Upaya-upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan pemulihan ketidakseimbangan lingkungan

Pojok MPR-RI

26 November 2021

Nyata bahwa ketidakseimbangan lingkungan hidup telah menghadirkan dampak yang tak jarang dirasakan sangat ekstrim.

Oleh:

Tim Publikasi Hukumonline

Bacaan 4 Menit

Upaya-upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan pemulihan ketidakseimbangan lingkungan

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Istimewa.

PERSIAPAN menuju transisi pemanfaatan energi bersih akan menjadi sangat ideal jika disertai dorongan  kepada semua orang untuk semakin peduli dan segera berbuat nyata memulihkan keseimbangan lingkungan hidup.  Ketika transisi ke pemanfaatan energi bersih masih butuh proses waktu yang relatif lama, upaya memulihkan keseimbangan lingkungan hidup kini terasa sangat mendesak. Sebab, nyata bahwa ketidakseimbangan lingkungan hidup telah menghadirkan dampak yang  tak jarang dirasakan sangat ekstrim. Kesadaran komunitas global akan dampak ekstrim akibat ketidakseimbangan lingkungan hidup atau perubahan iklim bisa dilihat dan dibaca dari semangat yang mengemuka sepanjang Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of Parties ke-26 (COP26) di Glasgow, Skotlandia, baru-baru ini. Walaupun hasil atau kesepakatan COP26 belum bisa memuaskan semua pihak karena dinilai kurang agresif, Pakta Iklim Glasgow atau Glasgow Climate Pact 2021 setidaknya lebih maju.  Layak dikatakan lebih maju karena beberapa rencana aksi bersama disepakati untuk segera direalisasikan. Utamanya, kesepakatan menghentikan penggunaan energi fosil, serta kesepakatan untuk segera bersiap menuju transisi pemanfaatan energi bersih. Kesepakatan strategis lainnya adalah menghentikan deforestasi dan berupaya melakukan pemulihan hutan di tahun 2030. Penghentian deforestasi disepakati 141 negara yang memiliki areal hutan 90,94 persen dari total hutan dunia.  Pakta Iklim Glasgow juga menyepakati  penghentian penggunaan batu bara sebagai salah satu sumber  utama emisi CO2. Kesepakatan ini melibatkan lebih dari 40 negara.  Selain itu, lebih dari 100 negara, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, sepakat mengurangi emisi gas rumah kaca ini pada tahun 2030 Pakta Iklim Glasgow 2021 merupakan tindak lanjut dari kesepakatan COP21 di Paris, Prancis, pada Desember 2015. Kesepakatan Paris (Paris Agreement) melibatkan 196 negara.  Paling utama dari Kesepakatan Paris adalah menjaga kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat Celsius. Kesepapakatan itu juga mendorong semua negara berupaya menjaga kenaikan temperatur global pada level 1,5 derajat Celsius. Tak kurang dari 197 negara, termasuk Indonesia, menyepakati Pakta Iklim Glasgow itu. Rencana aksi pemerintah Indonesia menindaklanjuti kesepakatan Glasgow 2021 sudah diumumkan Presiden Joko Widodo. Indonesia  mulai melakukan persiapan untuk proses transisi penggunaan energi bersih dan menghentikan penggunaan energi fosil.  Rencana aksi Indonesia itu ditandai dengan pengarahan Presiden kepada pimpinan dan manajamen PT Pertamina serta PT PLN  di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (16/11).  Presiden mendorong kedua BUMN itu untuk segera menyiapkan rencana transisi energi dari energi fosil menuju energi hijau atau energi bersih, karena penggunaan energi fosil seperti minyak bumi dan batubara akan dihentikan. Transisi ke pemanfaatan energi bersih adalah kerja yang relatif kompleks sehingga butuh waktu untuk berproses.  Negara harus menjadi pioneer dengan melahirkan kebijakan-kebijakan yang mendorong semua orang, semua sektor industri dan pelaku bisnis untuk beradaptasi dengan perubahan.  