Banyak hal yang harus diperhatikan saat kita bekerja agar tidak tertipu dengan perintah atasan

Banyak hal yang harus diperhatikan saat kita bekerja agar tidak tertipu dengan perintah atasan

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', “Siapa yang menaatiku, maka sungguh ia telah menaati Allah. Namun siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. Siapa yang menaati pemimpinnya, maka ia telah menaatiku. Namun siapa yang mendurhakai pemimpinnya, maka ia telah mendurhakaiku.”  
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً: «من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصى الله، ومن يطع الأمير فقد أطاعني، ومن يعص الأمير فقد عصاني».

Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan bahwa ketaatan pada beliau merupakan bentuk ketaatan kepada Allah. Dan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- tidak menyuruh kecuali berdasarkan syariat yang ditetapkan oleh Allah -Ta'ālā- untuk beliau dan umatnya. Sehingga jika beliau memerintahkan sesuatu, maka berarti itu adalah syariat Allah -Subḥānahu wa Ta‘ālā-. Jadi siapa yang menaati beliau, berarti ia telah menaati Allah. Dan siapa yang mendurhakai beliau, berarti ia telah mendurhakai Allah. Seorang pemimpin jika ditaati oleh seseorang, maka berarti orang itu telah menaati Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Namun jika ia mendurhakai pemimpinnya, maka ia telah mendurhakai Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, karena Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lah yang memerintahkan hal itu dalam banyak hadis; kecuali jika sang pemimpin itu menyuruhnya bermaksiat.  

ترجمة نص هذا الحديث متوفرة باللغات التالية

Banyak hal yang harus diperhatikan saat kita bekerja agar tidak tertipu dengan perintah atasan

نسعى في الجمهرة لبناء أوسع منصة إلكترونية جامعة لموضوعات المحتوى الإسلامي على الإنترنت، مصحوبة بمجموعة كبيرة من المنتجات المتعلقة بها بمختلف اللغات.

Banyak hal yang harus diperhatikan saat kita bekerja agar tidak tertipu dengan perintah atasan

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

1.      Pengertian usaha atau bekerja

Usaha atau bekerja secara etimologi artinya adalah kegiatan atau pekerjaan dalam bentuk umum. Secara terminologis sering di gunakan uantuk semua jenis pekerjana manusia dan aktivitasnya. Sedangkan Berusaha menurut muamalah adalah : secara etimologisnya adalah “al kasbu” yg berasal dari bahasa arab yg berarti bekerja/berusaha. Berusaha yg dimaksud disini ialah Muamalah dan murabahah/jual beli. Sedangkan muamalah, berasal dari bahasa Arab, dari kata amala - yu’amilu - mu’amalatan, dengan wazan fa’ala - yufa’ilu - mufa’alatan, yang artinya bermakna saling bertindak, saling berbuat, saling mengamalkan. Secara terminologis, muamalah mempunyai dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas muamalah berarti aturan - aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi atau pergaulan sosial. Dan dalam arti sempit, muamalah berarti aturan Allah yang wajib dita’ati, yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda, dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarganya, berbagi kepada keluarganya dan dapat membantu memenuhi kebutuhan umat islam pada umumnya.

2.      Hadits tentang anjuran untuk bekerja

Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :

“Bekerjalah seakan-akan engkau hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah seakan-akan besok engkau akan mati”(Al-Hadis)

Hadis di atas merupakan anjuran nabi Muhamad pada umatnya untuk bekerja keras dengan baik dan sungguh-sungguh untuk memperoleh ridho Allah. Bahkan nabi mewajibkan bagi muslim untuk mencari rizki yang halal. Seperti hadis di bawah

ini : “Mencari yang halal itu wajib bagi setiap muslim.” (HR Thabrani)
Nabi pun bersabda bahwa sesungguhnya Allah menyukai hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam bekerja seperti hadis di bawah ini : "Sesungguhnya, Allah senang pada hamba-Nya yang apabila mengerjakan sesuatu berusaha untuk melakukannya dengan seindah dan sebaik mungkin. " (al-Hadits) Jika kita telaah lebih dalam, maksud dari hadis tersebut adalah jika kita berniat mencari rizki Allah dengan berwirausaha, maka lakukanlah dengan total, tidak setengah-setengan karena takut rugi. Dalam menjalankan sebuah usaha, kita harus melakukan analisis terlebih dahulu terhadap peluang yang akan kita masuki. Setelah menganalisis peluang tersebut maka kita mulai dengan konsep dan merencanakan langkah-langkah yang akan kita ambil
.

