Bagaimana cara menurunkan protein urin pada ibu hamil?

Bagaimana cara menurunkan protein urin pada ibu hamil?

Bagaimana cara menurunkan protein urin pada ibu hamil?
Lihat Foto

Shutterstock/Chamaiporn Naprom

Ilustrasi urine berbusa

KOMPAS.com - Sepanjang kehamilan, ibu hamil biasanya disarankan mengikuti tes urine.

Salah satu fokusnya, untuk menakar kadar protein urine pada ibu hamil.

Selain itu, ibu hamil biasanya diberi tes urine untuk memeriksa gula, keton, atau bakteri dalam tubuhnya.

Tes protein dalam urine ibu hamil secara rutin berguna untuk memeriksa fungsi ginjal, infeksi, atau skrining masalah kesehatan lainnya.

Baca juga: Hati-hati, Protein Urine Tinggi Bisa Jadi Tanda Penyakit Ginjal

Melansir BellyBelly, kadar protein urine rendah selama kehamilan dianggap normal.

Sedangkan kadar protein urine yang berada di atas ambang batas normal atau tinggi berisiko memicu komplikasi serius pada ibu hamil.

Dilansir dari Mom Loves Best, ada beberapa kondisi yang membuat protein urine pada ibu hamil meningkat, antara lain:

  • Kekurangan cairan
  • Stres emosional
  • Terkena cuaca dingin ekstrem
  • Demam
  • Baru melakukan aktivitas fisik berat

Faktor risiko seperti obesitas, berasal dari keluarga penderita penyakit ginjal, dan darah tinggi juga bisa meningkatkan kadar protein urine.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Urine dan Kandungannya

Selain itu, terdapat penyebab protein urine pada ibu hamil tinggi perlu diwaspadai, yakni:

1. Infeksi saluran kencing

Bagaimana cara menurunkan protein urin pada ibu hamil?

Bagaimana cara menurunkan protein urin pada ibu hamil?
Lihat Foto

iStockphoto

Ilustrasi buang air kecil

Protein urine pada ibu hamil tinggi bisa jadi gejala infeksi saluran kencing.

  • Tentang Kami
  • Tim Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat dan Ketentuan

Proteinuria ternyata rentan menyerang ibu hamil. Proteinuria merupakan adanya kandungan protein dalam urin yang dapat berdampak pada komplikasi berbahaya. Khususnya, bagi ibu hamil, hal ini bahkan bisa menyebabkan adanya gangguan pada janin dalam kandungan. Ibu hamil patut waspada jika terdapat kandungan protein sebanyak 300 mg/d yang bisa dipicu oleh beban ginjal selama hamil. Selain itu, adanya peningkatan volume darah juga dapat memperberat fungsi ginjal. Adapun gejala awal proteinuria pada ibu hamil termasuk adanya pembengkakan di area tangan, pergelangan kaki dan wajah dan juga urin yang disertai busa. Melansir dari Momjunction.com, begini 5 langkah atasi proteinuria secara alami yang aman bagi ibu hamil!

Konsumsi garam secukupnya. (Foto: Andreas160578/Pixabay.com)

Ibu hamil dengan kondisi mengalami proteinuria sebaiknya membatasi konsumsi garam. Sebab, kadar garam tinggi dapat menyebabkan adanya protein dalam urin.

Biasanya, ibu hamil kerap mengidam camilan asin seperti kripik yang membuat berat badan bertambah serta berdampak pada terjadinya proteinuria. Ibu hamil kini harus mulai membatasi ya konsumsi camilan yang bercitarasa asin karena kandungan garamnya tinggi loh, bu.

Ibu hamil perlu atur asupan gula. (Foto: congerdesign/Pixabay.com)

Selain makanan asin yang berkadar garam tinggi, ibu hamil juga disarankan untuk mengurangi konsumsi makanan dengan kandungan gula tinggi. Sebab, makanan-makanan manis yang berkadar gula tinggi juga dapat menyebabkan proteinuria. Bahkan, makanan manis dapat merusak ginjal dan menimbulkan infeksi berbahaya.

Bayi dalam kandungan juga dapat mengalami pertumbuhan yang pesat jika ibu terlalu banyak mengonsumsi makanan tinggi gula dan tinggi kalori. Ibu hamil kini sebaiknya memilih makanan penutup yang lebih rendah gula ya, jika tak ingin terserang proteinuria.

Perhatikan perubahan bobot tubuh. (Foto: TeroVesalainen/Pixabay.com)

Perubahan berat badan selama masa kehamilan adalah hal yang alami. Berat badan ibu hamil biasanya melonjak bukan hanya karena adanya pertambahan bobot bayi dalam kandungan tetapi juga nafsu makan yang bisa saja meningkat usai masa hamil muda.

Perilaku ngidam juga menjadi salah satu pendukung kenaikan bobot tubuh ibu hamil. Namun, kenaikan bobot tubuh selama kehamilan tidak selamanya baik loh, bu.

Jika tidak diperhatika, kenaikan berat badan selama kehamilan dapat menyebabkan ibu hamil terserang diabetes gestasional atau preeklamsia serta proteinuria. Selain menjaga pola makan, ibu hamil juga dapat melakukan olahraga ringan yang sesuai dengan usia kandungan.

Penting perhatikan kebersihan daerah kewanitaan. (Foto: nguyentungson/Pixabay.com)

Salah satu hal yang paling penting untuk dilakukan jika ibu hamil ingin menghindari terserang dari proteinuria adalah dengan memperhatikan kebersihan daerah kewanitaan. Organ kewanitaan yang lembap membuat jamur dan bakteri mudah berkembang biak.

Ibu hamil harus membiasakan diri mengeringkan Miss.v dengan handuk bersih atau tissu usai buang air kecil maupun buang air besar. Selain itu, gunakan celana dalam bersih minimal 2 kali dalam sehari. Penting untuk memperhatikan pula jenis bahan celana dalam yang menyerap keringat dan usahakan tidak terlalu ketat ya, bu.

Ibu hamil harus istirahat cukup. (Foto: fotografyarte/Pixabay.com)

Kebutuhan istirahat bagi ibu hamil merupakan hal yang amat penting. Ibu biasanya mudah lelah apalagi jika kehamilan memasuki usia tua. Tidur yang cukup membuat badan ibu hamil segar dan membuat fungsi-fungsi organ optimal tidak terkecuali ginjal. Ginjal yang bekerja optimal dapat mengurangi risiko ibu terkena proteinuria. Tak hanya itu, ibu hamil juga perlu istirahat untuk mengurangi stress.

Ibu hamil jangan panik dulu jika tiba-tiba mengalami gejala proteinuria, sebab ada cara-cara penanganan secara alami termasuk 5 langkah mudah di atas. Mulai dari membatasi asupan gula dan garam hingga menjaga kebersihan daerah kewanitaan, ibu hamil tentu dengan mudah mempraktikan sendiri di rumah.

Gaya hidup sehat tak hanya menjauhkan ibu hamil dari kondisi tak diinginkan seperti proteinuria tetapi juga membuat janin tumbuh optimal.

Protein dalam urine bukanlah hal normal (apabila di atas 150 mg, dokter akan mengatakan bahwa kadar protein dalam urine Anda tidak normal). Ada kalanya protein meningkat untuk sementara saja, dan akan kembali normal dengan sendirinya. Akan tetapi, jika masalah tersebut berkelanjutan atau sangat parah, Anda harus mencari bantuan medis. Jika berlangsung selama lebih dari beberapa hari, protein dalam urine biasanya merupakan tanda penyakit ginjal atau masalah kesehatan lain.[1] X Teliti sumber Kunjungi sumber

  1. 1

    Ambil langkah untuk mengurangi tekanan darah.[2] X Teliti sumber Kunjungi sumber Peningkatan tekanan darah menyebabkan ketegangan pada ginjal, dan karena proteinuria persisten (peningkatan protein dalam urine yang berkelanjutan) hampir selalu dikaitkan dengan masalah ginjal, usaha menurunkan tekanan darah akan sangat membantu masalah ini. Strategi gaya hidup untuk mengurangi tekanan darah meliputi:

    • Mengurangi garam dalam makanan. Hindari garam meja saat memasak. Mungkin yang lebih penting adalah mengurangi kebiasaan makan di luar atau mengonsumsi terlalu banyak makanan olahan yang dikenal tinggi garam (rata-rata jauh lebih banyak daripada makanan yang dimasak sendiri).
    • Menurunkan kolesterol. Peningkatan kolesterol berkontribusi pada pembentukan plak dalam arteri, yang pada gilirannya mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Mintalah dokter melakukan tes darah untuk mengukur kadar lemak dan kolesterol guna melihat apakah Anda harus memperbaiki pola makan terkait lemak dan kolesterol.

