Majas lambang yang terdapat dalam puisi tersebut terdapat pada kalimat

Sebagian dari kita mungkin tidak banyak yang tahu mengenai majas. Paling tidak secara harafiah. Pun meski nyatanya tanpa disadari kerap menggunakan itu dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu dalam percakapan di rumah, di sekolah, ataupun di lingkungan lainnya. Begitu juga dalam bahasa tulisan. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan majas?

Jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, majas atau gaya bahasa sendiri merupakan cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain atau kiasan. Majas umumnya digunakan dalam penulisan karya sastra, termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Tujuannya sederhana, memperkaya pemilihan kata dan bahasa dalam karya. Artinya sendiri bisa berbeda tergantung pada konteks penggunaannya.

Secara umum, majas dibagi ke dalam  empat kategori, yakni majas perbandingan, majas pertentangan, majas sindiran dan majas penegasan.

Majas perbandingan

Ini merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk membandingkan atau menyandingkan suatu objek dengan objek lain melalui proses penyamaan, pelebihan, ataupun penggantian.

Dalam pemanfaatannya. majas perbandingan dibagi menjadi beberapa sub jenis, yaitu:

Alegori: enyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.

Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.

Alusio: mengungkapkan suatu hal dengan kiasan yang memiliki kesamaan dengan yang telah terjadi sebelumnya.

Contoh: Megawati berhasil menjadi Kartini modern karena menjadi presiden wanita pertama di Indonesia.

Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dll.

Contoh: Mereka bagaikan anak ayam yang kehilangan induk ketika ditinggal Ibunya.

Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.

Contoh: Sudah 3 tahun ini Kareem bertindak sebagai tangan kanan atasannya.

Sinestesia: merupakan suatu kalimat yang mengalami perubahan makna kata disebabkan oleh adanya pertukaran tanggapan antara dua indara yang berbeda.

Contoh: Tak seperti biasanya, hari ini ia datang dengan muka kecut

Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.

Contoh: Ketimbang air rebusan, Atha lebih suka minum Aqua.

Litotes: merupakan salah satu jenis majas yang mengungkapkan perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut. Tujuannya untuk merendahkan diri.

Contoh: Mampirlah ke bilikku jika ada waktu. (Padahal rumahnya berukuran besar dan bagus).

Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.

Contoh: Saking kerasnya, suara tawa Yuza sampai terdengar ke awang-awang.

Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.

Contoh: Kue-kue di toko itu begitu menggoda

Sinekdok: Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte. Sinekdok pars pro toto merupakan gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur untuk menampilkan keseluruhan sebuah benda. Sementara sinekdok totem pro parte adalah kebalikannya, yakni gaya bahasa yang menampilkan keseluruhan untuk merujuk pada sebagian benda atau situasi.

Contoh:

Pars pro Toto: Hingga matahari tenggelam, batang hidungnya tak kunjung kelihatan.

Totem pro Parte: BTS berhasil memenangi Top Social Artist di Billboard Music Awards tiga kali berturut-turut.

Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.

Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya?

Eponim: Menyebutkan nama seseorang yang memiliki hubungan dengan sifat tertentu yang ingin diungkapkan.

Contoh: Jika ingin menjadi Einstein, maka kamu harus belajar sangat keras.

Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

Contoh: Hatinya lembut seperti sutera.

Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.

Contoh: Hidupnya benar-benar rumit,  seperti benang kusut.

Majas sindiran

Majas sindiran merupakan suatu gaya bahasa yang mengungkapkan suatu maksud atau pernyataan dengan menggunakan perkataan yang bersifat menyindir dan bertujuan untuk memperkuat makna atau kesan kalimat tersebut.

Dalam pemanfaatannya, majas sindiran dibagi menjadi beberapa sub jenis, meliputi:

Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.

Contoh: Tulisanmu bagus sekali, sampai-sampai tak seorang pun bisa membacanya.

Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.

