Sikap apakah yang harus anda perhatikan ketika berpakaian Melayu

Sikap apakah yang harus anda perhatikan ketika berpakaian Melayu
Buku Tunjuk Ajar Melayu

Tunjuk Ajar Melayu (TAM) identik dengan nama almarhum Tenas Effendy, budayawan ternama asal Riau. TAM ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia tahun 2017. TAM sarat dengan petuah hidup yang jadi panduan hidup Orang Melayu.

Tenas Effendy (9 November 1936 – 28 Februari 2015) merupakan seorang yang sangat ahli dan akrab dalam seni bahasa dan tradisi Melayu. Ia tunak mengumpulkan tafsir-tafsir empirik dan kitab-kitab otoritatif yang berserakan dengan kondisi kenyataan yang terus berubah. Ia mampu mengambil intisari dari tafsir-tafsir tersebut lalu kemudian dipadukan dengan kelaziman sastrawi. Ia seperti sosok pengembara peradaban yang mampu terus bercerita dalam merawat tradisi dan kebudayaan melayu melalu seni baca tulis.

TAM berisi pernyataan yang bersifat khas, mengandung nilai nasihat dan petuah, amanah, petunjuk dan pengajar serta contoh teladan yang baik. Dapat mengarahkan manusia pada kehidupan yang benar dan baik serta dalam keridhaan Allah untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.

Tenas Effendy merumuskan TAM. Ia mengemukakan : yang disebut tunjuk ajar dari yang tua, petunjuknya mengandung tuah pengajarannya berisi marwah petuah berisi berkah amanahnya berisi hikmah nasehatnya berisi manfaat pesannya berisi iman kajinya mengandung budi contohnya pada yang senonoh teladannya di jalan Tuhan

(hal. 10-11)

Tunjuk Ajar Melayu yang disusun oleh Tennas Effendy tersebut secara garis besar berisi 25 pemikiran utama yang disebut juga sebagai Pakaian Dua Puluh Lima. Dari ke 25 butir pemikiran utama tersebut, di setiap butirnya mengandung nilai konseling spiritual yang dapat digunakan untuk membimbing kondisi spiritual seseorang. Diantara sifat yang 25 itu adalah sifat tahu asal mula jadi, tahu berpegang pada Yang Satu, sifat tahu membalas budi, sifat hidup bertenggangan, mati berpegangan, sifat tahu kan bodoh diri, sifat tahu diri, sifat hidup memegang amanah, sifat benang arang, sifat tahan menentang matahari dan sebagainya.

Upaya penyebaran dan pewarisan tunjuk ajar Melayu yang dilakukan secara tradisional meliputi dua cara yakni melalui lisan-verbal dan suri-teladan. Melalui suri tauladan misalnya dengan langsung menunjukkan perbuatan, tindakan serta prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang mengacu pada nilai-nilai tunjuk ajar tersebut, sementara melalui pewarisan dilakukan dengan peristiwa lisan yang dilakukan sehari-hari, misalnya nasihat para oran tua kepada anaknyanya, dongeng seorang ibu kepada anaknya menjelang tidur, dendang syair dan cerita-cerita dongeng yang langsung keluar dari si tukang cerita. Bisa juga melalui upacara adat yang ada dalam tradisi kehidupan melayu.

TAM secara metafor memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan masyarakat Melayu diantaranya adalah : Sebagai pegangan Sebagai azimat, Sebagai pakaian Sebagai rumah Sebagai tulang Sebagai jagaan Sebagai amalan dan

Sebagai timang-timangan bagi diri.

Sementara bagi mereka yang melanggar nilai-nilai tunjuk ajar tersebut, dikatakan akan: tidak jadi orang, tidak selamat, tidak terpuji tidak bertuah tidak terpandang tidak sentosa tidak terpilih tidak diberkahi

tidak disayangi

Butir-butir yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu seringkali disandarkan pada pernyataan ‘kata orang tua-tua dulu’. Wawasan pengalaman yang didapati oleh orang-orang terdahulu melalui dua sumber yakni bacaan terhadap alam (melalui interaksi ekologis), serta bacaan terhadap kitab-kitab otoritatif.

Setelah Islam masuk ke dalam tradisi dan budaya melayu, tafsir-tafsir tersebut semakin kekal karena semakin membuat kebudayaan Melayu lebih bersinar. Al-Quran, Hadits, kitab-kitab para ulama dan aulia mengekalkan lagi isi setiap tafsir dari butir tunjuk ajar yang ada. Pada kondisi ini tak heran jika Tunjuk Ajar Melayu memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dijadikan sebagai rujukan dan patokan utama untuk kesadaran, moralitas, serta pembentukan jatidiri dalam kehidupan sosial masyarakat Melayu tradisional. **

Sikap apakah yang harus anda perhatikan ketika berpakaian Melayu

Sikap apakah yang harus anda perhatikan ketika berpakaian Melayu
Lihat Foto

Rombongan media dalam Familiarization Trip ke Pulau Penyengat sedang mencoba baju adat khas Melayu di Balai Adat Pulau Penyengat

KOMPAS.com - Teluk Belanga merupakan nama pakaian adat pria yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau.

