Bagaimana proses penyusunan peraturan daerah provinsi brainly?

Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

Dalam Prolegda itu sendiri memuat antara lain judul rancangan Perda Provinsi, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Adapun Konsepsi rancangan Perda Provinsi, memuat :

  1. Latar belakang dan tujuan penyusunan;
  2. Sasaran yang ingin diwujudkan;
  3. Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
  4. Jangkauan dan arah pengaturan. 

keseluruhan materi tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam naskah akademik sebagai syarat pengajuan ke DPRD Provinsi untuk dibahas.

Penyusunan sebuah Peraturan Daerah Provinsi (Naskah Akademik dan Rancangan Perda) dapat dipastikan memerlukan penganggaran yang cukup sehingga dapat terbentuknya sebuah Peraturan Daerah yang benar-benar merupakan sebuah jawaban/solusi dari masalah yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk itu Prolegda merupakan sebuah perencanaan yang harus dibuat secara matang dan terprogram secara baik dan sistematis mengingat Prolegda harus sudah ditetapkan sebelum Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan.

Inventarisasi Prolegda Provinsi dimulai oleh Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Tengah ketika memasuki Triwulan Kedua Tahun berjalan dengan mengirim surat Gubernur tentang pendataan Prolegda yang akan diajukan SKPD di Tahun berikutnya.

Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, akan diadakan Rapat Koordinasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi sekaligus meminta daftar Peraturan Daerah yang akan dibentuk dan akan dimasukan ke dalam Daftar Prolegda Provinsi. Pada Rapat Koordinasi ini Biro Hukum akan memberi penjelasan/keterangan mengenai apa yang harus disiapkan maupun yang dilakukan oleh SKPD inisiator untuk melengkapi syarat-syarat untuk dimasukan kedalam daftar pengajuan Prolegda dari Eksekutif.

Syarat-syarat dimaksud adalah adanya Naskah Akademik dan Draft Raperda atau sekurang-kurangnya penjelasan mengenai alasan/latar belakang kenapa perlunya Peraturan Daerah tersebut dibentuk. Alasan-alasan/latar belakang perlunya membentuk Peraturan Daerah dapat dilihat dalam UU 12 Tahun 2011 ataupun Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014.

Pengajuan sebuah Raperda dalam Prolegda pastinya mempunyai implikasi terhadap penganggaran. Oleh karena itu, SKPD insiator yang mengajukan sebuah Raperda kedalam Prolegda diharapkan segera mengikuti dengan pengajuan anggaran dalam APBD SKPD tersebut sehingga pada saat penetapan Prolegda Provinsi tidak ada lagi terjadi batalnya Pembentukan Perda karena tidak ada anggaran.

Melihat dari proses yang perlu ditempuh sebagaimana penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan Pembentukan Peraturan Daerah harus benar-benar melalui perencanaan yang matang baik secara substansi Peraturan Daerah maupun perencanaan secara keuangan (penganggaran).

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota) disadurkan dalam Undang-undang No 15 Tahun 2019 atas perubahan Undang-undang No 12 Tahun 2011. Peraturan Daerah terdiri atas: Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh, Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.

Pengertian peraturan daerah provinsi dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,[1] sebagai berikut:

Selanjutnya pengertian peraturan daerah kabupaten/kota disebutkan pula dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,[2] sebagai berikut:

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Wali kota.

Materi muatan peraturan daerah merupakan materi pengaturan yang terkandung dalam suatu peraturan daerah yang disusun sesuai dengan teknik legal drafting atau teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.[3] Dalam pasal 14, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan atau penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.[4]

Secara umum, materi muatan peraturan daerah dikelompokkkan menjadi: ketentuan umum; materi pokok yang diatur; ketentuan pidana (jika memang diperlukan); ketentuan peralihan (jika memang diperlukan); dan ketentuan penutup.[5] Materi muatan peraturan daerah dapat mengatur adanya ketentuan pidana. Namun, berdasarkan pasal 15, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan pidana yang menjadi materi muatan peraturan daerah dibatasi, yakni hanya dapat mengatur ketentuan pidana berupa ancaman pidana paling lama 6 bulan kurungan penjara dan denda maksimal Rp. 50.000.000,00.[6]

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda Dprd yang muntah dan Gubernur atau Bupati/Wali kota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Wali kota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Wali kota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Wali kota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Wali kota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.

