Bagaimana sikap kita ketika Belajar di rumah dan sekolah

Oleh : Nurjani, S.Pd, M.Pd


Proses pembelajaran di sekolah merupakan   upaya peningkatan pengetahuan dan skill.2 Sebagian besar  siswa menganggap  sekolah adalah kegiatan yang  menyenangkan, mereka bisa berinteraksi satu sama lain. Sekolah dapat meningkatkan keterampilan sosial dan kesadaran kelas sosial siswa. Sekolah secara keseluruhan adalah media interaksi antar siswa dan guru untuk meningkatkan kemampuan integensi, skill dan rasa kasih sayang diantara mereka. Tetapi sekarang kegiatan yang bernama sekolah berhenti dengan tiba-tiba karena gangguan Covid-19. Sekolah memberikan solusi dengan pembelajaran daring.

Pembelajaran daring

Daring merupakan singkatan dari “dalam jaringan” sebagai pengganti kata online yang sering kita gunakan dalam kaitannya dengan teknologi internet. Daring adalah terjemahan dari istilah online yang bermakna tersambung ke dalam jaringan internet.

Pembelajaran daring artinya adalah pembelajaran yang dilakukan secara online, menggunakan aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial.Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia.Segala bentuk materi pelajaran didistribusikan secara online, komunikasi juga dilakukan secara online, dan tes juga dilaksanakan secara online.

Permasalahan Pembelajaran Daring

Keterbatasan Penguasaan Teknologi Informasi oleh Guru dan Siswa. Kondisi guru di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Magelang pada khususnya tidak seluruhnya paham penggunaan teknologi, terutama guru guru yang menjelang pensiun. Begitu juga dengan siswa, terutama yang dipelosok desa kurang menguasai teknologi untuk pembelajaran. Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai. Perangkat pendukung teknologi  mahal. 

Kesejahteraan guru (terutama GTT) maupun murid yang membatasi mereka dari serba terbatas dalam menikmati sarana dan prasarana teknologi informasi yang sangat diperlukan dengan musibah Covid-19 ini. Banyak hand phone hanya dimiliki orang tua, sehingga siswa hanya bisa mengerjakan tugas kalau orang tuanya sudah pulang kerja. Bilamana pembelajaran dan pengerjaan tugas dibatasi waktu otomatis tidak bisa mengikuti pembelajaran. 

Tidak jarang juga siswa tidak bisa mengerjakan tugas karena tidak mampu membeli kuota paket data. Akses Internet yang terbatas. Tidak semua lembaga pendidikan baik sekolah dasar maupun sekolah menengah dapat menikmati internet dengan baik. Apalagi dipelosok pedesaan yang terkadang sinyal internet tidak ada.

Kurang siapnya penyediaan Anggaran. Aspek kesejahteraan guru (terutama GTT) dan murid masih jauh dari harapan. Ketika mereka menggunakan kuota internet untuk memenuhi kebutuhan media daring, akan terasa sangat berat.Keuangan negara belum mampu memenuhi secara keseluruhan.

Menyikapi pembelajaran pada masa pandemi dan new normal

Pemerintah.Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dan fundamental. Pemerintah sebagai penyandang dana utama Pendidikan  melalui APBN. Dalam Inpres No. 4 Tahun 2020 dinyatakan diperlukan Langkah langkah cepat, tepat, focus, terpadu, dan sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan refokusing kegiatan, realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID 19, termasuk didalamnya di bidang Pendidikan.

Sekolah. Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan harus bersiaga memfasilitasi perubahan apapun menyangkut pendidikan siswanya. Pendidikan tingkah laku harus menjadi pijakan kuat ditengah perkembangan teknologi dan arus percepatan informasi. Program-program pendidikan yang dilakukan sekolah harus benar-benar disampaikan kepada murid, terlebih dengan media daring tetap saja pihak sekolah harus benar-benar memperhatikan etika sebagai lembaga pendidikan. Penekanan belajar dirumah kepada murid harus benar-benar mendapat kawalan agar guru-guru yang mengajar melalui media daring tetap halus dan cerdas dalam menyampaikan pelajaran-pelajaran yang wajib dipahami oleh murid.

