AKURAT.CO, Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi kaum muslimin dan muslimat sejak ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Menuntut ilmu ini pada dasarnya sudah Allah perintahkan kepada manusia ketika ayat pertama dalam Al-Qur'an diturunkan. Ayat pertama tersebut yakni Surah Al-Alaq 1-5 di mana Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk membaca. Hanya saja, kita wajib pula mengetahui adab ketika menuntut ilmu. Kita harus berusaha agar ilmu yang kita pelajari dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri, orang lain, saat di dunia, sampai di akhirat kelak. 1. Mencari ridha Allah Niat mencari ilmu haruslah lillahi ta'ala (karena Allah ta'ala). Kita tidak boleh mencari ilmu untuk mengejar materi duniawi belaka. Rasulallah saw bersabda, “Barang siapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah (ridha) Allah dengan ikhlas, tetapi ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka kelak ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad). 2. Selalu merasa haus akan ilmu Ketika kita menuntut ilmu, kita tidak boleh sombong dan merasa sudah tahu segalanya. Justru saat menuntut ilmu kita harus merasa tidak tahu apa-apa, selalu haus akan ilmu pengetahuan. Rasulullah saw barsabda, “Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang yaitu orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang terhadapnya dan orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi). 3. Menjauhkan diri dari maksiat Suatu ketika, Imam Syafii pernah berkeluh kepada gurunya karena hafalannya sangat lemah. Kemudian, gurunya Imam Syafii menyarankan agar ia menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Menurut gurunya, ilmu adalah cahaya Allah, ia tidak akan diberikan pada orang-orang yang berbuat kemaksiatan. 4. Berusaha mengamalkan ilmu dengan sebaik-baiknya Ilmu yang bermanfaat adalah harapan semua orang. Nabi Muhammad saw bersabda, “Barang siapa yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah petunjuknya (amalnya tidak semakin baik), maka ia hanya akan semakin jauh dari Allah.” (HR Ad-Darimi). 5. Diam dan memperhatikan apa yang disampaikan guru Sudah sewajarnya seorang murid mendengarkan apa yang disampaikan gurunya. Hal ini selaras dikatakan Allah dalam Surah Al-A'raf ayat 204 yang artinya: ...Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204). 6. Berusaha memahami, menghafal, dan menyampaikan ilmunya Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fikih kepada orang yang lebih faham daripadanya....” (HR. At-Tirmidzi). 7. Menulis ilmu yang dipelajari Menulis adalah bekerja untuk keabadian, termasuk mengabadikan ilmu yang kita pelajari. Rasulullah saw bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr). Wallahu a'lam.[]
Membincang dunia pendidikan ruhnya adalah agama. Pendidikan akan sempurna manakala bersandar pada nilai-nilai agama. Oleh karena itu, seharusnya kita amalkan ilmu yang telah diperoleh dengan dengan berdasar pada keluhuran akhlak dan nilai-nilai agama. Sejak belajar dan mengajar di kampus, saya kerap mencoba melakukan perenungan yang mendalam. Dari hasil perenungan itu, saya menyimpulkan bahwa ketika seseorang menuntut ilmu, akan menjadi kurang sempuna jika tidak melengkapinya dengan sumber-sumber dari kitab suci Al-Qur’an dalam kajiannya. Al-Qur’an dapat memberikan informasi dan ketrangan yang sangat luas dalam segla segi dan tak ada habis-habisnya, bahkan sangat menarik dalam membentuk keperibadian setiap individu. Menuntut ilmu sejak seseorang dilahirkan sampai meninggal dunia. Dengan demikian, dalam menuntut ilmu dibutuhkan sikap sungguh-sungguh dan konsisten (istiqomah) dalam mempelajari dan mengkaji pelbagai ilmu, demi tercapainya sebuah cita-cita (azam). Dalam mengembngakan sikap konsisten ada baiknya seseorang belajar dari dua tokoh terkemuka. Misalnya, gara-gara melihat tetes demi tetes