Penasehat hukum bersifat aktif dalam mendampingi terdakwa sejak dalam proses

Penasehat hukum bersifat aktif dalam mendampingi terdakwa sejak dalam proses
Telusuri serta awasi jalannya proses perkara anda 

Berdasarkan UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. Jika terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasihat hukum. Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat (2). Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya dilarang.

Penasihat hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan. Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengar isi pembicaraan.

Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.

Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya.

Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya serta pihak lain dalam proses.

Penasehat hukum bersifat aktif dalam mendampingi terdakwa sejak dalam proses





sesuai UU no. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 56 ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut.

1.Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. 

2.Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. 

Berdasarkan kepada peraturan tersebut di atas, pengacara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, memberikan bantuannya dengan cuma-cuma (tanpa mendapat upah atas jasa yang diberikan, baik oleh penerima jasa maupun negara). 

Sesuai Undang Undang No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum, pasal 5  ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut,

1.Pemberian Bantuan hukum meliputi masalah hukum keperdataan, masalah hukum pidana dan masalah hukum tata usaha Negara, baik secara Litigasi maupun Nonlitigasi

2.Pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum yang telah memenuhi persyaratan.

Pasal 6 ayat 1, 2 dan 3 berbunyi sebagai berikut,

1.Pemohon bantuan hukum mengajukan permohonan bantuan hukum secara tertulis kepada pemberi bantuan hukum.

2.Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat :

a.Identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan 

b.Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan hukum

3.Permohonan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1, harus melampirkan:

a.Surat keterangan miskin dari lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat ditempat tinggal pemohon bantuan hukum; dan

b.Dokumen yang berkenaan dengan perkara 

Pasal 13 ayat 1 berbunyi sebagai berikutl

1.Pemberian bantuan hukum secara litigasi dilakukan oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum .

Pasal 14 berbunyi sebagai berikut.

Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 1, tidak menghapuskan kewajiban advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 berbunyi sebagai berikut,

Pemberian bantuan hukum secara litigasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dilakukan dengan cara:

a.Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan , dan penuntutan.

b.Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau 

c.Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 18 ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut,

1.Sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN.

2.Selain sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pendanaan dapat berasal dari:

a.Hibah atau sumbangan; dan/atau

b.Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

Pasal 27 ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut,

1.Penyaluran dana bantuan hukum litigasi dilakukan setelah pemberi bantuan hukum menyelesaikan perkara pada setiap tahapan proses beracara dan Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung.

2.Tahapan proses beracara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan tahapan penangan perkara dalam:

a.Kasus pidana, meliputi penyidikan, dan persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali;

b.Kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan

c.Kasus tata usaha Negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat pertama, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi dan peninjauan kembali.

Berdasarkan kepada peraturan pemerintah RI Nomor 42 tahun 2013 di atas, pengacara yang memberikan bantuan hukum secara litigasi,  pembayaran jasanya dibebankan pada APBN sesuai pasal 18 ayat 1 “sumber pendanaan penyelenggaraan bantuan hukum dibebankan pada APBN,”  dan ayat 2 “ selain sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pendanaan dapat berasal dair a. hibah atau sumbangan; dan/atau b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat”. 

Namun pemberian bantuan hukum ini TIDAK  MENGHAPUSKAN KEWAJIBAN ADVOKAT TERSEBUT UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA sesuai pada pasal 14 “pemberian bantuan hukum oleh advokat, tidak menghapuskan kewajiban advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan. 

Berdasarkan kedua peraturan yang telah diuraikan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa:

1.Undang Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum melalui PP no. 42 tahun 2013 TIDAK  MENGHAPUSKAN KEWAJIBAN ADVOKAT TERSEBUT UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA (UU no. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 56 ayat 1 dan 2).

2.Jasa pengacara yang telah ditunjuk sesuai UU no. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 56 ayat 1 dan 2 tidak dibayarkan jasanya/Cuma-Cuma/pro bono (tidak biayai oleh Negara).

3.Masyarakat tidak mampu berhak mendapatkan bantuan hukum secara litigasi sejak penyidikan di kepolisian, sampai pada proses persidangan.

4.Jasa pendampingan penasehat hukum yang dimaksud pada UU no. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 56 ayat 1 dan 2 adalah apabila pada saat proses persidangan, masyarakat tidak mampu tidak didampingi oleh penasehat hukum.

5.Jasa pendampingan penasehat hukum bagi masyarakat tidak mampu yang telah mendapat pendampingan sejak penyidikan sampai pada persidangan, sesuai PP Nomor 42 Tahun 2013, dibiayai oleh Negara melalui Pos Bantuan Hukum secara litigasi yang pembebanan biayanya dibebankan ke DIPA Kementerian Hukum dan HAM RI.

6.Untuk bantuan hukum secara litigasi sesuai PP No. 42 tahun 2013, diberikan kepada masyarakat tidak mampu TANPA MEMBATASI hanya kepada masyarakat tidak mampu yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih saja, melainkan semua masyarakat tidak mampu yang mengharapkan mendapat pendampingan penasehat hukum. 

Dokumen sumber

UU NO. 8 TAHUN 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UU NO. 16 TAHUN 2011 Tentang Bantuan Hukum

PP NO. 42 TAHUN 2013 Tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum