Show
Kesejahteraan Sosial dalam UU 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial menurut UU 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Sebab permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Kesejahteraan Sosial diatur dengan Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 16 Januari 2009. UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009 oleh Menkumham Andi Mattalatta dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12. Dan Penjelasan Atas UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967 agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mencabut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial Pertimbangan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara, serta untuk menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial di tingkat lokal, nasional, dan global, perlu dilakukan penggantian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain, pemenuhan hak atas kebutuhan dasar, penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara komprehensif dan profesional, serta perlindungan masyarakat. Untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, Undang-Undang ini juga mengatur pendaftaran dan perizinan serta sanksi administratif bagi lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi warga negara untuk dapat hidup secara layak dan bermartabat. Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (bukan dalam format asli) : Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan:
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas:
Pasal 3Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:
Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 5
Pasal 6Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabilitasi sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KetigaJaminan SosialPasal 9
Pasal 10
Pasal 11Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jaminan sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberdayaan sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KelimaPerlindungan SosialPasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan perlindungan sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah. Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 20Penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk:
Pasal 21Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk:
Pasal 22Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 menjadi tanggung jawab Menteri. Pasal 23Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan kemiskinan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tanggung jawab Pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
Pasal 26Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
Bagian KetigaPemerintah DaerahPasal 27Tanggung jawab pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
Pasal 28Wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
Pasal 29Tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
Pasal 30Wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
Pasal 31Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
Bagian KeduaSumber Daya ManusiaPasal 33
Pasal 34
Bagian KetigaSarana dan PrasaranaPasal 35
Bagian KeempatSumber PendanaanPasal 36
Pasal 37Usaha pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat bagi kepentingan kesejahteraan sosial selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 36 ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. BAB VIIPERAN MASYARAKATPasal 38
Pasal 39
Pasal 40Peran badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf g dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 41Pemerintah memberikan penghargaan dan dukungan kepada masyarakat yang berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 42
Pasal 43Lembaga koordinasi kesejahteraan sosial mempunyai tugas:
Pasal 44Pembentukan lembaga koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 45Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mendata lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Pasal 48Lembaga kesejahteraan sosial asing dalam melakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf i wajib memperoleh izin dan melaporkan kegiatannya kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 49Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 dikenai sanksi administratif berupa:
Pasal 50Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran bagi lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan pemberian izin penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi lembaga kesejahteraan sosial asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, serta mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IXAKREDITASI DAN SERTIFIKASIPasal 51
Pasal 52
Pasal 53Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi dan sertifikasi diatur dalam Peraturan Menteri. BAB XPEMBINAAN DAN PENGAWASAN SERTA PEMANTAUAN DAN EVALUASIPasal 54
Pasal 55
Pasal 56Pembinaan dan pengawasan, serta pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 55 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIKETENTUAN PENUTUPPasal 57Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 58Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039) yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 59Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 60Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 12 |