Contoh : Dasar otak udang, soal begini mudah saja tidak bisa dikerjakan.

Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).

Contoh: Kamu kan pintar, mengapa harus bertanya kepadaku?

Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.

Contoh: Percuma memakai kacamata tebal, jika tulisan sebesar ini saja tidak kelihatan.

Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

Sama kecoa saja takut, laki-laki macam apa kamu?

Majas pertentangan

Ini merupakan kelompok majas yang memiliki ciri khas dengan gaya penuturan yang mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan makna yang sesungguhnya. Penuturan dengan majas pertentangan dimaksudkan untuk memperkuat makna dari sesuatu yang diutarakan, sehinga lawan bicara atau pendengar akan terkesan dan tertarik pada apa yang diucapkan.

Majas pertentangan dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni:

Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.

Contoh: Meski berada di keramaian, tapi aka tetap merasa kesepian.

Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.

Contoh: Jangan pernah menyerah, selalu ada kemudahan dalam kesulitan yang dihadapi manusia.

Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.

Contoh: Baik anak-anak ataupun dewasa membayar tiket dengan harga sama.

Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.

Contoh: Harga semua sayuran naik, kecuali kacang panjang.

Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya

Contoh: Shakespare sering mendapat telepon untuk tampil di depan publik membacakan karya-karyanya.

Majas penegasan

Majas atau gaya bahasa penegasan adalah majas yang digunakan untuk menegaskan sesuatu agar memberi efek tertentu bagi yang mendengar maupun membaca.

Secara umum, majas ini dibagi menjadi beberapa jenis, meliputi:

Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.

Contoh: Saya sungguh tidak ingin semua orang disini tahu  bahwa Anda telah mengambil uang itu.

Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.

Contoh: Saya naik tangga ke atas.

Repetisi: Pengulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.

Contoh : Dia adalah orang yang mencuri tasku, dia mengambil isinya, dan dia meninggalkan itu begitu saja.

Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.

Contih: Para demonstran kocar-kacir setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata

Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.

Contoh: Susah senang sehidup semati.

Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.

Contoh: Sungguh aku melihatnya, sungguh aku mendengarnya, sungguh aku menyaksikannya

Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.

Contoh: Suaranya begitu bagus, lembut dan enak didengar.

Sigmatisme: Pengulangan bunyi “s” untuk efek tertentu.

Contoh: Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)

Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.

Contoh: Ayah membawa buah tangan berupa buah durian.

Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.

Contoh: Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-bondong menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.

Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.

Contoh: □ Acara itu didatangi oleh orang yang paling tua muda bahkan yang masih anak-anak dan balita.

Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.

Contoh: Dikejar oleh satpol PP, pedagang kaki lima itu lari tunggang langgang.

Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.

Contoh: Bagaimana rasanya diseruduk kuda, apa sakit?

Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.

Contoh: Saya ke kantor dulu.

Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.

Contoh: Silahkan jika saudara-saudara ingin pulang, oh maaf maksudnya silahkan untuk menginap.

Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.

Contoh: Setelah bangun tidur, Anna lalu mandi, setelah itu membantu ibunya, dan berangkat ke kantor.

Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.

Contoh: ayah, ibu, kakek, nenek.

Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.

Contoh: BTS, boyband asal Korea Selatan, menggelar stadium tur di Amerika

Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.

Contoh: Bagus sekali suaranya!

Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.

Contoh: Banjir sedada, listrik mati, anak-anak menangis, kelaparan menunggu pertolongan.

Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.

Contoh: Aku tak akan membuka kedoknya kalau dia adalah preman Tanah Abang.

Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.

Contoh: Prof, ada yang ingin saya sampaikan.

Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.

Contoh: Nasibku, memiliki suami sepertinya.

Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.

Contoh: Sirna sudah segala harkat dan harga diri orang itu.

Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

Contoh: Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.


Page 2

Sebagian dari kita mungkin tidak banyak yang tahu mengenai majas. Paling tidak secara harafiah. Pun…