Yang harus dilakukan supaya suci dari hadas kecil adalah

Surel :

Alamat Kantor :

Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta Pusat 10270

tirto.id - Bagaimana ketentuan dan rukun bersuci dari hadas besar menurut syariat Islam?

Tidak seperti bersuci dari hadas kecil yang cukup dilakukan melalui wudu, bersuci dari hadas besar harus dilakukan dengan mandi janabah.

Mandi janabah atau mandi junub termasuk bagian dari ibadah dan diganjar pahala bagi yang melakukannya.

Selain itu, tanpa bersuci dari hadas besar, seorang muslim juga tak bisa melaksanakan ibadah salat, berdiam diri di masjid, memegang mushaf Alquran, dan lain sebagainya.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:

“Allah SWT tidak akan menerima sedekah dari hasil ghulul [korupsi], tidak pula menerima shalat tanpa bersuci," (H.R. Abu Daud).

Dalam uraian "Pola Hidup Bersih Sesuai dengan Ketentuan Syariat Islam" yang diterbitkan Kementerian Agama RI, disebutkan beberapa kondisi yang menjadikan seseorang berhadas besar, sebagai berikut:

  • Melakukan hubungan seksual;
  • Keluar sperma (mani);
  • Menstruasi (haid);
  • Melahirkan;
  • Nifas (keluar darah setelah melahirkan); dan
  • Meninggal dunia.
Artinya, usai terjadi hal-hal di atas, seorang muslim mesti menyucikan dirinya sendiri agar terbebas dari hadas besar tersebut.

Kecuali, untuk poin terakhir, ketika ia meninggal dunia, maka orang lain yang akan memandikannya sebelum dikafani dan disalatkan.

Baca juga: Mandi Junub: Hal-Hal yang Mengharuskan Mandi Wajib, Niat & Urutan

Ketentuan Bersuci dari Hadas Besar

Sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, bersuci dari hadas besar diatur oleh syariat Islam sebagai berikut:

1. Bersuci dari Hadas Besar Bagi Laki-Laki

Dalam kitab Safinatun Najah, Syekh Salim bin Sumair Al Hadlrami menjelaskan rukun mandi janabah untuk bersuci dari hadas besar dibagi menjadi dua: niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.

Niat mandi janabah adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Lafaz latinnya: "Nawaitul gusla lirof'il hadatsil akbari minal jinabati fardlon lillahi ta'ala."

Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardu karena Allah ta'ala."

Kemudian, mandi janabah dilakukan dengan meratakan air ke seluruh badan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

    • Ambil air di kamar mandi, lalu basuh tangan 3 kali;
    • Bersihkan najis atau kotoran yang menempel pada tubuh;
    • Berwudu;
    • Guyur kepala hingga 3 kali pakai air, bersamaan dengan mengucap niat;
    • Siram seluruh anggota badan bagian kanan hingga 3 kali;
    • Lalu siram semua anggota badan bagian kiri sebanyak 3 kali;
    • Gosok seluruh tubuh 3 kali, baik bagian depan atau belakang;
    • Pastikan air membasuh seluruh bagian kulit;
    • Menyela rambut, bulu tebal serta jenggot agar kulit terbasuh air;
    • Jika menyentuh kemaluan saat mandi, berwudu kembali di akhir mandi.
2. Bersuci dari Hadas Besar Bagi Perempuan

Bagi perempuan, bersuci dari hadas besar biasa dilakukan karena mereka memiliki siklus bulanan, yaitu haid atau menstruasi. Tentu saja, setelah menstruasi, mandi janabah wajib dilakukan.

Sebenarnya, tata cara mandi janabah bagi perempuan tidak jauh berbeda dengan tata cara mandi besar bagi laki-laki. Bedanya adalah bagi perempuan diperbolehkan menggelung rambutnya.

Rujukannya adalah hadis dari Ummu Salamah, beliau bertanya: "Wahai Rasulullah, aku seorang perempuan yang gelungan rambutnya besar. Apakah aku harus membuka gelungan rambutku ketika mandi janabah?"

Nabi SAW menjawab: “Jangan [kamu buka]. Cukuplah kamu menyela-nyelai kepalamu dengan air tiga kali, kemudian guyur kepala dan badanmu dengan air, sehingga kamu suci," (HR. Muslim).

