Berikut yang dimaksud berpakaian baik dan benar adalah

tirto.id - Islam memerintahkan umatnya agar berpakaian yang baik dan sopan, kalau perlu berhias di kondisi-kondisi tertentu, asalkan tidak berlebihan.

Tidak ada ketentuan khusus mengenai pakaian mana yang lebih utama dari pakaian lainnya, yang penting menutup aurat dan sesuai dengan kepantasan di lingkungan setempat.

Dalil mengenai adab berpakaian ini tertera dalam surah Al-A'raf ayat 26:

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat," (QS. Al-A’raf [7]: 26).

Adab Berpakaian

Berikut yang dimaksud berpakaian baik dan benar adalah

Mengenai adab berpakaian dan berhias, terdapat beberapa ketentuan yang dianjurkan bagi setiap muslim sebagai berikut:

1. Menutup Aurat

Berpakaian dan berhias harus menutup aurat dan sesuai dengan kepantasan atau adat di wilayah setempat, sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis Muta'allimah.

Bagi laki-laki, auratnya adalah dari pusar ke lutut. Namun, lazimnya, mengenakan kolor yang menutupi pusar dan lutut tidak sesuai dengan kepantasan di Indonesia.

Karena itulah, seseorang harus menyesuaikan dengan keadaan sekitar, serta berhias dengan sopan agar bisa diterima di masyarakat.

Bagi perempuan, auratnya adalah menutupi seluruh tubuh, kecuali telapak tangan dan wajah.

Karena itu, jika ingin bepergian, selayaknya perempuan mengenakan jilbab dan menutupi seluruh tubuhnya, sebagaimana tergambar dalam surah An-Nur ayat 31:

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa] tampak daripadanya," (QS. An-Nur [24]: 31).

Ahli tafsir menyatakan bahwa "yang biasa tampak daripadanya" adalah telapak tangan dan wajah. Ayat inilah yang kerap dijadikan landasan mengenai kewajiban jilbab atau hijab bagi perempuan.

Karena tujuannya adalah menutup aurat, maka tidak dibenarkan berpakaian tipis atau ketat seolah-seolah menutup seluruh badan, namun tampak transparan atau menonjolkan lekuk-lekuk tubuh.

Tujuan menutup auratnya tidak tercapai dan malah termasuk dalam kondisi berlebihan dalam berpakaian.

2. Tidak Berlebihan

Berlebihan dalam hal apa pun dilarang dalam Islam, termasuk berlebihan dalam berhias dan berpakaian.

Dilansir dari NU Online, secara spesifik terdapat larangan menunjukkan hal ini, sebagaimana tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

“Makan, minum, berpakaian dan bersedekahlah kalian, namun jangan berlebih-lebihan dan sombong,” (H.R. Nasai).

Tidak ada ukuran pasti dalam berlebihan itu, namun orang yang berlebihan lazimnya bertujuan untuk memamerkan busana bagus yang dimilikinya, entah bertujuan untuk dipuji, dikagumi, atau menarik perhatian orang lain.

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya bersikap tawaduk dalam berbusana, tidak berlebihan, serta melarang sikap bermegah dan bermewah-mewahan.

Hal ini tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Iyas bin Tsa'labah bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: "Tawaduk dalam berpakaian (al-badzadzah) adalah sebagian dari iman," (H.R. Abu Daud).

3. Tidak Menyerupai Lawan Jenis Kelaminnya

Islam menjaga batasan dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, termasuk juga mengatur cara berpakaian keduanya. Pakaian laki-laki dilarang menyerupai pakaian perempuan, demikian juga sebaliknya.

Pakaian yang menyerupai busana lawan jenisnya cenderung menimbulkan fitnah dan Islam berupaya menghindari fitnah tersebut. Larangan ini tergambar hadis yang diriwayatkan Bukhari:

"Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki," (H.R. Bukhari).

Baca juga:

  • Adab Bepergian dalam Islam, Jenis dan Manfaat saat Melakukan Safar
  • Bacaan Doa Masuk-Keluar Kamar Mandi & Adab di Toilet Menurut Islam

Baca juga artikel terkait ADAB BERPAKAIAN atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/tha)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Berikut yang dimaksud berpakaian baik dan benar adalah

Ilustrasi. (Pikiran Rakyat) /


GALAMEDIA - Ada yang mengatakan gaya berpakaian atau penampilan seseorang menggambarkan kepribadiannya. Jika seseorang berpakaian rapi kesan yang akan terlihat orang yang baik, rapi dan teratur dalam kehidupan sehari-harinya begitupun sebaliknya.

Islam sendiri tidak membatasi jenis pakaian tertentu. Namun memiliki cara adab dalam berpakaian, karena Islam merupakan agama yang membimbing umatnya agar berpakaian dengan cara yang baik dan memberikan kesan yang baik dan sopan pula. Baik bagi wanita maupun laki – laki.