  1. ^ Pasal 1 angka 7, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Baca juga: Pengertian Peraturan Daerah[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Pasal 1 angka 8, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Baca juga: Pengertian Peraturan Daerah[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Materi Muatan Peraturan Daerah[pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Baca Bagian Pengertian Materi Muatan Peraturan Daerah dalam Artikel Materi Muatan Peraturan Daerah[pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Baca bagian Penyusunan Materi Muatan Peraturan Daerah dalam Artikel Materi Muatan Peraturan Daerah[pranala nonaktif permanen].
  6. ^ Baca Bagian Pidana dalam Materi Muatan Peraturan Daerah dalam Artikel Materi Muatan Peraturan Daerah[pranala nonaktif permanen].

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peraturan_Daerah_(Indonesia)&oldid=19536203"

9. Perhatikan informasi berikut! Beberapa masyarakat adat menggunakan aturan tradisional dalam melaksanakan pemilu, yang berbeda dengan hukum positif … nasional. Masyarakat adat mengikuti pemilu dengan aturan-aturan yang disesuaikan dengan tradisi mereka. Pemungutan suara di distrik Lolat dilakukan secara aklamasi. Cara pemungutan suara tersebut dikenal dengan sebutan model noken. Cara seperti telah dilakukan sejak 1971. Prosesnya berlangsung dengan jalan pencontrengan pun tidak dilakukan sebagaimana mestinya, di dalam bilik suara, tetapi ditempat terbuka dan kertas-kertas suara dimasukkan ke dalam noken (kantong khas buatan orang Papua yang terbuat dari kulit kayu).Informasi tersebut menunjukkan bahwa seluruh warga negara, tidak memandang suku, agama, ras, dan golongan memiliki hak untuk memilih. Jika dikaitkan dengan ciri-ciri Bhinneka Tunggal Ika, yaitu….. * 1 poin A. Tidak ada rasialisme B. Tidak ada diskriminasi C. Terbina sikap saling menghormati D. Tumbuh kembang sikap nasionalis ​

Penyimpangan konstitusi pada masa orde baru adalah A. Penyelenggara yang otoriter B. Presiden adalah mandataris MPR C. Presiden mengangkat duta dan k … onsul D. Presiden mengangkat menteri Negara tolong ya lagi PTS nih :C

kak bantu saya,terimakasih ​

Keberagaman anggota golongan Dalam masyarakat multikultural, keberagaman golongan bisa terjadi secara vertikal dan horizontal. Untuk vertikal, terdapa … t hierarki lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Contohnya seperti status sosial, pendidikan, jabatan, dan sebagainya. Secara horizontal, biasanya anggota golongan setara dan tidak ada hierarki. Namun, hal ini mengakibatkan banyak yang merasa anggota golongannya paling benar sehingga merendahkan anggota golongan lainnya. Contohnya adalah agama, idealisme, adat-istiadat, dan sebagainya. Keberagaman antar golongan bisa terjadi secara horizontal yang mengakibatkan banyaknya anggota masyarakat yang merasa golongannya adalah yang paling benar sehingga merendahkan anggota golongan lainnya. Hal tersebut merupakan salah satu jenis sikap ... A. Etnosentrisme B. Primordialisme C. Diskriminasi D. Tenggang rasa​

Keberagaman bangsa Indonesia sudah terlihat sejak pada tahun 1928 sehingga pada waktu ada usaha untuk mempersatukan berbagai keberagaman itu. Usaha it … u adalah A. Pembentukan Boedi Uetomo B. Pembentukan Serekat Islam C. Ikrar Soempah Pemoeda D. Pembentukan Perhimpunan Indonesia tolong jawab :C

Membuat soal PPKn kelas 8 pilihan ganda dan kunci jawabannya soalnya itu satu sampai sepuluh semester 2 ​ MATERI BOLEH BEBAS