Tata cara mandi janabah untuk perempuan adalah sebagai berikut:

    • Ambil air di kamar mandi, lalu basuh tangan 3 kali;
    • Bersihkan najis atau kotoran yang menempel pada tubuh;
    • Berwudu;
    • Guyur kepala 3 kali, bersama dengan mengucap niat (rambut boleh digelung);
    • Siramkan air ke seluruh badan, dimulai dari bagian kanan, lalu kiri;
    • Gosok seluruh tubuh sebanyak 3 kali, baik depan maupun belakang;
    • Pastikan air membasuh semua bagian kulit;
    • Menyela rambut dan bulu tebal agar kulit terbasuh air;
    • Jika menyentuh kemaluan saat mandi, berwudu kembali di akhir mandi janabah.
Sebagai catatan, saat mandi janabah, laki-laki maupun perempuan diperbolehkan memakai sabun dan sampo atau tidak memakainya.

Baca juga: Pengertian Thaharah, Cara & Hikmah Berthaharah Menurut Agama Islam

Macam-macam Hadas

Dalam Islam, hadas terbagi menjadi dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil.

Penjelasan mengenai dua konsep tersebut adalah sebagai berikut, sebagaimana dikutip dari uraian "Pola Hidup Bersih dengan Ketentuan Syariat Islam" yang diterbitkan Kemenag.

1. Hadas Besar dan Contohnya

Hal-hal yang menyebabkan munculnya hadas besar adalah berhubungan suami-istri, keluar sperma, mimpi basah, menstruasi, nifas, dan melahirkan.

Hadas besar hanya dapat disucikan dengan mandi janabah atau mandi wajib. Cara melakukan mandi wajib dapat dilihat di sini.

2. Hadas Kecil dan Contohnya

Hadas kecil terjadi akibat keluarnya sesuatu dari kubul dan dubur, misalnya buang air besar atau buang air kecil.

Orang yang pingsan, tidur, atau hilang kesadaran juga tergolong berhadas kecil.

Cara menyucikan hadas kecil adalah dengan berwudu atau tayamum.

Baca juga:

  • Rambut Rontok saat Mandi Junub, Apa Hukumnya?
  • Hal yang Membatalkan Wudhu dan Tata Cara Bersuci dari Hadas Kecil

Baca juga artikel terkait HADAS BESAR atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/tha)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

tirto.id - Wudu adalah kegiatan bersuci dari hadas kecil yang merupakan salah satu dari syarat-syarat sah salat. Umat Islam melakukan wudu dengan air. Namun, jika tidak tersedia air, bersuci dari hadas kecil bisa dilakukan dengan tayamum, yang menggunakan debu.

Wudu bisa bersifat wajib apabila hendak melangsungkan salat. Akan tetapi, wudu bisa pula bersifat sunah jika dilakukan ketika akan tidur, berhubungan badan dengan istri, hendak bepergian, atau kegiatan lainnya.

Ketentuan mengenai wudu juga disebut Al-Quran, yakni dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6:

"Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan salat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki ... " (Q.S. Al-Maidah [5]: 6).

Untuk melaksanakan wudu, setidaknya harus memenuhi rukun-rukunnya, jika sudah terpenuhi rukunnya, maka wudu sudah dianggap sah, sisanya merupakan hal sunah dan mendapat pahala jika mengerjakannya.

Rukun wudu yang mesti dikerjakan pada saat bersuci dari hadas kecil ialah niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki (dari tapak hingga mata kaki). Semua rukun wudu itu harus dilakukan secara tertib atau berurutan agar sah. Selain itu, niat mesti dilakukan bersamaan saat pertama kali membasuh muka.

Sementara itu, membasuh sebanyak tiga kali, mendahulukan bagian tubuh yang kanan, berdoa, mengusap kedua telinga, berkumur dan lain sebagainya termasuk bagian dari sunah-sunah wudu. Jika hal itu dikerjakan maka bisa mendatangkan pahala. Namun, apabila ditinggalkan juga boleh dan tidak mengurangi sahnya wudu.