Sementara itu pakaian adat untuk wanita di Kepulauan Riau adalah Kebaya Labuh.

Kedua pakaian adat tersebut merupakan warisan kebudayaan tersebut sering dikenakan pada saat upacara adat atau pernikahan.

Ciri pakaian adat

Ciri khas pakaian adat tersebut, Kebaya Labuh dan Teluk Belangga adalah panjangnya kebaya hingga menutupi lutut dengan bentuk kebaya tampak lebar dan terbuka.

Baca juga: Aesan Gede, Pakaian Tradisional Sumatera Selatan

Dikutip dari situs Pemerintah Kabupaten Natuna, pakaian Teluk Belanga terdiri baju, celana dan kain samping serta penutup kepala.

Leher baju berkerah dan berkancing, jumlah lazimnya lima buah dan itu melambangkan rukun Islam.

Cokek sama dengan baju cekak musang. Biasanya menggunakan kain songket.

Cara memasangnya pun bervariasi, ada yang dilipat sirih didepan dengan bagian kanan sebelah atas. Ada pula yang dipunjut kesamping, tergantung siapa pemakainya.

Pada penutup kepala juga bervariasi, berupa songkok, ikat kepala atau juga tanjak. Tanjak atau ikat kepala dibuat dari jenis kain yang sama dengan baju dan celana.

Sikap apakah yang harus anda perhatikan ketika berpakaian Melayu
Adab berpakaian. Foto: iStock

Jakarta - Adab berpakaian yang sesuai dengan anjuran Islam harus kita terapkan. Seperti apa sih adab berpakaian yang baik dalam Islam?Adab berpakaian dan berhias adalah cara dalam melakukan sesuatu yang sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat. Aturan tersebut lebih mengarah pada nilai kesopanan, akhlak, atau kebaikan budi pekerti.Berpakaian dan berhias merupakan keindahan tersendiri untuk manusia. Allah SWT pun menyukai keindahan dan keserasian. Rasulullah SAW selalu menganjurkan umatnya untuk selalu berpakaian dengan rapi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al- A'raf [7] ayat 26 sebagai berikut:"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.Selain itu, Allah juga berfirman dalam Surah Al-A'raf [7] ayat 31 berikut:"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."Berikut ini adab berpakaian bagi wanita dan laki-laki dalam Islam:1. Membaca doa"Segala puji bagi Allah yang telah memberiku pakaian ini sebagai rezekiku tanpa upaya dan tanpa kekuatan dariku."2. Memulai dengan anggota badan sebelah kanan.3. Tidak sombong.4. Tidak berpakaian dengan pakaian jahiliyah.5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki atau perempuan.6. Tidak menyerupai pakaian pendeta.7. Tidak memakai sepatu sambil berdiri.Tentunya, adab berpakaian dalam Islam ini juga harus memperhatikan batas aurat. Aurat laki-laki yang wajib ditutupi adalah anggota tubuh antara pusar hingga lutut. Sedangkan aurat perempuan dalam adalah anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan baik luar maupun dalam hingga batas pergelangan.Penjelasan mengenai cara berpakaian disampaikan Allah SWT dalam firman-Nya:"Dan katakanlah kepada wanita-wanita beriman. 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya'." (QS. An-Nur [24]:31)

(lus/nwy)

Sikap apakah yang harus anda perhatikan ketika berpakaian Melayu
Model-pakaian-perempuan-Singapura-awal-abad-ke-20.-(dok : Aswandi Syahri)

SETIAP bangsa atau puak umumnya berasa bangga memiliki kebudayaan dengan kepelbagaian unsurnya. Satu dari sekian unsur budaya itu adalah pakaian atau busana. Ada kalanya pakaian suatu bangsa atau puak dipandang “agak aneh” oleh bangsa yang budayanya berbeda.

Akan tetapi, tentulah busana tersebut tak pernah dianggap ganjil oleh bangsa yang mewarisinya. Bahkan, mewarisi pakaian dan tata cara mengenakannya yang cenderung berbeda dengan bangsa atau puak lain membuat pewarisnya bertambah-tambah bangga.
Kebanggaan setiap bangsa itu bersifat subjektif.

