Silsilah orang-orang yang menghubungkan kepada matan hadis disebut

tolong artikan *semampunya ​

sebutkan dua contoh bacaan yang termasuk Idgam mutaqaribain​

mohon bantuannya ya kak ​

١.اذكر مثلا الضمير المتصل الجواب٢.ما معنى الضمير المنفصل الجواب ٣.ما معنى الضمير المتصل الجواب ٤.ما معنى الضمير المستتر الجواب Bantu jawab ya kak^^ ​

mohon bantuannya ya kak​

rasulullah menerima wahyu pertama pada malam...​

۳. الجواب من عبارة "إلى اللقاء" هو . ا. أنا سعيد بمعرفتكب . مع النجاح ج. تشرفت بخضورك د. مع السلامةcarilah artinya dan jawabannya? ​

. فؤاد : ... خالد : أنا مصري. السؤال المناسب بالإجابة السابقة هو ا. ما اسمك؟ب . أين تسكن؟ ج. ما عنوانك؟د. ما جنسيتك؟carilah artinya dan jawabannya? ​

2.Al-Quran dan haxis Pado awaryo lidak fituliskan Jalam bentuk baku sering Penjajah Sejarah ke Sanya di tulis dan dikumpulkan Lari dalam buke atau Sum … ber lain terkait Sejarah Penuusan Jan Pengumpulan koma sumber auran islam ini hasilnya di Per Sentosikan di kelas?​

pak kholid memiliki seorang istri dan 3 anak yang sudah sekolah. pak kholid juga memiliki satu anak yang masih berumur 8 bulan, berapa zakat fitra yan … g harus dibayar pak kholid?

A. Pendahuluan

Sejak wafatnya Rasulullah SAW, hadits Nabi terus menerus diriwayatkan dari satu sahabat ke sahabat perawi yang lain dalam kurun waktu yang lama tanpa ada pendokumentasian. Sampai pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, muncul kekhawatiran beliau akan hilangnya hadits-hadits nabi disebabkan ketiadaan dokumentasi hadits dan wafatnya sahabat-sahabat Nabi. Akhirnya beliau mengutus Ibnu Hazm dan Az-Zuhri untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi. Namun tulisan kedua tokoh ini pun tidak dapat dijumpai lagi. Kitab koleksi hadits tertua yang masih dapat dijumpai hingga saat ini adalah Al-Muwattho’ karangan Imam Malik yang ditulis pada tahun 144H. Hal itu menunjukkan adanya jarak waktu yang cukup lama dari masa wafatnya Nabi dengan masa ketika kitab tertua hadits itu ditulis yaitu kurang lebih 130 tahun.

Jarak waktu yang lama inilah yang mengharuskan para penulis hadits untuk menyebutkan rangkaian orang yang mentransmisikan hadits itu dari generasi satu ke generasi berikutnya. Rangkaian orang-orang inilah yang disebut sanad, sedangkan kandungan (materi) hadits itu disebut matan.

Sanad dan matan merupakan pembahasan yang sangat penting dalam ilmu hadits karena keduanya merupakan struktur yang membangun sebuah hadits. Bahkan jumlah sanad itu mempengaruhi kualitas sebuah hadits dilihat dari para perawi yang terangkai dalam sanad tersebut.

A.    Sanad

1.      Pengertian Sanad

Sanad menurut lughah, ialah: “sesuatu yang kita bersandar kepadanya, baik tembok atau selainnya”. Ada juga yang mengartikan “bagian bumi yang menonjol”.  Ada juga yang berarti “kaki bukit atau kaki gunung”. Sedangkan menurut istilah, sanad adalah:

طريق متن الحديث

“Jalan yang menyampaikan kita kepada matan Hadis”.

Ringkasnya sanad hadis ialah yang disebut sebelum matan Hadis.

