Salah satu jenis pembangkit listrik sederhana yang memanfaatkan energi angin adalah

Kincir angin adalah sebuah alat yang mampu memanfaatkan kekuatan angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Dari proses itu memberikan kemudahan berbagai kegiatan manusia yang memerlukan tenaga yang besar seperti memompa air untuk mengairi sawah atau menggiling biji-bijian. Kincir angin modern adalah mesin yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik, disebut juga dengan turbin angin. Turbin angin kebanyakan ditemukan di Eropa dan Amerika Utara.

Salah satu jenis pembangkit listrik sederhana yang memanfaatkan energi angin adalah

Kincir angin Pitstone, dipercaya sebagai kincir angin tertua di Britania Raya

Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti siapa penemu kincir angin. Tenaga angin telah lama menjadi perhatian utama manusia. Perkembangan kincir angin dimulai dengan sebuah layar yang memungkinkan angin untuk menggerakkan kapal. Dari sinilah, pengetahuan terus dikembangkan hingga terciptalah alat yang dinamakan kincir angin (eg. PostMill/WindMill). Naskah tertua tentang kincir angin terdapat dalam tulisan Arab dari abad ke-9 Masehi yang menjelaskan bahwa kincir angin yang dioperasikan di perbatasan Iran dan Afganistan sudah ada sejak beberapa abad sebelumnya, kadang disebut Persian windmill. Jenis yang sama juga digunakan di Cina untuk menguapkan air laut dalam memproduksi garam. Terakhir masih digunakan di Crimea, Eropa dan Amerika Serikat. Fungsi pertama kali kincir angin adalah untuk menumbuk biji-bijian tanaman padi. Seiring berjalannya waktu, kincir angin mengalami pergeseran fungsi. Saat ini, kincir angin dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik.

Kincir angin pertama kali digunakan untuk membangkitkan listrik dibangun oleh P. La Cour dari Denmark di akhir abad ke-19. Setelah perang dunia I, layar dengan penampang melintang menyerupai sudut propeler pesawat sekarang disebut kincir angin type propeler' atau turbin. Eksperimen kincir angin sudut kembar dilakukan di Amerika Serikat tahun 1940, ukurannya sangat besar yang disebut mesin Smith-Putman, karena dirancang oleh Palmer Putman, kapasitasnya 1,25 MW yang dibuat oleh Morgen Smith Company dari York Pensylvania. Diameter propelernya 175 ft (55m) beratnya 16 ton dan menaranya setinggi 100 ft (34m). Tapi salah satu batang propelernya patah pada tahun 1945.

Indonesia

Pada tahun 2018 Presiden republik Indonesia Joko Widodo meresmikan adanya pemanfaatan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Pembangkit listrik tenaga bayu di Indonesia mulai dioperasikan pada setiap daerah dimana daerah tersebut memiliki kecepatan angin yang tepat untuk didirikannya teknologi energi terbarukan ini. PLTB tersebut berada di Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Terletak di Desa Mattirotasi, kecamatan Watung Pulu Kabupaten Sidrap, PLTB ini siap menghasilkan tenaga listrik dari 30 kincir angin atau wind turbin generator. Turbin berkapasitas 2.5 MW pada 30 kincir tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 75 Mega Watt (MW) dan diperkirakan akan mampu mengaliri listrik 70.000 pelanggan di wilayah Sulawesi Selatan dengan daya listrik rata-rata 900 volt Ampere. PLTB Sidrap terpasang di lahan seluas 100 hektar, dengan jumlah 30 turbin yang tingginya mencapai 80 meter dan baling-baling sepanjang 57 meter.[1]

Kincir angin yang menghasilkan listrik bekerja berdasarkan adanya Prime Mover atau penggerak mula yaitu angin. Angin mampu menjadi penggerak awal dimana ia berperan sebagai mekanik yang menggerakkan turbin yang telah dihubungkan ke generator untuk menghasilkan energi listrik. Dimana kita ketahui generator mampu mengubah energi gerak menjadi energi listrik, energi gerak dari kincir angin ini yaitu angin yang akhirnya mampu menjadi energi listrik. Pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) disetiap negara menjadi populer khususnya di Indonesia, hampir setiap daerah berpotensi untuk diterapkan teknologi energi terbarukan ini mengingat potensi energi angin di Indonesia dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 3-5 m/s .[2]

  • Turbin angin
  1. Pudjanarso, Astu & Nursuhud, Djati. 2006. Mesin Konversi Energi. Yogyakarta: Andi offset.
  2. Ahira, Anne. Penemu Kincir Angin. http://www.anneahira.com/penemu-kincir-angin.htm Diarsipkan 2014-10-16 di Wayback Machine.
  1. ^ "Pembangkit Listrik Tenaga Bayu: Harapan Baru untuk Energi Terbarukan Indonesia". Koaksi Indonesia. 2019-04-08. Diakses tanggal 2020-09-17. 
  2. ^ Fachri, M.R., dan Hendrayana (Februari 2017). "Analisa Potensi Energi Angin Dengan Distribusi Weibull Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Banda Aceh". Circuit: Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro. 1 (1): 2. doi:10.22373/crc.v1i1.1377. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  • (Inggris) Windmill World
  • (Inggris) The Mill Database
 

Artikel bertopik teknologi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kincir_angin&oldid=20946464"

Inovasi teknologi sederhana dan tepat guna bisa mendukung upaya pengendalian perubahan iklim. Salah satu yang layak untuk dikaji adalah sistem pembangkit listrik tenaga kombinasi.

Inovasi tersebut dikembangkan Ir. Sarwono, seorang peneliti mandiri dari Pemalang, Jawa Tengah yang didukung rekan-rekannya. Pada inovasi tersebut, Sarwono yang dibantu sejumlah rekan memadukan setidaknya tiga jenis pembangkit listrik bersumber energi terbarukan.

“Ini adalah tiga pembangkit listrik pada satu kesatuan sistem, yaitu tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga air,” kata dia pada diskusi Pojok Iklim di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Pojok iklim adalah forum diskusi multipihak untuk berbagi informasi tentang aksi-aski adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 

Sarwono menuturkan, pembangkit listrik energi terbarukan adalah keharusan di tengah terus berkurangnya cadangan bahan bakar fosil. Apalagi, pemanfaatan bahan bakar fosil memberi dampak buruk pada perubahan iklim. 

Sayangnya, lanjut dia, masing-masing pembangkit energi listrik terbarukan memiliki kelemahan. “Makanya kami kombinasikan dua jenis atau lebih pembangkit listrik,” kata Sarwono.

Pembangkit listrik tenaga surya misalnya, memiliki kelemahan berupa kebutuhan lahan yang luas dan hanya mampu memproduksi energi di siang hari. Sementara pembangkit listri tenaga angin, memiliki kelemahan saat menghadapi kecepatan angin yang tidak konstan. Selain itu, butuh kecepatan angin yang cukup tinggi agar bisa memutar turbin. Sedangkan pembangkit listrik tenaga air mikro, kerap menghadapi kesulitan saat musim kemarau.

Salah satu jenis pembangkit listrik sederhana yang memanfaatkan energi angin adalah

Sarwono menyatakan, inovasi yang dikembangkannya menjawab kelemahan yang ada pada pembangkit energi listrik terbarukan. Dia menuturkan, sistem pembangkit tenaga listrik tenaga kombinasi dibuat secara bertingkat sehingga tidak butuh lahan yang luas untuk penempatan panel surya guna penyerapan energi matahari. 

Menara yang dibangun sekaligus juga menjadi tiang untuk trubin angin yang dimanfaatkan untuk memanen energi angin. Turbin angin pun dibuat inovatif sehingga cukup dibutuhkan kecepatan angin sekitar 30 kilometer/jam untuk menggerakannya.

Sementara di bagian bawah, ada turbin air yang berputar memanfaatkan energi air. Turbin pun dimodifikasi untuk memanfaatkan tekanan gravitasi sehingga tak butuh tekanan air yang kuat untuk memutarnya.

Sarwono mengklaim, sistem pembangkit listrik tenaga kombinasi yang dibuatnya bisa menghasilkan hingga 6.000 watt listrik. Sementara investasi pembuatannya hanya sekitar Rp227 juta saja.

Sarwono menyatakan, proses pengakuan hak paten atas inovasi yang dikembangkan sedang dalam proses di Kementerian Hukum dan HAM. Meski demikian, sudah ada pernyataan perlindungan dari Kementerian Hukum dan HAM, bahwa pemilik paten atas inovasi yang dikembangkan adalah dirinya.

Sarwono juga menyatakan, sudah ada 14 daerah yang akan mengimplementasikan inovasi sistem pembangkit listrik kombinasi. Meski demikian, dia berharap agar inovasi tersebut bisa diimplementasikan lebih luas.

Diskusi Pojok Iklim yang dipandu oleh Kepala Pusat Kebijakan Strategis KLHK, Herman Hermawan, sebagai moderator berjalan cukup interaktif. Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Sarwono Kusumaatmadja yang juga turut hadir pada diskusi menuturkan, sejatinya banyak teknologi sederhana dan tepat guna yang bisa diimplementasikan untuk adapatasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Teknologi sederhana dan tepat guna layak dilirik ketimbang fokus pada teknologi yang rumit,” katanya. *