Misalnya, ketika penggunaan energi bersih sebagai unsur penggerak kendaraan listrik. Dalam konteks seperti itu, peran dominan negara tak terhindarkan. Sambil menunggu peta jalan atau proses menuju transisi ke energi bersih yang disusun pemerintah, semua komunitas – secara tidak langsung --  kini pun sedang didorong untuk peduli pada urgensi memulihkan keseimbangan lingkungan hidup di daerahnya masing-masing. Baik daerah  perkotaan maupun desa.  Patut diakui bersama, dan tak perlu diperdebatkan lagi, bahwa ketidakseimbangan lingkungan hidup sudah menghadirkan ekses atau dampak yang dirasakan sangat ekstrim. Dalam pekan-pekan terakhir ini, rangkaian fakta tentang dampak ekstrim akibat ketidakseimbangan lingkungan hidup itu terlihat nyata di berbagai wilayah, baik kota maupun desa.  Musibah banjir terjadi dimana-mana. Dari kota Jakarta, Malang, Medan hingga beberapa kabupaten dan kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah maupun Kalimantan Barat tergenang akibat hujan deras.  Musibah yang sama terjadi juga pada sejumlah desa di Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Aceh Timur dan tiga desa di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Genangan air di Sintang, Kalimantan Barat, berlangsung selama empat pekan dengan tinggi air sekitar 100-300 cm. Kota Batu di Malang, Jawa Timur, porak poranda akibat terjangan banjir Bandang.  Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),  telah terjadi sedikitnya  2.203 bencana alam di dalam 10 bulan terakhir, terhitung sejak 1 Januari 2021 hingga 30 Oktober 2021.  Rinciannya, 891 musibah banjir, 587 musibah puting beliung dan 406 musibah tanah longsor.  Rangkaian musibah ini menyebabkan 6,63 juta orang menderita dan mengungsi, 13.031 orang luka-luka, 549 orang meninggal dunia dan 74 orang hilang.  Tak kurang dari 134.587 rumah mengalami kerusakan. Sudah sejak lama para ahli mengemukakan bahwa musibah banjir dan tanah longsor lebih disebabkan oleh faktor kerusakan atau ketidakseimbangan lingkungan hidup. Dalam beberapa dekade terakhir, faktor ulah manusia merusak keseimbangan lingkungan hidup lebih dominan dibanding faktor alam, seperti letusan gunung api, gempa bumi hingga tsunami.  Sudah sangat lama manusia berperilaku tidak ramah lingkungan, tercermin dari kegiatan penebangan, penggundulan dan pembakaran hutan, pemanfaatan lahan yang serampangan hingga kebiasaan  membuang sampah ke sungai. Daratan pulau Kalimantan yang di masa lalu sarat hutan  tak pernar mengalami musibah banjir. Namun, setidaknya dalam dua terakhir, beberapa wilayah di Kalimantan langsung tergenang akibat hujan deras. Hampir sebulan penuh wilayah Sintang tergenang. Musibah di Sintang memberi gambaran betapa parahnya kerusakan pada semua area tangkapan hujan di pulau Kalimantan. Area hutan di Kalimantan sudah tak mampu lagi menampung air hujan akibat penebangan pohon dan pembakaran hutan. Rangkaian musibah banjir dan tanah longsor yang terjadi di banyak daerah akhir-akhir ini hendaknya mendorong semua komunitas untuk semakin peduli pada kemauan menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Caranya sederhana. Berhenti melakukan penebangan pohon secara tidak terencana. Jangan ada lagi pembakaran atau penggundulan hutan. Dan, tidak boleh lagi membuang sampah di sungai. Setiap komunitas pun hendaknya mulai bergiat melakukan reboisasi. Semua pemerintah daerah (Pemda) diharapkan mulai peduli pada upaya memulihkan keseimbangan lingkungan hidup. Pemda bersama masyarakat menjaga dan melindungi hutan dari aksi penebangan liar dan pembakaran.  Program reboisasai seperti penanaman sejuta pohon patut dilanjutkan dengan melibatkan semua komunitas  di daerahnya masing-masing. Pemda pun harus berani memastikan sungai bersih dari sampah. Siapa saja yang membuang sampah ke sungai harus diberi sanksi yang berat.