  2. 2

    Minum obat tekanan darah.[3] X Teliti sumber Kunjungi sumber Biasanya, orang yang didiagnosis penyakit ginjal atau disfungsi ginjal (yang merupakan alasan utama peningkatan protein dalam urine yang berkelanjutan) menerima obat tekanan darah dari dokter. Secara spesifik, obat yang idealnya diresepkan dokter adalah "ACE Inhibitor" (angiotensin-converting enzyme inhibitor). Contohnya adalah Ramipril, Captopril, dan Lisinopril. Kelebihan obat tekanan darah kelas spesifik ini adalah memiliki manfaat tambahan (dan "efek protektif") untuk ginjal.

    • Tanyakan kepada dokter apakah Anda bisa mendapatkan resep obat ini, jika belum diberikan.
    • Mungkin Anda membutuhkan lebih dari satu obat tekanan darah dalam kasus penyakit ginjal yang lebih parah.

  3. 3

    Tanyakan kepada dokter tentang perawatan medis lain.[4] X Teliti sumber Kunjungi sumber Misalnya, jika Anda mengidap penyakit autoimun dan itu menyebabkan masalah ginjal (dan karena itu protein dalam urine), Anda membutuhkan obat untuk menekan sistem imun. Jika masalah ginjal (dan proteinuria) yang Anda alami merupakan komplikasi diabetes, Anda mungkin membutuhkan obat seperti Metformin atau Insulin agar dapat mengontrol kadar gula darah. Ada banyak kemungkinan diagnosis yang dapat menyebabkan masalah ginjal atau mengakibatkan proteinuria. Jadi, bicaralah dengan dokter untuk mendapatkan penanganan medis terbaik untuk kasus Anda.

  1. 1

    Ketahui penyebabnya dengan diagnosis. Penting untuk dipahami bahwa satu-satunya cara untuk mengurangi (atau mengatasi) protein dalam urine adalah mendiagnosis penyebab di baliknya.[5] X Teliti sumber Kunjungi sumber Ini karena protein dalam urine bukanlah diagnosis, tetapi gejala bahwa ada sesuatu. Hanya dengan mendiagnosis dan merawat "sesuatu" yang meningkatkan kadar protein tersebut Anda dapat mengatasi dan menanganinya.

  2. 2

    Tentukan tipe "proteinuria" (kenaikan protein dalam urine) apa yang Anda alami.[6] X Teliti sumber Kunjungi sumber Ada tiga tipe proteinuria, dan berita baiknya dua di antara tipe tersebut tidak memerlukan perawatan dan biasanya membaik dengan sendirinya seiring waktu. Akan tetapi, tipe ketiga memerlukan pemeriksaan medis yang lebih komprehensif untuk menentukan penyebabnya. Ketiga tipe tersebut adalah:

    • Proteinuria Transien. Tes urine mengungkap kenaikan protein dalam satu hasil, tetapi akan turun sendiri dan akhirnya kembali normal pada hasil tes berikutnya.[7] X Teliti sumber Kunjungi sumber Proteinuria transien normalnya berkaitan dengan stres akut, seperti penyakit yang menyebabkan demam atau berolahraga lebih daripada biasanya (misalnya, latihan untuk maraton). Setelah stres berlalu atau tubuh Anda mulai terbiasa, kadar protein akan kembali normal.
    • Proteinuria Ortostatis. Kadar protein tidak normal yang berkaitan dengan perubahan postur (berdiri versus duduk versus berbaring).[8] X Teliti sumber Kunjungi sumber Kondisi ini tidak umum, dan cenderung ditemukan pada remaja. Jika ini terjadi, perawatan tidak dibutuhkan dan kondisi tersebut hampir selalu pulih sendiri setelah dewasa.
    • Proteinuria Persisten. Kadar protein dalam urine selalu tinggi dalam hasil tes yang dilakukan berkali-kali.[9] X Teliti sumber Kunjungi sumber Ini merupakan indikasi masalah lain seperti penyakit ginjal, diabetes, penyakit autoimun, atau masalah medis lainnya. Kondisi ini memerlukan serangkaian tes untuk mendapatkan diagnosis, serta perawatan medis.

  3. 3

    Evaluasi stres transien yang mungkin Anda alami.[10] X Teliti sumber Kunjungi sumber Seperti yang disebutkan di atas, jika Anda sedang sakit disertai demam, berolahraga lebih daripada biasanya, atau mengalami stres akut lain, kadar protein mungkin akan meningkat untuk sementara sebagai akibat stres. Kuncinya adalah menemui dokter lagi beberapa hari kemudian untuk mengulangi tes urine (dan pengukuran kembali). Pada saat itu, dokter dapat mengonfirmasi bahwa kadar protein Anda sudah turun dan/atau diharapkan kembali normal. Jika Anda mengalami "proteinuria transien", berita baiknya Anda tidak perlu melakukan perawatan apa-apa, dan kadar protein akan kembali normal dengan sendirinya setelah beberapa hari atau minggu.

    • Perhatikan jika Anda mengalami "stres akut" (seperti demam, olahraga berlebihan, atau lain-lain), Anda tetap harus melakukan tes urine ulang untuk memastikan bahwa tidak ada masalah serius.

  4. 4

    Mintalah tes urine ulang.[11] X Teliti sumber Kunjungi sumber Tes urine ulang sangat penting. Ini karena Anda harus mendapatkan serangkaian pengukuran protein dalam urine untuk melihat kemajuan dan apakah hasilnya membaik atau tidak. Dokter mungkin menawarkan tes urine yang bisa Anda lakukan di klinik, atau meminta Anda melakukannya sendiri di rumah dan mengantarkan sampel urine ke lab. Ingat bahwa jika Anda menyimpan urine di rumah, simpan di kulkas sampai Anda dapat mengantarnya ke lab untuk analisis formal.

  5. 5

    Jalani tes darah.[12] X Teliti sumber Kunjungi sumber Tes diagnostik tambahan yang mungkin dilakukan dokter adalah tes darah, khususnya jika ada dugaan Anda memiliki penyakit ginjal atau masalah kesehatan lain. Dokter akan mengukur BUN (blood urea nitrogen) dan Creatinine.[13] X Teliti sumber Kunjungi sumber Keduanya merupakan tes fungsi ginjal, yang menyediakan informasi berharga tentang kesehatan ginjal Anda.

    • Dokter mungkin juga akan melakukan tes darah lain seperti HbA1c (tes diabetes) atau antibodi autoimun jika ada dugaan Anda menderita penyakit autoimun.
    • Semua ini tergantung riwayat medis Anda, dan kondisi medis yang menurut dokter berisiko Anda derita.

  6. 6

    Jalani biopsi ginjal. Dalam beberapa kasus, biopsi ginjal juga diperlukan sebagai investigasi lanjutan untuk menentukan penyebab protein dalam urine.[14] X Teliti sumber Kunjungi sumber Pemeriksaan ini jarang dilakukan, tetapi mungkin dibutuhkan jika dokter tidak dapat menentukan penyebab lain.

  7. 7

    Ketahui bahwa protein dalam urine saat hamil adalah masalah lain. Jika Anda sedang hamil dan mengalami peningkatan kadar protein, mungkin itu disebabkan oleh kondisi yang disebut preeklamsia. Bacalah artikel Cara Menangani Preeklamsia untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang preeklamsia dan peningkatan kadar protein dalam urine saat hamil.

Disusun bersama :

Dokter Spesialis Urologi dan Bedah Urologi Besertifikasi

Artikel ini disusun bersama Robert Dhir, MD. Dr. Robert Dhir adalah Urolog, dokter bedah urologi, dan pendiri HTX Urology di Houston, Texas. Dengan lebih dari 10 tahun pengalaman, kepakaran Dr. Dhir mencakup penangan invasif minimal untuk pembesaran prostat (UroLift), penyakit kencing batu, manajemen bedah kanker urologis, dan kesehatan pria (disfungsi ereksi, kadar testoteron yang rendah, dan infertilitas). Praktik medisnya bernama Center of Excellence untuk prosedur UroLift, dan merupakan pelopor prosedur nonbedah untuk ED dengan menggunakan Terapi Gelombang yang telah dipatenkan atas namanya. Dia mendapatkan gelar sarjana dan medis dari Georgetown University dan mendapatkan penghargaan dalam studi pramedis, urologi, orthopedi, dan mata. Dr. Dhir bertugas sebagai kepala residen selama mengikuti program residensi bedah urologi di University of Texas at Houston / MD Anderson Cancer Center selain menyelesaikan program magang di bedah umum. Dr. Dhir terpilih sebagai Top Doctor in Urology tahun 2018-2019, salah satu dari tiga Best Rated Urologists pada 2019 & 2020 di Houston Texas, dan Texas Monthly memasukkannya ke dalam daftar 2019 & 2020 Texas Super Doctors Rising Stars. Artikel ini telah dilihat 102.244 kali.

Daftar kategori: Kesehatan Kemih

Halaman ini telah diakses sebanyak 102.244 kali.