Sekolah yang memiliki dana cukup bisa juga dengan memfasilitasi siswa dengan membelikan paket data untuk mendukung pembelajaran daring. Dalam kondisi yang sangat terpaksa sekolah juga bisa membuat kebijakan dengan penugasan maupun tes secara luring, namun tetap memperhatian protokol Kesehatan.

Kemendikbud telah mengeluarkan protocol Kesehatan di sekolah untuk panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021. Diantaranya wajib menggunakan masker (Setiap sekolah yang sudah membuka proses pembelajaran di sekolah wajib mempersiapkan sarana cuci tangan dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan serta desinfektan), cek suhu(  Setiap orang yang memasuki sekolah dicek suhunya dengan menggunakan thermogun),Waktu Kegiatan Belajar Mengajar  masa transisi:(SMA, SMK, MA, MAK, SMP, MTs, paling cepat Juli 2020. SD, MI, dan SLB, paling cepat September 2020  ) masa new normal.(SMA, SMK, MA, MAK, SMP, MTs, paling cepat September 2020. SD, MI, dan SLB, paling cepat November 2020).Pendidikan dasar dan menengah haruslah jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 18 peserta didik per kelas (standar 28-36 peserta didik per kelas). Pada masa new normal kantin boleh beroperasi dengan tetap menjaga protokol kesehatan di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler diiperbolehkan, kecuali kegiatan dengan adanya penggunaan alat/fasilitas yang harus dipegang oleh banyak orang secara bergantian dalam waktu yang singkat dan/atau tidak memungkinkan penerapan jaga jarak minimal 1,5 meter, misalnya: basket dan voli.Kegiatan di luar KBM diperbolihkan dengan tetap menjaga protocol kesehatan.

Guru. 

Guru memegang peran penting untuk mensukseskan pembelajaran daring. Seorang guru dituntut untuk meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi terutama dalam kegiatan pembelajaran. Peningkatan penggunaan teknologi bisa dilakukan dengan belajar secara on line maupun melalui diklat. Untuk Kabupaten Magelang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang telah mengadakan kegiatan Diklat daring Office 365 secara serentak pada tanggal 29 Juni sampai dengan 2 Juli 2020.

Disamping itu Langkah pembelajaran daring harus seefektif mungkin. Guru bukan membebani murid dalam tugas-tugas yang dihantarkan dalam belajar di rumah. Guru bukan hanya memposisikan sebagai pentransfer ilmu, tetapi tetap saja mengutamakan ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Orang Tua, Peran orang tua dalam pembelajaran daring juga sangat penting. Orang tua bisa mendukung kegiatan daring dengan mendampingi siswa belajar, berbagi hand phone, memastikan kelancaran jaringan internet. Tidak kalah pentingnya juga memberikan motivasi kepada anak agar terus mau mengikuti pembelajaran. Orang tua  harus membuka cakrawala dan tanggungjwab orang tua bahwa pendidikan anaknya harus dikembalikan pada upaya orang tua dalam mendidikan mental, sikap dan pengetahuan anak-anaknya.

Kerjasaman antara orang tua, guru dan siswa juga sangat penting.. Dalam situasi sekarang ini kondisi belajar membutuhkan adanya kerja sama kolaborasi antara guru, orang tua dan siswa.  Proses belajar sekarang adalah kombinasi antara guru, murid dan orang tua. Orang tua pertama kalinya mengalami anak melaksanakan proses belajar di rumah karena adanya wabah. Hal ini membuat orangtua semakin sadar betapa sulitnya mendidik anak. Demikian juga di sisi guru juga semakin menyadari pentingnya peran orang tua dalam pendidikan. Dengan kesadaran pentingnya kolaborasi guru, orang tua dan siswa maka akan menciptakan kerja sama yang baik untuk mencapai kesuksesan dalam pendidikan. Kerja sama, saling melengkapi dan memberikan kontribusi sesuai dengan kapasitas, batasan dan ranah masing-masing.

Nurjani,S.Pd, M.Pd Guru SMP N 2 Secang.

Penulis buku di LP2IP Jogjakarta

Oleh : Takhroji Aji
Guru bahasa Inggris pada MTs Negeri 7 Model Jakarta

Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Terkait belajar dari rumah. Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran dalam jaringan (daring)/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Mendikbud mengajurkan bagi daerah yang sudah melakukan belajar dari rumah agar dipastikan guru juga mengajar dari rumah untuk menjaga keamanan para guru.

Mendikbud dalam isi Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 itu juga menyatakan bahwa pembelajaran daring/jarak jauh difokuskan pada peningkatan pemahaman siswa mengenai virus korona dan wabah Covid-19. Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam hal kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk aktivitas belajar diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif. Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan berarti guru hanya memberikan pekerjaan saja kepada peserta didik, tetapi juga ikut berinteraksi dan berkomunikasi membantu peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Guru tetap perlu berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya meskipun tidak dari dalam ruang kelas.

Sampai hari ini ruang kelas masih dipandang sebagai pendidikan yang sesungguhnya oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Masyarakat masih memandang bahwa ruang kelas adalah sekolah yang sesungguhnya  dan kelas online itu less effective. Masyarakat belum menganggap kelas online dapat membantu dalam pendidikan anak meskipun, saat ini telah banyak bermunculan start-up yang bergerak dalam bidang pendidikan online. Kita menganggap bahwa penutupan ruang kelas berdampak terhadap guru, siswa, dan orang tua di mana pun. Jika sebelumnya ada banyak sekali sekolah yang sudah menggunakan teknologi dalam pembelajaran, maka dalam kondisi yang tidak biasa ini, semua sekolah di Indonesia dipaksa untuk menerapkan teknologi dalam proses belajar mengajar. Padahal teknologi tidak sepenuhnya dapat membantu proses belajar dari jarak jauh menjadi lebih mudah untuk diterapkan. Ada banyak kendala yang dihadapi oleh siswa dalam menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran jarak jauh, khususnya untuk para siswa dan guru yang tinggal di daerah – daerah terpencil, mereka yang tinggal di pedalaman, ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan orang tua peserta didik untuk memiliki HP smartphone dan harus membeli kuota internet guna mengakses internet setiap hari. Mengesampingkan keterbatasan di atas, artikel ini ingin menyampaikan bahwa ada kendala yang tidak dapat dijangkau oleh teknologi yang lebih dari itu semua, bahwa teknologi tidak dapat menyentuh salah satu inti dari pendidikan, yaitu pendidikan karakter. Ketika  pendidikan harus menerapkan pembalajaran jarak jauh, ketika siswa harus belajar dari rumah, ketika guru harus mengajar dari rumah, maka siapa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter siswa?

Salah satu ajaran yang terkenal dari sang bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara adalah “ Setiap orang menjadi guru setiap rumah menjadi sekolah.” Mengintegrasikan ajaran beliau dengan  tujuan kurikulum 2013, maka setidaknya kita dapat mengambil dua pelajaran. Pertama bahwa setiap anggota keluarga yang lebih dewasa harus dapat mengajarkan sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Kedua bahwa setiap rumah hendaknya menjadi tempat bagi setiap anggota keluarga, khususnya anak – anak, untuk bisa memperoleh sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan untuk kehidupan yang penuh makna di masa depan. Sikap spiritual dan sosial inilah yang akan membentuk karakter peserta didik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik itu tidak selalu harus mengandalkan ruang – ruang kelas melalui  guru yang secara resmi mengajar di sekolah, namun seyogyanya bisa diperoleh dari orang tua dan orang dewasa yang ada di rumah dan di sekitarnya (community based education).

Al Quran sendiri banyak menjelaskan tentang pendidikan Islam seperti di surat Al Lukman ayat 13 yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa pendidikan yang paling ditekankan adalah pendidikan karakter yang dilakukan orang tua dari rumah, karena pendidikan dari orang tua merupakan pendidikan yang paling pertama  didapatkan oleh seorang anak sebelum mendapatkan pendidikan dari luar seperti sekolah atau madrasah. Dan ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa orang tua sebagai orang dewasa yang ada di rumah dan sebagai guru pertamanya peserta didik, harus melarang kita untuk berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Disamping itu pada ayat selanjutnya  secara terang-terangan menjelaskan kepada kita tentang prinsip-prinsip dasar dari materi pendidikan karakter yang sangat kuat yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan yang nantinya akan membentuk karakter seorang anak untuk menjadi bekal bagi anak tersebut.

Penelitian yang penulis lakukan dengan jumlah responden sebanyak 178 orang tuam murid dari tingkat TK sampai dengan SMU menunjukan bahwa orang tua siswa setuju untuk mengatakan bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya melakukan pendidikan karakter terhadap anaknya tanpa bantuan guru. Para orang tua yakin bahwa guru sangat membantu mereka dalam membentuk dan membangun karakter anak-anaknya. Mereka merasa bahwa keberadaan guru dalam membangun karakter anak-anak sangat dibutuhkan. Tanpa adanya peran serta guru maka orang tua  tidak dapat secara maksimal membentuk dan membangun karakter anak – anak mereka.

Bagaimana sikap kita ketika Belajar di rumah dan sekolah

Keterangan :

Diagram 1 menunjukan dari 178 responden, 92,1% ( 164 responden) menyatakan bahwa orang tua tidak dapat membangun karakter anak dengan maksimal tanpa peran serta para guru.

Diagram 2 menunjukan dari 178 responden, 88,2% (157 responden) menyatakan bahwa karakter anak tidak dapat dibangun di rumah dan lingkungan anak tanpa adanya peran serta sekolah

Diagram 3 menunjukan dari 178 responden 98,3% (175 responden) menyatakan bahwa selama anak – anak belajar dari rumah peran serta guru dalam membangun karaktek peserta didik masih sangat diperlukan.

Bagaimana sikap kita ketika Belajar di rumah dan sekolah

Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know (belajar agar mendapatkan ilmu pengetahuan), (2) learning to do (belajar agar mendapatkan keterampilan), (3) learning to be (belajar agar bisa menjadi dirinya sendiri, menjadi seseorang yang bermanfaat), dan (4) learning to live together (belajar agar bisa hidup bermasyarakat secara global). Keempat pilar tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di Indonesia. Pembentukan karakter ditunjukan oleh pilar ke (3) learning to be (belajar agar bisa menjadi dirinya sendiri, menjadi seseorang yang bermanfaat), dan pilar ke (4) learning to live together (belajar agar bisa hidup bermasyarakat secara global). UNESCO menekankan betapa pentingnya pendidikan karakter sehingga memasukannya menjadi pilar pendidikan seluruh dunia.

Sejalan dengan UNESCO, pembangunan pendidikan nasional Indonesia didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya yang tertuang di dalam tujuan kurikulum. Tujuan kurikulum tahun 2013 revisi 2016 mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau ekstrakurikuler. Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yaitu “Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap Sosial yaitu, “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya”. Kedua kompetensi tersebut akan membentuk karakter peserta didik dan dapat dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Kondisi saat ini dimana anak harus belajar dari rumah tidak memungkinkan bagi guru untuk membangun karakter peserta didik secara langsung ataupun melalui indirect teaching seperti di sekolah. Sayangnya pendidikan karakter berupa perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dll melalui pembelajaran jarak jauh saat ini dianggap minim oleh para orang tua murid meskipun pembelajaran jarak jauh ini difasilitasi oleh teknologi yang memadai.

Diagram 4 di atas menunjukan dari 175 responden 59,4% (104 responden) menyatakan guru memberikan pendidikan karakter dengan jumlah yamg lebih sedikit dibandingkan materi pelajaran, 8% (14 responden) menyatakan guru tidak memberikan pendidikan karakter. Hanya 32,6% (57 responden) yang menyatakan bahwa pendidikan   karakter diberikan dengan porsi yang sama dengan materi pelajaran.      

Meskipun guru harus mengajar dari jarak jauh namun para orang tua masih sangat percaya bahwa pendidikan karakter di bawah bimbingan guru tetap diperlukan demi terciptanya tujuan pendidikan nasional sesuai amanah UUD tahun 1945.

Bagaimana sikap kita ketika Belajar di rumah dan sekolah

Bagaimana sikap kita ketika Belajar di rumah dan sekolah

Contoh  lembar control (2 untuk anak, 2 untuk orang tua ) berikut ini bisa menjadi alternative bagi para guru dalam mengawal pendidikan karakter bagi para peserta didik selama mereka belajar dari rumah.

Bagaimana sikap kita ketika Belajar di rumah dan sekolah

Dalam pendidikann karakter Thomas Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yang disepakati secara global, yaitu moral knowing atau memiliki pengetahuan tentang moral dan etika dalam bermasyarakat, moral feeling yaitu memiliki perasaan yang sesuai dengan moral, dan moral action yaitu melakukan perbuatan – perbuatan yang sesuai dengan nilai – nilai  moral. Ketiga karakter ini berlaku secara global di seluruh dunia secara fitrah manusia. Untuk mencapai ketiga karakter ini diperlukan tiga tempat pendidikan yang bekerja secara bersamaan yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat.

Rumah harus kembali menjadi school of love atau baitii jannatii. Rumah dibawah tanggung jawab ayah dan ibu mejadi tempat penanaman  karakter yang kuat. Orang tua harus dapat memberikan rasa aman terhadap anak –anak agar mereka merasa dekat dan menjadikan orang tuanya sebagai role model yang pertama. Banyaknya anak remaja yang mengidolakan artis atau orang lain yang ia temui di medsos atau televisi merupakan salah satu dampak negative karena kurang maksimalnya peran orang tua sebagai role model mereka di rumah. Menurut Megawangi (2003) beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak adalah (1) Orang tua kurang menunjukan kasih sayang mereka bik secara verbal maupun fisik, (2) kurang meluangkan waktu untuk anaknya, (3) bersikap kasar terhadap anak baik secara verbal maupun fisik, (4) memaksa anak untuk menjadi pintar terlalu dini, (5) tidak menanamkan karakter yang baik dan kuat terhadap anaknya.

Pendidikan karakter melalui  sekolah  jarak jauh di saat peserta didik sedang school from home (sekolah  dari rumah) dapat tetap dikawal dan dikontrol oleh para guru. Salah satunya dengan memberikan lembar control karakter. Ada banyak karakter positif yang dapat dikembangkan oleh guru sesuai kompetensi inti dari kurikulum 2013 seperti memiliki sifat relijius, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dll. Guru dapat mengembangkan lembar kontrol untuk diberikan kepada peserta didik dan untuk orang tua. Lembar kontrol tersebut dinilai  oleh guru, setelah  itu guru memberikan umpan balik.  Guru kemudian menguatkan karakter yang sudah baik dan mengubah karakter yang masih tidak sesuai. Guru dapat pula memberikan penghargaan (prizing) kepada siswa yang berprestasi setidaknya dengan mengucapkan selamat (congratulation) di group WA peserta didik, dan memberikan hukuman (punishment) melalui WA jalur pribadi agar nama baiknya tetap terjaga dan anak tidak merasa direndahkan di depan teman – temannya. Peserta didik juga dapat diberikan ucapan selamat jika mengerjakan tugas tepat waktu dan diberikan hukuman jika terlambat mengerjakan tugas sebagai bentuk penanaman karakter disiplin. Ketika ada kabar seorang peserta didik tidak dapat mengerjakan tugas karena tidak memiliki kuota internet, maka guru dapat mengajak teman – teman kelasnya untuk mentransfer pulsa sebagai bentuk penanamna karakter empati dan peduli. Guru dan wali kelas harus selalu mengkontrol setiap kata yang ditulis oleh peserta didik di dalam group WA anak2 sebagai bentuk penanaman karakter sopan dan antun dalam berucap dan bertanggung jawab atas semua ucapan dan perbuatan mereka.

Pendidikan karakter di masa learn from home (belajar dari rumah) ini harus tetap dikawal dan diawasi oleh guru. Menurut Arifin (2003) Tanggung jawab pendidikan karakter ada di tangan kita bersama demi mewujudkan pembangunan pendidikan nasional yang didasarkan pada paradigma membangun  manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia Indonesia yang memiliki keimanan, ketakwaan, akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur, memiliki kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menguasai ilmu pengetahuan, serta memiliki kecakakapan dan keterampilan demi Indonesia unggul.

Wallahu a’lam.

Sumber :

Penulis : Takhroji Aji

Editor : Ika Berdiati