Pertanyaan tentang gangguan tidur pada anak

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali melakukan kolaborasi riset internasional. Kali ini riset yang dilakukan mengenai gangguan tidur pada anak. Diketahui gangguan tidur pada anak adalah masalah universal yang dihadapi oleh orang tua dan pengasuh di seluruh dunia. Meskipun hanya sepertiga orang tua dan pengasuh yang melaporkan gangguan tidur pada anaknya, namun hampir seluruh responden menginginkan perubahan yang lebih baik pada pola tidur anaknya.

Adalah Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), dosen dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang mewakili Indonesia berkolaborasi dalam penelitian tersebut. Prof. Rini melakukan penelitian ini bersama peneliti-peneliti dari lima negara lainnya, yaitu Jodi A. Mindell, Ph.D., CBSM; Meghan Collins, MS, BS; Erin S. Leichman, Ph.D, NCSP; dari Amerika Serikat, dr. Alex Bartle, MS, BS; dari Selandia Baru, Prof. Jun Kyohama, Ph.D; dari Jepang, Montida Veeravigrom, MD; dari Thailand, serta Robert Kwon, BS; dan Daniel Y.T. Goh, MD; dari Singapura.

Penelitian kolaborasi tersebut berjudul “Caregiver perceptions of sleep problems and desired areas of change in young children”, yang telah dipublikasi pada jurnal internasional Sleep Medicine (https://doi.org/10.1016/j.sleep.2022.02.021) tanggal 6 Maret 2022.

Gangguan tidur pada anak usia dini merupakan perhatian utama orang tua dan pengasuh. Persepsi pengasuh mengenai gangguan tidur, mengarah kepada identifikasi dan pengobatan gangguan tidur pada anak. Namun, perilaku yang dianggap gangguan tidur oleh masing-masing pengasuh berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor, seperti sosial demografis, kultural dan faktor individu. Faktor-faktor ini menyebabkan bias yang memengaruhi variasi jumlah pelaporan gangguan tidur pada anak. Penelitian lain menyebutkan, taksiran jumlah bayi dengan gangguan tidur bervariasi dari 7.4% hingga 74%. Oleh karena itu, dibutuhkan alat ukur indirek yang dapat membantu mengidentifikasi gangguan tidur.

Pertanyaan tentang gangguan tidur pada anak

Pada penelitian ini, tim peneliti mengeksplorasi prevalensi laporan pengasuh mengenai area perubahan yang diinginkan, atau disebut juga desired area of change (DAC), pada tidur anak. Dengan harapan, pengetahuan mengenai DAC ini dapat membantu mengidentifikasi dan mengembangkan intervensi mengenai gangguan tidur anak usia dini.

Menggunakan metode potong lintang, tim peneliti melakukan survei daring pada orang tua dan pengasuh utama. Survei ini dilakukan di enam negara dan diisi oleh 2219 responden yang umumnya adalah seorang Ibu dengan rentang usia 25 hingga 39 tahun. Survei dilakukan sejak Oktober 2017 hingga September 2019. Terdapat dua kelompok pertanyaan utama dalam survei, yaitu mengenai gangguan tidur pada anak dan perubahan yang diinginkan (DAC) mengenai pola tidur anak meliputi bedtime, naps, overnight, serta morning.

Dari survei tersebut ditemukan, bahwa hampir seluruh responden (95.9%) ingin mengubah sesuatu pada pola tidur anaknya, meskipun hanya sepertiga responden (34.5%) yang melaporkan gangguan tidur. Keinginan akan perubahan itu dirasakan universal, tidak bergantung pada usia anak. 75.9% memiliki tiga hingga empat DAC pada pola tidur anaknya. Dari seluruh DAC, perubahan yang paling diharapkan adalah pada area naps, yang diikuti oleh overnight dan morning.

Penelitian ini juga menemukan bahwa bayi merupakan kelompok yang paling rentan dikeluhkan mengalami gangguan tidur, jika dibandingkan dengan bayi baru lahir (newborns), batita awal, dan batita akhir. Pada bayi baru lahir, bayi, dan batita awal, perubahan khusus yang diinginkan mengenai pola tidur adalah bangun di malam hari dan menyusu di malam hari. Sedangkan, pada batita akhir, perubahan khusus yang lebih diinginkan adalah supaya anak tidur lebih cepat dan tidur siang lebih mudah.

Di sisi lain, penelitian ini menunjukan pentingnya edukasi orang tua dan pengasuh mengenai tidur anak. Kebutuhan terhadap edukasi ini didukung dengan tingginya DAC pada pola tidur anak. Edukasi dapat diawali dengan menanyakan DAC mengenai pola tidur anak pada orang tua dan pengasuh. Mengedukasi sesuai dengan DACnya masing-masing, dapat membantu orang tua dan pengasuh untuk mengurangi rasa frustrasi mereka. Selain itu, dibutuhkan pula edukasi yang tersedia untuk umum, yang telah disesuaikan dengan budaya dan konteks daerah tersebut. Misalnya, panduan mengenai jadwal tidur sesuai gaya hidup, panduan mengenai tidur siang, maupun rutinitas di malam hari sebelum tidur.

(Humas FKUI)

“Gangguan tidur pada remaja bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, mulai dari stres akibat tuntutan yang tinggi di sekolah hingga masalah kesehatan mental. Dengan mengetahui penyebabnya, pengobatan pun bisa dilakukan dengan tepat.”

Pertanyaan tentang gangguan tidur pada anak

Halodoc, Jakarta – Semua orang perlu mendapatkan tidur malam yang cukup, tidak terkecuali anak-anak remaja. Namun, gangguan tidur pada remaja sudah menjadi masalah kesehatan yang semakin umum belakangan ini.

Gangguan tidur menyebabkan beberapa anak remaja tetap terjaga di malam hari, bahkan ketika mereka sebenarnya sudah lelah dan ingin tidur. Remaja yang kurang tidur mungkin tidak bisa berprestasi dengan baik di sekolah. 

Mereka mungkin juga merasa murung, depresi, atau memiliki masalah emosional lainnya. Oleh karena itu, orang tua perlu tahu apa penyebab gangguan tidur pada remaja agar bisa memberikan penanganan yang tepat. 

Anak-anak remaja perlu tidur selama 8-10 jam setiap malam. Jadi, bila anak harus sekolah pada jam 6 pagi, artinya mereka harus tidur pada jam 10 malam. Namun nyatanya, banyak anak remaja sulit tidur pada waktu sepagi itu, karena otak mereka secara alami bekerja pada jadwal yang lebih malam. 

Setiap orang memiliki jam internal yang mengatur ritme sirkadian mereka, yaitu siklus saat seseorang tidur dan tetap terjaga. Nah, selama masa pubertas, remaja mengalami perubahan pada jam internal ini. Ritme sirkadian mereka mungkin secara alami bergeser untuk membuat mereka ingin tertidur sekitar 2 jam kemudian.

Salah satu alasannya mungkin karena anak remaja memproduksi melatonin, yaitu hormon yang secara alami membantu tertidur, lebih lambat di malam hari daripada yang dilakukan anak-anak atau orang dewasa. Hal itu mungkin yang membuat mereka bisa begadang nantinya.

Selain itu, ada juga beberapa penyebab gangguan tidur pada remaja lainnya, antara lain:

1. Jadwal aktivitas yang padat, sekolah, dan stres

Tidak bisa dimungkiri bahwa anak-anak remaja zaman sekarang memiliki jadwal aktivitas dan pekerjaan sekolah yang lebih padat. Apalagi bagi anak-anak yang sudah berada di sekolah menengah. Mereka mungkin bisa begadang untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar untuk ujian. Itulah mengapa stres sering dialami oleh para remaja hingga menyebabkan  gangguan tidur  seperti insomnia.

