Indonesia memiliki potensi maritim yang strategis jelaskan bagaimana peluang dan tantangannya

Indonesia memiliki potensi maritim yang strategis jelaskan bagaimana peluang dan tantangannya

ITB Kampus Ganesha

Jl. Ganesa 10 Bandung - Jawa Barat, Indonesia


Jakarta, Humas LIPI. Duta Besar (Dubes) Arif Havas Oegroseno, Deputi Bidang Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI didaulat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk menyampaikan kuliah umum dalam acara Penganugerahan Penghargaan Ilmu Pengetahuan LIPI Sarwono Award XV dan Sarwono Memorial Lecture XVI Tahun 2016, di Auditorium Utama LIPI Jakarta, Kamis (18/8). Kuliah umum tersebut bertajuk Pengelolaan Kawasan Maritim dan Perbatasan Indonesia dalam Kerangka Kerjasama Regional Asia Tenggara.   Havas, panggilan akrab Dubes Arif Havas Oegroseno, dalam kuliah umumnya mengulas lima tantangan pengelolaan kawasan maritim di Indonesia. “Setidaknya ada lima tantangan besar bagi bangsa Indonesia setelah hukum internasional memberikan hak kedaulatan dan hak berdaulat atas kawasan maritim yang sangat luas, tiga kali luasan wilayah daratannya,” ungkapnya.  

Dia menjelaskan, tantangan pertama adalah mengetahui semua isi kolom air laut, biota laut, dasar laut, kandungan dasar laut, kondisi laut, kesehatan laut, iklim laut, perilaku laut, keamanan dan keselamatan laut, serta segala sesuatunya yang terkait dengan nilai tambah kawasan maritim Indonesia yang sangat luas itu. 

 

Oleh karena itu, Indonesia memerlukan ilmu, teknologi, kapasitas keilmuan, dan pembiayaan yang tidak sedikit serta kemungkinan kerjasama internasional untuk mewujudkannya. “Ini mengingat sejumlah perairan Indonesia berbatasan dengan yurisdiksi negara lain atau yurisdiksi internasional di bawah International Seabed Authority,” jelasnya.

 

Tantangan kedua, Havas katakan, adalah memanfaatkan segala kekayaan laut Indonesia serta alur laut navigasi bagi kemaslahatan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Karena posisi geostrategis Indonesia, alur laut navigasi Indonesia tidak hanya menghubungkan pulau-pulau di dalam perairan kepulauan Indonesia.

  Namun, alur tersebut juga menghubungkan kawasan Indonesia dengan perdagangan sub-kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Samudera Hindia Timur. “Bahkan, antar kawasan dunia, dari Afrika-Eropa-Timur, Tengah-Asia Selatan ke Asia Tenggara dan Asia Timur,” sambungnya.  

Ancaman Laut

 

Kemudian, tantangan ketiga adalah memahami ancaman terhadap laut, ancaman di laut dan ancaman dari laut. Havas menuturkan, ancaman terhadap laut dapat bermula dari manusia secara langsung seperti polusi dan eksploitasi sumber daya secara tidak lestari dan tidak berkesinambungan.

  Sedangkan, ancaman di laut biasanya terkait dengan tindakan pelanggaran hukum seperti perompakan, perampokan di laut, penyelundupan orang, perdagangan orang, perbudakan anak buah kapal, penyelundupan senjata, obat-obatan terlarang. “Lalu, ancaman dari laut secara tradisional dipahami sebagai ancaman dari negara yang datang melalui laut,” jelasnya.  

Sementara untuk tantangan keempat, mantan Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa ini menyebutkan adalah mengamankan kawasan maritim Indonesia dari berbagai ancaman. “Sehingga, bangsa Indonesia dapat memanfaatkan secara maksimal dengan prinsip kelestarian dan kesinambungan laut bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.

 

Terakhir dan merupakan tantangan kelima, adalah kemampuan melakukan proyeksi kepentingan Indonesia ke kawasan maritim di sekitar Indonesia, dengan kata lain, melakukan foreign policy projection melalui diplomasi maritim.

  Dikatakan Havas, salah satu bentuk sederhana diplomasi maritim adalah diplomasi perbatasan laut yang dirancang untuk menyelesaikan delimitasi batas maritim Indonesia dengan berbagai negara tetangga.   Pria yang telah berkarir sebagai diplomat selama 29 tahun ini menggarisbawahi kelima tantangan dalam pengelolaan kawasan maritim Indonesia akan terjawab dengan baik  melalui serangkaian kebijakan strategis serta rencana aksi nasional yang nyata dan rinci. “Salah satu langkah strategisnya yakni membuat kebijakan yang secara khusus dirancang untuk melakukan proyeksi diplomasi maritim ke kawasan di sekitar Indonesia yaitu Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Samudera Hindia,” tutupnya.  

