Apa konsep Ki Hajar Dewantara tentang trilogi kepemimpinan dalam pendidikan dan bagaimana implementasinya?

WENTI SUPARTI , NIM. 09470028 (2013) IMPLEMENTASI TRILOGI KI HAJAR DEWANTARA DALAM KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DI SMA TAMAN MADYA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.

Preview

Text (IMPLEMENTASI TRILOGI KI HAJAR DEWANTARA DALAM KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DI SMA TAMAN MADYA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA)
BAB I, IV, DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (1MB) | Preview

Preview

Text (IMPLEMENTASI TRILOGI KI HAJAR DEWANTARA DALAM KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DI SMA TAMAN MADYA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA)
BAB II, III.pdf

Download (1MB) | Preview

Abstract

Wenti Suparti. Implementasi Trilogi Ki Hajar Dewantara dalam Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2013. Latar belakang penelitian ini adalah berawal dari realitas yang ada pada kasus yang banyak dilakukan oleh kepala sekolah yang melakukan perilaku yang tidak bermoral di antaranya kasus kepala sekolah yang melakukan korupsi dana BOS, pungli (pungutan liar) kepada siswa-siswinya, penjokian di ujian nasional (UN) dimana kepala sekolah memberikan kunci jawaban kepada siswa-siswinya dengan imbalan berupa uang yang sudah disepakati bersama dan bahkan ada juga kepala sekolah yang dibawa ke meja hijau karena melakukan pelecehan seksual terhadap siswinya. Kasus yang dilakukan kepala sekolah tersebut dikarenakan tidak mempunyai prinsip untuk menjadi seorang pemimpin yang seharusnya kepala sekolah dapat memberi contoh, membimbing dan menuntun untuk mencapai tujuan pendidikan. Alasan peneliti memilih objek penelitian di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta karena SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta merupakan salah satu perguruan Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Peneliti ingin mengetahui bagaimana implementasi Trilogi kepemimpinan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Apakah kepala sekolah sudah dapat mengimplementasikan Trilogi Ki Hajar Dewantara? Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan mengambil latar di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara (In depth Interview), observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara (Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani) merupakan konsep kepemimpinan yang demokratis yang bersifat ngewongke dengan memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk berkembang sesuai kodratnya masing-masing. Ing Ngarsa Sung Tuladha kepala sekolah diimplementasikan dengan visi yang utuh, tanggung jawab, keteladanan dan mendengarkan orang lain. Ing Madya Mangun Karsa diimplementasikan dengan memberdayakan staf, memberi layanan prima, fokus pada peserta didik dan mengembangkan orang. Tut Wuri Handayani dilakukan kepala sekolah dengan memberdayakan staf dengan mendelegasikan tugas dan wewenang kepada bawahannya.

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

Apa konsep Ki Hajar Dewantara tentang trilogi kepemimpinan dalam pendidikan dan bagaimana implementasinya?
View Item

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

International License.

Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara

Leo Agung S

Universitas Sebelas Maret

Article History

received 1/9/2021 revised 1/10/2021 accepted 1/11/2021

Abstract

Leadership is an ability or strength within a person to lead and influence others in terms of work,

with the aim of achieving predetermined targets. A leader is someone who is entrusted with

being the chairman (head) of a system in an organization/institution/company. Thus, a leader

must have the ability to guide and influence a person or group of people. In the Javanese

concept, the ideal leadership is a leader who masters the science of Hasta Brata, namely a

leader who has natural characteristics that represent a symbol of the wisdom and greatness of

the Creator, namely; the nature of the Earth, the nature of the Sun, the nature of the Moon, the

nature of the Ocean, the nature of the Stars, the nature of the Wind, the nature of Fire, and the

nature of Water. From Hasta Brata, then by Ki Hajar Dewantara abstracted into the Leadership

Trilogy, namely "Ing ngarsa sung tulodho, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani".

Keywords: leadership, hasta brata and leadership trilogy

Abstrak

Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan di dalam diri seseorang untuk

memimpin dan mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dengan tujuan untuk mencapai

target (goal) yang telah ditentukan. Adapun pemimpin adalah seseorang yang diberi

kepercayaan sebagai ketua (kepala) dalam sistem di sebuah organisasi/ lembaga/perusahaan.

