Rabu, 23 Mei 2012 Oleh : Drs. Sudarto Latar Belakang.
TINJAUAN TERORI MANAJEMEN KRISIS. Manusia yang oleh Kitab Suci diposisikan sebagai wakil Tuhan dimuka Bumi (Khalifatullah filardh) beserta alam yang melingkunginya (yang diamanatkan oleh Tuhan kepada manusia) bergerak menuju masa depan; masa depan mengandung berbagai kemungkinan, satu-satunya kemungkinan yang dapat dipastikan terjadi di masa depan, sebagaimana ia terus menerus terjadi dimasa lampau adalah perubahan. Menurut Peter F. Drucker mengemukakan bahwa dalam kurun waktu yang penuh gejolak (turbulen) seperti halnya dewasa ini, hari esok bukanlah dengan sendirinya adalah kelanjutan hari ini. Terjadilah distrupsi terhadap suatu kontinuitas, terputushya suatu kesinambungan, yang melahirkan suatu diskontinuitas, terjadilah suatu perubahan. Perubahan dapat dipsisikan sebagai peluang, atau sebagai ancaman; persoalannya kemudian adalah bagaimana mengelola suatu perubahan agar selalu menjadi peluang. Suatu perubahan hanya dapat dimanfaatkan sebagai peluang, jika perubahan itu lebih dahulu diterima baik oleh lingkungannya, yang langkah awalnya adalah mengatasi perlawanan atau kemungkinan perlawanan terhadap perubahan.(sikapnya adalah Inactive, Reactive, Proactive, Inter-active). Tiada seorangpun dapat mengelak dan melepaskan diri dari terjangan arus perubahan. Perubahan yang dibiarkan tidak dikelola, apabila yang dilawan, akan berkembang menjadi konflik. Penyelesaian konflik yang memuaskan akan membawa para pihak dalam kondisi cooperative aftermath (usai yang mengakibatkan hadirnya kerjasama), sedang penyelesaian yang tidak memuaskan, yang biasanya karena ingin cepat, pada akhirnya akan menimbulkan permusuhan (combative aftermath), penyelesaian combative ini akan menghadirkan konflik baru, yang tidak mustahil, akan berkembang menjadi Krisis. Setiap krisis adalah suatu emergency, namun tidak setiap emeergency adalah suatu krisis. Krisis dditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis adalah kondisi tidak stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan menyandang potensi perubahan yang menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency) adalah kejadian tiba-tiba, yang tidak diharapkan terjadinya dan menuntut penanganan segera. Steven Fink dalam karyanya yang berjudul Crisis Management – Planning for the inevitable, mengumukakan : “A crisis is an unstable time or state of affairs in which a decisive change is impending-either one with the distinct possibility of a highly desirable and extremely positibe outcome, or one with the distinct possibility of a highly undesirable outcome. It is usually a 50-50 proposition, but yoy can improve the odds”. Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor resiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif, mapun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup. Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. (1) Situasi Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya krisis, sedangakan (2) Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap (a) prodimal; (b) akut (c) kronik, dan (d) pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi. Bahwa keempat tahap tersebut dapat terjadi berhimpitan dalam jangka waktu yang singkat, seperti misalnya terjadi pada flu, namun dapat juga terjadi hal sebaliknya, krisis yang berlarut-larut memakan waktu lama dan panjang. Krisis jenis pertama dikenal sebagai krisis berhulu ledak pendek (short fused crisis), sedangkan yang berlarut disebut sebagai krisis berhulu ledak panjang (long fused crisis). Tetapi tidak semua krisis berkembang dalam empat tahap tersebut. Cukup banyak krisis yang melompat dari tahap prodomal langsung ke tahap penyelesaian. Tahapnya dapat berkurang, tetapi tidak pernah lebih dari empat. Adalah tugas manajemen krisis untuk mencegah terjadinya suatu krisis, dan seandainya tidak dapat lagi tercegahkan, adalah tugasnya pula untuk secepat mungkin menghalaunya masuk ketahap penyelesaian. Upaya Penanggulangan Krisis. Peramalan (Forcasting). Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa manajemen krisis bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian hingga seminimal mungkin. Untuk itu orang melakukan peramalan terhadap krisis (forcasting) pada situasi Pra-krisis. dalam manajemen krisis, agar memudahkan dalam mempetakan krisis, peramalan digambarkan pada Peta Barometer Krisis. Pencegahan (prevention). Langkah-langkah pencegahan ini lebih cocok diterapkan untuk meenanggulangi krisis pada situasi Pra-Krisis. Mencegah agar krisis tidak terjadi, atau jika diperkirakan tidak mungkin dicegah terjadinya, diupayakan agar tidak usah masuk ke tahap beerikutnya yaitu tahap akut, jika ia kelak betul-betul terjadi. Untuk itu, begitu ada tanda-tanda terlihat, segera dapat langsung diarahkan ketahap penyelesaian. Pencegahan juga berupaya mengalihkan tempat dan waktu terjadinya krisis, dan juga berupaya mengendalikannya, jika ia kelak terjadi. Upaya pada tahap praktisis adalah untuk mencegah terjadinya krisis ikutan terhadap suatu krisis yang tak terelakkan. Intervensi (Intervantion). Semua langkah-langkah yang ditempuh untuk menanggulangi krisis pada tahpa/situasi krisis adalah Intervensi. Dengan tujuan agari krisis cepat berakhir, agar krisis meledak pada titik waktu dengan tingkat kesiagaan tinggi, atau digeser ke lingkungan tertentu, atau agar krisis yang terjadi dapat dikendalikan. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) digerakkan/diterapkan pada tahap akut, termasuk dalam pengendalian terhadap krisis. Langkah-langkah pengendalian terhadap kerusakan diawali dengan langkah : (!) Identifikasi, kemudian langkah (2) Isolasi/pengucilan, kemudian langkah (3) membatasi/limitation, langkah (4) menekan/reduction dan diakhiri dengan alangkah (5) pemulihan/recovery. Krisis, sebagaimana halnya dengan konfik, tidak dengan sendirinya bersifat negatif, tetapi perubahan yang menentukan yang menjadi kata kunci, dapat berkembang kearah yang positif, namun dapat juga sebaliknya. Karena itu yang dikelola adalah faktor resiko dan faktor ketidakpastiannya, agar masa depat dapat lebih diperkirakan. TINJAUAN TERORISME Profesor linguistik Noam Chomsky di MIT Cambridge, Massachusetts menguraikan tentang paradigma terorisme dalam buku “International Terrorism in Real World” (Menguak Terorisme Internasional). Konsep terorisme pada akhir abad ke-18 sebagai konsep tentang aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Para pelaku terorisme negara atau pemegang kekuasaan mengontrol sistem pikiran dan perasaan rakyatnya. Dalam perkembangannya, paradigma terorisme diubah menjadi “pembalasan oleh individu dan kelompok-kelompok terhadap pemegang kekuasaan (negara). Sedangkan bentuk teror tidak hanya terlihat secara fisik dalam bentuk kekerasan yang nampak, tetapi juga dapat dalam bentuk serangan melalui informasi, psikis, ekonomi dan perdagangan. Berdasarkan pendekatan sejarah makna terorisme dapat mengalami perubahan paradigma, pada awalnya terorisme dikategorikan sebagai kejahatan terhadap negara (crime against state), kemudian berkembang menjadi kejahatan terrhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Berbagai aksi teror pengeboman diberbagai negara dan tanah air termasuk bom malam Idul Fitri, bom Bali, serta aksi teror yang menyebabkan runtuhnya menara kembar WTC, aksi teror tersebut telah banyak menciptakan penderitaan dan korban masyarakat sipil tidak bersalah, sehingga teror seperti ini dapat dikategorikan kejahan terhadap kemanusiaan. Difinisi dan Pengertian Terorisme. Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Menurut kamus Webster’s New School and Office Dictionary, terrorism is the use of violence, intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by teror, pelakunya disebut terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to fill with dread or terror’; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by threats of terror. Menurut ensiklopeddia Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan. RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui sejumlah penelitian dan pengkajian menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum terorris adala tindakan kriminal. definisi konsepsi pemahaman lainnya menyatakah bahwa : (1) terorisme bukan bagian dari tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan kriminal, juga situasi diberlakukannya hukum perang; (2) sasaran sipil merupakan sasaran utama terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme; (3) meskipun dimensi politik aksi teroris tidak boleh dinilai, aksi terorisme itu dapat saja mengklaim tuntutanan bersifat politis. Ciri-ciri Terorisme. Menurut beberapa literatur dan reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri terorisme adalah :
Motif Terorisme. Motif terjadinya teror yang terjadi selama ini baik yang berskala internasional maupun nasional, biasanya meliputi :
Pengamat militer A.A Maulani, mantan Kepala Bakin, menyatakan ada 4 kategori terorisme, yaitu : 1) Terorisme melawan pemerintah untuk 2) Menggulingkan atau menggantinya terorisme oleh pemerintah untuk rakyatnya sendiri, atau terhadap negara lain dalam rangka menghabisi lawan-lawan politiknya. 3) Terorisme oleh gerakan revolusioner, ultrana-sionalis, anarkis, nonpolitik (gerakan ekologi anti globalisasi dsb), gerakan milenium (aum shinrikyo) 4) Terorisme sebagai bagian dari perjuangan kemerdekaan nasional. Bentuk-bentuk Terorisme. Dilihar dari cara-cara yang digunakan : 1) Teror Pisik yaitu teror untuk menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga nyata-nyata dapat dilihat secara pisik akibat tindakan teror. 2) Teror Mental, yaitu teror dengan menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb. Dilihat dari Skala sasaran teror : 1) Teror Nasinal, yaitu teror yang ditujukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara tertentu, yang dapat berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional, dan gangguan keamanan nasional. 2) Teror Internasional. Tindakan teror yang diktujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang didiami oleh teroris, dengan bentuk : a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka. b) Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb. Taktik Terorisme. Taktik teror yang sering digunakan oleh para terorisme yang terjadi selama ini baik yang berskala interenasional maupun nasional, biasanya meliputi :
Tujuan Terorisme.