Pakaian skirt yang dikenakan oleh kaum laki-laki Skotlandia dan kain sarung yang dipakai oleh lelaki Myanmar, misalnya, menjadi kebanggaan kedua bangsa itu. Bagi mereka, itulah jenis pakaian yang terbaik di dunia. Pandangan orang yang berkebudayaan lain belum tentu sama dengan bangsa atau etnis yang memiliki pakaian itu.

Yang pasti, pakaian bagi setiap bangsa, etnis, dan atau puak memiliki nilai tertentu yang dijunjung tinggi. Oleh sebab itu, cara memakainya pun mesti sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, biasanya secara adat.

Bagaimanakah pandangan dan sikap orang Melayu tentang pakaian mereka? Berhubung dengan itu, ada baiknya kita perhatikan penuturan Raja Ali Haji rahimahullah di dalam karya beliau Kitab Pengetahuan Bahasa (Haji, 1858).

“Adapun pakaian orang Melayu daripada dahulu, sehelai seluar dipakai di dalam, kemudian baharulah memakai kain, bugiskah atau sutera, labuhnya hingga lepas lutut kira-kira sepelempap. Kemudian, baharulah memakai ikat pinggang, terkadang di luar kain terkadang di dalam kain. Kemudian baharulah memakai baju, belah dada namanya atau baju kurung, kemudian disisipkan keris kepalanya keluar tiada meniarap, dan sapu tangan, bertanjak. Adapun seluarnya terkadang seluar ketat berkancing kakinya. Syahdan pada penglihatan mataku sangatlah tampan orang-orang Melayu memakai cara Melayu yang dahulu-dahulu, tiada bengis rupanya [huruf miring oleh HAM].”Begitulah pandangan orang Melayu tentang pakaian dan tata cara memakainya yang seyogianya secara konsisten diterapkan. Perian di atas berkenaan dengan pakaian dan adat memakainya bagi kaum laki-laki.Ditinjau dari sudut pemakainya, pakaian Melayu dapat dibedakan atas pakaian perempuan dan pakaian laki-laki. Keduanya tentulah berbeda potongan dan tata cara memakainya. Lebih mustahak daripada itu, tak boleh dipertukarkan, laki-laki memakai pakaian perempuan, begitu pula sebaliknya, kecuali ketika bermain sandiwara. Dalam kasus yang disebut terakhir, laki-laki yang berperan sebagai perempuan boleh mengenakan pakaian perempuan selama permainan itu. Dalam keadaan normal, laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan akan disebut pondan, sedangkan perempuan yang berpakaian laki-laki disebut kedi. Kedua sebutan itu bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan.Pakaian perempuan Melayu ada dua macam. Pertama, baju kurung yang terdiri atas kain, baju, dan selendang. Panjang atau kedalaman baju agak di atas lutut. Jenis baju kurung untuk dipakai sehari-hari di rumah kedalamannya hanya sepinggang atau sedikit di bawah pinggang. Baju kurung berlengan panjang, berbadan longgar, dan beragam bahannya: polos, berbunga-bunga, dan sebagainya, tetapi tak boleh tembus pandang. Warnanya disesuaikan dengan selera pemakai, tetapi perempuan yang sudah berumur tak boleh memakai baju yang warnanya mencolok. Selendang dipakai lepas di bahu, tak melingkar di leher.Kedua, baju kebaya labuh yang terdiri atas baju, kain, dan selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelangan tangan supaya gelang yang dikenakan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman baju sampai sedikit di atas betis. Bentuk baju agak longgar, tak boleh diraut (dikecilkan) di bagian yang dapat menunjukkan ukuran atau bentuk pinggang dan gaya pinggul.Bahannya disesuaikan dengan kemampuan (daya beli) dan keperluan. Kelengkapan lainnya terdiri atas selendang, aksesoris, dan hiasan kepala yang disesuaikan menurut keperluan dan kemampuan. Biasa pula pakaian perempuan dilengkapi dengan cincin, gelang tangan, dan atau gelang kaki.Kelengkapan pakaian perempuan yang lain adalah siput (sanggul) dan tudung. Siput tegang biasanya untuk pengantin, siput cekak untuk dipakai sehari-hari, dan siput lintang untuk perempuan yang berambut panjang, lebat, dan berjurai. Tudung dipakai untuk menutup kepala. Ada tudung yang agak terjurai dan terjuntai ke samping kiri dan kanan. Ada pula tudung yang sampai menutupi wajah (tudung lingkup) sehingga yang kelihatan hanyalah mata atau sekurang-kurangnya wajah seperti pemakaian tudung mantur [ada juga yang menyebutnya tudung manto mengikuti bahasa lisan tempatan] pada