Sekedar informasi, Havas sendiri terpilih sebagai pemberi kuliah umum di LIPI karena merupakan tokoh yang bisa memberi inspirasi dalam pengembangan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pengelolaan kawasan maritime dan perbatasan Indonesia. (pwd,lyr/ed:isr)

Ancaman dan Peluang dalam Menyongsong Poros Maritim Dunia

Research Cluster for Sustainable Ocean Policy (CSOP) menyelenggarakan Seri Kuliah Umum Hukum Laut Internasional “Betwen Threats and Opportunities di Antara Ancaman dan Peluang dalam Menyongsong Poros Maritim Dunia” oleh Laksamana Muda TNI Aan Kurnia, S.Sos (Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut RI) 29 Maret 2018 di Auditorium Djokosoetono FHUI, Kampus UI Depok.

Kondisi geografis indonesia yang berupa kepulauan dan berbatasan langsung dengan sejumlah negara mengakibatkan banyaknya ancaman dan tantangan. Jika tidak diantisipasi dengan baik, maka ancaman tersebut akan menyulitkan Indonesia untuk mewujudkn poros maritim dunia.

Laksamana Muda TNI Aan Kurnia, S.Sos (Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut RI) mengatakan, nilai strategis posisi silang lndonesia, selain mempunyai peluang, di satu sisi juga menimbulkan ancaman bagi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Aan mengingatkan, potensi kekayaan yang terkandung di laut Indonesia bisa dijadikan modal dasar pembangunan nasional. Potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia dengan luas wilayah laut yang mencapai 70% saat ini hanya memberikan kontribusi terhadap PDB nasional dari bidang kelautan di bawah 30%.

Padahal, diperkirakan potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia adalah US$ 1,2 triliun per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja 40 juta orang. Selain itu, potensi panas bumi, mineral, minyak, dan gas bumi sebagai konsekuensi dari posisi Indonesia yang dilalui oleh dua ring of fire dunia juga sangat luar biasa.

“Sayangnya potensi nilai keekonomian kelautan tersebut sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal,” ungkapnya. Dengan kondisi geografis seperti itu, berbagai ancaman muncul akibat banyaknya potensi konflik. Salah satunya adalah permasalahan batas wilayah lndonesia dengan negara tetangga yang belum terselesaikan sehingga bisa menjadi ancaman terhadap kedaulatan maupun penegakan hukum di laut.

Menurutnya, masalah perbatasan wilayah dengan negara sekitar begitu penting sehingga organisasi internasional juga perlu membahasnya sebagai agenda khusus dan mencarikan solusi penyelesaiannya.

Solusi untuk mendukung Indonesia sebagai poros maritim dunia, Laksamana Muda TNI Aan Kurnia, S.Sos menyampaikan gagasan yang disebut Core Ideas yang terdiri atas empat poin. Pertama, terkait pentingnya pembentukan Pusat Informasi Maritim indonesia (Indonesia Maritime Information Center/IMIC) yang merupakan integrasi peralatan surveillance dari pusat informasi Kementerian/Lembaga dan Puskodal TNI/TNI AL.

Kedua adalah Pembangunan sistem sensor dasar laut dengan menggunakan teknologi Coastal Acoustic Tomography (CAT) dengan konsep operasi Seabed Sonar. Dijelaskan, Seabed Sonar sangat penting dikarenakan karekteristik kolom air yang hanya dapat dieksplorasi oleh sonar yang dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya kapal selam sebagai senjata strategis.

Ketiga, yakni Pembangunan Alur Pelayaran ToI Laut (APTL) dengan tujuan untuk meningkatkan Maritime Domain Awamess (MDA). Dimana sasaran APTL adalah untuk mewujudkan keamanan pelayaran antar pelabuhan di seluruh, Indonesia serta terdukungnya sistem logistik serta transportasi nasional yang berkesinambungan.

Kemudian yang terakhir adalah bagaimana Pemanfaatan strategi AS (Re-balancing Strategy) dan strategi Tiongkok (Strategic Silk Road One Belt One Road). Di mana, kedua strategi negara tersebut harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh lndonesia dalam rangka meningkatkan pembangunan di bidang ekomoni dan pertahanan.