air yang mampu melobangi batu dan lebih perkasa dari pada batu, ulama besar Imam Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqolany kembali semangat berkelana menimba ilmu. Ia melihat tamsil, mencari ilmu memang susah, namun dengan melihat keuletan air, suatu saat kelak, yang ia cari dan cita-citakan bakal diraihnya. Karena itu pula, dari tangan Ibnu Hajar, terlahir buah karya kitab-kitab fenomenal, seperti Bulughul Maram, Al-Ishabah, Lisan Al-Mizan, dll. Bahkan, kitab Fath al-Bary menjadi rujukan para pengkaji hadits. Memang air, telah mengajari tentang banyak hal, ia selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Ia tidak pernah ragu untuk terus mengalir. Ia tidak pernah lelah menyusuri jarak berpuluh-puluh kilometer, bahkan ratusan hingga ribuan kilometer, melintasi hutan, membelah padang dengan satu tujuan : muara. Begitu pula yang biasa dipetik dari tokoh Thomas A. Edison. Kegagalan demi kegagalan terus dilalui sebelum akhirnya ia menemukan prinsip bola lampu pijar. Ia pernah mengatakan :“Bukannya saya 10 ribu kali gagal menemukan materi yang benar untuk membuat lampu pijar, tetapi sya 10 ribu kali berhasil menemukan cara yang salah dalam membuat lampu pijar, yang membawa saya 10 ribu kali lebih dekat kea rah bahan yang benar.” Tokoh ini telah berhasil membukukan ribuan penemuan, 1093 diantaranya telah dipatenkan. Edison menyebut keberhasilannya berasal dari kombinasi kerja keras, pendirian yang kokoh, dan akal sehat. Pendek kata, ide-ide kreatifnya yang mendunia berhasil diwujudkan berkat sikap konsisten. Nilai konsistensi yang terlahir dari mimpi besar, mampu menerangi dunia. Orang yang konsisten akan memperjuangkan cita-citanya tanpa kenal lelah dan tak mengenal kamus menyerah. Ia akan meluruskan arah dan teguh dalam pendirian (Istiqomah) dalam menggapai tujuan, walau menghadapi banyak rintangan atau bahkan kegagalan. Dan, seperti kita ketahui, betapa banyak pertandingan dimenangkan bukan oleh yang tercepat, tetapi oleh yang terulet. Sang waktu, selalu berpihak kepada yang terulet untuk akhirnya mewujudkan impiannya. Inilah pesan mulia dan sikap konsisten yang dicontohkan kedua tokoh tersebut. Bagaimana dengan kita ? Konsistensi yang sama juga diserukan kitab suci al-Qur’an kepada semua orang yang beriman untuk menjaga arah keimanannnya kepada Allah. Jangan sampai iman itu ditukar dengan harga yang murah. Iman harus dibawa, diperjuangkan, dan terus dipelihara sampai nafas/titik darah penghabisan. Allah SWT berfirman ( QS.46 : 13 ) : ان الدين قا لوا ربنا الله ثم استقاموا فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah“ kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tiada pula mereka berdukacita”. Konsisten dalam menjaga arah tujuan bisa diibaratkan seperti jalannya kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda. Bila keempat-empatnya diarahkan kepada tujuan yang sama, kereta pun akan meluncur ke tujuan yang dikehendaki. Semakin keras cambuk diayunkan sais/sopir, semakin kencang lari kuda menuju sasaran. Namun, bila masing-masing kuda berlari ke arah yang berbeda, pasti jalannya kereta akan kacau dan tidak mencapai tujuan. Sebuah lembaga, tak ubahnya kereta kuda. Lembaga, harus memiliki tujuan yang pasti. Untuk mewujudkannya, lembaga tersebut harus didukung oleh kekompakan dan kerja tim. Bila masing-masing tim diarahkan kepada tujuan yang sama, maka tujuan lembaga akan tercapai. Sebaliknya, ketika tim yang berperan seperti kuda dalam kereta, dihela dan dicambuk sekeras-kerasnya kea rah yang salah, maka sang kuda akan bekerja lebih keras, tapi lari pada tujuan yang salah. Keselarasan tujuan di antara tim dalam sebuah lembaga menjadi sangat penting, demi mewujudkan sebuah tujuan akhir. Inilah pesan dari sikap keistiqomahan dalam menuntut ilmu dan berusaha keras dalam mewujudkan sebuah program mulia disertai pantang putus asa. Wallahu’alam ! |