Selain sebagai satu kewajiban, Islam juga memberikan penghargaan yang sangat mulia bagi para pemeluknya yang dengan ikhlas bekerja mengharapkan keridhaan Allah SWT. Penghargaan tersebut adalah sebagaimana dalam riwayat-riwayat hadits berikut :

·         Akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT

مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ رواه الطبراني

Dari Ibnu Abbas ra berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa yang merasakan keletihan pada sore hari, karena pekerjaan yang dilakukan oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan dosanya diampuni oleh Allah SWT pada sore hari tersebut." (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Ausath VII/ 289)

·         Dihapuskan dosa-dosa tertentu yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa dan shadaqah.

إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ رواه الطبراني

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, haji dan juga umrah." Sahabat bertanya, "Apa yang bisa menghapuskannya wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Semangat dalam mencari rizki". (HR. Thabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Ausath I/38)

·         Mendapatkan cinta Allah SWT

إِنَّ اللهَ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ رواه الطبراني

Dari Ibnu Umar ra bersabda, 'Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu'min yang bekerja dengan giat". (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Aushth VII/380)

3.      Analisis lafaz atau makna hadits

الذُّنوْب  jamak min Ad-danbu yang artinyz dosa-dosa

 فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ   artinya mencari risky

 احبّ -  يُحِبُّartinya mencintai

الْمُحْتَرِفَ artinya bekerja dengan giat

4.      Penjelasan hadits

Pekerjaan merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran islam. Rasulullah SAW memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja, dalam islam bekerja bukan sekedar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam islam menempati posisi yang teramat mulia, islam sangat menghargai orang yang mau bekerja. Bahkan hadits di atas mengatakan bahwa “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah”. Hal itu menunjukkan bahwa seseorang sangat di anjurkan untuk tetap bekerja walaupun hari kiamat terjadi. Asalkan seseorang itu mempunyai kemampuan untuk tetap melakukan pekerjaan tersebut.

Ketika seorang merasa kelelahan atau capek setelah pulang bekerja, maka Allah SWT mengampuni dosa-dosanya saat itu juga. Selain itu, orang yang bekerja, berusaha untuk mendapatkan penghasilan dengan tangannya sendiri baik untuk membiayai kebutuhan sendiri ataupun untuk kebutuhan tanggungannya. Dengan demikian islam memberi apresiasi yang sangat tinggi kepada mereka yang bekerja dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah dengan sekuat tenaga.

 Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok. Bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga merupakan kewajiban agama, karena bekerja dianjurkan baik menurut Al-Qur’an maupun Al-Hadits.

B.   Larangan Meminta-Minta

1.      Pengertian larangan meminta-minta serta haditsnya

Islam sangat melarang umatnya untuk selalu bergantung kepada orang lain, bahkan Islam mengharamkan seseorang yang mampu bekerja, malah meminta-minta kepada orang lain dan mengharap belas kasihan orang.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :          

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Artinya :“Seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada manusia hingga ia datang pada hari kiamat kelak tanpa ada sekerat dagingpun di wajahnya” {Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy}

Janganlah pernah memandang rendah pekerjaan seseorang hanya karena pakaiannya yang lusuh dan hasil tak seberapa. Ia lebih mulia daripada peminta-minta atau pengamen yang berkeliaran di bis kota. Ia pun jauh lebih mulia daripada para koruptor berdasi yang hidup bergelimang harta. Di dalam hadits lain di katakan:

حَدِيْثُ حَكِيْمِ ابْنِ حِزَامٍ رَضِيَ الله عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلّم، قَالَ :           (اليَدُالعُلْيَاخَيْرٌمِنَ اليَدِالسُفْلَى، وَابْدَأْبِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُالصَّدَقَةِعَنْ ظَهْرِغِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ) أخرجه البخارى فى : ۲٤- كتاب الزكاة : ۱۸- باب لاصدقة إلاعن ظهرغنى

Artinya.“Hakim bin Hizam r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah dan mulailah dengan orang yang menjadi tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah ialah yang dilakukan dalam keadaan berkemampuan dan barang siapa yang memelihara dirinya daripada meminta-minta, nescaya Allah akan memelihara kehormatannya; dan barang siapa yang merasa berkemampuan, nescaya Allah akan memberinya kecukupan.” (Muttafaq ‘alaih)

حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم : (لَأَنْ يَحْتَتِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةًعَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌمِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًافَيُعْطِيَهُ أَوْيَمْنَعَهُ)    أخرجه البخارى فى : ۳٤- كتاب البيوع : ۱۵- باب كسب الرجل و عمله بيد       

Artinya.“Abuhurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Jika seorang itu pergi mencari kayu, lalu diangkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar) maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak. (Bukhari, Muslim)”.

