Unsur Intrinsik Novel – Grameds pasti sudah tidak asing lagi dengan keberadaan novel? Atau bahkan Grameds termasuk salah satu penggemar novel dengan genre apapun, baik itu novel berbahasa Indonesia maupun novel terjemahan? Show Novel dengan genre apapun itu, baik dalam bahasa Indonesia maupun terjemahan pasti memiliki unsur intrinsik sekaligus ekstrinsik. Yap, segala jenis karya fiksi tentu saja memiliki unsur-unsur pembangunnya, tak terkecuali pada sebuah novel. Unsur-unsur intrinsik novel ini kurang lebih memang hampir sama dengan unsur intrinsik cerita pendek, sebab keduanya sama-sama produk dari sebuah prosa. Unsur-unsur pembangun dalam sebuah novel ini nantinya akan dihubungkan secara erat melalui penyampaian ceritanya yakni dilakukan oleh sang novelis. Jika sebuah novel itu sering disebut-sebut “totalitas”, maka itu berarti kata dan bahasa yang digunakan di dalamnya menjadi kunci pada ketotalitasan atas keberadaan novel tersebut. Lalu sebenarnya, apa sih unsur intrinsik novel itu? Apa saja unsur-unsur intrinsik alias unsur pembangun dalam sebuah novel? Nah, supaya Grameds memahami akan hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini! Apa Bedanya Novel dengan Cerita Pendek?Novel dan cerita pendek itu sama-sama bentuk dari karya sastra prosa yang kerap disebut dengan fiksi. Istilah “novel” ini berasal dari Bahasa Italia yakni kata “novella” yang berarti ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Meskipun sebenarnya, novel dan novelet itu ternyata memiliki perbedaan, yakni pada novelet merupakan sebuah karya fiksi dengan panjang yang kecukupan, artinya tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak terlalu pendek. Perbedaan novel dengan cerita pendek dapat dilihat dari segi formalitas bentuknya lho, yakni pada panjang cerita. Yap, dalam sebuah cerita pendek alias cerpen ini biasanya memiliki panjang cerita yang rata-rata, seolah dapat selesai dibaca dalam sekali duduk saja (kira-kira dua jam). Sementara pada novel, biasanya memiliki ratusan halaman sehingga terlalu susah untuk menyelesaikannya hanya dalam waktu dua jam saja, bahkan bisa sampai berhari-hari. Berhubung panjang cerita pada novel dan cerpen ini berbeda, maka itu berarti proses penjabaran ceritanya juga berbeda. Novel lebih dapat mengemukakan isi cerita secara bebas, lebih detail, lebih rinci supaya pembaca dapat memiliki imajinasi mendetail. Sementara pada cerpen, proses mengemukakan isi ceritanya terbatas, hanya diceritakan pada plot pentingnya saja. Namun meskipun demikian, sebuah cerpen justru “menuntut” adanya kesatupaduan dalam unsur-unsurnya yang lebih padat. Meskipun keduanya berbeda, tetap saja masing-masing dari karya fiksi tersebut memiliki kelebihan. Kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya untuk menyampaikan plot cerita atau permasalahan yang dialami oleh tokoh hingga tahap penyelesaian masalah secara kompleks dan penuh. Sementara pada cerpen, kemampuannya dalam mengemukakan plot cerita lebih padat dan hanya berpusat pada permasalahan tokoh saja. Apa yang Dimaksud Unsur Intrinsik Novel?Dalam sebuah karya fiksi, supaya dapat menjadi cerita yang utuh dan “jadi”, maka diperlukan unsur-unsur pembangun. Semua karya fiksi, sejatinya akan menampilkan keadaan dunia melalui kata-kata, sehingga unsur-unsur pembangun tersebut dijabarkan melalui kata-kata yang dikreasikan oleh sang pengarang. Unsur-unsur pembangun dalam sebuah novel dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri secara langsung. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan sebuah teks dapat hadir sebagai suatu teks sastra. Keterpaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel dapat berwujud. Unsur-unsur yang dimaksud tersebut adalah tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, gaya bahasa, moral, dan lainnya. Apa Saja Unsur Intrinsik Novel?1. TemaPada dasarnya, tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan melalui unsur-unsur intrinsik alias secara implisit. Untuk menemukan keberadaan tema dalam sebuah novel, itu harus disimpulkan dari adanya keseluruhan cerita, tidak hanya pada bagian-bagian tertentu saja. Memang keberadaannya seolah “disembunyikan” sebab terlalu abstrak untuk ditemukan. Meskipun tak jarang, kerap ditemukan adanya kalimat atau paragraf tertentu yang menyatakan tema pokok dari novel tersebut. Biasanya, tema dapat berupa sosial, sejarah, petualangan, cinta, dan lain-lain. Tema pada novel umumnya akan mengangkat masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Maksudnya, tema tersebut telah atau akan dialami oleh setiap orang di belahan dunia manapun. Novel kerap kali memilih berbagai permasalahan kehidupan atas adanya pengalaman individu maupun kelompok, sebut saja masalah cinta yang mencangkup cinta terhadap kekasih, orang tua, maupun sahabat. Pemilihan tema-tema tersebut bersifat subjektif yang nantinya akan diolah dengan daya imajinatif sang pengarang. Keterpaduan Tema dengan Unsur LainnyaKeberadaan tema berfungsi untuk mengikat unsur-unsur lainnya supaya mengikat menjadi satu keterpaduan yang utuh. Keterpaduan tersebut akan diuraikan secara singkat pada berikut ini.
