Jelaskan hubungan antara melihat matahari dengan kebutaan

Para pengamat astronomi mula-mula mengetahui retinopati matahari melalui cara yang tidak mengenakkan.

Alkisah Thomas Harriot yang mengamati bintik matahari pada 1610, tapi tidak menerbitkan temuannya. Pada 1612 ia menuliskan bahwa setelah menatap matahari, pandangannya agak buram selama 1 jam.

Kutipan seorang ahli astronomi Oxford yang bernama John Greaves menyebutkan bahwa seusai pengamatan matahari ia melihat citra bayangan [afterimage] berupa kerumunan burung gagak dalam pandangannya.

Dalam suatu kasus yang paling terkenal, Isaac Newton mencoba mengintip matahari melalui cermin. Ia pun mengalami kebutaan selama 3 hari dan melihat afterimage selama beberapa bulan.

Para ilmuwan tidak punya informasi lengkap tentang prevalensi kerusakan mata setelah menatap gerhana matahari. Namun dalam suatu penelitian tahun 1999, setelah penampakan gerhana matahari di Eropa, sebanyak 45 pasien terduga retinopati mendatangi klinik mata di Leicester, Inggris. Mereka seluruhnya mengaku habis menatap fenomena alam tersebut.

Sebanyak 40 orang dinyatakan memiliki kerusakan ataupun gejala kerusakan. Sisanya mengalami perubahan penglihatan dalam retina.

Sebanyak 20 pasien mengeluhkan nyeri pada mata, sedangkan 20 orang lagi mengaku ada masalah dengan penglihatannya.

Di antara yang bermasalah dengan penglihatan, ada 12 orang yang melaporkan bahwa penglihatan mereka kembali normal setelah 7 bulan. Walau masih terlihat bayangan kerusakan dalam bidang pandang mereka [misalnya seperti tampilan berbentuk bulan sabit].

Melalui jurnal Lancet pada 2001, para peneliti menuliskan, "Temuan kami mengungkapkan bahwa tak seperti yang umum diduga, kebanyakan orang penderita retinopati gerhana tidak mengalami buta total."

Namun demikian para peneliti memperingatkan bahwa penelitian sebelumnya tentang paska-gerhana membeberkan adanya masalah-masalah penglihatan yang lebih parah pada pasien.

Melalui perbandingan dua temuan tadi, dapat diduga bahwa peringatan yang disebar luas melalui media telah membantu mencegah peningkatan kerusakan mata saat gerhana yang terjadi lebih belakangan.

Penelitian juga menengarai bahwa beberapa kerusakan mata bersifat permanen, walaupun banyak juga yang bisa diperbaiki.

Pada 1995, peneliti mengamati 58 pasien dengan kerusakan menetap pada mata setelah menatap gerhana matahari 1976 di Turki. Hasil penelitian tertuang dalam jurnal Graefe's Archive for Clinical and Experimental Ophthalmology dan menyebutkan bahwa pemulihan terjadi dalam 1 bulan pertama setelah kejadian. Tapi, kerusakan apapun yang masih tersisa dalam 18 bulan pertama akan menetap selama 15 tahun kemudian.

Jadi walaupun sepertinya efek melihat gerhana matahari tidak sampai buta, dampaknya pada penglihatan bisa lama sekali. Melihat langsung ke matahari bahkan ketika sedang gerhana sekalipun bisa menyebabkan kerusakan serius pada mata atau bahkan kebutaan.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

Lihat Foto

Ilustrasi Gerhana Matahari Cincin

KOMPAS.com - Pada 26 Desember 2019, gerhana matahari cincin [GMC] diperkirakan akan menyambangi Indonesia.

Selain itu, gerhana matahari total [GMT] kembali akan melintasi Indonesia pada 20 April 2023.

Setiap ada fenomena gerhana matahari, kita biasanya diwanti-wanti agar tak melihat gerhana secara langsung karena bahaya.

Ada yang bilang bisa bikin buta, bahkan bisa membuat bayi dalam kandungan cacat. Benarkah?

Baca juga: gerhana matahari cincin Akan Terjadi di Riau, Ini Penjelasan Lapan

Apa itu gerhana matahari cincin?

Sebelum mengetahui kenapa gerhana matahari cincin dianggap berbahaya, mari simak dulu penjelasan soal apa itu gerhana matahari cincin.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, fenomena gerhana matahari cincin terjadi ketika Bulan berada segaris dengan bumi dan matahari, serta bulan berada pada titik apogee atau terjauh.

Piringan bulan akan tampak lebih kecil daripada piringan matahari hingga tidak menutupi seluruhnya.

Kemudian kerucut umbra tidak sampai ke permukaan Bumi dan akan terbentuk kerucut tambahan yang disebut antumbra.

Baca juga: Jangan ke Luar Negeri Akhir Tahun Ini, gerhana matahari cincin Bakal Sapa Indonesia

"Pengamat yang berada dalam wilayah antumbra akan melihat Matahari tampak seperti 'cincin' di langit. Inilah yang disebut gerhana matahari cincin [GMC]," tulis siaran pers LAPAN.

Bahaya melihat gerhana matahari

Lalu, kenapa kita tidak boleh melihat gerhana matahari secara langsung? Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 2016 lalu, cahaya dari sinar matahari memiliki intensitas sangat tinggi dan bisa merusak retina di belakang bola mata.

Menyaksikan gerhana matahari merupakan momen yang langka dan tak terlupakan. Namun, sebaiknya Anda menggunakan pelindung mata saat melihat gerhana matahari untuk mencegah kerusakan permanen pada retina.

Melihat langsung ke arah matahari, meskipun hanya beberapa detik, dapat menyebabkan kerusakan serius pada mata. Hal ini karena sinar ultraviolet [UV] dari matahari akan masuk ke mata dan diserap oleh retina, sehingga memicu kerusakan oksidatif atau disebut juga sebagai retinopati surya.

Hal ini berlaku pula saat seseorang menatap langsung ke arah matahari tanpa menggunakan pelindung mata saat gerhana matahari terjadi. Perubahan penglihatan mungkin tidak akan langung terasa. Namun setelah 12 jam, gejala retinopati surya mungkin muncul pada salah satu mata atau bahkan keduanya.

Bahaya Menatap Gerhana Matahari secara Langsung

Saat masuk ke mata, sinar UV dari gerhana matahari akan difokuskan oleh lensa dan diserap oleh retina yang berada di belakang mata. Retina merupakan jaringan yang bertugas mengubah cahaya menjadi sinyal saraf dan mengirim sinyal-sinyal tersebut ke otak.

Setelah diserap oleh retina, sinar UV menghasilkan radikal bebas yang mulai mengoksidasi jaringan di sekitar mata. Hasilnya, sel batang dan sel kerucut pada retina akan rusak. Kondisi inilah yang dinamakan dengan retinopati surya.

Saat seseorang mengalami retinopati surya akibat menatap gerhana matahari secara langsung, ada beberapa gejala yang mungkin dialami, di antaranya:

  • Rasa tidak nyaman pada mata saat menatap cahaya terang
  • Sakit mata
  • Mata berair
  • Sakit kepala

Pada kondisi yang lebih serius, keluhan yang dialami dapat berupa:

  • Pandangan kabur atau berbayang
  • Menurunnya kemampuan melihat warna dan bentuk
  • Terdapat bintik hitam di tengah mata
  • Kerusakan mata permanen

Gejala dapat membaik dengan sendirinya, tetapi bisa juga memakan waktu sebulan hingga setahun untuk sembuh. Kerusakan mata permanen juga mungkin terjadi, terutama jika kerusakan retina tergolong parah.

Selain retinopati surya, paparan radiasi sinar UV secara berlebihan dan dalam waktu singkat pada mata juga dapat menyebabkan fotokeratitis. Kondisi ini sering disebut dengan mata terbakar matahari, dengan gejala berupa mata merah, sensasi adanya benda asing atau berpasir di mata, dan mata sensitif terhadap cahaya.

Cara Melindungi Mata saat Menatap Gerhana Matahari

Pernah ada sebuah laporan yang mengatakan bahwa seorang wanita mengalami kerusakan mata setelah menatap gerhana matahari secara langsung selama 21 detik tanpa memakai pelindung mata. Beberapa jam kemudian, ia mengalami pandangan kabur dan hanya bisa melihat warna hitam.

Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa retinanya terbakar, dan kerusakan ini terjadi pada tingkat sel. Wanita tersebut akhirnya terdiagnosis mengalami retinopati surya.

Kejadian ini menekankan bahaya melihat langsung ke arah gerhana matahari tanpa pelindung mata. Agar terhidar dari bahaya tersebut, ada beberapa cara melindungi mata saat menatap gerhana matahari, antara lain:

Gunakan pelindung mata

Gunakan kacamata khusus untuk melihat gerhana matahari. Kacamata ini umumnya menggunakan filter khusus yang dapat meredam intensitas cahaya matahari. Jangan menggunakan kacamata hitam biasa, segelap apa pun warna lensanya.