2. Kafein

Anak remaja yang suka mengonsumsi minuman berkafein mungkin lebih sulit tidur di malam hari. Teh, kopi, dan minuman berenergi, semuanya mengandung kafein dan bisa menjadi penyebab utama gangguan tidur pada remaja.

3. Gadget

Banyak anak remaja menghabiskan banyak waktu bermain smartphone atau tablet mereka. Mereka begadang untuk menonton video, bermain media sosial, dan lain-lain. Nah, cahaya terang dan cahaya biru dari gadget bisa menunda pelepasan melatonin, sehingga membuat mereka semakin sulit untuk tidur, bahkan setelah mereka mematikan perangkat.

4. Obat-obatan

Stimulan resep, obat penenang, dan steroid juga bisa mengganggu pola tidur pada remaja.

5. Masalah medis

Ada berbagai kondisi medis tertentu yang juga bisa menjadi penyebab gangguan tidur pada anak remaja, seperti:

  • Restless legs syndrome (RLS), yaitu dorongan untuk menggerakkan kaki, terutama pada malam hari. Akibatnya, anak remaja mungkin merasa kram, kesemutan, gatal atau terbakar yang mengganggu tidur malam mereka.
  • Obstructive sleep apnea, ketika seseorang berhenti bernapas saat tidur.
  • Narkolepsi. Ini jarang terjadi, tapi gejalanya sering dimulai selama masa kanak-kanak dan remaja. Narkoleps bisa membuat anak remaja kesulitan tidur di malam hari dan sering terbangun.

6. Masalah kesehatan mental

Masalah kesehatan mental, seperti depresi atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) juga bisa menyebabkan gangguan tidur pada remaja.

Itulah penyebab gangguan tidur pada remaja. Pada dasarnya, semua orang bisa mengalami kesulitan tidur dari waktu ke waktu. Namun, bila anak remaja mengalami gangguan tidur selama beberapa malam dalam seminggu atau berbulan-bulan, inilah saatnya untuk membawanya ke dokter. 

Ibu bisa memeriksakan kesehatan anak ibu dengan buat janji di rumah sakit pilihan di aplikasi Halodoc. Ibu juga bisa memilih dokter dan waktu kunjungan sesuai kebutuhan. Download aplikasi Halodocsekarang di App Store atau Google Play! 

Referensi:  WebMD. Diakses pada 2022. Insomnia in Teens.Kids Health. Diakses pada 2022. Common Sleep Problems

Gangguan tidur dimana seseorang mengalami ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas dinamakan gangguan?

Insomnia adalah kondisi ketika seseorang sulit tidur atau butuh waktu yang sangat lama sampai bisa tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh kebiasaan sebelum tidur yang tidak baik, gangguan mental, atau penyakit tertentu (salah satunya gangguan kelenjar pineal).

Gangguan tidur dimana seseorang merasakan tidak bisa tidur yang diakibatkan oleh beberapa faktor disebut?

Insomnia merupakan gangguan tidur yang terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan untuk tidur. Kondisi ini membuat pengidapnya tidak memiliki waktu tidur yang dibutuhkan tubuh. Hal tersebut menyebabkan kondisi fisik pengidap insomnia menjadi tidak cukup fit untuk melakukan aktivitas keesokan harinya.

Apa faktor faktor yang mempengaruhi gangguan tidur?

Beberapa penyebab dari gangguan tidur, antara lain:.
Gangguan fisik, seperti nyeri perut..
Kondisi medis, seperti sesak napas..
Obat-obatan, seperti kafein, antidepresan, atau stimulan..
Gangguan kejiwaan, seperti depresi atau cemas..
Kondisi lingkungan, seperti pekerja shift malam hari..
Usia lanjut..
Pecandu alkohol..

Apa dampak yang terjadi apabila seseorang mengalami gangguan tidur?

Inilah sebabnya, orang yang kurang tidur lebih rentan menderita penyakit jantung. Selain itu, penderita insomnia juga berisiko lebih tinggi menderita diabetes, obesitas, stroke, kanker, hingga masalah kesehatan mental seperti gangguan suasana hati dan kecemasan.