Dibawah ini yang merupakan akhlak Mulia Rasulullah adalah

Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya.1. Ridha Dalam Beriman Kepada RasulIman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadits Nabi Saw:"Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul" (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).

Dibawah ini yang merupakan akhlak Mulia Rasulullah adalah

2. Mencintai dan Memuliakan RasulKeharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah yang artinya:"Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS 9:24).3. Mengikuti dan Mentaati RasulMengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia.Hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya: "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS 4:69). 4. Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada RasulSecara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah yang artinya: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS 33:56).Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu justeru akan membawa keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasul Saw:"Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali" (HR. Ahmad).5. Menghidupkan Sunnah RasulKepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:"Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku" (HR. Hakim). 6. Menghormati Pewaris RasulBerakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya."Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS 35:28).Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah Saw: "Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang besar" (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).7. Melanjutkan Misi RasulMisi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka" (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.

Dibawah ini yang merupakan akhlak Mulia Rasulullah adalah

Nabi Muhammad SAW. (NU Online) Nabi Muhammad SAW. (NU Online)

Al-Qur’an mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakan bahwa pertimbangan (konsideran) pengangkatan beliau sebagai Nabi adalah keluhuran budi pekertinya. Hal ini dipahami dari wahyu ketiga yang antara lain menyatakan bahwa:


وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ


"Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung." (QS Al-Qalam [68]: 4).


Kata "di atas" menurut ulama ahli tafsir Muhammad Quraish Shihab (2000) mempunyai makna yang sangat dalam, melebihi kata lain, misalnya, pada tahap atau dalam keadaan akhlak mulia.


Al-Qur’an surat Al-An'am ayat 90 menyebutkan dalam rangkaian ayat-ayatnya 18 nama Nabi/Rasul. Setelah kedelapan belas nama disebut, Allah berpesan kepada Nabi Muhammad SAW: "Mereka itulah yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, maka hendaknya kamu meneladani petunjuk yang mereka peroleh."


أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَالَمِينَ


“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)". Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.” (QS Al-An’am: 90)


Ulama-ulama tafsir menyatakan bahwa Nabi Saw. Pasti memperhatikan benar pesan ini. Hal itu terbukti antara lain, ketika salah seorang pengikutnya mengecam kebijaksanaan beliau saat membagi harta rampasan perang, beliau  menahan amarahnya dan menyabarkan diri dengan berkata:


"Semoga Allah merahmati Musa as. Dia telah diganggu melebihi gangguan yang kualami ini, dan dia bersabar (maka aku lebih wajar bersabar daripada Musa as.)."


Karena itu pula sebagian ulama tafsir menyimpulkan, bahwa pastilah Nabi Muhammad SAW telah meneladani sifat-sifat terpuji para nabi sebelum beliau.


Nabi Nuh a.s. dikenal sebagai seorang yang gigih dan tabah dalam berdakwah. Nabi Ibrahim a.s. dikenal sebagai seorang yang amat pemurah serta amat tekun bermujahadah mendekatkan diri kepada Allah. Nabi Daud a.s. dikenal sebagai nabi yang amat menonjolkan rasa syukur serta penghargaannya terhadap nikmat Allah. Nabi Zakaria a.s., Yahya  a.s., dan Isa a.s., adalah nabi-nabi yang berupaya menghindari kenikmatan dunia demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.


Nabi Yusuf a.s. terkenal gagah, dan amat bersyukur dalam nikmat dan bersabar menahan cobaan. Nabi Yunus a. s. Diketahui sebagai nabi yang amat khusyuk ketika  berdoa, Nabi Musa terbukti sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, Nabi Harun a.s. sebaliknya, adalah nabi yang penuh dengan kelemahlembutan. Demikian seterusnya, dan Nabi Muhammad Saw. meneladani semua keistimewaan mereka itu.


Ada beberapa sifat Nabi Muhammad yang ditekankan oleh Al-Quran, antara lain:


لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ


"Sesungguhnya  telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu (umat  manusia), serta sangat menginginkan kebaikan untuk kamu semua, lagi amat tinggi belas kasihannya serta penyayang  terhadap orang-orang mukmin." (QS Al-Taubah [9]: 128).


Begitu besar perhatiannya kepada umat manusia, sehingga hampir-hampir saja ia mencelakakan diri demi mengajak mereka beriman (baca QS Syu'ara [26]: 3). Begitu luas rahmat dan kasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh  manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa.


لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ


“Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (QS  Syu'ara  [26]: 3)


Sebelum  Eropa  memperkenalkan  Organisasi  Pencinta Binatang, Nabi Muhammad telah mengajarkan, "Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik."


"Seorang  wanita  terjerumus  ke  dalam  neraka  karena seekor kucing yang dikurungnya."


"Seorang wanita yang bergelimang dosa  diampuni  Tuhan  karena memberi minum seekor anjing yang kehausan."


Rahmat  dan  kasih  sayang yang dicurahkannya sampai pula pada benda-benda tak bernyawa. Susu, gelas, cermin, tikar, perisai, pedang, dan sebagainya, semuanya beliau beri nama, seakan-akan benda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang membutuhkan uluran   tangan, rahmat, kasih sayang, dan persahabatan.


Diakui  bahwa  Muhammad diperintahkan Allah untuk menegaskan bahwa,


قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا


"Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahf [18]: 110)


Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam  naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan  dan kedudukan istimewa  di sisi-Nya,  sedang yang  lain tidak demikian.


Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam bahasa tafsir Al-Qur'an, "Yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.


Atas  dasar  sifat-sifat  yang agung dan menyeluruh itu, Allah menjadikan beliau sebagai  teladan  yang  baik  sekaligus sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan).


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا


"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian dan dia banyak menyebut Allah." (QS Al-Ahzab [33]: 2l).


Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia, karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia.


Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang pakar Muslim kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun beribadah. Sejarah hidup Nabi Muhammad membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut.


Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta pemikiran-pemikirannya  sungguh mengagumkan setiap orang yang bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim  akan kagum berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat memandangnya dengan kacamata iman dan agama.


Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.


Di sini fungsi beliau sebagai syahid/syahid akan dijelaskan agak mendalam. Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)


Kata syahid/syahid antara lain berarti "menyaksikan," baik dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati (pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi.


Mereka berada di antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi saksi dalam arti patron/teladan dan  skala kebenaran bagi umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah yang juga berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan bagi umat Islam. Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad akan menjadi saksi di hari kemudian terhadap umatnya dan umat-umat terdahulu, seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa' (4): 41:


فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا


“Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami menghadirkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami hadirkan pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka.” (QS Al-Nisa, [4]: 41).


Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka yang menurut Ibnu Sina disebut "orang yang arif," mampu memandang rahasia Tuhan yang terbentang  melalu qudrat-Nya. Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah SAW. Yang secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan "diutus untuk menjadi syahid (saksi)."

Dibawah ini yang merupakan akhlak Mulia Rasulullah adalah

Artikel-artikel Favorit Fiqih Bencana