Apa hubungan antara proses terbentuknya kepulauan Indonesia dengan potensi kebencanaan yang ada

Akses instan ke jawaban di aplikasi kami

Dan jutaan jawaban atas pertanyaan lain tanpa iklan

Apa hubungan antara proses terbentuknya kepulauan Indonesia dengan potensi kebencanaan yang ada

Lebih pintar, unduh sekarang!

atau

Lihat beberapa iklan dan buka blokir jawabannya di situs

SeputarIlmu.Com – Hallo para pencari ilmu,jumpa kembali dalam artikel di seputarilmu.com. Kali ini akan membahas mengenai Proses Terbentuknya Kepulauan Indonesia. Ada yang sudah tau bagaimana Indonesia ini terbentuk? Oke, mari […]

Apa hubungan antara proses terbentuknya kepulauan Indonesia dengan potensi kebencanaan yang ada

Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain :

Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa – Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk, 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.

Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Jakarta, CNN Indonesia --

Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas), Adi Maulana menyatakan Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana alam yang sangat besar. Dia mengatakan potensi itu muncul dari proses terbentuknya kepulauan Indonesia.

"Indonesia menjadi sebuah negara dengan potensi bencana alam, terutama bencana tektonik geologi, hingga hidrometeorologi itu yang sangat besar sekali," ujar Adi dalam webinar 'Bencana di Negeri Cincin Api' yang diselenggarakan ALMI, Rabu (10/2).

Adi menuturkan kepulauan Indonesia terbentuk dari proses evolusi yang sangat panjang, yakni akibat pergerakan tektonik. Dia berkata pergerakan lempeng selama beberapa puluh juta tahun akhirnya membentuk konfigurasi kepulauan Indonesia.


Adi menjelaskan pergerakan tektonik terjadi akibat arus konveksi di dalam perut bumi. Pergerakan tektonik juga membuat lempeng bergerak saling bersinggungan, menjauh, atau mendekat.

"Inilah yang kemudian menjadikan gempa, terjadinya gunung api, kemudian terjadinya tsunami, tanah longsor, pegunungan, cekungan, atau dataran tinggi," ujarnya.

Adi membeberkan Indonesia berada di antara lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Pergerakan lempeng itu yang pada akhirnya akan menyebabkan berbagai bencana alam, seperti letusan gunung, gempa bumi, hingga tsunami.

Adapun terkait dengan istilah cincin api yang dilekatkan dengan Indonesia, dia berkata hanya merupakan istilah dari keberadaan jejeran gunung api. Dia menyebut gunung apit yang banyak di Indonesia akibat tumbukan antara lempeng Eurasia dengan Indo-Australia.

"Itu kalau kita sambung, di Sumatera setiap 50 kilometer ada gunumg api. Di Jawa, setiap 100 km ada gunung api. Sehingga kalau jejeran itu disambung akan menghasilkan suatu garis membentuk cincin api," ujar Adi.

"Memang tidak bulat, tapi relatif membentuk sebuah lingkaran. Inilah yang disebut dengan cincin api," ujarnya.

Lebih lanjut, Adi berkata Indonesia rawan bencana hidrometeorologi karena berada di garis ekuataor atau khatulistiwa. Negara yang berada di kawasan itu biasanya diterpa El Nino dan La Nina.

El Nino membuat suatu daerah memiliki suhu panas yang jauh lebih tinggi dari daerah lain yang menyebabkan musim kemarau berkepanjangan hingga kebakaran hutan. Sedangkan La Nina sebaliknya membuat konsentrasi hujan sangat ekstrem.

Di sisi lain, Adi mengakui Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, dia mengingatkan bahwa asal mula keberadaan sumber daya alam yang melimpah itu akibat proses alam yang berpotensi menciptakan bencana alam.

"Jadi, kita ini hidup di dua sisi mata uang. Yang pertama gemah ripah loh jinawi. Tapi konsekuensi itu kita menjadi negeri 'seribu' bencana," ujar Adi.

Berdasarkan data BNPB tahun 2020, Indonesia dilanda 2.939 bencana alam. Jika dikonversi, Indonesia dilanda 8 bencana dalam sehari, 56 bencana dalam satu minggu, dan 240 kali bencana dalam satu bulan.

"Dan tren kejadian ini dari tahun ke tahun itu semakin meningkat sekitar 10 sampai 20 persen," ujarnya.

Adi menambahkan bencana akan terus terjadi tanpa ada atau tidak manusia di Bumi. Namun, dia berkat keberadaan manusia akan mempercepat proses bencana alam.

Misalnya, dia berkata pertumbuhan manusia yang meningkat akan membuat lahan alami beralih fungsi menjadi lahan pemukiman hingga industri. Alih fungsi lahan itu pun mengakibatkan beberapa wilayah dilanda bencana alam, seperti tanah longsor hingga banjir.

"Jadi dari tahun ke tahun bencana alam itu akan terus terjadi," ujar Adi.

(jps/DAL)

[Gambas:Video CNN]