Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika

Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika

Es Antartika mencair lebih cepat dari sebelumnya karena pemanasan global. Sumber foto: cnnindonesia.com

Antartika merupakan benua terdingin di dunia, namun akibat perubahan iklim global yang terjadi kini suhu Antartika menjadi tidak teratur dan es di Antartika terus mencair. Menurut World Meteorology Organization (WMO), kini Antartika mengalami suhu terpanas sepanjang sejarah, sehingga mencair berkali lipat dari sebelumnya. Hal tersebut memang telah diprediksi beberapa hari lalu dan memberikan dampak bahaya bagi bumi dan makhluk lainnya.

Dilansir dari detik.com, Ahli Glasiologi di Nichols College, Massachussetts, Amerika Selatan, Anders Levermann mengatakan, penyebab cairnya es di Antartika tersebut akibat ekspansi termal laut di bawah pemanasan global, serta cairnya gletser gunung di Antartika.

“Sebelumnya saya belum pernah melihat lelehan es mencair empat kali lebih cepat dari 40 tahun sebelumnya,” tuturnya.

Penulis utama studi tersebut menambahkan, cairnya es Antartika pada abad ini dapat mencapai hingga 58 centimeter (cm). Hal tersebut tentu memberi risiko besar bagi kelangsungan hidup.

“Berdasarkan Institut Penelitian Dampak Iklim Postdam, es di Antartika diprediksi akan mencair yang mengakibatkan permukaan laut global naik hingga tiga kali lipat,” jelasnya.

Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Biologi, Nova Khoerunnisa menuturkan, penyebab cairnya es di Antartika yaitu akibat efek rumah kaca yang dapat mengakibatkan iklim ekstrem seperti hujan badai dan angin topan.

“Gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti asap kendaraan yang mengandung karbondioksida, gas sapi yang mengandung metana, dan pupuk yang mengandung nitrogendioksida tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim,” jelasnya.

Dirinya menambahkan, selain itu gas rumah kaca yang alami yakni erupsi gunung berapi yang akan mengakibatkan suhu menjadi panas dan air laut akan menyerap zat berbahaya sehingga menyebabkan hujan asam dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup.

“Hemat menggunakan energi listrik, menggunakan transportasi umum, serta regulasi ulang oleh pemerintah terkait penerbangan liar dapat meminimalisir efek gas rumah kaca,” tutupnya.

(Milla Rosa)

Sabtu, 19 Februari 2022 - 10:32 WIB

Semburan abu vulkanik dari letusan gunung berapi Tonga di Kepulauan Pasifik menembus ketinggian 58 kilometer. Foto/The Verge

BERDASARKAN data yang diukur menggunakan satelit NASA, semburan abu vulkanik dari letusan gunung berapi Tonga di Kepulauan Pasifik menembus ketinggian 58 kilometer. Abu vulkanik dampak letusan pada Januari 2022 mencapai lapisan mesosfer, lapisan ketiga dan terdingin dari atmosfer Bumi.Data ini jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang menyebutkan lontaran abu vulkanik Gunung Tonga mencapai 38 kilometer ke angkasa. Ini pun sudah melampaui ketinggian abu vulkanik yang ditembakkan letusam gunung Krakatao pada 26 Agustus 1883 setinggi 24 kilometer.NASA mampu mengukur kepulan asap karena dua satelit cuaca kebetulan berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Satelit-satelit itu mengambil gambar dan pengamatan inframerah yang menunjukkan letusan dari atas.

Baca juga; Tembus Ketinggian 39 Km, Awan Vulkanik Gunung Tonga Melebihi Gunung Krakatau

Hanya dalam waktu sekitar 30 menit setelah letusan, abu, uap, dan gas dari gunung berapi bawah laut naik dari permukaan laut hingga ke mesosfer. Ledakan kedua naik hampir setinggi, mencapai 50 kilometer, mencapai perbatasan antara mesosfer dan stratosfer, lapisan berikutnya di bawah.

Terpopuler

1

Ramalan Jayabaya Soal Kiamat yang Sudah Ada di Depan Mata

4

Pesawat Kiamat Rusia Zveno-3C, Bisa Terbang Sejauh 10.000 Km Non-Stop

5

Inilah Meraxes, Dinosaurus Mirip T-Rex yang Ditemukan di Argentina

Antartika adalah benua yang terletak di kutub selatan dan merupakan salah satu tempat paling dingin di bumi, bahkan lebih dingin dari kutub utara.

Dilansir National Geographic, lapisan es Antartika adalah satu-satunya massa es terbesar di dunia yang tebalnya dapat mencapai empat mil. Sembilan puluh persen es air tawar di planet ini ada di antartika dan itu berarti sekitar 70 persen dari total air tawar yang ada di bumi.

Walau merupakan dunia beku, ada tempat di mana lava panas selalu mengepul di Antartika. Ada beberapa gunung berapi di benua tersebut dan salah satunya adalah Gunung Erebus.

Gunung Erebus merupakan gunung berapi yang terletak paling selatan di dunia yang selalu mengepulkan uap dari lava panas. Apa saja fakta menarik lainnya tentang Gunung Erebus? Simak daftar berikut.

Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
potret kawah gunung Erebus (commons.wikimedia.org/User: Rémih . Public Domain)

Gunung berapi Erebus pertama kali ditemukan oleh penjelajah kutub bernama Sir James Clark Ross pada tahun 1841. Ross menamai gunung tersebut Erebus, sesuai dengan nama kapal miliknya.