Dengan demikian, maka seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memandu dan

mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang. Dalam konsep Jawa, kepemimpinan yang

ideal adalah pemimpin yang menguasai ilmu Hasta Brata, yakni pemimpin yang memiliki sifat

alam yang mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang Pencipta, yaitu; sifat Bumi, sifat

Matahari, sifat Bulan, sifat Samudra, sifat Bintang, sifat Angin, sifat Api, dan sifat Air. Dari Hasta

Brata tersebut, kemudian oleh Ki Hajar Dewantara disarikan ke dalam Trilogi Kepemimpinan,

yakni “Ing ngarsa sung tulodho, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani”.

Kata kunci: kepemimpinan, hasta brata dan trilogi kepemimpinan

Social, Humanities, and Education Studies (SHEs): Conference Series

https://jurnal.uns.ac.id/shes

p-ISSN 2620-9284

e-ISSN 2620-9292

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

161

PENDAHULUAN

Dalam khasanah budaya Jawa kuno, sedikitnya ada empat ajaran filsafat

kepemimpinan. Keempat ajaran tersebut adalah (1) Hasta Brata (Delapan sifat

Kepemimpinan), (2) Wulang Reh, (3) Tripana, dan (4) Dasa Darma Raja. Terkait

dengan makalah kali ini, penulis menfokuskan pada Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar

Dewantara, sebab, kepemimpinan Ki Hajar Dewantara masuk dalam kawasan Hasta

Brata (Suratno, 2006).

Konsep Hasta Brata muncul dalam cerita pewayangan Jawa dengan lakon

Wahyu Makutharawa, yang mengisahkan tentang pemberian “wejangan” seorang

pandita bernama Wiswamintra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan

dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Konon, ajaran hasta brata tersebut

selalu dipedomani untuk dijadikan fatwa terhadap putra mahkota yang akan dinobatkan

menjadi raja-raja Jawa. Hasta Brata terdiri atas kata hasta yang berarti delapan dan

brata yang berarti sifat baik. Delapan sifat alam ini mewakili simbol kearifan dan

kebesaran Sang Pencipta, yaitu; sifat Bumi, sifat Matahari, sifat Bulan, sifat Samudra,

sifat Bintang, sifat Angin, sifat Api, dan sifat Air.

Generasi selanjutnya juga mengajarkan filsafat kepemimpinan sebagai

terjemahan lebih lanjut dari Ilmu Hasta Brata ini, misalkan ilmu Manunggaling Kawula

Gusti yang mengajarkan bagaimana filsafat kepemimpinan yang menyatu dengan

rakyat tetapi dekat dengan Tuhan. Ajaran Manunggaling Kawula Gusti ini mencoba

mengambil ajaran Hasta Brata menjadi satu intisari ajaran filsafat kepemimpinan

(Harnowo, 2013).

Selain itu juga terdapat generasi filsafat kepemimpinan Jawa yang tergolong

baru, yaitu Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara; Ing Ngarso Sungtulodho, Ing

Madyo Mangunkarso dan Tut Wuri Handayani. Meskipun demikian, hampir semua

ajaran filsafat kepemimpinan Jawa tersebut bersumber dari Ilmu Hasta Brata. Sebab

ajaran Hasta Brata dapat dikatakan satu visi kepemimpinan yang relatif paling ideal

dalam konsepsi ajaran filsafat kepemimpinan Jawa. Saking idealnya, seakan-akan

tidak mungkin ada seorang pemimpin dapat menguasai kedelapan sifat alam tersebut.

Oleh karena itulah kemudian para filsuf mencoba menurunkannya menjadi beberapa

generasi ajaran filsafat kepemimpinan yang lebih spesifik (Harususilo, 2018).

KAJIAN TEORI

Pengertian kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan di dalam

diri seseorang untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja,

dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (goal) yang telah ditentukan.