Sanad secara terminologis juga dapat diartikan:

سلسلة الرجال الموصلة للمتن

“Silsilah orang-orang yang menghubungkan Hadis”

Silsilah orang-orang maksudnya adalah susunan atau rangkaian orang-orang perawi Hadis yang menyampaikan materi Hadis sejak mukharrij sampai kepada perawi terakhir yang bersambung kepada Nabi saw. Sanad disebut juga thariq atau wajh.

Berikut adalah contoh hadits:

حد ثنا عبد الله بن يوسف قال: أخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله عن ابيه ان رسول الله ص.م. مرّ على رجل من الأنصار وهو يعظ اخاه فى الحياء فقال رسول الله صلعم دعه فان الحياء من الإيمان ( رواه البخارى )

Dari contoh hadits di atas, yang disebut sanad adalah  

حد ثنا عبد الله بن يوسف قال: أخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله عن ابيه  

Hadits di atas diterima oleh Al-Bukhori melalui Abdullah bin Yusuf yang memperolehnya dari Malik bin Anas yang memperolehnya dari Ibnu Syihab yang memperolehnya dari Salim bin Abdullah yang memperolehnya dari ayahnya Abdullah bin Umar yang mengetahui langsung dari Nabi. Rangkaian perawi dari Abdullah bin Yusuf sampai Abdullah itulah yang disebut sanad.

            Untuk hadits diatas, Abdullah bin Yusuf adalah awal sanad dan Abdullah bin Umar (ayah Salim) sebagai akhir sanad. Akan tetapi, bila dilihat dari perawi, maka susunannya adalah sebagai berikut:

a. Abdullah bin Yusuf sebagai perawi pertama

b. Malik bin Anas sebagai perawi kedua

c. Ibnu Syihab sebagai perawi ketiga

d. Salim bin Abdullah sebagai perawi keempat

e. Abdullah bin Umar (ayah Salim) sebagai perawi kelima

f. Al-Bukhori sebagai perawi keenam

            Dalam hal ini juga dikenal istilah isnad, musnad dan musnid.

Isnad secara lughah ialah menyandarkan sesuatu kepada yang lain. Sedangkan menurut istilah adalah:

رفع الحديث الى قائله او ناقله

Mengangkat Hadis kepada yang mengatakannya atau yang menukilkannya”.

 Atau dapat juga diartikan sebagai usaha seorang ahli hadits untuk menerangkan suatu hadits yang diikutinya dengan penjelasan kepada siapa hadits itu disandarkan.

Menurut Ath-Thibi, kata isnad dan as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan. Bahkan menurut Ibnu Jama’ah, ulama muhadditsin memandang kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, yang keduanya dapat dipakai secara bergantian.

Sedangkan musnad memiliki beberapa arti, yaitu pertama, berarti hadits yang diriwayatkan dan disandarkan kepada seseorang yang membawakannya. Kedua, nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat rawi hadits, ketiga, nama bagi hadits yang memenuhi kriteria marfu’ dan muttashil.

Sedangkan musnid secara bahasa berarti orang yang menyandarkan. Secara istilah adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik dia memiliki pengetahuan tentang sanad tersebut atau tidak, hanya sekedar meriwayatkan.

2.      Jenis-Jenis Sanad

a.       Sanad ‘Aly

 Sanad ‘aly adalah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad lain. Sanad ini dibagi menjadi dua yaitu:

·         Sanad ‘aly yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya hingga sampai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad lain.

·         Sanad ‘aly yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadits, meskipun jumlah rawinya setelah mereka hingga sampai kepada Rasulullah lebih banyak.

b.      Sanad Nazil

Sanad nazil adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak jika             dibandingkan dengan sanad yang lain.