Harus tumbuh kepedulian dari setiap Pemda untuk mengajak dan mendorong semua komunitas semakin ramah pada alam dan lingkungan hidupnya masing-masing. Ketidakseimbangan lingkungan hidup harus segera dipulihkan untuk menghindari musibah.

Penulis:

Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Universitas Terbuka

Keterangan Gambar : Google.Com

Kegiatan ini memang terlihat sangat sepele bukan? Saking sepelenya, kalian pernah membuang sampah di sungai? Jujur ya! Sekarang, pertimbangkan kembali jika ingin membuang sampai di sungai, karena dampak dan akibat yang ditimbulkan sangat besar dalam kehidupan.

Coba, bisa kita bayangkan apabila setiap orang atau masing-masing keluarga membuang sampah di sungai, terlebih kantong plastik yang berisi sampah di sungai, nanti akan merusak ekosistem sungai itu sendiri.

Akibatnya, yang paling parah adalah aliran air yang ada di sungai menjadi terhambat, menjadi tersendat, aliran air tak lancar dan inilah yang menjadi salah satu pemicu timbulnya banjir, ikan-ikan yang mati dan banyak kerugian lainnya. Jangan beralasan membuang sampah di sungai karena tidak ada pembuangan sampah yang dekat dengan rumah, jangan sekadar ikut-ikutan pada perilaku buruk ini, dan jangan mentang-mentang tinggal di bantaran sungai, kalian jadi seenaknya sendiri membuang sampah tersebut!

Bukan begitu! Alangkah baiknya, buanglah sampah pada tempatnya, bisa pada tempat pembuangan akhir, atau pada tempat yang sudah disediakan. Dengan mematuhi prinsip membuang sampah dengan benar, maka kalian juga sekaligus sedang menerapkan pola hidup yang sehat, baik bagi kalian maupun bagi alam.

Apabila perilaku membuang sampah di sungai ini terus dilanjutkan, maka lihat dampaknya, banjir! Tidak hanya itu saja, kalian terganggu dengan bau busuk yang menyengat, terlebih sungai menjadi tidak enak untuk dipandang, tak elok lagi. Sangat disayangkan bukan?

2. Limbah Pabrik yang Disaring Terlebih Dahulu

Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik itu dari industri maupun daru rumah tangga. Pada masyarakat yang bermukim, inilah berbagai macam limbah dihasilkan dari situ. Begitu banyak limbah yang dibuang, seperti halnya sampah, air kakus, dan masih banyak lagi yang lain. Dengan kehadiran dari limbah ini sendiri memiliki berbagai bentuk dampak negatif bagi lingkungan, terlebih bagi kesehatan manusia. Nah, di sinilah perlu dilakukan penanganan lebih lanjut terhadap limbah.

Bahkan, apabila limbah ini dibiarkan begitu saja, maka bisa menimbulkan adanya keracunan, dan semua tergantung pada jenis dan karakteristik limbah itu sendiri.

3. Menanam Pepohonan di Pinggir Sungai

Kegiatan ini dilakukan dengan memiliki manfaat agar mencegah terjadinya abrasi yang menyebabkan rumah masyarakat menjadi longosr dan hanyut ke sungai. Tidak hanya itu saja, dengan hal ini juga bisa mencegah terjadinya abrasi. Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang dikarenakan tenaga gelombang laut dan arus laut yang memiliki sifat merusak. Biasanya, abrasi sering disebut juga dengan nama erosi pantai, yang menjadi pemicu timbulnya abrasi adalah keseimbangan alam yang terganggu di daerah sekitar sungai atau pantai.

4. Penanaman Hutan Kembali (Reboisasi)

Reboisasi ini merupakan kegiatan penanaman kembali hutan yang sudah ditebang.
Reboisasi ini hanya bisa dilakukan pada hutan atau lahan yang kosong atau gundul, hutan yang dimaksud di sini adalah hutan yang sudah ditentukan pada peraturan. Reboisasi ini erat kaitannya dengan penghijauan. Dengan mencanangkan penghijauan, maka lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal kita menjadi lebih sejuk, ketersediaan air tahan menjadi terjamin dan mampu meningkatkan kesuburan tanah.

Selain itu, dengan adanya reboisasi ini juga berguna menurunkan pemanasan global, atau juga biasa disebut dengan nama global warming.

5. Terasering atau Sengkedan

Terasering atau Sengkedan ini merupakan suatu bentuk metode konservasi dengan cara membuat teras-teras yang dilakukan untuk mengurangi panjang dari lereng, menahan air, sehingga mampu mengurangi kecepatan dan juga jumlah aliran permukaan, serta bisa juga untuk memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah. Tipe terasering yang cukup dikenal dan dikembangkan oleh lahan pertanian yang ada di Indonesia itu seperti teras bangku atau teras tangga, serta juga teras gulud.

6. Menggunakan Produk Daur Ulang

Daur ulang merupakan salah satu bentuk strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan juga pembuatan produk/material yang bekas pakai, serta komponen utama di dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga pada proses hirarki sampah 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Replace). Jenis material yang bisa dilakukan daur ulang, terdiri atas sampah kaca, plastik, kertas, logam, tekstil dan berbagai macam barang elektronik.

