Bagaimana pendapatmu tentang perayaan pergantian tahun baru masehi

Q. Spesial Qurban..1. Apa yang dimaksud dengan salat idul adha?2. Apakah wajib bagi orang islam menunaikan ibadah Qurban?3. Apa nama hewan yang bisany … a untuk dikurbankan?Ruless:Sertai penjelasanNo copy​

Jelaskan Asal-usul Peristiwa Hari Raya Idul Adha beserta Maknanya!oh yh.. klian lbh suka ap, Sate atau Gulai?​

pernahkah nabi Muhammad azan​

Kan mandi wajib (haid) tuh ada bagian wudhunya ya, Kalau misalkan setelah wudhu itu kita kencing / mengeluarkan sesuatu dari hidung tetapi mandinya be … lum selesai, Mandi wajibnya batal atau tetap sah?​

cari masing² dua ya​

[email protected] itu shalat sunnah rawatib?nt : ;-;?​

apa arti dari maqsoftolong bantu ​

tolong bikinin yel yel islami dong kak untuk loba padang tv makasih ​

tolong bantuanya,plis jgn ngasal yaa^^​

Menurut kamu, apa maknanya Iman sebagai kunci bagi kita untuk mendapatkan surga? tolong di jawab dengan benar kak malam ini di kumpul ​

Bagaimana pendapatmu tentang perayaan pergantian tahun baru masehi
Hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam menurut para ulama. (Foto; Ilustrasi/ist)

Kastolani Jumat, 31 Desember 2021 - 16:54:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat tertentu, kalangan ulama lainnya mengharamkan.

Sudah menjadi kelaziman, tiap pergantian tahun selalu dirayakan masyarakat hampir di seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Tahun 2021 tinggal menghitung jam dan segera berganti ke tahun 2022. 

Dai muda Dr Arrazy Hasyim MA menjelaskan, merayakan tahun baru itu merupakan bagian dari muamalah bukan masuk ritual ibadah maupun akidah.

"Ada ibadah khusus nggak dalam tahun baru. Nggak ada. Maka ketika kita melarangnya kita larang bab fikihnya. Mubazir bakar petasan, tiup terompet dan sebagainya. Merayakan tahun baru itu bukan menganut tiga agama sekaligus. Itu anggapan sangat keliru," kata dai muda Dr Arrazy Hasyim MA dikutip dari @panrita.

BACA JUGA:
Doa Tahun Baru dalam Islam Sebaiknya Dibaca Sebelum Magrib

Dai muda yang mengkhatamkan enam kitab hadits Sahih Bukhari hingga Sunan Abu Daud itu menjelaskan, kalau melarang tahun baru, bukan masalah akidahnya namun laranglah masyarakat untuk tidak berbuat mubazir dan hura-hura.

"Ini (merayakan tahun baru) itu bab muamalah. Bukan bab akidah," ucapnya.

Kalau merayakan tahun baru disebut tasyabbuh atau menyerupai umat lain, kata dia, maka Nabi SAW adalah orang yang pertama tasyabbuh.

Dalam Kitab Bukhari disebutkan 

إنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ بِهِ

“Sesungguhnya Rasulullah saw. menyukai untuk menyamai Ahl al-Kitab dalam hal yang tidak diperintahkan (di luar masalah keagamaan),". 

"Apakah Nabi SAW disebut menyerupai ahli kitab? Kan tidak," ucapnya.

Direktur Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat MA menjelaskan, ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat.

"Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen," katanya dilansir dari rumahfiqih dalam rubrik kosultasi Fiqih.

Menurut ahmad Sarwat, ulama yang mengharamkan perayaan tahun baru karena menyerupai orang Non-muslim

"Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya," ujarnya.

Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal.

Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama non muslim. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.

Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang non-muslim. 

Sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW "Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka,".

Adapun ulama yang menghalalkan perayaan tahun baru berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. 

Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang non-muslim maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual kaum non-muslim, maka tidak ada larangannya.

Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari Natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena Natal, tahun baru, kenaikan Isa, Paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, Kementerian Agama dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur.

Umumnya akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.

Demikian juga dengan ikut perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi kaum non-muslim, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.

Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.

Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.

Demikianperbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.

Wallahu a'lam bishshawab


Editor : Kastolani Marzuki

TAG : Dalam Islam Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

Bagaimana pendapatmu tentang perayaan pergantian tahun baru masehi
​ ​

Bagaimana pendapatmu tentang perayaan pergantian tahun baru masehi
Direktur Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat

Kastolani Senin, 30 Desember 2019 - 05:31:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Tahun Baru 2020 tinggal menghitung hari. Sudah menjadi kelaziman, tiap pergantian tahun selalu dirayakan masyarakat hampir di seluruh belahan dunia.

Tak terkecuali kaum Muslim. Lantas bagaimana hukum merayakan tahun baru dalam pandangan ulama.

Berikut penjelasan Ustaz Ahmad Sarwat MA, Direktur Rumah Fiqih Indonesia (RFI). 

Dia menjelaskan, ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat.

A. Pendapat yang Mengharamkan

Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.

1. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Non-muslim

Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.

Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal.

Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama non muslim. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.

Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang non-muslim. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.

 
2. Pendapat yang Menghalalkan

Pendapat yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang non-muslim maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual kaum non-muslim, maka tidak ada larangannya.

Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari Natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena Natal, tahun baru, kenaikan Isa, Paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, Kementerian Agama dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur.

Umumnya akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.

Demikian juga dengan ikut perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi kaum non-muslim, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.

Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.

Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.

Demikianlah ringkasan singkat tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Editor : Kastolani Marzuki

TAG : tahun baru perayaan tahun baru Hukum tahun baru

Bagaimana pendapatmu tentang perayaan pergantian tahun baru masehi