Perhatikan cara melihat gerhana matahari yang tepat

Usahakan untuk tidak terlalu fokus menatap matahari. Alihkan pandangan Anda selama beberapa saat sebelum menatap matahari lagi. Saat gerhana matahari mencapai puncaknya, yaitu tertutup total dan langit menjadi gelap, kacamata dapat dilepas, sehingga Anda bisa menyaksikan langsung keindahannya tanpa pelindung.

Namun, gerhana matahari total hanya terjadi 2–3 menit saja. Jadi, setelah matahari tersibak dan langit kembali cerah, pelindung harus kembali digunakan agar cahaya matahari tidak merusak retina.

Hindari melihat gerhana matahari dengan alat bantu pengamatan

Pastikan Anda tidak melihat gerhana matahari melalui alat bantu pengamatan, seperti teleskop, teropong, lensa kamera, atau lensa ponsel, kecuali alat-alat tersebut telah dipasang filter surya khusus pada lensanya.

Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan Anda tidak sengaja melihat langsung ke arah gerhana matahari saat menggunakan alat-alat tersebut.

Menyaksikan gerhana matahari dapat menjadi pengalaman berharga karena langkanya fenomena ini. Namun, setelah mengetahui bahaya gerhana matahari jika ditatap secara langsung, Anda sebaiknya lebih waspada dan mempersiapkan diri sebelum menyaksikannya.

Jika mengalami gangguan penglihatan atau masalah pada mata setelah menatap gerhana matahari, segeralah periksakan diri ke dokter mata.

Video yang berhubungan

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia

Senin, 07 Mar 2016 09:32 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) memang langka terjadi. Saat GMT berlangsung pada tahun 1983 silam masyarakat Indonesia 'dicekoki' oleh imbauan yang mengatakan bahwa fenomena ini berbahaya karena bisa bikin buta. Apakah benar?Sejatinya, mata tentu tidak akan kuat apabila dipaksakan untuk menatap arah sinar Matahari yang begitu menyilaukan. Namun pada dasarnya para peneliti astronomi ingin menyampaikan 'bantahan' terhadap anggapan GMT sifatnya membahayakan.Peneliti astronomi di Observatorium Bosscha, Moedji Raharto menepis pandangan mengenai GMT yang mampu membutakan orang secara langsung. Maksudnya, adalah tidak benar apabila orang langsung buta di tempat saat ia baru menatap ke arah sang surya saat GMT sedang berlangsung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Matahari biasa pada dasarnya memang bisa merusak mata jika dipandang terus-terusan. Lagian siapa yang tahan juga kalau mau lihat tanpa henti? Jika memaksakan diri ya sudah pasti bahaya," ucap Moedji saat berbincang santai dengan CNN Indonesia beberapa waktu lalu.Menurutnya, tentu ada perbedaan ketertarikan yang timbul dari masyarakat antara melihat Matahari sehari-hari dan pada saat Gerhana Matahari. Sudah pasti orang lebih penasaran dengan gerhana, kata Moedji."Jangan terlalu lama kalau ingin menyaksikan gerhana. Tentu saja bisa merusak mata yang memicu kebutaan karena retina terbakar. Kalau bisa pakai kacamata khusus," lanjut mantan Kepala Observatorium Bosscha itu.Hal serupa dinyatakan oleh peneliti pusat ilmu antariksa di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Rhorom Priyatikanto. Ia beranggapan, semua orang bisa menikmati fenomena ini tanpa harus takut seperti zaman dulu, namun tetap memperhatikan kondisi yang semestinya.[Gambas:Video CNN]"Bisa picu kebutaan kalau dilihat terus-menerus pakai mata telanjang. Wajar jika orang penasaran, namun memang tidak boleh dipaksakan sebab kerusakan yang timbul pada retina mata tidak secara langsung," ungkap Rhorom dalam obrolan terpisah.Ia menambahkan, Gerhana Matahari Total tentu saja berbeda dengan Gerhana Bulan yang diyakini lebih aman apabila disaksikan dengan mata telanjang.9 Maret esok Indonesia akan menyaksikan fenomena Gerhana Matahari Total. GMT tahun ini kebetulan hanya bisa teramati di kawasan Tanah Air dan perairan Pasifik. Moedji yang kini mengajar sebagai dosen astronomi di Institut Teknologi Bandung (ITB) berharap fenomena GMT tahun ini memiliki keunikan sendiri dan menghasilkan informasi baru mengenai ilmu keantariksaan.

(eno/eno)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA