksi sehari-hari dalam perekonomian di Pulau Jawa seperti membeli atau menjual barang, membayar pajak dan denda termonetisasi secara parsial menggunakan koin emas dan perak pada abad ke-8 dan mulai digunakan secara penuh sebagai alat transaksi seabad kemudian melalui eskavasi artefak berupa Temuan Wonoboyo yang ditemukan di Jawa Tengah memperkuat bukti bahwa Kerajaan Majapahit secara finansial terpenuhi kebutuhan transaksinya melalui kebijakan monetisasi. Hasil eskavasi penemuan artefak ini berupa koin emas yang berbentuk benih, mirip dengan jagung, sedangkan koin perak yang mirip dengan tombol. Sekitar tahun 1300an, pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk, terjadi perubahan secara drastis dengan penggantian penggunaan uang koin emas dan perak menjadi koin impor tembaga China tunai. Penemuan koin tembaga China Kuno sebanyak 10,388 keping oleh seorang warga di Kabupaten Sidoarjo dengan berat mencapai 800kg pada bulan November 2008 yang diteliti oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Indonesia (BP3I) Jawa Timur menyatkan bahwa koin-koin tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Meski perubahan alat transaksi ini tidak pernah dijelaskan diberita manapun, terdapat anggapan bahwa seiring dengan makin kompleksnya perkembangan ekonomi di Pulau Jawa dan keinginan untuk memiliki mata uang dengan sistem yang jauh lebih kecil dan cocok untuk digunakan sehari-hari dalam transaksi pasar, maka digantikanlah alat transaksi emas dan perak menjadi tembaga.

Terdapat beberapa catatan mengenai perekonomian yang diambil dari prasasti dan data. Prasasti Canggu pada tahun 1358 menyebutkan terdapat sebanyak 78 lalu lintas penyeberangan laut antar pulau di dalam negeri nusantara.

Keberhasilan Majapahit berkembang hingga menjadi salah satu kerajaan yang makmur dan sejahtera karena dua faktor utama. Pertama, dataran rendah Pulau Jawa yang terletak di Timur Laut cocok untuk dijadikan lahan pertanian konsumsi seperti padi dan budidaya berbagai tanaman konsumsi dan komoditas yang mampu menjadi pendapatan utama kerajaan, dan terdapat proyek-proyek irigasi yang secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhan permintaan tanaman komoditas tersebut. Kedua, pelabuhan-pelabuhan di pantai utara secara aktif dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk memasarkan dan memperdagangkan komoditas hasil tani dan bumi yang dipanen mungkin, serta jaringan transportasi laut yang frekuensinya banyak dan terjangkau disemua daerah nusantara memungkinkan majapahit untuk memperluas wilayah kekuasannya dengan mudah yang diikuti dengan kemudahan akses untuk mendapatkan rempah-rempah dari Kepulauan Maluku yang melewati Jawa menjadi sumber pendapatan penting bagi Majapahit.

Dalam Kakawin Nagarakretagama, Majapahit yang terkenal menarik para pedagang asing dari jauh seperti dari India, Khmer, Siam, dan China untuk berdagang di Majapahit. Sementara di periode selanjutnya, dalam berita China yang berjudul Yingyai Shenglan disebutkan bahwa sebagian besar dari pedagang China dan pedagang-pedagang Muslim dari barat (tepatnya Arab dan India, sebagian besar dari kerajaan Muslim di Sumatra dan Semenanjung malaya) menetap di kota-kota pelabuhan Majapahit, seperti Tuban, Gresik dan Hujung Galuh (Surabaya). Pajak dikenakan terhadap beberapa orang asing, seperti mereka yang membuka usaha dan melakukan kegiatan perdagangan luar negeri. Kerajaan Majapahit memiliki hubungan diplomatik dan perdagangan dengan China dinasti Ming, Annam dan Champa, Kamboja, Siam Ayutthayan, Burma Martaban dan India selatan (Wijayanagara).