2.      Penjelasan hadis larangan meminta-minta

Rasulullah (s.a.w) mengutamakan tangan yang memberi di atas tangan yang meminta dan memerintahkan orang yang membelanjakan hartanya supaya memulainya untuk diri sendiri, kemudian anak dan isterinya, lalu untuk keluarga dan kaum kerabatnya yang paling dekat. Dari satu sisi Nabi (s.a.w) menganjurkan para hartawan untuk menyedekahkan sebahagian hartanya yang tidak dia perlukan, tetapi dari sisi yang lain pula baginda menganjurkan kaum fakir miskin menahan diri daripada meminta-minta untuk memelihara kehormatan mereka. Baginda menjelaskan kepada mereka bahawa barang siapa yang meminta kehormatan dan kemuliaan kepada Allah, nescaya Allah akan memberinya jalan untuk meraihnya. Barang siapa yang mencari jalan agar dia tidak meminta-minta kepada orang lain, nescaya Allah akan membukakan jalan kepadanya dan menganugerahkan kepadanya penyebab-penyebab yangmenjadikannya berkemampuan, memperoleh kehormatan, dan kemuliaan.

3.      Analisis Lafaz atau makna hadits

اليَدُالعُلْيَا" ”, maksudnya ialah tangan orang yang memberi sedekah. Ini mengikut pendapat yang paling kuat, kerana Nabi (s.a.w) sendiri yang mentafsirkannya. Menurut pendapat lain, maksudnya ialah tangan yang tidak mahu menerima. Menurut pendapat yang lain lagi, maksudnya ialah tangan yang menerima tanpa meminta-minta.“خَيْر”, lebih utama. Lafaz ini berkedudukan sebagai khabar dan lafaz “اليَدُ” yang berkedudukan sebagai mubtada’, sedangkan lafaz “العُلْيَا  ” berkedudukan sebagai sifat kepada lafaz “اليَد

مِنَ اليَدِالسُفْلَى”, menurut pendapat yang paling kuat adalah “tangan yang menerima”. Pendapat yang lain menyatakan “tangan yang tidak mahu memberi.” Menurut pendapat yang lain lagi, “tangan yang meminta.” “وَابْدَأْبِمَنْ تَعُوْلُ”, mulailah memberikan sedekahmu kepada orang yang wajib engkau nafkahi. Oleh itu, janganlah engkau menyia-nyiakan mereka dan jangan pula mengutamakan orang lain ke atas mereka.

وَخَيْرُالصَّدَقَةِعَنْ ظَهْرِغِنًى"” sedekah yang paling utama ialah sedekah yang dikeluarkan oleh seseorang dari hartanya setelah menyisakan untuk keperluannya sendiri, agar kehidupannya tetap berjalan dengan baik dan memberinya kecukupan hingga tidak perlu meminta-minta kepada orang lain, kerana orang yang menyedekahkan seluruh harta miliknya sering kali menyesali perbuatannya pada saat tidak ada gunanya lagi untuk penyesalan. Lafaz “ظهر” ditambahkan ke dalam kalimat ini untuk mengukuhkan makna dan memberikan keluasan pengertian. Sabda Nabi (s.a.w): “عَنْ ظَهْرِغِنًى” bermaksud “غِنًى عَنْ” (dalam keadaan berkemampuan).

وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ"”, barang siapa yang memelihara kehormatan dengan menjauhi perbuatan meminta-minta dan menerima apa adanya, nescaya Allah akan memberinya rezeki berupa kehormatan dan dapat menahan diri daripada perbuatan haram.وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ"”, barang siapa yang memperlihatkan sikap berkemampuan dengan cara tidak mengharapkan harta orang lain, nescaya Allah memberinya rezeki berupa sifat qana’ah di dalam hatinya dan berkemampuan hingga tidak memerlukan bantuan orang lain.