Penggolongan Tema Novela) Tema Tradisional dan Non-Tradisional Tema tradisional artinya adalah tema dalam sebuah novel yang terkesan “itu-itu” saja. Maksudnya, penggunaan tema tertentu yang selalu diterapkan dalam novel apapun sehingga menyebabkan pembaca dapat dengan mudah untuk menebak plot cerita sekaligus ending-nya. Meskipun begitu, keberadaan tema tradisional ini justru digemari oleh kelompok sosial tertentu sehingga eksistensinya akan “awet” hingga sekarang. Contohnya adalah cerita mengenai cinta sejati yang membutuhkan pengorbanan, cerita tentang kebaikan akan selalu menang jika melawan kejahatan, dan lainnya. Sementara itu tema non-tradisional adalah tema yang tidak begitu lazim ada dalam suatu novel, sehingga tak jarang plot ceritanya akan tidak sesuai dengan harapan pembaca sebab terlalu “melawan arus” atas adanya kebanyakan tema. Misalnya, kita kerap membaca novel dengan tokoh protagonis akan menang pada akhir cerita, lalu tiba-tiba di sebuah novel tertentu justru tokoh antagonis yang menang. Hal tersebut tentu saja membuat kita berpikir bahwa plot-nya aneh. b) Penggolongan Tema Menurut Shipley
2. Plot atau Alur CeritaPlot mengandung unsur jalannya cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokohnya hingga pada proses penyelesaian konfliknya. Plot lebih tepat disebut dengan rangkaian peristiwa. Menurut Stanton (1965), plot adalah cerita yang berisikan urutan kejadian, yang pada setiap kejadiannya dapat dihubungkan secara sebab-akibat. Meskipun demikian, menurut Abrams (1999) menyatakan bahwa plot berbeda dengan cerita, sebab plot sejatinya adalah struktur peristiwa-peristiwa secara urut dalam sebuah karya fiksi. Kaidah Dalam PlotMenurut Kenny (1966), sebuah plot dalam karya fiksi memiliki kaidahnya tersendiri, yakni:
Tahap-Tahap Dalam Plot
3. Tokoh dan PenokohanMenurut Abrams, tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi yang akan diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Sementara istilah “penokohan” justru lebih luas maknanya yakni mencakup siapa nama dalam tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penggambarannya dalam karya fiksi tersebut sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Klasifikasi Tokoh
Tokoh utama adalah yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai oleh kejadian. Bahkan dalam novel-novel tertentu, tokoh utama selalu hadir dalam setiap halaman buku novelnya. Berhubung tokoh utama ini menjadi sosok yang paling banyak diceritakan, maka itu berarti dirinya juga akan berpengaruh pada perkembangan plot cerita. Sementara itu, tokoh tambahan adalah tokoh yang membantu tokoh utama di sepanjang alur cerita, bahkan tak jarang keberadaannya diabaikan oleh pembaca karena tidak terlalu berpengaruh pada alur.
Biasanya, tokoh protagonis digambarkan sebagai tokoh baik dan tokoh antagonis adalah tokoh jahat. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah ya… Tokoh protagonis adalah tokoh yang penggambarannya sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. Permasalahan yang dialami tokoh protagonis seolah relate dengan permasalahan pembaca sehingga kebanyakan akan mendapatkan empati dari pembaca. Sementara tokoh antagonis adalah sosok yang menentang keberadaan tokoh protagonis, baik dari segi ucapan hingga perbuatan. Meskipun terlihat “jahat”, tetapi keberadaan tokoh antagonis ini justru akan membuat alur cerita menjadi lebih seru dan menarik. Contohnya keberadaan tokoh Lord Voldemort pada novel Harry Potter.
Klasifikasi tokoh ini berdasarkan pada perwatakannya. Tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi dan watak tertentu saja. Sifat, sikap, dan tingkah laku pada tokoh sederhana ini terkesan datar dan monoton. Sementara tokoh bulat adalah yang memiliki kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati diri yang lain. Tak jarang, tokoh bulat ini memiliki watak tertentu yang sulit diduga.