kaum perempuan di Daik, Lingga, atau Kepulauan Riau, umumnya.Jika kaum perempuan memakai kain yang berkepala kain, pemakaiannya harus sesuai dengan adat dan adab. Anak gadis letak kepala kainnya di depan, perempuan yang berumur (tua) kepala kainnya di samping kanan, perempuan yang bersuami kepala kainnya di belakang, dan janda kepala kainnya di samping kiri.Bagi kaum lelaki pula ada tiga jenis pakaian. Pertama, baju gunting cina. Pakaian ini dikenakan sehari-hari di rumah, pakaian santai, atau pakaian biasa. Tak boleh digunakan untuk acara atau pertemuan resmi seperti di kantor dan sebagainya. Baju gunting cina juga dilengkapi dengan celana dan ikat kepala atau songkok.Kedua, baju teluk belanga yang terdiri atas baju, celana, kain sampin, dan penutup kepala (tanjak, songkok, atau ikat kepala). Leher baju berkerah tegak dan berkancing (kancing tap, emas, permata, dan sebagainya, tergantung pada kemampuan atau daya beli si pemakai). Jumlah kancing lazimnya empat buah yang melambangkan ‘sahabat Rasulullah SAW’ atau lima buah yang melambangkan ‘rukun Islam’. Kocek (saku) baju tiga buah, sebuah yang lebih kecil ditempatkan di kiri atas dan dua buah lebih besar ditempatkan di kiri-kanan bawah baju. Lengan baju agak menutup pergelangan tangan.Sampin dapat berupa kain songket, kain bertabur, kain gelik, dan lain-lain. Pemasangannya beragam: ada yang seperti pemakaian kain biasa, ada yang dipunjut ke samping, ada pula yang ditarik selapis ke samping kiri pinggang. Kedalaman kain diatur sedemikian rupa. Orang tua-tua atau orang patut-patut kedalamannya di bawah lutut, sedangkan orang muda-muda kedalamannya sedikit di atas lutut.Ketiga, baju cekak musang yang terdiri atas baju, seluar, kain, dan penutup kepala. Leher baju tak berkerah, kancingnya hanya sebuah, dan bagian depan leher baju—supaya mudah dimasukkan dari atas melalui kepala—berbelah sepanjang kira-kira lima jari ke bawah. Lengan baju lebar dan baju pun dilengkapi kocek tiga buah seperti pada baju teluk belanga. Kain dapat dipakai sebagai sampin dan orang tua-tua boleh memakai kain labuh ke bawah sehingga tak perlu memakai celana panjang dengan baju dikeluarkan, khususnya untuk pertemuan yang tak resmi.Bahan pakaian laki-laki tak boleh berbunga-bunga. Pilihan warnanya boleh apa saja, asal warna kuning khusus untuk raja-raja dalam acara adat.Pemakaian kain sampin diatur sebagai berikut. Bagi raja, letak kepala kainnya bebas, tetapi lazimnya sebelah kanan agak ke depan. Bagi kaum bangsawan, kepala kainnya sebelah belakang agak ke kanan. Bagi orang besar-besar dan patut-patut, kepala kainnya sebelah belakang agak ke kiri. Bagi putra mahkota, kepala kainnya sebelah kanan agak ke depan. Bagi masyarakat awam, kepala kainnya di belakang penuh.Fungsi pakaian Melayu dinyatakan dengan ungkapan, “Pakaian menutup malu, pakaian menjemput budi, pakaian menjunjung adat, pakaian menolak bala, dan pakaian menjunjung bangsa.” Berhubung dengan itu, dikatakan, “Salah letak badan letak, salah tempat berujung umpat.”Jika mengenakan pakaian sesuai dengan adat dan adabnya, berarti kita tampil dengan derajat yang dianalogikan sebagai seri pantai dan seri gunung. Maknanya, si pemakai telah berpakaian yang memenuhi kualitas keindahan dan kesempurnaan yang terlihat dari dekat atau dari luar (seri pantai) dan dari jauh (dalaman, batiniah). Itulah keindahan kelas satu yang nilainya tujuh bintang. Kehebatan berpakaian kelas utama itu diibaratkan laksana keajaiban yang mampu menghidupkan kembali pasangan pecinta yang sudah mati!Berpakaian Melayu sudah digalakkan kembali kini walau hanya pada hari-hari tertentu. Malangnya, kebiasaan baik itu terkadang dirusaki oleh segelintir orang yang tak memahami mutu. Pasalnya, ada yang memakainya tak bersampin dan atau tak bersongkok pada kaum lelaki, seolah-olah dia terpaksa berpakaian Melayu. Perilaku itu jelas tak mengindahkan nilai-nilai adat yang berlaku.

Pemakai pakaian adat yang tak sesuai dengan adabnya dapat dicap sebagai orang yang tak tahu adat dan mengabaikan keluhuran nilai. Dia didakwa begitu karena adat Melayu telah mengatur, “Pantang memakai memandai-mandai. Salah pakai perut terburai.”***