C.   Mukmin Yang Kuat Mendapat Ujian

1.      Hakekat seorang mukmin

Pada hakikatnya hidup dan mati manusia adalah ujian. Dunia adalah musim untuk menanam dan akhirat adalah musim untuk memanen, dunia adalah negeri untuk beramal dan akhirat adalah negeri untuk memetik hasilnya. Barang siapa yang ketika hidup di dunia banyak beramal baik, maka surga menjadi tempat baginya di akhirat kelak. Begitu juga sebaliknya, barang siapa yang ketika hidup di dunia banyak beramal jelek, maka tidak ada pembalasan melainkan seimbang dengan apa yang telah ia perbuat.

Seorang muslim yang memahami hakikat ini akan sadar, bahwasanya semua aktifitas yang ia lakukan adalah sebuah ujian. Apapun yang menimpanya, entah suatu kebaikan atau keburukan, kelebihan atau kekurangan, keberhasilan atau kegagalan, maka semua itu hanya ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah SWT ingin melihat, apakah hamba-Nya tersebut berhasil dalam menjalani ujian ini atau gagal didalamnya. Dalam Al Qur’an Allah SWT telah berfirman: Artinya : “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

2.      Hadits tentang mukmin yang kuat mendapat ujian

Jika mereka kuat dengan ujian serta cobaan tersebut, berarti dia telah benar-benar beriman kepada Allah SWT dan baginya pahala yang melimpah, surga tempat kembalinya. Namun, jika mereka yang awalnya beriman, tetapi dengan datangnya ujian tersebut mereka berpaling dari Allah SWT, mereka berpaling dari kebenaran, terbukti bahwa iman mereka lemah, cahaya keimanan hanya sekedar dalam lisan tidak sampai kehati mereka yang munafiq. 

Dalam kitabul iman, mustadrok ‘ala shohihain dikatakan:

يا رسول الله ، من أشد الناس بلاء ؟ قال : " الأنبياء " قال : ثم من ؟ قال : " العلماء " قال : ثم من ؟ قال : " ثم الصالحون......

Suatu ketika Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat, yaitu Abu Sa’id Al Khudhri: ”Wahai Rasulullah SAW, siapakah orang yang paling berat mendapat ujian? Rasulullah SAW menjawab: “Para Nabi” lalu siapa lagi? Rasulullah SAW menjawab: “para ulama” lalu siapa lagi ya Rasulallah? “kemudian orang-orang yang sholeh…. (Sampai akhir hadits)”

Hadist inipun menerangkan kepada kita bahwasanya ujian dan cobaan itu bukan hanya untuk kita orang-orang awam semata, namun bahkan orang yang paling berat ujian dan cobaannya seperti dikatakan dalam hadits tersebut adalah para nabi dan rasul. Silahkan buka kisah-kisah nabi dan rosul, mereka ternyata benar-benar mendapatkan ujian yang maha dasyat, lebih dari ujian maupun cobaan yang kita rasakan. Contohnya Nabi Ibrahim As, mendapat ujian dari kaumnya dengan dibakar dalam api yang menyala-nyala hingga akhirnya pertolongan Allah SWT datang karena kekuatan iman dan ketabahannya. Allah berfirman dalam Al Quran:

قلنا يانار كوني بردا وسلاما على ابراهيم

“Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",(Al Anbiya 69)

Begitu juga dengan apa yang telah dihadapi dan dirasakan oleh para nabi dan rasul lainnya. Nabi Ayyub As beliau menderita sakit yang sangat parah, bahkan tak seorangpun berani mendekatnya tak terkecuali istrinya yang telah termakan rayu syaitan, beliau merasakan sakit yang sedemikian parah selam kurang lebih 18 tahun, dan beliau kuat sekaligus tabah menghadapinya.

Hadits diatas juga menerangkan siapa lagi orang yang mendapatkan ujian yang terberat setelah para nabi dan rasul, Beliau Rasulullah SAW mengabarkan bahwa para ulama, kemudian orang-orang yang sholehlah yang mendapat cobaan dan ujian terberat setelah nabi dan rasul. Mereka mendapat cobaan baik dari orang-orang sekitar yang tidak senang dengan mereka, baik kalangan masyarakat maupun pemerintahan. Banyak dari mereka disiksa bahkan dibunuh, namun mereka tetap teguh dan sabar atas apa yang telah dihadapi. Sebagai contoh, ulama besar Imam Ahmad ibn Hambali, beliau disiksa, dipenjara dan dianiaya lantaran pendirian beliau bahwa Al Quran adalah kalamullah bukan makhluq.