Fokus dari daur ulang ini sendiri difokuskan pada sampah yang tak bisa dilakukan degradasi oleh alam secara alami, untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada lahan. Proses daur ulang aluminium ini bisa menghemat hingga 95% energi dan mampu mengurangi polusi udara hingga 95% apabila dibandingkan dengan ekstraksi aluminium dari tambang, hingga prosesnya di pabrik

7. Melarang Penebangan Hutan Secara Liar

Penebangan liar atau biasa disebut juga dengan pembalakan liar ini merupakan suatu bentuk kegiatan penebangan, pengangkutan dan juga penjualan kayu, di mana ini menjadi salah satu bentuk ancaman faktual di sekitar perbatasan yang tidak sah atau bisa dikatakan tidak memiliki izin dari otoritas setempat.

8. Menerapkan Sistem Tebang Pilih

Tebang pilih ini istilah yang merujuk pada kegiatan memanen hasil terbaik dan membiarkan yang lain. Biasanya, istilah ini biasa digunakan pada kehutanan, namun juga bisa digunakan pada penangkapan ikan serta pertambangan. Dalam kehutanan, tebang pilih ini memiliki arti menebang kayu yang berkualitas pada suatu area hutan. Dengan adanya tebang pilih ini bisa memberikan kesempatan untuk area hutan dalam mempertahankan spesies pohon tertentu.

Tujuan dari tebang pilih ini sendiri tak lain ualah menjaga keselamatan, baik itu dari segi keselamatan manusia dan juga makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Dengan penggunaan atau penerapan dari sistem tebang pilih ini, bisa memberikan keuntungan yang lebih bagi si penebang. Karena, beberapa kayu yang sudah tua bisa digunakan untuk berbagai macam hal. Akan lebih menguntungkannya lagi jika pohon yang ditebang merupakan pohon yang bisa diperjualbelikan dan diperlukan bagi kebanyakan orang.

Akan tetapi, ada beberapa kekurangan juga jika menggunakan sistem tebang pilih ini, yang mana produksi menjadi kecil, memusnahkan bakteri yang baik, tenaga kerja yang kian dipersempit hanya membutuhkan beberapa orang saja, dan lebih banyak lagi yang lain.

9. Membuang Sampah pada Tempatnya

Hal ini berkaitan erat dengan tidak membuang sampah di sungai, yang membahayakan keselamatan bagi diri sendiri maupun orang lain dan juga lingkungannya. Dengan membuang sampah sesuai dengan tempatnya, maka kita juga ikut melestarikan dan menjaga alam yang ada di sekitar kita. Hal ini memang terlihat sepele, namun apabila kita melihat manfaatnya, ternyata manfaatnya sangat besar. Hal yang besar pasti berawal dari hal-hal yang kecil.

10. Membuat Aturan Hukum yang Tegas

Hukum yang tegas juga menjadi salah satu faktor penting di sini. Kebanyakan orang atau sebagian besar orang pasti akan merasa jera jika melanggar setiap aturan atau ketentuan yang telah dilakukan. Efek jera inilah yang mana bisa membuat pelanggar tak melakukan lagi hal buruk ini di kemudian hari, dan orang tersebut takut untuk melakukannya lagi.

Untuk menerapkan hukum yang tegas, diperlukaan koordinasi yang matang, tidak hanya asal penerapannya saja di masyarakat, melainkan persiapan dan sanksinya sudah disiapkan. Dengan adanya hukum yang tegas inilah, maka kelestarian alam yang ada di sekitar kita bisa terjaga dengan baik.

11. Melarang Perburuan Liar

Perburuan liar merupakan suatu kegiatan pengambilan hewan dan tanaman liar secara ilegal yang bertentangan dengan peraturan konservasi serta manajemen kehidupan liar.Perburuan liar ini merupakan suatu tindak pelanggaran terhadap peraturan dan hukum perburuan.

Di Indonesia ini, perburuan liar yang ada malah semakin meningkat dan sulit untuk ditanggulangi. Motif-motif yang digunakan untuk melakukan perburuan liar sangatlah bragam, contohnya hanya sebagai hobi, untuk biaya hidup keluarga, dan masih banyak lagi motif yang lain. Maka dari itu, kembali lagi seperti di atas, lakukan tindakan hukum yang tegas terhadap perburuan liar, agar kemudian hari tak semena-mena lagi untuk melanggarnya. (sumber: http://www.habibullahurl.com)