Saat ditemukan, gunung tersebut tengah mengalami erupsi. Gunung Erebus adalah gunung terbesar dari 4 gunung berapi yang membentuk Pulau Ross, yang berbentuk segitiga. 

Gunung Erebus yang selalu aktif ini merupakan bagian dari Cincin Api Pasifik yang terdiri dari 160 gunung berapi aktif. Gunung ini juga salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia.

Erebus terus-menerus mengeluarkan erupsi dan melemparkan 'bom lava', yaitu gumpalan magma yang terlempar ke luar. Erebus juga mengalami ledakan besar, walau terjadi lebih jarang. 

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Antartika, Benua yang Bebas Corona

Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
potret danau lava di gunung Nyiragongo (commons.wikimedia.org/User: Caitjeenk)

Bukan hal yang aneh jika gunung berapi memuntahkan lava. Uniknya, tidak hanya memuntahkan lava, Gunung Erebus juga "mengumpulkan" lava dalam cekungan yang akhirnya membentuk kolam. Kolam lava merupakan fitur yang sangat langka.

Melansir Live Science, kolam lava sangat jarang terbentuk sebab untuk membentuk suatu kolam lava yang bertahan lama, gunung berapi harus selalu menyuplai lava panas ke permukaan. Hanya terdapat beberapa kolam lava di dunia, di antaranya di gunung berapi Erebus, gunung berapi Kilauea di Hawaii, gunung berapi Erta Ale di Ethiopia, dan gunung berapi Nyiragongo di Republik Demokratik Kongo.

Danau lava Erebus telah ada sejak tahun 1972. Danau tersebut berdiameter 160 meter dengan kedalaman 100 meter.

Volcano Live melansir bahwa gelembung lava yang muncul di permukaan danau rata-rata berdiameter 30 cm -- 200 cm. Danau yang merupakan lapisan atas dari dapur magma tersebut mengalami hingga enam 6 erupsi strombolian per hari. Magma pada danau lava Erebus merupakan jenis magma yang cukup langka, yakni magma phonolite anorthoclase.

Magma tersebut kaya akan kandungan alkali dan 100 kali lebih kental dari magma basal di danau gunung Kilauea dan Erta Ale.

Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
potret puncak gunung Erebus (commons.wikimedia.org/User: Rémih)

Karena selalu aktif, Gunung Erebus kerap mengalami erupsi dan mengeluarkan gas. Beberapa elemen dalam magma gunung sangat mudah menguap yang akhirnya keluar dalam bentuk gas. Gas alam yang keluar dari gunung mengandung unsur-unsur logam, termasuk unsur-unsur yang berbahaya seperti timbal, arsenik dan merkuri.

The Antartic Sun melansir bahwa para ilmuwan percaya elemen-elemen tersebut walau dalam jumlah sedikit, dapat terbang terbawa angin setidaknya sampai kutub selatan yang berada di ketinggian yang cukup tinggi.

Menentukan seberapa besar 'pencemaran alami' yang disebabkan Gunung Erebus terhadap lingkungan Antartika merupakan hal yang cukup menantang. Jika Erebus terus mengeluarkan gas, maka elemen seperti bromin akan terlepas ke troposfer, lapisan atmosfer yang paling dekat dengan bumi, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi ozon.

Mengutip jurnal dari ScienceDirect, reaksi kimia heterogen yang melepaskan klorin molekuler yang aktif secara fotokimia, merupakan salah satu penyebab utama hancurnya ozon stratosfer Antartika dan menyebabkan lubang.

Hidrogen klorida (HCl) dan sulfur dioksida (SO2) yang merupakan salah elemen yang terdapat pada gas hasil erupsi gunung, dapat membentuk aerosol yang berbahaya bagi ozon. Dapat dikatakan gunung berapi Erebus adalah sumber kuat tambahan yang alami dari HCl dan SO2 di stratosfer, yang dapat menyebabkan penipisan ozon Antartika.

Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
Apa dampak dari meletusnya gunung api di Antartika
potret gua gletser Erebus (commons.wikimedia.org/User: Rémih . Public Domain)

Gas dari gunung berapi Erebus tidak selalu berasal dari danau lava. Dapur magma gunung juga mengeluarkan aliran magma panas ke berbagai tempat di sekitar puncak gunung.

Karena gunung dikelilingi es dan cuaca beku, gas panas dari magma yang berusaha keluar dari es, dapat mengeras sebelum akhirnya menguap. Gas tersebut mengeras dan membentuk terowongan mirip ruangan yang terbentuk di bawah lapisan es. Karena berada di bawah lapisan es, suhu di dalam gua dapat mencapai 25 derajat Celcius.

Peneliti menduga terdapat organisme mikroba yang hidup di gua es tersebut. Dilansir News Week, peneliti dari Universitas Nasional Australia menemukan adanya makhluk hidup tak dikenal dari sampel yang mereka ambil. Mikroba-mikroba tersebut diduga tidak membutuhkan sinar mata hari untuk hidup.

Mengutip BBC, mikroba tersebut diduga bertahan hidup dengan memanfaatkan elemen lain, seperti besi dan hidrogen. 

Baca Juga: 5 Perbedaan Antara Antartika dan Arktika, Jangan Salah Lagi Ya

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.