Untuk memperoleh keberhasilan dalam menghadapi ujian tersebut, seorang muslim harus menyadari betul, bahwa ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba_Nya yang beriman jauh berbeda dengan ujian yang ditimpakan kepada orang-orang kafir. Orang mukmin akan mendapatkan ujian yang jauh lebih berat, musuh yang dihadapi sangat banyak, cobaan dan rintangan yang harus dihadapi sangat variatif dan berlapis. Jika orang kafir hanya mempunyai satu musuh, yaitu orang yang beriman, maka orang mukmin memiliki musuh yang lebih dari satu. Setidaknya seorang mukmin mempunyai 5 musuh dalam hidupnya. Musuh-musuh tersebut adalah:

  1. Setan yang selalu menjerumuskannya
  2. Hawa nafsu yang selalu menggodanya
  3. Orang-orang kafir yang selalu memeranginya
  4. Orang-orang munafik yang senantiasa mengintainya
  5. Orang-orang Islam lain yang hasud/dengki kepadanya

Salah satu dari sekian bentuk ujian yang harus dihadapi oleh setiap mukmin adalah banyaknya fitnah kehidupan di akhir jaman. Rasulullah sendiri mengkhabarkan bahwa nasib orang-orang beriman di akhir jaman nanti bagai para penggenggam bara. Jika bara tersebut itu dilepas, maka ia akan padam, namun jika tetap digenggam, maka tangnnya akan terbakar.

Ini merupakan gambaran dan peringatan penting. Banyak manusia yang tidak mampu menahan ujian dan cobaan sehingga mengakhibatkan mereka murtad, dan yang demikian merupakan tanda dekatnya akhir jaman. Untuk sekala lokal, barangkali yang paling nyata adalah fenomena kesulitan hidup, kemiskinan , kesengsaraan yang membuat seseorang dengan mudah menukar agamanya. Manusia yang tidak memiliki kualitas iman dan kesabaran yang tinggi, sangat mungkin merubah imannya dalam bilangan hari.

Beruntunglah bagi umat manusia yang mempunyai iman yang kuat walau banyak ujian masih senantiasa sabar, mereka pasti mampu melawati kehidupan yang penuh dengan ujian dan cobaan ini. Mereka akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT menjadi makhluk yang mulia di sisi_Nya. Sebaliknya, celakalah bagi umat manusia yang gagal dalam menjalankan ujian tersebut. Mereka akan  menjadi makhluk yang hina dan jauh dari Allah SWT. Akan tetapi perlu diperhatikan, keberhasilan seseorang dalam menghadapi ujian tidak lain hanyalah berkat tolongan Allah SWT, Ujian dan cobaan yang berat tersebut akan terasa lebih ringan ketika seseorang menjadikan Allah SWT sebagai sandaran dalam hidupnya.

D.   Pekerjaan Yang Lebih Baik Adalah Pekerjaan Sendiri

1.      Pengertian pekerjaan yang lebih baik adalah pekerjaan sendiri

Sikap kerja keras amat penting dimiliki oleh setiap muslimin dan muslimat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mengabdikan diri Allah swt. Dalam pandangan Islam, bekerja merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan membawa diri seseorang pada posisi terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT maupun di mata kaumnya. Oleh sebab itulah, Islam menegaskan bahwa bekerja merupakan sehuah kewajiban yang setingkat dengan Ibadah. Orang yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana orang beribadah.

Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur.Contoh Pekerjaan yang  paling baik

عَنْ رِفَعَةٍ بْن رَافِعٍ اَنَّ النَّبِىَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ اَىُّ اْلكَسَبِ اَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ ( رَوَاهُ اْلبَزَار وَصَحَحَهُ الحَكِيْم )

“Dari Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya tentang usaha yang bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab: Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan.” (HR. Al-Bazzar dan ditashihkan Hakim).

