pada 21 Feb 2013, 13:04 WIB Diperbarui 21 Feb 2013, 13:04 WIB Hidup sehat memang tidak semudah yang dibayangkan. Kadangkala, ketika kita ingin sehat dan tidak bisa memasak, seringkali Anda berpikir untuk membeli makanan dari restoran atau kemasan. Mulai dari sekarang, mungkin Anda perlu memperhatikan zat aditif makanan yang bisa membahayakan kesehatan Anda. Ada 8 zat aditif (bahan tambahan makanan) yang bisa membahayakan Anda, seperti dilansir ABCNews, Kamis (21/2/2013). 1. Acesulfame Kalium (K Acesulfame) Pemanis buatan bebas kalori ini rasanya 200 kali lebih manis daripada gula. Hal ini sering digunakan dengan pemanis buatan lainnya untuk menutupi rasa pahit. Anda bisa menemukannya di lebih dari 5.000 produk makanan di seluruh dunia, termasuk minuman ringan untuk diet maupun es krim. Yang harus Anda ketahui adalah meskipun badan pengawas obat dan makanan Amerika (FDA) telah menyetujui bahan ini untuk digunakan dalam makanan, tapi penelitian pada hewan telah menunjukkan bahan kimia ini memiliki risiko untuk tumor paru-paru dan payudara dan masalah tiroid.2. Aspartam 3. Titanium Dioxide Zat yang berasal dari unsur logam titanium ini biasa digunakan dalam cat dan tabir surya. Namun, industri makanan menambahkan ke ratusan produk untuk membuat makanan yang diproses terlihat lebih putih. Zat ini biasa ditemukan dalam olahan salad dressing, krim kopi, dan gula.4. Glyphosphate Bahan aktif ini digunakan pada jagung dan tanaman kedelai rekayasa genetika. Eksposur Glyphosphate dikaitkan dengan obesitas, ketidakmampuan belajar, dan infertilitas.5. Butylated hydroxyanisole (BHA) Antioksidan yang berasal dari petroleum yang digunakan untuk mengawetkan lemak dan minyak. Bahan kimia ini biasanya ada di bir, biskuit, sereal, mentega, dan makanan yangm engandung lemak. Penelitian telah menunjukkan kalau BHA menyebabkan kanker pada tikus dan hamster.6. Interesterified Fat Lemak yang dibuat oleh campuran kimia minyak yang terhidrogenasi penuh dan non-terhidrogenasi. Lemak ini biasanya ada di kue-kue, pie, margarin, makanan beku, dan sup kalengan. Sebuah studi oleh para peneliti Malaysia menunjukkan kalau12% lemak interesterified bisa meningkatkan rasio LDL terhadap HDL kolesterol. Selain itu, penelitian ini menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah dan penurunan respon insulin.7. Pewarna merah makanan 3 (eritrosin) dan 40 (Allura Red) Pewarna makanan ini yang paling banyak digunakan di Amerika dan sering ditemukan pada koktail buah, permen, kue coklat, sereal, minuman, kue-kue, buah cheri, dan makanan ringan buah. FDA telah mengusulkan larangan pewarna ini tapi sejauh ini lembaga kesehatan mengaku telah gagal dalam mengimplementasikannya karena zat pewarna merah ini bisa menybabkan tumor.8. Pewarna kuning 5 (Tartrazin) dan 6 (Sunset Yellow) Zat pewarna ini biasanya terdapat dalam sereal, puding, roti campuran, minuman, keripik, kue, dan bumbu.Beberapa studi telah menghubungkan kedua pewarna ini pada gangguan belajar dan konsentrasi pada anak-anak. Tapi FDA mengakui selama ini belum ada laporan yang menunjukkan risiko serius pada manusia. (Fit/Mel) TOPIK POPULERPOPULER
Berita TerbaruBerita Terkini Selengkapnya
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan). Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor antara lain industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan adanya aneka produk yang berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun hal yang perlu kita waspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse) sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan. Bahan kimia berbahaya yang sering disalah gunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta formalin. Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/ Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, memuat sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan termasuk rhodamin B dan kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan manusia.
Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan.
Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin. Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif terbatas, dan pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena itulah kita sebagai konsumen hendaknya perla berhati-hati dalam memilih produk pangan antara lain dengan mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung bahan terlarang. Misalnya, tahu yang mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras, kenyal namun tidak padat, bau agak menyengat (bau formalin), tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25o C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C). Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik produk pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/ pasar swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar . Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet), media cetak ( koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan, seminar dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi perubahan perilaku dari mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran mereka sehingga mau dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri. Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang aman (safety culture) di tengah masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Badan POM bersama jajarannya yaitu Balai Besar POM/ Balai POM secara rutin melakukan pengawasan dan pengamanan termasuk melakukan sampling terhadap sejumlah sampel yang diduga mengandung bahan berbahaya antara lain: tahu, mie basah, kerupuk, ikan asin dan sebagainya untuk dilakukan uji laboratorium terhadap produk- produk tersebut, serta melakukan tindakan pengamanan yang sesuai.Dalam rangka meminimalisir praktek penggunaan bahan kimia yang salah dalam pangan maka Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak dapat melakukannya sendiri. Terdapat sejumlah aspek yang bukan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Salah satu diantaranya adalah pengaturan di bidang tata niaga dan distribusi bahan berbahaya yang merupakan kompetensi dari Departemen Perdagangan. Baru-baru ini Departemen Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 04/M-Dag /Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, yang diamandemen dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.8/M-DAG/PER/6/2006. Peraturan ini ditetapkan dengan maksud agar kasus penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya pada pangan dapat dicegah atau paling tidak dikurangi dengan cara mengendalikan pasokan bahan berbahaya tersebut melalui mekanisme distribusi yang jelas. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa yang boleh memproduksi bahan berbahaya di dalam negeri adalah perusahaan yang sudah memiliki izin sebagai Produsen Bahan Berbahaya (PB2) dan PB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PAB2) atau melalui Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DTB2). Selanjutnya, bahan berbahaya boleh diimpor oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (ITB2) yang berhak mendistribusikan secara langsung kepada PAB2. Importasi bahan berbahaya juga boleh dilakukan oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) untuk kepentingan produksinya sendiri. DTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2 dan Pengecer terdaftar Bahan Berbahaya (PTB2) dan PTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2. Surat izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya untuk DTB2 dan PTB2 dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dan gubernur di propinsi PTB2 tersebut berada. Pembinaan dan pengawasan terhadap IPB2, ITB2, DTB2, PTB2 dilakukan oleh Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan departemen/ instansi yang terkait. Pada peraturan menteri tersebut, diatur 54 jenis (terlampir) bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam pangan. |