Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah

KOMPAS.com - Hari ini 177 tahun yang lalu, tepatnya pada 30 Maret 1842, obat bius untuk kali pertama digunakan dalam dunia kedokteran.

Seorang ahli bedah Amerika Serikat bernama Dr Crawford Williamson Long menggunakan obat bius untuk membantunya dalam proses operasi

Dilansir dari History.com, Crowford menggunakan eter untuk menenangkan dan menghilangkan rasa sakit pasien bernama James M.Venable ketika hendak diangkat tumor di lehernya.

Keberhasilan ini memantapkan "eter" berguna dalam anestesi dan membantu banyak orang untuk penghilang rasa sakit ketika menjalani operasi.

Obat bius dalam medis

Sebelum adanya eter, orang-orang telah menggunakan berbagai senyawa dan tumbuhan alami untuk menghilangkan rasa sakit, namun semua dinilai kurang efektif.

Alkohol merupakan salah satu penemuan populer dalam meredakan rasa sakit. Namun, alkohol mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan memiliki sifat membunuh ketika baru pertama ditemukan.

Pada 1500-an, seorang asal Jerman bernama Valerius Cordus mencoba memisahkan etanol (etil alkohol) dan asam sulfat. Dari hasil penemuannya, dia menetapkan dan mencatat sifat-sifat dari eter terutama mudah menguap. Itulah awal utama eter ditemukan.

Setelah saat itu, eter dikembangkan menjadi obat kudis dan radang paru-paru yang sering digunakan banyak orang. Pada awal abad ke-19, eter banyak disalahgunakan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah, Pasien Pertama Penerima Jantung Buatan Keluar RS

Crowford memperhatikan teman-temannya menggunakan eter yang hasilnya membuat badan seseorang mati rasa. Akhirnya, ia mencoba menggunakan obat ini dalam operasi untik kali pertama.

Keberhasilan yang dilakukan oleh Crawford tak langsung dia ajukan ke publik. Tak heran, banyak orang yang menggunakan obat bius mendaulatnya sebagai yang pertama, seperti William TG Morton.

Morton merupakan dokter gigi yang telah mendapatkan ketenaran dengan penggunaan eter dan memperlihatkan kepada publik sebagai anestesi bedah yang efektif.

Kloroform dan eter

Pada tahun 1847, dokter Skotlandia bernama Sir James Young Simpson pertama kali menggunakan cairan berbau manis, tidak berwarna, dan tidak mudah terbakar sebagai obat bius (kloroform).

Namun, ada risiko yang lebih tinggi terkait penggunaan obat ini sehingga pemberiannya membutuhkan keterampilan dokter yang lebih baik.

Keterampilan dan perawatan diperlukan untuk membedakan dosis efektif, yakni cukup untuk membuat pasien tidak peka selama operasi dan tidak menggangu fungsi paru-paru.

Ada juga laporan awal kematian akibat kloroform, dimulai dengan seorang gadis berusia 15 tahun pada 1848.

Dalam perkembangannya, dokter memadukan kloroform dan eter sebagai obat bius. Dokter militer AS menggunakannya saat Perang Saudara. Eter dan kloroform kadang-kadang dicampur sebagai anestesi majemuk.

Meskipun banyak dokter dan perawat memiliki pengalaman menggunakan eter pada saat Perang Saudara, kloroform menjadi lebih populer selama konflik itu, karena sifatnya yang berdampak lebih cepat.

Selama Perang Sipil, kloroform digunakan mengurangi rasa sakit dan trauma akibat amputasi.

Penggunaan eter dan Kloroform menurun setelah pengembangan anestesi inhalasi yang lebih lebih aman dan lebih efektif. Pasien dihadapkan pada situasi yang nyaman dan daya tahan lama pada anestesi modern.

Selain itu, kloroform tak diperbolehkan dan terbukti dapat merusak liver dan ginjal. Sampai saat ini, digunakan dalam pembuatan fluorakarbon, campuran obat batuk pilek dan produk pasta gigi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
Kloroform

Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah

Nama Nama IUPAC

Trikloromatana

Nama lain

Trikloromatana; formil triklorida; metana triklorida; metil triklorida; metenil triklorida; TCM; freon 20; refrigerant-20; R-20; UN 1888

Penanda

Nomor CAS

  • 67-66-3 
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

Model 3D (JSmol)

  • Gambar interaktif

3DMet {{{3DMet}}} ChEBI

  • CHEBI:35255 
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

ChEMBL

  • ChEMBL44618 
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

ChemSpider

  • 5977 
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

Nomor EC KEGG

  • C13827 
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

PubChem CID

  • 6212

Nomor RTECS {{{value}}} UNII

  • 7V31YC746X 
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

CompTox Dashboard (EPA)

  • DTXSID1020306
    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah

InChI

  • InChI=1S/CHCl3/c2-1(3)4/h1H 

    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

    Key: HEDRZPFGACZZDS-UHFFFAOYSA-N 

    Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
    Y

  • InChI=1/CHCl3/c2-1(3)4/h1H

    Key: HEDRZPFGACZZDS-UHFFFAOYAG

SMILES

  • ClC(Cl)Cl

Sifat

Rumus kimia

CHCl3 Massa molar 119,37 g·mol−1 Penampilan Cairan tak berwarna Bau Menyengat, berbau seperti eter Densitas 1,564 g/cm3 (-20 °C)
1,489 g/cm3 (25 °C)
1,394 g/cm3 (60 °C) Titik lebur -63,5 °C Titik didih 61,15 °C
terdekomposisi pada 450 °C

Kelarutan dalam air

1,062 g/100 mL (0 °C)
0,809 g/100 mL (20 °C)
0,732 g/100 mL (60 °C) Kelarutan Larut dalam benzena
Bercampur dengan dietil eter, minyak, ligroin, alkohol, CCl4, CS2 Kelarutan dalam aseton ≥ 10 g/100 mL (19 °C) Kelarutan dalam dimetil sulfoksida ≥ 10 g/100 mL (19 °C) Tekanan uap 0,62 kPa (-40 °C)
7,89 kPa (0 °C)
25,9 kPa (25 °C)
313 kPa (100 °C)
2,26 MPa (200 °C) kH 3,67 L·atm/mol (24 °C) Keasaman (pKa) 15,7 (20 °C) λmaks 250 nm, 260 nm, 280 nm Konduktivitas termal 0,13 W/m·K (20 °C) Indeks bias (nD) 1,4459 (20 °C) Viskositas 0,563 cP (20 °C) Struktur

Bentuk molekul

Tetrahedral

Momen dipol

1,15 D Termokimia Kapasitas kalor (C) 114,25 J/mol·K Entropi molar standar (So) 202,9 J/mol·K Entalpi pembentukan standar (ΔfHo) -134,3 kJ/mol Energi bebas Gibbs (ΔfG) -71,1 kJ/mol Entalpi
pembakaran
standar ΔcHo298 473,21 kJ/mol Farmakologi Kode ATC N01AB02 Bahaya Bahaya utama karsinogen[1] Piktogram GHS
Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
Keterangan bahaya GHS {{{value}}}

Pernyataan bahaya GHS

H302, H315, H319, H332, H336, H351, H361, H373

Langkah perlindungan GHS

P261, P281, P305+351+338 Titik nyala Tidak terbakar Dosis atau konsentrasi letal (LD, LC):

LD50 (dosis median)

1250 mg/kg (mencit, oral)

LC50 (konsentrasi median)

9617 ppm (mancit, 4 jam)[2]

LCLo (terendah tercatat)

20.000 ppm (marmot, 2 jam)
7.056 ppm (kucing, 4 jam)
25.000 ppm (manusia, 5 menit)[2] Batas imbas kesehatan AS (NIOSH):

PEL (yang diperbolehkan)

50 ppm (240 mg/m3)[1]

REL (yang direkomendasikan)

Ca ST 2 ppm (9,78 mg/m3) [60-menit][1]

IDLH (langsung berbahaya)

500 ppm[1]

Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).

Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
Y verifikasi (apa ini 
Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
Y
Senyawa yang paling sering digunakan sebagai obat bius adalah
N ?) Referensi

The Discovery of Chloroform, bahasa isyarat, 1913.

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3).[3] Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan tetapi penggunaannya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver dan ginjal.[4] Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium.[3] Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas.[3]

Produksi

Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampuran etil alkohol atau etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor unsur klor.[3] Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai adalah pemutih pakaian.[3] Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam hipoklorit.[5] Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit.[3] Untuk mendapatkan kloroform dari reaksi pencampuran ini, terdapat tiga reaksi yang terjadi:

  • Reaksi oksidasi [3]
CH3-CH2OH (etil alkohol) + Cl2 ---> CH3-CHO (asetaldehida) + HCl (asam klorida)
  • Reaksi klorinasi [3]
CH3-CH2OH (asetaldehida) + 3Cl2 ---> CCl3-CHO (trikloroasetaldehida) + 3HCl (asam klorida)
  • Reaksi hidrolisis [3]
2CCl3-CHO (trikloroasetaldehida) + Ca(OH)2 (kalsium hidroksida) ---> 2CH3Cl (kloroform) + (HCOOH)2Ca (kalsium format)

Selain menggunakan etil alkohol, aseton dapat digunakan untuk menggantikan etil alkohol.[3] Reaksi yang terjadi adalah:

  • Reaksi klorinasi [3]
CH3COCH3 (aseton) + 3Cl2 ---> CCl3COCH3 (trikloroaseton) + 3HCl (asam klorida)
  • Reaksi hidrolisis [3]
CCl3COCH3 (trikloroaseton) + Ca(OH)2 ---> 2CH3Cl (kloroform) + (CH3COO)2Ca (kalsium asetat)
  • Selain ketiga hal di atas, terdapat pula reaksi klorinasi metana yang membutuhkan suhu 400 °C.[3] Reaksi tersebut terjadi sebagai berikut:
CH4 (metana) + Cl2 ---> CH3Cl + CH2Cl2 + CHCl3 + CCl4 Untuk proses ini, kloroform dapat dipisahkan menggunakan distilasi bertingkat, dan proses ini paling banyak diaplikasikan dalam industri.[3]