2. Analisis lahfaz atau makna hadits

a)      : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِه maksud ungkapan ini ialah pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri (tenaganya) sendiri, seperti pertukangan kayu, tukang batu, tukang besi, dan sebagainya), pertanian (bertani, berkebun, nelayan dan sebagainya).

b)      كُلُّ بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ : maksud ungkapan ini ialah perdagangan yang bersih dari tipu daya dan hal-hal yang diharamkan. Artinya ada unsur penipuan seperti sumpah palsu untuk melariskan barang dagangannya dan barang yang perdagangkan itu haruslah barang-barang yang diperolehkan menurut hukum agama dan hukum negara dengan transaksi memenuhi syarat serta rukunnya (ash-shon’ani, 3-4).

c)      Cara-cara untuk memperoleh harta secara sah dapat dilakukan dengan banyak cara. Ada yang melalui tanpa usaha, separti mendapat warisan, hibah (pemberian) dan shadaqah. Ada juga yang melalui usaha jasa, seperti menjadi karyawan, buruh, pelayan, tenaga profesional (teknisi, praktisi, pendidik dan peneliti) dan sebagainya. Ada juga melalui usaha bekerja sendiri, seperti berdagang, bertani, berkebun, menjadi nelayan dan sebagainya. Al-Khuli dalam kitabnya al-adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari berbagai cara untuk memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng lebih utama adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini dinyatakan Nabi SAW dalam hadis yang lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan perawi hadist lainnya, bahwa Nabi SAW bersabda :

مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامَا قَطٌ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلٍ بِيَدِهِ, وَاَنَّ النَّبِى الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكَلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang makan sesuap makanan lebih baik daripada ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud a.s adalah makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”

 Seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras menggunakan tangannya sendiri, memeras keringat dan energidari badannya kemudian memakan hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil dari yang baersumber peninggalan warisan, pemberian atas kemurahan seseorang atau sedekah yang diberikan kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha seseorang mencari nafkah dengan memeras tenaga, mencucurkan keringat itu akan berfaedah sehingga kalau ia makan apa yang dimakannya menjadi terasa enak, dan makanan itu dicerna dengan cepat dan mudah oleh pencernaan sehingga berguna bagi kesehatan tubuh. Demikianlah dijelaskan Al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini.

 d). Selain dari hasil kerja tangan sendiri lebih baik dalam memenuhi kebutuhan hidup juga hadis Nabi SAW di atas mengemukakan bahwa termasuk usaha yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah perniagaan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan. Kalau Nabi Daud a.s mencari nafkah melalui usaha bekerja dengan tangannya, dalam sejarah beliau diceritakan sebagai pandai besi, maka Nabi Muhammad SAW kita kenal dalam sejarah bahwa beliau adalah seorang pedagang. Jadi dari petunjuk hadis ini jelaslah bahwa usaha perdagangan termasuk usaha yang utama dalam pandangan agama. Bagi orang yang beriman, kaum muslimin sudah tentu Rasulullah Saw adalah teladan yang utamadan sunnah beliau adalah ikutan bagi umatnya. Menurut kalangan ulama hadis (muhadditsin) bahwa yang dikatakan sunnah diangkat menjadi Rasul, tetapi juga sunnah beliau, prilaku beliau sebelum menjadi Rasul (‘Ajjaz al-Khatib 1975: 27). Jadi berdasarkan pemikiran kalangan ahli hadis ini maka pekerjaan Nabi Saw ketika masa muda sebagai pedagang merupakan sunnah yang patut diikuti.

e).  Ash-Shon’ani mengemukakan bahwa dengan ungkapan (yang terbaik) adalah artinya yang paling halal dan paling berkat. Jadi secara nyata hadis ini menunjukkan bahwa usaha yang paling halal dan berkat itu adalah usaha tangannya sendiri, kemudian baru usaha perniagaan menunjukkan usaha dengan tangan sendiri itu lebih utama. Hal ini sejalan dengan hadis Miqdam di atas. Walaupun demikian para ulama tetap berbeda pendapat tentang usaha yang paling utama. Di antara tiga macam usaha yang bersifat pokok sebagaimana dikemukakan al-Mawardi yaitu pertanian, perdagangan dan industri. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa usaha yang terbaik itu adalah usaha pertanian karena usaha tersebut lebih dekat kepada tawakkal. Dan karena pertanian itu membawa manfaat bukan hanya kepada manusia secara umum, tetapi juga kepada binatang-binatang. Di samping itu usaha pertanian termasuk kepada usaha yang dilakukann dominan dengan tangan.

Categories: Ekonomi Islam