UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memuat hal hal apa saja?

Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Tujuan dari dibentuknya hukum ketenagakerjaan adalah untuk :


  • memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
  • mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan  tenaga  kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
  • memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
  • meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai hubungan kerja tersebut diatur di Bab IX Pasal 50-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah berlandaskan dan sesuai dengan substansi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya yang terkait.

Di dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pengusaha mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak dari setiap pekerja. Hak pekerja tersebut diantaranya yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun, hak untuk mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia,  hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja.

Apabila pekerja merasa bahwa hak-haknya yang dilindungi dan diatur di dalam UU  No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut merasa tidak terpenuhi dan diabaikan oleh pengusaha maka hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan-perselisihan tertentu antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi, maka peraturan hukum di Indonesia telah mengaturnya di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Setiap bentuk perselisihan tersebut memiliki cara atau prosedur tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Appendix/Lampiran


Peraturan-peraturan terkait Ketenagakerjaan:

  • Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  • Undang-Undang No. 2 Tahun 2004     tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
  • Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
  • Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
  • Undang-Undang No.     39 Tahun 200 tentang     Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
  • Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan)
  • Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang     Pengesahan ILO Convention No.182 Concerning the Prohibition and Immediate Action for Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No.182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
  • Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 111 concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan)
    Undang-Undang No. 20 Tahun 1999     Pengesahan tentang ILO Convention No. 138 concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja)
  • Undang-Undang No.     19 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa)
  • Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
  • Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015  tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
  • Peraturan Pemerintah     No. 44 Tahun 2015 tentang     Penyelenggaraan Program Jaminan Kerja Dan Jaminan Kematian
  • Peraturan Pemerintah     No. 4 Tahun 2015 tentang     Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri
  • Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang  Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping
  • Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
  • Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
  • Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
  • Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia
  • Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2013 tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
  • Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Pada dasarnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri merupakan aturan baku untuk kedua belah  pihak, baik pengusaha maupun karyawan, yang diterbitkan agar proses bisnis yang melibatkan keduanya berjalan seimbang. Tentu, dalam prakteknya, regulasi baku ini wajib jadi panduan utama terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak. Undang-Undang ketenagakerjaan sendiri juga mengalami berbagai perubahan dan revisi sesuai dengan evaluasi yang terjadi di lapangan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa regulasi ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, pada artikel ini akan sedikit dibahas mengenai hak kedua belah pihak. Tentu, sebagai pemilik perusahaan atau bagian HR yang berurusan langsung dengan karyawan Anda perlu memahami dan mencermati regulasi ini. Selain sebagai pengetahuan dasar dalam berbisnis, regulasi ini juga penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Hak Karyawan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan. 2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan mencapai target.

3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.

Hak Karyawan Lainnya

Di sisi lain, karyawan atau pekerja juga memiliki hak yang dicantumkan dalam regulasi tersebut. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya memiliki beberapa hak berikut ini.

1. Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Dalam regulasi disebutkan bahwa setiap karyawan berhak menjadi anggota  atau membentuk serikat tenaga kerja. Setiap karyawan diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat. Karyawan juga mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait serikat pekerja dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.

2. Jaminan sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Karyawan juga berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi hak karyawan bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa BPJS. Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi kerja wajib mendaftarkan setiap karyawan sebagai anggota BPJS dalam rangka pemenuhan hak ini.

Hak karyawan yang satu ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, UU Nomor 03 tahun 1992, UU Nomor 01 tahun 1970, Ketetapan Presiden Nomor 22 tahun 2993, Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1993 dan Nomor 1 tahun 2998.

3. Menerima Upah yang Layak

Tercantum dalam Permen Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 tahun 2003, PP tahun 1981, Peraturan Menteri Nomor 01 tahun 1999 dan paling baru adalah Permenaker Nomor 1 tahun 2017.

4. Membuat Perjanjian Kerja atau PKB

Hak karyawan atau pekerja ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan juga Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000. Karyawan yang telah tergabung dalam serikat pekerja memiliki hak untuk membuat Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah.

5. Hak Atas Perlindungan Keputusan PHK Tidak Adil

Hak ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap karyawan berhak mendapat perlindungan dan bantuan dari Pemerintah melalui DInas Tenaga Kerja bilamana mengalami PHK secara tidak adil.

6. Hak Karyawan Perempuan seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Secara umum hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri.

Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3 tahun 1992 mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh karyawan. Pada Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan mengenai hak karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir adalah hak cuti menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun 2003.

7. Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79, hak ini dicantumkan secara jelas. Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti pada setiap karyawan. Secara jelas misalnya, terkait waktu istirahat, disebutkan bahwa karyawan memiliki hak untuk mendapatkan istirahat antara jam kerja minimal setangah jam setelah bekerja selama empat jam.

Dengan mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di dalamnya. Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur, bisa merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti dan libur.

Semoga Bermanfaat …