Penggunaan

Pelarut

Kloroform dapat digunakan untuk mengekstraksi komponen yang tidak larut dalam air seperti lipid dalam proses isolasi DNA.[6] Proses isolasi DNA melibatkan larutan yang berisi campuran fenol, kloroform, dan isoamilalkohol. Campuran ini akan membuat suspensi DNA pada lapisan atas dan pengotor-pengotor akan mengendap pada bagian bawah tabung. Cairan yang berada pada bagian atas tabung akan diproses lebih lanjut untuk analisis DNA, dan bagian pengotor dibuang.[6]

Kloroform digunakan untuk mengekstraksi kafeina dalam minuman.[7] Untuk mendapatkan kafeina tersebut, dalam pemisahannya perlu ditambahkan diklorometana untuk menarik senyawa pengotor.[7] Lapisan kloroform diambil, lalu diuji menggunakan spektrofotometer ultraviolet.[7]

Kloroform dapat digunakan untuk campuran untuk menentukan konsentrasi detergen anionik seperti ''sodium dodesil sulfat''.[8] Metode yang dilakukan dinamakan Methylene Blue Active Substance.[8] Lapisan bagian kloroform diambil lalu diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm.[8]

Kloroform juga dapat digunakan untuk mengkuantifikasi secara kasar kandungan lipid dalam suatu sampel.[9] Untuk memisahkan lipid dari pengotor-pengotor lainnya, sering ditambahkan pelarut organik lainnya seperti metanol untuk menarik kandungan protein. Lapisan kloroform diambil lalu diuapkan hingga tersisa lipidnya.[9]

Reagen

Sebagai reagen, kloroform menyediakan gugus diklorokarben CCl2.[10] Kloroform bereaksi dengan natrium hidroksida berair biasanya dengan adanya katalis transfer fase untuk menghasilkan dikklorokarben CCl2.[11][12] Reagen ini memengaruhi ortho-formilasi cincin aromatik teraktivasi seperti fenol, menghasilkan aril aldehida dalam reaksi yang dikenal sebagai reaksi Reimer-Tiemann. Atau, karbena dapat terjebak oleh alkena untuk membentuk turunan siklopropana. Dalam reaksi adisi Kharasch, kloroform membentuk radikal bebas CHCl2 di samping alkena.

Anestesi

Kloroform termasuk dalam anestesi umum yang bekerja pada sistem saraf pusat.

Referensi

  1. ^ a b c d "NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards #0127". National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 
  2. ^ a b "Chloroform". Immediately Dangerous to Life and Health. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris)Bahl A, Bahl BS. 2011. A Textbook of Organic Chemistry (for B.Sc Students). New Delhi: S. Chand & Company.
  4. ^ (Inggris)Stellman JM. 1998. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety: Guides, Indexes, Directory. Geneva: International Labour Office.
  5. ^ (Inggris)Madigan M, Martinko J, Stahl D, Clark D. 2011. Brock Biology of Microorganisms. Ed ke-13. New York: Pearson.
  6. ^ a b (Indonesia)Suwanto A, Soka S, Candra Krishna Purnawan. 2008. Teknik Percobaan dalam Genetika Molekuler. Jakarta: Penerbit Atma Jaya.
  7. ^ a b c (Inggris)Bibby Scientific. The quantitative determination of caffeine in beverages and soft drinks using UV wavelength spectroscopy. http://www.jenway.com/adminimages/A09_010A_Determination_of_Caffeine_in_Beverages_using_UV_Wavelength_Spectroscopy(1).pdf
  8. ^ a b c (Inggris)Shahbazi R, Kermanshahi RK, Gharavi S, Nejad ZM, Borzooee F. 2013. Screening of SDS-degrading bacteria from car wash wastewater and study of the alkylsulfatase enzyme activity. IJM 5(2):153-158.
  9. ^ a b (Inggris)Amenta JS. 1970. A rapid extraction and quantification of total lipids and lipid fractions in blood and feces. Clin Chem 14(4): 399-346
  10. ^ Srebnik, M.; Laloë, E. (2001). "Chloroform". Encyclopedia of Reagents for Organic Synthesis. Encyclopedia of Reagents for Organic Synthesis. Wiley. doi:10.1002/047084289X.rc105. ISBN 0471936235. 
  11. ^ (1988) "1,6-Methano[10annulene]". Org. Synth.; Coll. Vol. 6: 731. 
  12. ^ (1988) "Phase-Transfer Hofmann Carbylamine Reaction: tert-Butyl Isocyanide". Org. Synth.; Coll. Vol. 6: 232. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kloroform&oldid=21128510"