Jaringan Terorisme. Meskipun tidak ada konspirasi internasional yang jelas antar kelompok terorisme namun kecenderungan yang ada menunjukkan peningkatan kerjasama antara kelompok teroris diddunia. Jaringan atau kerjasama meliputi bantuan dalam hal sumberdaya, tenaga ahli, tempat perlindungan bahkan partisipasi dalam operasi bersama. Dibeberapa negara tertentu justru mendukung adanya kerjasama antar kelompok terorisme ini, pemeerintah menganggap penggunaan terorisme sebagai alternatif dari perang konvensional dan sebagai tentara cadangan mereka. Sebagai contoh dari beberapa literatur dapat disimpulkan bahwa : struktur Al-Qaeda disusun dalam bentuk Network with-in network, laksana holding Company dengan jaringan anak-anak perusahaan seperti Hizbullah, Hamas, Jihad Islam, Al-Mahdi, Islam Army Group dan Abu Syyaf. Di dalam anak perusahaan itu dibuat kompartemensi berupa sel-sel yang tidak saling mengenal, guna memelihara kerahasiaan maksimum. Para tokohnya terdiri dari mereka yang mengecap pendidikan di Universitas terbaik di dunia, fasih berbahasa Inggris dan mempunyai spesialisasi tertentu. ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH.
Kilas Balik Terorisme. Dalam kilas balik tentang terorisme ini, menjelaskan tentang faktor-faktor atau variabel yang menyebabkan adanya terorisme, terutama difokuskan pada perubahan lingkungan strategik internasional dan kebijakan-kebijakan dari negara-negara maju yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) yang mempunyai dampak internasional.
Analisis Terorisme berdasarkan Manajemen Krisis. Sebagaimana dikemukakan bahwa kondisi krisis dibedakan menjadi pra-krisis dan krisis, sehingga cara pengelolaan dan penanggulangannya pun akan berbeda. Dikaitkan dengan terorisme, maka gejala timbulnya terorissme pada pra-krisis akan berbeda apabila terorisme sudah meledak. Pembedaan tersebut mengandung maksud bahwa pihak-pihak yang terkait dalam penanganan terorisme dituntut kemampuan penguasaan manajemen krisis. Kondisi Tahap Pra-krisis. Pada tahap ini dituntut kemampuan membaca isyarat-isyarat akan adanya teror, yang ditandai dengan perubahan situasi dan kondisi menjadi goyah. Isyarat-isyarat itu antara lain berupa adanya isu-isu dan opini yang tidak baik yang berkembang dimasyarakat. Maka langkah awal yang diperlukan adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang terorisme yang meliputi alternatif-alternatif kemungkinan terjadinya teror, menganalisis tingkat probabilitas terjadinya teror serta kalau mungkin adalah informasi kepastian terjadinya teror. Informasi tersebut dapat diperoleh secara lengkap, valid dan reliabel, apabila telah tersedia suatu sistem yang dikenal dengan Sistem Pemberitahuan Dini (early warning system). Jika telah memiliki sumber informasi dan telah mendapatkan pemberitahuan dini mengenai teror yang berkembang di masyarakat, maka perlu diambil upaya-upaya untuk mencegah terjadinya krisis teror, atau jika diperkirakan tidak mungkin dicegah terjadinya teror, diupayakan agar tidak masuk pada tahap akut, jika kelak betul-betul teror terjadi dan upaya untuk mencegah terjadinya krisis teror ikutan. |