Sedangkan pengertian pemimpin adalah seseorang yang diberi kepercayaan sebagai

ketua (kepala) dalam sistem di sebuah organisasi/ perusahaan. Dengan begitu, maka

seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memandu dan mempengaruhi

seseorang atau sekelompok orang. (Prawiro, 2020)

Secara umum, seorang pemimpin (leader) memiliki aura karismatik di dalam

dirinya, memiliki visi misi yang jelas, mampu mengendalikan apa yang dipimpin, dan

tentunya pandai dalam berkomunikasi. Pemimpin yang paling efektif adalah pemimpin

yang mampu menyesuaikan gaya memimpin dan beradaptasi dengan berbagai situasi.

Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri pemimpin dalam bentuk

kepribadian dan sifat-sifat tertentu seperti, cerdas, jujur, ulet, matang, tegas, cakap,

supel, mampu, tangguh, dan sanggup menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan

Menurut Lambert (2005), “Leadership and therefore the work of leadership as used

within the definition of leadership capacity means reciprocal, purposeful learning

together in community.” (http://www.nscd.org/members/ jsd/lambert262.). Artinya,

kepemimpinan dan kerja pemimpin dalam organisasi dapat berhasil dengan baik

apabila adanya kerja sama yang baik dari semua pihak yang berkepentingan. Lebih

lanjut Kristianty (2002:17), menyatakan kepemimpinan adalah suatu proses

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

162

mempengaruhi seorang atau kelompok orang dalam situasi tertentu dan terjadi proses

interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin dan situasi, secara sederhana proses

kepemimpinan dapat dirumuskan melalui suatu formula: L = F (l, f, s), di mana: L =

Leadership (kepemimpinan), F = Function (fungsi), l = leader (pemimpin), f = follower

(yang dipimpin), dan s = situation (situasi). Dengan demikian kepemimpinan pada

dasarnya melekat pada diri pemimpin dalam wujud kepribadian (personality),

kemampuan (ability), kesanggupan (capability) mewujudkan kepemimpinan yang

bermutu dan berkualitas, dari formula tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan

akan dipengaruhi yang dipimpin. Menurut Adair, (2008 : 105), seorang pemimpin

melaksanakan 4 (empat) peran yaitu: (1) menjadi panutan (moral personal), (2)

menjadi perintis (moral visioner), (3) menjadi penyelaras (moral institutional), dan (4)

menjadi pembudaya (moral cultural). Seorang pemimpin adalah orang yang

mempunyai kecakapan dan kemampuan lebih dari orang lain, khususnya kecakapan

dan kemampuan dalam kepemimpinan sehingga dapat mempengaruhi orang lain

untuk bersama-sama melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama

(Kartono, 2005:81). Pendapat tersebut menggambarkan bahwa figur seorang

pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh mereka yang dipimpinnya, sehingga

mereka yang dipimpin akan patuh dan mengikuti apa yang dilakukannya. Dengan

demikian betapa besar tanggung jawab dan pengaruh seorang pemimpin, karena

tindakannya, perilakunya, dan cara berpikirnya, bahkan kebiasaannya akan diikuti

mereka yang dipimpinnya.

A. Tipe Kepemimpinan

Terkait dengan tipe kepemimpinan, maka menuurut Nawawi dan Hadari, 2014)

ada beberapa tipe kepemimpinan sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Klasik

Kepemimpinan klasik adalah kepemimpinan yang ditandai oleh sifat dominatif,

direktif, otoritatif, dan para pengikut harus patuh/taat melaksanakan perintah

pimpinan dan tertutup pertanyaan. Sifat-sifat tersebut ada karena pemimpinlah

satu-satunya otoritas yang berhak menafsirkan kebenaran yang sah. Kerajaan-

kerajaan dan negara-negara totalitarian pada umumnya menerapkan paradigma

kepemimpinan klasik.

2. Kepemimpinan Berdasarkan Sifat

Pembawaan Teori ini meyakini bahwa pemimpin itu dilahirkan yang berarti

pembawaan, bukan dipersiapkan/didikan.Sifat pembawaan pemimpin meliputi

kualitas jiwa dan raga yang dapat digunakan untuk membedakan pemimpin dan

pengikut. Contoh sifat pembawaan misalnya: kecerdasan intelektual, tubuh yang

gagah dan tinggi, kepercayaan diri yg tinggi, dan tingkat energi.

