Rukun Iman ada enam. Enam rukun ini menjadi prinsip dasar agama Islam. Prinsip ini telah dijelaskan di beberapa surat dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Show Namun sebelum kita membahas lebih lanjut tentang rukun iman, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu iman. Rukun ImanDaftar Isi
Rukun ImanRukun iman yang dahulu pernah kita pelajari sangat penting untuk dipelajari kembali. Karena rukun iman adalah pondasi dasar yang harus berdiri kokoh pada agama seorang muslim. Sehingga dengan itu bisa mendapatan pemahaman yang lebih mendalam tentang pondasi Islam ini dan bisa mengamalkannya dengan benar.
Para ulama terdahulu telah menjelaskan bahwa Iman adalah keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan, dan amalan dengan anggota badan. Kemudian dirinci lagi oleh Al Imam Ahmad rahimahullahu bahwa iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Berikut kami nukilkan beberapa perkataan para ulama tentang Iman.
Perkataan Al-Imam Ahmad rahimahullahu tersebut juga dinyatakan oleh para ulama lainnya. Diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu, beliau berkata: “Aku menjumpai lebih daripada seribu orang ulama di berbagai negeri. Tidaklah aku melihat seorang pun yang berselisih bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.” Makna bertambah dan berkurangnya iman seperti yang ditanyakan oleh putra Imam Ahmad yaitu Shalih rahimahullahu. Shalih rahimahullahu berkata: “Aku bertanya kepada ayahku, apa itu makna bertambah dan berkurangnya iman?” Beliau menjawab: “Bertambahnya iman adalah dengan adanya amalan, berkurangnya adalah dengan meninggalkan amalan, seperti meninggalkan shalat, zakat, dan haji.”
Murid Al Imam Syafi’i yang bernama Ar-Rabi’ berkata: “Aku mendengar “Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang.” Pada riwayat yang lain terdapat tambahan: “Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.” وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا “Dan agar bertambah keimanan orang-orang yang beriman.” (Al-Muddatstsir: 31) [Lihat Fathul Bari, 1/62-63] Begitulah makna iman di sisi ahlus sunnah wal jama’ah. Adapun yang menyimpang dalam permasalahan ini diantaranya adalah kelompok khawarij dan murji’ah dan Mu’tazilah. Untuk lebih jelas, mari kita lihat perbedaannya: Murji’ahAhlus Sunnahwal Jama’ah Khawarij dan Mu’tazilahAqidahIman itu ucapan semata, amalan tidak mempengaruhi iman.Iman adalah keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan, dan amalan dengan anggota badan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Iman mempunyai cabang-cabang.Iman itu ucapan, keyakinan dan amal. Tidak bertambah dan tidak berkurang. Namun ukuran iman itu adalah: adanya iman dan tidak adanya iman, tidak bercabang. Jika sebagian iman hilang berarti hilang semuanya.Pengambilan hukumSehingga imannya pelaku dosa besar dengan imannya para sahabat mereka anggap sama.Iman para ahlul maksiat dan iman orang-orang shalih dari kalangan para sahabat berbeda tingkatannya. Pelaku dosa besar tidak dihukumi kafir. Namun imannya berkurang.Maka para pelaku dosa besar dan orang yang tidak beramal mereka vonis kafir dan halal darahnya.
Sebagian ahlul ilmi menyatakan, manusia terbagi menjadi tiga bagian:
Kelompok yang pertama lebih sempurna imannya ketimbang yang kedua, dan yang kedua lebih sempurna ketimbang yang ketiga. Rukun Iman
Urutan Rukun Iman
Rukun iman ada enam, itulah yang masih terngiang di telinga kita sejak kecil. Meskipun pada zaman ini sudah mulai banyak yang lupa maknanya bahkan ada yang sudah lupa urutannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut urutan rukun Iman dalam berbagai hadits terkhusus hadits Jibril: ..قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآَخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.. Bahwa Rukun Iman adalah:
Urutan rukun iman. Terdapat hikmah dari urutan rukun iman dan Allah lah yang lebih mengetahui. Walaupun huruf waw (و) dalam ayat dan hadits ini tidak melazimkan urutan. Berikut ini urutan rukun iman:
Sumber:
[*] Seorang Mufassir dalam tafsirnya berkata: “Lalu apabila para Rasul telah menyampaikan perintah dan larangan Rabb mereka kepada mereka kaum musyrikin, sedangkan mereka membantah dengan berargumen kepada para Rasul bahwa kseyirikan mereka itu takdir, maka tidak ada lagi kewajiban apapun atas para Rasul. Dan hanyalah perhitungan mereka diserahkan kepada Allah ‘azza wa jalla (bukan lagi tugas para Rasul tersebut, pent.).” Taisiirul Kariimir Rahman, hal. 503. |