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang tidak mengalami perubahan atau perkembangan pada perwatakannya sebagai sebab-akibat dari peristiwa yang telah terjadi. Maka dari itu, tokoh statis ini memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, dengan tidak adanya perkembangan sejak awal hingga akhir cerita. Sementara tokoh berkembang (developing character) adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan pada perwatakannya sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot cerita. Tokoh ini cenderung aktif berinteraksi dengan lingkungannya sehingga akan mempengaruhi wataknya. Biasanya perkembangan watak tersebut disesuaikan dengan tuntutan logika cerita secara keseluruhan.
Klasifikasi tokoh ini didasarkan pada pencerminan tokoh cerita terhadap manusia dalam kehidupan nyata. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit menampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak menonjolkan kualitas kebersamaannya dengan individu lain. Sementara itu, tokoh netral adalah tokoh yang semata-mata dihadirkan demi cerita saja. Singkatnya, tokoh netral ini tidak mempresentasikan manusia dalam dunia nyata. 4. LatarLatar dalam karya fiksi itu tidak hanya sekadar menunjukkan lokasi dan waktu tertentu akan terjadinya sebuah peristiwa, melainkan dapat pula terwujud berupa adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku. Latar dalam sebuah alur novel memiliki beragam macamnya, yakni:
Latar fisik adalah latar yang jelas menunjukkan lokasi tertentu yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya. Misal: di pasar, di aula sekolah, di gedung rapat, dan lainnya. Penunjukkan latar fisik dalam karya fiksi dapat dilakukan bergantung pada kreativitas pengarang. Ada yang secara rinci, ada pula yang sekadar menunjukkan begitu saja. Sementara itu, latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi pada latar fisik. Jadi, keberadaan latar fisik dan latar spiritual ini berhubungan satu sama lain.
Latar netral adalah penunjukkan latar yang hanya sekadar disebut saja tanpa mendeskripsikan sifat khas tertentu dari lokasi atau waktu kejadiannya. Kemungkinan, sang pengarang sengaja tidak berniat untuk menonjolkan unsur latar dalam karya fiksinya, sehingga hanya menggunakan latar netral ini. Sementara itu, latar fungsional adalah latar yang menonjolkan sifat khas dari latar tertentu, baik menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial-budaya. Biasanya, latar fungsional ini akan dideskripsikan secara detail mengenai bagaimana lingkungan sosialnya. 5. Sudut PandangSudut pandang atau point of view adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang ini akan berkenaan dengan strategi, teknik, dan siasat yang sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Klasifikasi Sudut Pandang
Yakni pengisahan karya fiksinya menggunakan kata “dia” untuk merujuk pada tokoh utamanya. Biasanya, ditandai dengan penggunaan nama tokoh tersebut sepanjang menceritakan alur ceritanya. Misalnya pada novel Ronggeng Dukung Paruk, yang menggunakan nama “Srintil” sebagai bentuk sudut pandang persona ketiga.
Yakni pengisahan karya fiksinya menggunakan kata “aku” sebagai seseorang yang terlibat langsung dalam alur cerita. Si “Aku” ini menjadi tokoh yang berkisah, baik itu mengisahkan dirinya sendiri maupun orang lain kepada pembaca. Sudut pandang ini memiliki dua jenis yakni “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” sebagai tokoh tambahan.
Sebenarnya, penggunaan sudut pandang ini jarang digunakan oleh karya fiksi manapun. Biasanya, hanya sekadar selingan dari gaya bahasa saja. Penggunaan sudut pandang “Kau” ini dapat ditemukan dalam novel Suami karya Eddy Suhendro dan novel Burung-Burung Manyar. Yakni ketika pengarang mengisahkan karya fiksinya menggunakan sudut pandang secara berganti-ganti. 6. Gaya BahasaGaya bahasa dalam novel ini biasanya akan menjadikan alur cerita nampak menarik sebab disampaikan dengan cara yang unik. Bahkan gaya bahasa ini nyatanya mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan dari ejaan bahasanya. Pemilihan diksi, struktur kalimat, hingga penggunaan kohesi juga termasuk dalam gaya bahasa ini. Tidak hanya itu saja, penggunaan majas juga menjadi bagian dari gaya bahasa. 7. MoralMoral adalah sesuatu yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya bentuknya sangat implisit. Berhubung karya sastra itu adalah bersifat mendidik atau edukatif, sehingga setiap karya sastra haruslah memiliki moral yang mengedukasi pembacanya. Moral ini cenderung berhubungan dengan pesan atau amanat yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, itulah uraian mengenai unsur-unsur intrinsik novel. Apakah Grameds sering menyadari unsur-unsur ini ketika membaca sebuah novel? Sumber: Nurgiyantoro, Burhan. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Baca Juga!
|