3. Kepemimpinan Berdasarkan Perilaku

Teori ini meyakini bahwa perilaku pemimpin secara langsung mempengaruhi

efektivitas kerja yang dipimpin, dan pemimpin dapat dipersiapkan/ dipelajari,

bukan dilahirkan. Tiga jenis gaya perilaku pemimpin yaitu otoritarian, demokratik,

dan pasif/pembiaran. Ketiganya dapat dipecahpecah lagi lebih rinci.

4. Kepemimpinan Kharismatik

Kepemimpinan karismatik adalah jenis kepemimpinan yang mengandalkan pada

karisma seorang pemimpin. Karisma seorang pemimpin ditunjukkan oleh

kewibawaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi yang

dipimpin. Kewibawaan bersumber pada aspek psikologis dan fisik seorang

pemimpin.

5. Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional adalah jenis kepemimpinan yang mengandalkan

transaksi antara pemimpin dan yang dipimpin. Artinya, ada kesepakatan atau

tawar menawar antara pemimpin dan yang dipimpin (politik dagang sapi).

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

163

Pemimpin meminta yang dipimpin melakukan sesuatu dan yang dipimpin akan

diberi imbal jasa jika yang dipimpin telah melaksanakan perintah sang pemimpin.

6. Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan situasional dapat diartikan bahwa keefektifan gaya kepemimpinan

tertentu tergantung pada situasi. Jika situasi berubah, gaya kepemimpinan yang

digunakan juga harus berubah. Jadi, tidak ada satu gaya kepemimpinan terbaik

yang berlaku untuk semua situasi. Situasi adalah lingkungan yang berada di

sekitar pemimpin, baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik, yang perlu

dipertimbangkan sebelum memilih jenis kepemimpinan tertentu. Situasi yang

dimaksud dapat berupa: orang yang dipimpin, jenis pekerjaan, waktu, sistem/

struktur (politik, ekonomi, teknologi, sosial, dsb.), dan kultur. Dalam melakukan

“interaksi” dengan yang dipimpin, seorang pemimpin selalu memilih “cara”

memimpin yang paling tepat berdasarkan visi yang jelas, situasi yang dipimpin dan

kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan mempertimbangkan tiga hal

ini, seorang pemimpin dapat menggunakan salah satu atau kombinasi cara-cara

memimpin berikut: mengarahkan, memberi contoh, membimbing, mempengaruhi,

mengkocing, memfasilitasi, mendukung, mendorong, memotivasi, mendelegasi,

dan/atau cara lain yang tepat.

Menurut teori kepemimpinan situasional, perilaku pemimpin yang efektif juga

tergantung pada tingkat kesiapan yang dipimpin. Kesiapan yang dimaksud adalah

sejauhmana yang dipimpin memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk

menyelesaikan suatu tugas.

7. Kepemimpinan Visioner/ Transformasional

Kepemimpinan visioner/transformasional adalah kepemimpinan yang

mengandalkan visi pemimpin sebagai inspirasi untuk mengarahkan pengikutnya.

Tiga hal yang harus dilakukan oleh pemimpin transformasional: (1) menyadari

perlunya perubahan, (2) menciptakan visi baru, (3) melembagakan perubahan.

8. Kepemimpinan Organik

Dalam kepemimpinan organik, pemimpin tidak menjadi figur sentral, akan tetapi

kelompok secara keseluruhan menjadi kuncinya. Konsensus kelompok yang bisa

menentukan siapa yang seharusnya menjadi pemimpin dan berapa lama. Jadi,

kepemimpinan tak perlu bersarang pada individu tertentu, meskipun individu

tersebut menduduki peran kepemimpinan untuk tujuan tertentu. Kompleksitas

masalah yang dihadapi oleh organisasi membuat pemimpin sentral tunggal tidak

lagi relevan. Perspektif dan kemampuan majemuk sangat diperlukan untuk

memecahkan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh suatu institusi/ organisasi.

Dari beberapa tipe kepemempinan ini seperti tersebut di atas, dalam praktek nya

tergantung pada zamannnya. Terkait dengan kepemimpinan dewasa ini yang

diharpkan adalah pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang memiliki visi ke

depan, demi kemajuan lembaga atau orgasisasi yang dipimpinnnya. Kepemimpinan

visioner artinya kemampuan pemimpin dalam menciptakan, merumuskan,

mengkomunikasikan, mengsosialisasikan dan mengimplementasikan pemikiran-

pemikiran ideal yang berasal darinya atau atau hasil interaksi antar anggota

organisasi/lembaga lainnya. Orang dengan gaya atau tipe kepemimpinan ini akan

selalu apa saja yang potensi bagi lembaga atau perusahaan yang tidak dilihat oleh

orang lain. Setelah melihat potensi tersebut, ia akan menciptakan ide-idenya untuk

dapat berfsaing secara kompetitif. Pemimpin yang visioner, menurut Sihombing (2021)

memiliki ciri-ciri sebagai beriku: (1) pintar menjalin hubungan yang baik, (2) bisa

membangun sebuah nilai, (3) bisa mengatasi hambatan (4) mampu berpikir dinamis,

dan (5) mampu melakukan manajemen resiko.

Lebih lanjut terakit, dengan kepemimpinan Hasta Brata, menurut Ardiansyah

(2014), (Suratno, 2006) adalah kepemimpinan yang memiliki delapan sifat alam

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

164

mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang Pencipta, yaitu; sifat Bumi, sifat

Matahari, sifat Bulan, sifat Bintang, sifat Air sifat Angin, sifat Api, dan sifat Samodra.

1. Brata yang kedua adalah BAWANA yang berarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai

ibu pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumi memiliki peran sebagai ibu, yang memiliki

sifat keibuan, yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan

pengayom bagi makhluk yang hidup di bumi. Implementasinya adalah kalau

sanggup menjadi pemimpin harus mampu mengayomi dan melindungi anak

buahnya.

2. Brata yang pertama adalah SURYA yang berarti matahari. Sifat menerangi yang

dimiliki oleh matahari dalam bahasa jawa dimaknai sebagai 'gawe pepadang

marang ruwet rentenging liyan' yang berarti harus mampu membantu mengatasi

kesulitan atau memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.

3. Brata yang ketiga adalah CANDRA yang berarti bulan. Implementasinya bagi

pemimpin ialah pemimpin dalam memperlakukan anak buahnya harus dilandasi

oleh aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan

mertabat pengikutnya sebagai sesama. Terhadap pengikutnya/anak buahnya

harus menghormati sebagai sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal ini

disebut 'nguwongke'.

4. Brata keempat adalah KARTIKA yang berarti bintang. Bintang dapat

menggambarkan dambaan cita-cita, tumpuan harapan, sumber inspirasi.

Seorang pemimpin harus memiliki cita-cita yang tinggi, berpandangan jauh

kedepan, pemberi arah, sumber inspirasi, dan tumpuan harapan.

5. Brata yang kelima adalah TIRTA yang berarti air. Seorang pemimpin harus

mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan siapapun termasuk

pengikutnya (adaptif). Air selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus

memperhatikan potensi, kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan

mengikuti kebutuhan atasannya.

6. Brata yang keenam adalah MARUTA, yang berarti angin. Secara alami angin

memiliki sifat menyejukkan, angin membuat segar bagi orang yang kepanasan.

Angin sifatnya sangat lembut. Seorang pemimpin harus bisa membuat suasana

kepemimpinan sejuk, harmonis, dan menyegarkan.

7. Brata yang ketujuh adalah DAHANA, yang berarti api. Secara alami, api memiliki

sifat panas, dan dapat membakar. Seorang pemimpim memiliki sifat pembakar

semangat, pengobar semangat, dan memiliki peran sebagai motivator dan

inovator bagi pengikutnya.

8. Brata yang kedelapan adalah SAMODRA, yang berarti lautan atau samudra.

Pemimpin harus memiliki wawasan yang luas dan dalam, seluas dan sedalam

samudra. Samudra juga bersifat menampung seluruh air dan benda-benda yang

mengalir kearah laut. Seorang pemimpin harus memiliki sifat menampung semua

kebutuhan, kepentingan, dan isi hati dari pengikutnya, serta pemimpin harus

bersifat aspiratif.

B. Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara

Dalam perkembangnnya, tipe kepemimpinan dan kepemimpinan hasta brata di

sarikan oleh Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan menjadi Trilogi, yang

kemudian dikenal menjadi Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara.