LUAS lautan dibandingkan luas daratan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan laut untuk memajukan maritimnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis, peran laut menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu negara.

Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power upon History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.

Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang merupakan potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Data Food and Agriculture Organization di 2012, Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah China dan India. Selain itu, perairan Indonesia menyimpan 70 persen potensi minyak karena terdapat kurang lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka ini hanya sekitar 10 persen yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Dengan beragamnya potensi maritim Indonesia, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam (deep ocean water), wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) disebutkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Meskipun begitu tidak dapat dipungkiri juga bahwa kekayaan alam khususnya laut di Indonesia masih banyak yang dikuasai oleh pihak asing, dan tidak sedikit yang sifatnya ilegal dan mementingkan kepentingan sendiri.

Dalam hal ini, peran Pemerintah (government will) dibutuhkan untuk bisa menjaga dan mempertahankan serta mengolah kekayaan dan potensi maritim di Indonesia. Untuk mengolah sumber daya alam laut ini, diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, modernisasi teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan dalam APBN negara agar bisa memberi keuntungan ekonomi bagi negara dan juga bagi masyarakat.

Sebagaimana halnya teori lain yang dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan karakter penduduk, serta yang paling penting adalah karakter pemerintahannya.

Selain perbaikan dan perhatian khusus yang diberikan dalam bidang teknologi untuk mengelola sumber daya alam di laut Indonesia, diperlukan juga sebuah pengembangan pelabuhan dan transportasi laut untuk mendorong kegiatan maritim Indonesia menjadi lebih modern dan mudah digunakan oleh masyarakat. Diharapkan juga peran swasta untuk mendukung jalannya pemberdayaan laut ini, supaya program-program ini tidak hanya bergantung pada dana APBN saja.

Dari sisi pertahanan, penguasaan laut berarti mampu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan nasional dan mencegah lawan menggunakan potensi laut yang kita miliki. Pemerintah perlu segera menyelesaikan percepatan batas wilayah laut agar dapat memberikan memberikan kepastian atas batas wilayah negara dan dapat mempererat hubungan bilateral antara negara yang berbatasan, serta mendorong kerja sama kedua negara yang berbatasan di berbagai bidang termasuk dalam pengelolaan kawasan perbatasan, misal  terkait pelayaran, kelautan dan perikanan.

Selain itu dengan adanya kepastian batas wilayah laut dapat terpelihara kedaulatan suatu negara dan penegakkan hukum di wilayah perairan. Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki perbatasan maritim dengan 10 (sepuluh) negara yaitu dengan India (Landas Kontinen, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)), Thailand (Landas Kontinen, ZEE), Malaysia (Laut Wilayah, ZEE, Landas Kontinen), Singapura (Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen, ZEE), Filipina (ZEE, Landas Kontinen), Palau (ZEE, Landas Kontinen), Papua Nugini (ZEE , Landas Kontinen), Timor Leste (Laut Wilayah, Landas Kontinen, ZEE) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen). Dari sejumlah perbatasan itu, Indonesia telah menyelesaikan sebagian penetapan batas maritim dengan India (Landas Kontinen), Thailand (Landas Kontinen), Malaysia (sebagian Laut Wilayah, Landas Kontinen), Singapura (sebagian Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen), Filipina (ZEE), Papua Nugini (ZEE, Landas Kontinen) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen).

Berbagai upaya lainnya perlu dilaksanakan untuk menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia, antara lain penyempurnaan RUU Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, penyelarasan sistem pendidikan dan pelatihan kemaritiman, penguasaan kapasitas industri pertahanan khususnya industri maritim, modernisasi armada perikanan, penguatan armada pelayaran rakyat dan pelayaran nasional, pemantapan pengelolaan pemanfaatan laut melalui penataan ruang wilayah laut, peningkatan litbang kemaritiman, dan diversifikasi sumber energi terbarukan di laut.

Urgensi Pembentukan Kementerian Maritim

Pada Sidang Paripurna DPR RI 29 September 2014 lalu, RUU Kelautan telah disahkan menjadi UU Kelautan. Hal tersebut merupakan langkah maju bangsa Indonesia sekaligus menandai dimulainya kebangkitan Indonesia sebagai bangsa bahari yang kini tengah bercita-cita menjadi Negara Maritim. UU Kelautan akan menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut Indonesia secara komprehensif dan terintegrasi.