3.      Tinggi Rendahnya Tingkatan Sanad (Silsilatu Adz-Dzahab)

a.       Ashahhul Asanid (sanad-sanad yang lebih shahih)

Imam An-Nawawi dan Ibnu As-shalah tidak membenarkan menilai suatu hadits dengan asshahhul asanid secara mutlak, yakni tanpa menyandarkan kepada sesuatu hal yang tertentu. Penilaian asshahhul asanid tersebut hendaklah secara muqayyad. Artinya dikhususkan kepada shahabat tertentu, penduduk kota tertentu atau masalah tertentu. Namun segolongan muhadditsin lain membolehkan secara mutlak.

b.      Ahsanul Asanid

Lebih rendah derajatnya daripada yang bersanad asshahhul asanid. Ahsanul asanid antara lain, bila hadits tersebut bersanad:

1. Bahaz bin Hakim dari Hakim bin Mu’awiyah dari Mu’awiyah bin Haidah.

2. Amru bin Syu’aib dari Syu;aib bin Muhammad dari Muhammad bin Abdillah bin Amr bin ‘Ash.

c.       Adl’aful Asanid

Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya disebut adl’aful asanid.

4.      Kedudukan Sanad

Semua ulama hadits menilai bahwa kedudukan sanad sangatlah penting dalam riwayat hadits. Sebuah berita yang dianggap sebagai hadits nabi tetapi tidak memiliki  sanad maka berita itu tidak dianggap hadits. Apabila ada non ahli hadits menganggap berita tersebut sebagai hadits, maka para ulama hadits akan menganggapnya sebagai hadits maudhu’ atau hadits palsu. Kedudukan sanad dalam hadits antara lain:

a.       Sanad sebagai ajaran agama

Dikutip dari pernyataan Ibnu Mubarak: “Sanad itu ajaran agama, seandainya tidak ada sanad. Niscaya ada orang bicara semaunya”.

Asy-Syafi’i berkata yang artinya:“Perumpamaan orang yang mencari (menerima) hadis tanpa sanad, sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api di malam hari. ”

b.      Sanad sebagai perantara

Maksudnya adalah perantara generasi satu kepada generasi yang lain.

c.       Sanad adalah pangkal kebenaran

Hal ini menegaskan bahwa kutipan-kutipan hadits baru bisa dipercaya bila bersumber dari orang-orang yang layak sesuai dengan profesinya dan memiliki kredibilitas keilmuan maupun moral.

d.      Sanad adalah standar ilmiah

Maksudnya adalah bahwa bobot ilmiah suatu hadits tidak hanya dilihat dari siapa yang menyatakan tetapi juga terkait dengan transmisi yang dilakukan oleh pembawa berita sehingga berita itu benar-benar sesuai dengan sumbernya.

B.     Matan

1. Pengertian matan

Matan menurut lughat ialah jalan tengah, punggung bumi atau bumi yang keras dan tinggi. Sedangkan menurut istilah, matan Hadis ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW, sahabat ataupun Tabi’in. Baik pembicaraan itu tentang apa yang dikatakan atau dilakukan Nabi, sifat fisik Nabi, perangai Nabi atau taqrir Nabi.

Menurut Ath Thibi, matan ialah:

lafadz-lafadz Hadis yang dengan lafadz-lafadz itulah terbentuk makna”.

Sedang menurut Ibnu Jama’ah matan ialah:

Sesuatu yang kepadanya berakhir sanad (perkataan yang disebut sesuatu berakhir sanad)”.

Dalam definisi Ath-Thahhan, matan ialah perkataan yang ada di akhir sanad.

               Berikut contoh hadits:

حد ثنا عبد الله بن يوسف قال: أخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله عن ابيه ان رسول الله ص.م. مرّ على رجل من الأنصار وهو يعظ اخاه فى الحياء فقال رسول الله صلعم دعه فان الحياء من الإيمان ( رواه البخارى )

Dari contoh di atas yang disebut dengan matan yaitu mulai anna Rasulullah sampai akhir.

2. Perbedaan kandungan matan hadits

          Periwayatan matan hadits dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

     a. Riwayat bi al-lafdzi, adalah menyampaikan kembali kata-kata Nabi dengan redaksi kalimat yang sama dengan apa yang disabdakan Nabi. Dengan periwayatan ini, maka tidak ada perbedaan antara perawi satu dengan perawi lainnya dalam menyampaikan hadits Nabi.

b. Riwayat bi al-ma’na, periwayatan dengan makna yang terkandung dalam hadits namun redaksinya berbeda dengan yang diucapkan Nabi.

Cara kedua inilah yang menyebabkan timbulnya perbedaan kandungan matan hadits. Banyak sekali hadits yang ada di dalam kitab-kitab karya para perawi yang ditulis dengan redaksi yang sedikit banyak berbeda redaksi kalimatnya, meskipun makna yang dikandung sama. Periwayatan ini telah terjadi sejak masa shahabat karena mereka tidak mencatat hadits pada saat mereka bersama Nabi SAW, juga tidak menghafal kata per kata Nabi, maka mereka menyampaikan dari apa yang mereka ingat saja.

Semua ulama hadits sepakat untuk menerima riwayat para shahabat meskipun berbeda-beda redaksi, alasannya adalah para shahabat memiliki pengetahuan bahasa yang tinggi dan para shahabat menyaksikan langsung keadaan dan perbuatan Nabi. Mayoritas ulama hadits juga membolehkan periwayatan bi al-ma’na yang dilakukan oleh para perawi selain shahabat dengan ketentuan:

a. mengetahui pengetahuan bahasa arab yang mendalam

b. dilakukan karena terpaksa

c. yang diriwayatkan bi al-ma’na bukan bacaan-bacaan bersifat ta’abbudi

d. periwayatan bi al-ma’na sepatutnya au nahwa hadza,atau yang semakna dengannya, setelah menyebut matan hadits

e. kebolehan ini hanya berlaku sebelum masa pembukuan hadits secara resmi.

                        Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam memahami hadist ialah:

·         Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,

·         Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

C.    Penutup

         Sanad dan  matan merupakan struktur hadits yang mambangun sebuah hadits. Kedudukan keduanya sangatlah penting. Penulisan sanad dalam hadits sangat penting mengingat begitu jauhnya jarak waktu antara wafatnya Rasulullah SAW dengan masa penulisan kitab-kitab hadits yang masih dapat kita jumpai sampai saat ini sehingga sangatlah perlu kita mengetahui rangkaian para sahabat yang telah meriwayatkan sebuah hadits lewat sanad  hadits tersebut. Memperhatikan sanad adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan ummat Islam. Dengan adanya sanad inilah, para imam ahli hadits dapat membedakan hadits yang shahih dan hadits yang dha’if dengan cara melihat para perawi hadits tersebut. Jika tidak ada sanad, niscaya Islam sekarang akan sama seperti pada zaman sebelumnya karena pada zaman sebelumnya tidak ada sanad sehingga perkataan nabi-nabi mereka dan orang-orang sholeh diantara mereka tidak dapat dibedakan. Adapun Islam yang sekarang telah berumur 1400 tahun lebih masih dapat dibedakan antara perkataan Rasulullah SAW dan perkataan sahabat.  

            Begitu pula matan, matan juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam struktur sebuah hadits karena matan pokok materi yang dibicarakan dalam hadits.

Daftar Pustaka

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1987. Pokok-Pokok Ilmu Diroyah Hadits vol. 1. Jakarta: Bulan                                                                         Bintang.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Ismail, M. Syuhudi. 1987. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa.

Khon, Majid dkk. 2006. Ulumul Hadits. Jakarta: PSW UIN Syarif Hidayatullah.

Mahmud ath-thahhan. 1979. Taisir Mushthalah Hadits. Beirut: Daar Ats-tsaqafah Al-                 Islamiyyah.

Rahman, Fatchur. 1968. Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits. Yogyakarta: PT Alma’arif.

Sholahuddin, M.Agus. 2008. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

www.google.co.id