1. Saat Pemimpin di Depan atau “Ing Ngarso Sun Tulodho”

Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada

disekitarnya akan mengikuti. Seorang pemimpin harus mampu memberikan suri

tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh

oleh seseorang adalah kata suri tauladan. Dalam hal ini bisa dilihat betapa

besarnya tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya,

tingkah lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

165

orang lain. Untuk itulah maka saat berada di depan, pemimpin harus memberikan

teladan, memberikan contoh. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan, tetapi

jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin. Ini disebutkan

oleh Ki Hajar dengan terminologi “ing ngarso sung tulodho”, saat di depan seorang

pemimpin harus memberi teladan. Artinya seorang yang berada di depan jika

belum memberi teladan maka belum pantas menyandang gelar 'pemimpin'

(Boentarsono, 2012: Sentono, 2019)

2. Saat Pemimpin di Tengah atau “Ing Madyo Mbangun Karso”

Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang

dipimpinnya, harus mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur

sumberdaya yang ada (empowering). Pada dasarnya setiap orang memiliki

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation), sehingga ada

ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar

motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka

motivasi dari luar dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah

seorang pemimpin dapat mengambil peran, kehadirannya membuat orang

tergerak untuk bertindak, itulah pemimpin sejati (Boentarsono, 2012).

Ajaran kedua ini sarat dengan makna kebersamaan , kekompakan , dan

kerjasama. Seorang pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang

dipimpinnya, melainkan ia juga harus berada di tengah - tengah orang yang

dipimpinnya (Sentana, 2019). Oleh karena itu, sangat tidak terpuji bila seorang

pemimpin hanya diam dan tak berbuat apa - apa untuk anak buahnya, sehingga

mereka berjalan sendiri-sendiri.Selain itu pemimpin harus kreatif dalam memimpin,

sehingga orang yang dipimpinnya mempunyai wawasan baru dalam bertindak.

Selain itu, seorang pemimpin harus melindungi segenap orang yang dipimpinnya.

3. Saat Pemimpin di Belakang atau “Tut Wuri Handayani”

Siapa bilang seorang pemimpin tidak boleh berada di barisan belakang?

Pemimpin sejati diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang

seorang pemimpin dapat memberikan dorongan yang dipimpinya untuk terus

maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus pandai-pandai mengikuti

barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi apa yang

disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada

dalam suatu organisasi/lembaga konsisten dengan tujuan organisasi/lembaga.

Tanpa goal congruency arah gerakan organisasi/lembaga menjadi berat karena

banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling berlawanan.(Sentono,

2019).

Ajaran kepemimpinan yang ketiga ini merupakan semboyan dari dunia

pendidikan , yang tentunya mempunyai makna yang mendalam . Jika diartikan

secara keseluruhan Tut Wuri Handayani memberi pengaruh, bertujuan untuk

menciptakan pribadi yang mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain

(Suryamiharjo, 1986). Dengan ini diharapkan akan muncul generasi baru yang

akan berani memimpin tanpa menunggu orang lain untuk memimpin . Adapun

dorongan tersebut dapat berupa moral dan semangat kepada orang lain . Maka

dari itu pendidikan mengambil semboyan ini , agar pendidikan menjadi sebuah

perantara membentuk generasi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.,

menjadi pribadi yang mandiri dan kreatif.

METODE

Tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data

yang digunakan ialah dengan pendekatan studi pustaka, yaitu pengumpulan dokumen

berupa sumber-sumber buku, jurnal, dan media lainnya yang mendukung pembahasan

dalam tulisan ini. Analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif deskriptif.

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

166

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seorang pemimpin adalah motor penggerak yang senantiasa mempengaruhi,

mendorong, dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya, supaya mereka mau

bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pemimpin seharusnya memandu, memantau,

memberikan motivasi, atau membangun motivasi kerja, membimbing dan membangun

jaringan yang lebih baik, sehingga mereka yang dimpin dalam rangka membawa

kemajuan organisasi/lembaga yang dipimpinnnya.

Dalam kepemimpinan hasta brata, astra brata tidak hanya diajrkan melalui sastra

tulis, melainkan juga melalui seni pertunjukan. Terdapat dua jenis tradisi seni

pertunjukan yang menjadi media pertunjukan yakni (1) berupa naskah, dan (2) seni

pertunjukan dalam bentuk pagelaran wayang kulit (Suratno, 2006: 53). Jika dahulu

ajaran hastabrata diperuntukan para raja, atau penguasa yang akan memipim sebuah

kerajaan, namun karena pergesaran waktu ajaran hastabrata telah menjadi ajaran bagi

para pemimpin masa sekarang. Implikasinya seorang pemimpin mulai pemimpin di

tingkat pusat sampai daerah perlu meledani watak delapan atau sifat delapan benda

alam. Artinya setiap seseorang pemimpin hendaknya juga mampu menjadi matahari,

mampu menjadi bulan, mampu menjadi bintang, mampu menjadi bumi, mampu

menjadi air, mampu menjadi api, mampu menjadi angin dan mampu menjadi samudra

bagi orang yang dimpinnnya.

Dalam perkembangnya juga, pola kepemimpinan hastabrata juga memumculkan

pola kepemimpinan baru, yakni pola kepemimpinan Ki Hajar Dewantara yang dikenal

dengan nama Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara pada

tanggal 28 November 1959 ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”. Tanggal 16

Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tanggal 2

Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor:

316 tahun 1959.12 Sebagai tokoh nasional yang dihormati dan disegani baik oleh

kawan maupun lawan, Ki Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana,

konsisten, konsekuen dan berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti

berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi dengan

rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi

dalam mengantarkan bangsanya ke alam merdeka (Haryadi, 1989 : 132)

Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantaar yang dimaksud adalah Ing ngarsa

sung tulodho, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani”. Ing Ngarso Sung

Tulodho yang berarti bahwa seseorang pemimpin harus mampu melalui sikap dan

perbuatannya menjadikan dirinya pola panutan dan di ikuti orang yang dipimpinnya

(Hasibuan, 2008: 170). Hasil implementasi Ing Ngarso Sung Tuladho. Secara umum

yang dimaksud keteladanan yaitu setiap saat atau setiap kesempatan menjadi contoh

atau suri tauladan. Pamong senantiasa diharapkan untuk selalu bertutur kata dan

bertingkah laku baik untuk menjadi panutan bagi orang yang dipimpinnya

(Boentarsono, 2012: 31).

Ing Madyo Mangun Karso artinya seorang pemimpin harus mampu

membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang

dibimbingnya (Hasibuan, 2008: 170). Hal ini sejalan dengan konsep kepemimpinan

secara umum, yakni pemimpin idealnya dapat menyatupadukan orang-orang yang

berbeda-beda motivasinya tersebut dengan motivasi yang sama.

Tut Wuri Handayani berarti bahwa seseorang pemimpin harus mampu

mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan didepan dan sanggup

bertanggung jawab (Hasibuan, 2008: 170). Hasil implementasi Tut Wuri Handayani di

dunia pendidikan kepala sekolah mampu memberikan dukungan moril kepada guru

dalam mengabdi sebagai pendidik, sehingga hal ini juga menginspirasi guru untuk

mendukung siswa dari belakang agar mereka berhasil dalam menempuh

pendidikannya. Salah satu tugas pokok pimpinan memang memberikan inspirasi dan

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

167

mendorong anggota-anggotanya bekerja seefektif dan seefisien mungkin. Jika

dihubungkan dengan konteks kepemimpinan guru, maka guru harus dapat

menginspirasi siswa agar mampu berprestasi (Handayaningrat, 1999: 70).

Dengan demikian konsep “tut wuri handayani” (di belakang memberi bimbingan-

momong) dan “ing madyo mangun karso” (di tengah memberi semangat-among) tidak

akan berjalan optimal bila tidak ada “ing ngarso sung tulodho”, yaitu pemimpin

(pamong) yang bertindak sebagai contoh bagi anggotanya. Memberi contoh, ngemong,

tidak hanya secara kemampuan tapi juga secara etika dan moral (Harususilo, 2018).

SIMPULAN

Pada dasarnya setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan di dalam dirinya,

meskipun beberapa orang memang lebih dominan. Dalam penerapannya, setiap orang

memiliki gaya kepemimpinan yang unik sesuai dengan karakter dan situasi tertentu.

Seharusnya memahami kepemimpinan tidak hanya sebagai wacana saja, tetapi dapat

diterapkan di lingkungan kerja demi membentuk budaya organisasi yang baik. Dengan

gaya kepemimpinan yang dimiliki, diharapkan para anggota atau karyawan akan

mengikuti langkah seorang pemimpin yang menginspirasi. Sesuai dengan gaya

kempeimpinan Ki Hajar Dewantara di dunia pendidikan, yang mensarikan ajaran hasta

brata, maka seorang pemimpin yang baik di depan memberikan contoh, di tengah

membangun karsa dan di belakang memberikan semangat.

DAFTAR PUSTAKA

Adair, J. (2008).Kepemimpinan yang Memotivasi. Judul Asli: Leadership and

Motivation. Penerjemah: Fairano Ilyas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ardiansah, Rhesa.(2017) Ilmu Hasta Brata: Refleksi Model

Kepemimpinan Jawa Sebagai Solusi Tantangan Zaman, dalam

https://www.kompasiana.com/rhesaardy/59e18c12147f9624645efd52/ilmu-hasta-

brata-refleksi-model-kepemimpinan-jawa-sebagai-solusi-tantangan-zaman. 14

Oktober 2017.

Benedictus K dan Sri A W. (2016). “Pola kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara”. Jurnal

Managemen Pendidikan” - Vol. 11, No. 2, Januari 2016: 18-29.

Boentarsono,Ki B. (2012), Taman Siswa: Badan Perjuangan Kebudayaan dan

Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media.

Budiman, Riadi. (2012). “Analisis Gaya Kepemimpinan yang Mempengaruhi

Kepuasan dan Motivasi Kerja Karyawan”, Jurnal ELKHA, Fakultas Teknik,

Universitas Tanjung Pura.

Handayaningrat, Soewarno. (1999). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan

Manajemen. Jakarta: Haji Masagung.

Hani, H, (2001). Manajemen. Edisi ke-2. BPFE. Yogyakarta.

Harnowo, Ahmad Jazuli. (2013). Memahami Konsep Manunggaling Kawulo Gusti

secara Sederhana http://www.Kompasiana.com, diunduh, 14 Oktober 2021.

Hariyadi, Ki (1989). Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin

Rakyat dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan

Mentriknya. Yogyakarta: MLTS.

Harususilo, Yohanes Enggar. (2018). Kepemimpinan Versi Ki Hajar Dewantara. dalam

https://edukasi.kompas.com/read/2018/06/04/08553811/kepemimpinan-versi-

kihadjar-dewantara?, diakses 1 Oktober 2021

Hasibuan, Malayu, SP. (2008). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Katono, Kartini. (2005). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakrta : Rajawali Press.

Nawawi, Hadari, dan Hadiri, Martini. (2014). Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press

Webinar Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret 2021

SHEs: Conference Series 5 (1) (2022) 160 168

168

Prawiro, M. (2020). Pengertian Kepemimpinan: Tujuan, Fungsi, dan Gaya

Kepemimpinan, dalam https://www.maxmanroe.com/vid/organisasi/pengertian-

kepemimpinan.html,24/06/2020 diakses 14 Oktober 2021

Siagian, S.P. (2003).Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta :

Gunung Agung.

Sentono, Tarto. (2019). Pengembangan Model Kepemimpinan Berbasis Trilogi

Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara. Klaten : Citta Gracia .

Sihombing, Helda. (2021). Memahami Makna Kepemimpinan yang Visioner dan Ciri-

Cirinya , dalam lifepal.co.id) 11 Mei 2021, diakses, 1 Oktober 2021.

Suratno, Pardi . (2005). Sang Pemimpin Menurut Asthabrata, Wulang Reh, Tripama,

Dasa Darma Raja. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Suryamiharjo. (1986). Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa Dalam Sejarah Indoensia.

Jakrta : Sinar Harapan.

Wijayanti, Wenny. (2019). “Implementasi Trilogi Kepemimpinan (Ki Hadjar Dewantara)

di Madrasah Tsanawiyah”.Media Manajemen Pendidikan (MMP).Volume 2 No. 2

Oktober 2019 pISSN: 2622772X eISSN: 26223694