Seiring dengan hal tersebut, Presiden terpilih Joko Widodo, yang baru saja dilantik secara resmi sebagai Presiden Republik Indonesia, memfokuskan pada pentingnya peran Maritim Indonesia dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini merupakan kebijakan strategis, mengingat memang Indonesia merupakan negara bahari yang dikelilingi oleh lautan. Seluruh alur pelayaran dunia akan melalui lautan Indonesia sebagai jalur strategis sehingga harusnya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai pendekatan diplomasi dalam menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Terdapat dua jenis wacana yang muncul terkait dengan ide pembentukkan kementerian maritim, yaitu pembentukkan Kementerian Maritim sebagai salah satu Kementerian di bawah Kabinet Presiden Terpilih Jokowi, dan pembentukkan Kementerian Koordinator Maritim yang membawahi kementerian-kementerian terkait dengan hal maritim guna memfokuskan kabinet pada pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Kompleksitas permasalahan serta banyaknya segi yang harus ditangani dalam pembangunan berbasis maritim menuntut kebijakan lintas sektoral yang efektif. Saat ini pengelolaan laut Indonesia melibatkan banyak lembaga, yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, TNI AL, dan Polri. Dengan begitu banyak lembaga yang berkecimpung di laut sebenarnya dapat menjadi peluang maupun hambatan dalam pembangunan maritim. Menjadi peluang apabila semua stakeholder maritim bisa bersinergi dan menjadi hambatan apabila yang terjadi sebaliknya.

Menanggapi hal tersebut, ide membentuk Kementerian Maritim sebanarnya dapat menjadi angin segar untuk mewujudkan cita-cita sebagai poros maritim dunia mengingat saat ini yang terjadi adalah K/L yang berkecimpung di dunia maritim Indonesia kurang bersinergi dan terkesan bekerja sendiri-sendiri sehingga tidak efektif dalam mengoptimalisasi potensi maritim Indonesia. Sebagai contoh, sekarang ini Indonesia memiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun tidak memiliki hak untuk melakukan penjagaan wilayah laut karena ada instansi lain yang mengklaim berhak menjaga wilayah laut. Namun yang terjadi kenyataannya adalah puluhan ribu nelayan asing masuk dan mencuri ikan di laut Indonesia.

Pentingnya eksistensi Kementerian Maritim ini lebih ditunjukkan pada beban-beban tugasnya di daerah pesisir. Kementerian Maritim mempunyai tugas untuk bisa mengintegrasikan persoalan-persoalan maritim serta solusinya dan menyosialisasikan kepada masyarakat di wilayah pesisir Indonesia sebagai pelaksana pertama terhadap hal-hal yang terjadi di lautan Indonesia.

Perlu dicermati juga kelemahan dari ide pembentukan Kementerian Maritim, yaitu dari sisi tugas dan fungsi yang dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan tugas dan fungsi kementerian dan/atau lembaga terkait maritim lainnya. Dengan demikian, wacana pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Maritim mulai marak muncul untuk menghindari terjadinya tumpang tindih tugas dan fungsi ini. Kementerian Koordinator Maritim itu sangat vital membawahi 18 kementerian yang saling terkait dengan dunia laut, keamanan, teritorial, serta ekonomi.

Secara umum, Kementerian Koordinator Bidang Maritim tidak hanya akan menangani persoalan perikanan dan sumber daya maritim, namun juga keamanan, batas wilayah laut, bea cukai, dan banyak hal lain yang selama ini menjadi tanggung jawab sejumlah kementerian lain. Namun, dari sisi keuangan negara, pembentukan Kementerian Koordinator Maritim tentu saja akan menambah beban keuangan negara, mulai dari infrastruktur dan belanja rutin.

Pilihan apapun yang akan diambil nantinya oleh pemerintahan yang baru, baik itu membentuk Kementerian Maritim, Kementerian Koordinator Maritim, atau hanya dengan penguatan dan efisiensi Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta peningkatan sinergi dengan kementerian terkait maritim lainnya, dibutuhkan komitmen penuh dan kuat dari Pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk melaksanakan kebijakan pembangunan berbasis kelautan sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat di dunia.

Oleh: Indrita Hardiana., S.H/Benedicta Trixie., S.IP

*) Bidang Pertahanan dan Keamanan, Asisten Deputi Bidang Pertahanan, Keamanan, dan Pertanahan Deputi Polhukam Setkab 
AHL 

sumber : MetroTV.