Potensi Kerawanan Konflik Sosial dari Medsos Harus Diwaspadai (Sumber : https://repjogja.republika.co.id/berita/r865nq327/potensi-kerawanan-konflik-so … sial-dari-medsos-harus-diwaspada Potensi gesekan dan konflik sosial antar masyarakat dinilai masih rawan terjadi di Jawa Tengah. Kondisi ini diperparah dengan maraknya polarisasi sikap yang kerap muncul melalui media sosial. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah diminta untuk meningkatkan pengawasan, guna megantisipasi berbagai potensi terjadinya gesekan maupun konflik sosial di daerahnya. Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah, Mujaeroni mengatakan, Jawa Tengah memiliki keberagaman, baik suku, agama dan ras dalam struktur sosial masyarakatnya. Maka perlu adanya peningkatan kewaspadaan dari pemerintah daerah, melalui deteksi dan pencegahan lebih dini. “Termasuk penegakan hukum dalam mengantisipasi potensi konflik social,” ungkapnya, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/3). Mujaeroni menambahkan sejumlah kasus terkait intoleransi dan kerukunan umat beragama beberapa kali terjadi, meskipun situasi daerahnya relatif terlihat tenang dan adem ayem. Berdasarkan data dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2018 terjadi 14 kasus terorisme dengan 22 orang ditangkap, sembilan kasus potensi konflik horisontal dan tujuh kasus berkaitan dengan isu agama. Pada tahun 2019, ada dua kasus berkaitan dengan terorisme di Karanganyar dan Cilacap, empat kasus dengan potensi memunculkan tindakan intoleransi dan konflik horizontal serta empat kasus lainnya berkaitan dengan isu agama. Kendati secara kuantitas terus menurun, namun potensi kerawanan yang masih ada wajib diwaspadai. Sebab, hingga Juli 2021, ada dua kasus intoleransi di Jawa Tengah, yakni di Jepara dan Kota Semarang. “Itu belum ditambah dengan potensi konflik yang timbul akibat adanya gap atau ketidakmerataan perekonomian di masyarakat,” tambah legislator Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Jawa Tengah ini. Untuk itu, ia meminta agar pengawasan oleh pemerintah dalam upaya mengantisipasi konflik tak hanya dilakukan di dunia nyata saja, namun juga dilakukan di dunia maya. Sebab, akhir- akhir ini juga banyak komentar- komentar di media sosial yang berbahaya bagi kerukunan antar umat maupun antar masyarakat. Kondisi ini harus dipantau dan dijaga jangan sampai masyarakat Jawa Tengah atau bangsa ini menjadi terpecah belah. “Terlebih menjelang tahun politik nanti,” tegasnya. Kepada masyarakat Jawa Tengah, Mujaeroni juga mengingatkan untuk ikut serta aktif mencegah serta menanggulangi ancaman konflik sosial. Secara geopolitik, Jawa Tengah berada di tengah- tengah Pulau Jawa sangat rawan terjadi persinggungan sosial baik yang melibatkan individu maupun kelompok. Termasuk sentimen yang mengatasnamakan suku, agama, ras, dan antarkelompok (SARA). Karena itulah mencegah dan menangani konflik sosial menjadi indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Menurutnya, kewaspadaan dini sangat berguna untuk mendorong terciptanya stabilitas keamanan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Menurutnya, kewaspadaan dini sangat berguna untuk mendorong terciptanya stabilitas keamanan dalam mengantisipasi berbagai bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pembanunan. “Dengan begitu, masyarakat akan turut berpartisipasi dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di daerah,” tandasnya. Berdasarkan artikel di atas, cara lain yang tepat untuk mengantisipasi timbulnya konflik sosial di masyarakat adalah dengan ... A. Antisipasi dari konflik sosial dapat dilakukan di dunia maya karena seringkali terjadi komentar-komentar yang menyinggung SARA B. Antisipasi tidak hanya dilakukan di dunia nyata, tetapi juga dilakukan di dunia maya C. Ikut serta aktif dalam mencegah dan menanggulangi ancaman konflik sosial D. Meningkatkan kewaspadaan dini guna mendorong terciptanya stabilitas keamanan​

Konflik ideologi dan politik merupakan pengelompokan berdasarkan​

salah satu faktor internal yang melatar belakangi munculnya pergerakan nasional Indonesia adalaha. munculnya kaum terpelajar Indonesiab. mulai berkemb … angnya industri di Indonesia c. kesadaran rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan d. kepentingan dalam negeri yang makin mendesak​

jangan ngasal ya kak​