Disini kita akan membahas mengenai adab dan cara bagi laki–laki terlebih dahulu. Sebagai umat muslim kita diwajibkan menutup aurat, tidak hanya wanita yang memiliki aurat begitu pun laki-lakimemiliki aurat yang harus ditutupi.

Baca Juga: Peringatan Hari Anak Nasional, Membahagiakan Anak dengan Dongeng

Seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat Al - A’raf ayat 26 yang artinya:

“Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menyediakan kepada kalian pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda – tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. “ (Q.S. Al-A’raf : 26).

Maka dari itu banyak ulama sepakat bahwa aurat bagi laki – laki yaitu pusar hingga lutut. Berikut ini adab dan cara berpakaian bagi laki–laki;

Baca Juga: Generasi Milenial Harus Menerapkan Nilai-nilai 4 Pilar Kebangsaan di Tengah Pandemi Covid-19

1. Mengakui nikmat pakaian yang dianugrahkan Allah SWT

Hendaknya seorang muslim mensyukuri dan meresapi nikmat pakaian yang telah Allah berikan kepadanya sehingga dapat menutup aurat. Sebab banyak manusia yang tidak mampu menutup auratnya. Seperti yang tercantum dalam surat diatas.

Konsumtif menjadi salah satu kebiasaan yang melekat pada diri manusia, bahkan sudah menjadi tabiat. Ketika mengalami kesuksesan dan meningkatnya kemampuan ekonomi, tidak sedikit yang kemudian menghambur-hamburkan uang. Berkenaan dengan topik ini, Korps Dakwah Universitas Islam Indonesia (Kondisia UII) mengadakan kajian bertemakan menjauhi kemewahan. Kajian rutin kali ini, Sabtu (18/7), menghadirkan Ustadz Muhammad Reski Hr. Ph.D,, Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta.

Menurut Ustadz Muhammad Reski, seseorang lebih mudah beradaptasi dengan kelimpahan harta daripada beradaptasi ketika dalam keadaan kurang. Seseorang dengan perekonomian lebih biasanya digunakan untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan. Al-Qur’an telah menegaskan dalam Surah asy-Syura ayat 27 yang artinya:

“Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba Nya tentulah mereka akan melampui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba Nya.”

Sifat konsumtif seseorang dapat juga membuat dirinya kehilangan jati diri yang sebenarnya. Kabiasaan tersebut dapat merubah gaya berpakaiannya yang berlebih-lebihan. Sebagai seorang Muslim, haruslah memperhatikan aturan Islam dalam berpakaian. Adab berpakaian dalam Islam yang utama adalah menutup aurat.

Menutup aurat di sini tidak hanya menutup aurat, melainkan juga tidak membentuk lekuk tubuh. “Berhati-hatilah dalam berpakaian, sebab itu menunjukan kepribadianmu dan dapat menurunkan nilai jati diri,” ucap Ustadz Muhammad Reski.

Islam melarang juga orang yang berpakaian mengundang sukhroh atau pakaian yang mengundang perhatian dari orang lain karena pakaian tersebut tidak umum dipakai oleh masyarakat bersangkutan. Contoh mengenai hal ini adalah pakaian yang aneh atau mencolok, terlalu mahal atau terlalu begitu jelek sehingga mengundang perhatian. Selain itu juga dilarang seorang Muslim untuk berpakaian yang memikat lawan jenis.

Selain bermewah-mewahan dalam berpakaian, Ustadz Muhammad Reski mengatakan agar seorang Muslim menjauhi dari tindakan kepalsuan. Maksud dari kepalsuan di sini adalah tindakan yang memalsukan apapun yang dimilikinya dengan niat menjadi pusat perhatian banyak orang. Kepalsuan ini dapat berubah memakai rambut palsu. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Hadish Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Said bin al Musayyib:

“Muawiyah RA pernah datang ke Madinah dan berkutbah di depan kami. Kemudian beliau mengeluarkan seuntai rambut palsu seraya berkata, Aku tidak pernah melihat orang berbuat semacam ini kecuali orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah mengetahuinya dan menamakannya pemalsuan.”

Ustadz Muhammad Reski juga mengajak para jamaah kajian untuk berperilaku di muka bumi dengan kesederhanaan. Orang yang ketagihan berfoya-foya maka akan susah beradaptasi dengan keadaan kekurangan. Padahal hidup selalu berputar, kadang di atas kadang di bawah. “Jauhilah hidup dalam kemewahan, manfaatkan harta untuk bersedekah. Cukuplah hidup dalam kesederhanaan, sebab sederhana merupakan bagian dari ibadah,” tutup Ustadz Muhammad Reski. (SF/RS)