Dalam buku Risalah Tuntutan Shalat karya Moh. Rifai, dijelaskan ada 6 syarat sah wudhu, yakni orang yang berwudhu Islam; Tamyiz (dapat membedakan yang baik dan buruk); tidak berhadas besar; menggunakan air suci dan mensucikan; anggota tubuh tidak terhalangi dari air (seperti getah atau cat); dan tahu yang wajib dan sunah.

Adapun yang dimaksud dengan air suci mencusikan untuk berwudhu adalah air yang masih murni. Air itu belum digunakan untuk bersuci menghilangkan hadas atau najis. Air untuk berwudhu itu juga harus belum kemasukan najis. Namun, jika volume air mencapai 2 kullah (216 liter), ia tetap bisa dipakai bersuci meski kena najis, dengan syarat tidak berubah sifatnya (rupa, bau, dan rasanya). Ukuran air dua kullah itu setara air di wadah bak dengan ukuran panjang 60 cm dan dalam/tinggi 60 cm.

Penyebab Wudhu Batal

Jika seseorang sudah berwudu dan belum batal, maka wudunya boleh digunakan untuk beberapa kali salat. Namun, jika sudah batal, maka harus berwudu ulang jika ingin salat kembali.

Lalu apa saja hal-hal yang membatalkan wudu? Muhammad Ajib dalam Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi'iy (2019: 29-33) menuliskan sejumlah hal yang membatalkan wudhu, berdasarkan pendapat para ulama di mazhab Syafi'i sebagai berikut:

1. Keluar sesuatu dari kemaluan

Pembatal wudu yang paling jamak dikenal adalah keluarnya sesuatu dari dua kemaluan, yaitu kubul dan dubur. Yang keluar dari kubul dan dubur bentuknya dapat berupa benda cair, padat, hingga gas.

Benda cair itu bisa berupa air kencing, sperma, wadi, mazi, darah, dan cairan lainnya. Sedangkan benda padat bisa berupa kotoran, cacing, dan lain sebagainya. Adapun gas yang keluar dari dubur, yakni kentut juga termasuk yang membatalkan wudhu.

2. Tidur dalam keadaan tidak duduk

Orang yang tidur, bisa jadi telentang, duduk, atau dalam posisi-posisi lainnya. Namun, jika tidak dalam keadaan duduk, tidur dalam posisi lainnya membatalkan wudu, menurut mazhab Syafi'i.

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW: "Siapa yang tidur maka hendaklah dia berwudu," (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Hadis di atas lalu dilengkapi dengan hadis riwayat Anas bin Malik: "Adalah para sahabat Rasulullah SAW tidur kemudian salat tanpa berwudu," (H.R. Muslim). Kemudian, Abu Daud menambahkan: "Hingga kepala mereka [para sahabat] tertunduk dan itu terjadi di masa Rasulullah SAW."

3. Hilang akal

Orang yang hilang akal dinyatakan batal wudunya. Hilang akal ini contohnya pingsan, mabuk, gila, dan lain sebagainya.

4. Bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram

Pembatal wudu lainnya, menurut mazhab Syafi'i adalah bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Orang yang dikategorikan mahram adalah yang haram dinikahi seperti ibu, nenek, anak, saudara, dan lain sebagainya. Karena itu, bagi yang menyentuh selain mahramnya maka wudunya batal.

Namun, yang menjadi catatan, jika ada kain yang menghalangi sentuhan itu, maka wudunya tidak batal. Begitu juga sentuhan dengan sesama mahram dianggap tidak membatalkan wudu.

5. Menyentuh kubul

Pembatal wudu yang lain adalah menyentuh kubul atau kemaluan dengan telapak tangan tanpa penghalang. Namun, jika ada kain yang menghalangi, wudunya tidak batal.

Dalilnya bersandar pada sabda Nabi Muhammad SAW: "Siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudu," (H.R. Ahmad dan Tirmidzi).

6. Menyentuh dubur

Terakhir, yang membatalkan wudu adalah menyentuh dubur tanpa penghalang (seperti kain atau benda lain). Sebagaimana menyentuh kemaluan, jika ada kain yang menghalangi, maka wudunya tidak batal.

Baca juga:

  • Bacaan Niat & Tata Cara Sholat Tahajud pada Bulan Puasa Ramadhan
  • Tata Cara Berwudhu Saat Puasa Ramadhan: Bolehkah Berkumur?

Baca juga artikel terkait WUDHU atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates