Sunan muria menggunakan karya seni sebagai media dakwah di antaranya tembang macapat yaitu

Jakarta -

Wali Songo terkenal dengan metode dakwah yang khas dalam mengenalkan dan menyebarkan Islam. Salah satunya melalui kesenian yang dinikmati dan lekat denga kehidupan masyarakat.

Siapa Wali Songo yang aktif berdakwah melalui kesenian?

Wali Songo terdiri dari sembilan orang yang sangat dihormati dan dekat dengan warga sekitar. Selama berdakwah, Wali Songo anti melakukan kekerasan atau pemaksaan pada warga yang belum kenal Islam

Tiga orang anggota Wali Songo memilih kesenian sebagai metode penyebaran Islam. Hasil karya mereka masih bisa dinikmati hingga kini, berikut kisahnya

Nama asli Wali Songo ini adalah Raden Sahid yang merupakan anak Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta. Dikutip dari Kesenian Sebagai Media DAkwah Sunan Kalijaga karya Widhi Salikha, Sunan Kalijaga memanfaatkan kesenangan warga pada seni.

Dia berdakwah lewat wayang kulit, tembang, gending, dan gamelan. Semua seni yang mengalir dalam tubuhnya diberi nafas Islam, menjadi sarana dakwah, dan banyak disukai semua kalangan masyarakat. Sang sunan juga dikenal sebagai pujangga yang berjiwa besar.

B. Sunan Bonang

Nama sang sunan identik dengan kesenian sehingga kerap disebut seniman yang berdakwah. Dikutip dari buku Sunan Bonang dari Rembang untuk Masyarakat karya Amirul Ulum, sang sunan menggunakan wayang dan gamelan sebagai media dakwah Islam.

Syair Islam ciptaan Sunan Bonang berisi pesan tauhid untuk menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukanya. Setiap Syair diselingi dengan ucapan dua kalimat syahadat. Selain itu, gamelan yang mengirinya berasal dari syahadatain kemudian dikenal sebagai sekaten.

C. Sunan Muria

Dikutip dari situs Bappeda Kudus, nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Syaid atau Raden Said. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto, yang merupakan putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah.

Sepanjang periodenya berdakwah, Wali Songo ini dikenal lebih suka bertugas di desa dan bergaul dekat dengan masyarakat. Dia menciptakan lagu-lagu Jawa antara lain Macopat, Kinanti, dan Sinom. Sunan menitikberatkan dakwah pada pembinaan mental masyarakat.

Tulisan ini semoga bisa menjawab Wali Songo yang aktif berdakwah melalui kesenian. Sunan yang tidak disebutkan memilih jalur lain, namun tetap menghindari kekerasan dan konfrontasi dengan semua kalangan masyarakat.

Simak Video "Alfie Alfandy, Pendiri Bikers Dakwah Mantan Artis Pecandu Narkoba"



(row/erd)

Sunan muria menggunakan karya seni sebagai media dakwah di antaranya tembang macapat yaitu

Gayaberdakwah Sunan Muria hampir sama dengan ayahnya, Sunan Kalijaga. Sunan Muria menggunakan karya seninya sebagai media dakwah, di antaranya tembang Macapat?

  1. Gambuh dan Pangkur
  2. Asmarandana dan Dandanggula
  3. Sinom dan Kinanti
  4. Pocung dan Megatruh
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: C. Sinom dan Kinanti

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, gayaberdakwah sunan muria hampir sama dengan ayahnya, sunan kalijaga. sunan muria menggunakan karya seninya sebagai media dakwah, di antaranya tembang macapat sinom dan kinanti.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Padamasa Hindu–Budha raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di bumi, ketika agama islam berkembang konsep tersebut di modifikasi sehingga raja dianggap sebagai? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaan Pulau Jawa adalah Sunan Muria. Beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus sekarang). Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai keruh airnya. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang sinom dan kinanthi. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan sebagainya. Sunan Muria wafat pada abad ke 16.

Dengan demikian gaya berdakwah sunan Muria banyak mengambil cara dakwah menitikberatkan rakyat jelata, dakwah menggunakan akulturasi budaya, mempertahankan kesenian gamelan dan wayang, menciptakan beberapa tembang Jawa.

Sunan Muria merupakan anggota Walisongo. Foto: Pinterest

Sunan Muria adalah salah satu anggota Walisongo yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Gunung Muria, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra dari Sunan Kalijaga yang terkenal akan kesaktian ilmunya. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai pencipta tembang Sinom dan Kinanthi.

Dalam melangsungkan dakwahnya, Sunan Muria lebih menyasar kaum nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Gelar Sunan Muria disandangnya karena tempat berdakwah menyiarkan agama Islam Sunan Muria terletak di kaki Gunung Muria.

Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, Sunan Muria membangun pesantren dan masjidnya di puncak gunung tersebut, persis di belakang masjid yang dibangunnya sendiri. Metode dakwah yang dilakukan Sunan Muria sendiri lebih menekankan pendekatan secara langsung kepada masyarakatnya.

Berikut motode dakwah yang digunakan Sunan Muria dalam menyebarkan agama Islam.

Metode Dakwah Sunan Muria

1. Menitikberatkan Rakyat Jelata

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria lebih memusatkan pada rakyat jelata dan bukan kaum bangsawan. Beliau lebih senang mengasingkan diri bersama rakyat jelata dibandingkan tinggal di pusat Kerajaan Demak. Metode dakwah beliau sering disebut dengan Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri di dalam masyarakat.

Sementara itu, agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar pegunungan tersebut, beliau kerap memberikan keterampilan untuk para pelaut, nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Beliau bisa mengumpulkan mereka yang notabene adalah pekerja yang sangat sulit untuk meluangkan waktu belajar agama. Jadi dengan memberikan keterampilan, Sunan Muria dapat dengan mudah menyampaikan ajaran Islam kepada mereka.

Gunung sebagai tempat dakwah. Foto: Kelik Wahyu/kumparan

2. Dakwah Menggunakan Akulturasi Budaya

Meskipun Sunan Muria diterima dengan baik oleh masyarakat, bukan berarti proses dakwah beliau berjalan dengan lancar. Kebanyakan penduduk di kawasan gunung Muria masih menganut kepercayaan turun temurun yang sulit untuk diubah. Sunan Muria menggunakan metode dakwah bil hikmah, yaitu dengan cara-cara bijaksana dan tidak memaksa.

Dalam menyikapi kebiasaan masyarakat yang sering melakukan adat Kenduren, maka Sunan Muria meniru gaya moderat ayahnya, yang tidak mengharamkan tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu kematian anggota keluarga ini tidak dilarang.

3. Mempertahankan Kesenian Gamelan dan Wayang

Sunan Muria juga tetap mempertahankan alat musik daerah seperti gamelan dan kesenian wayang untuk media dakwahnya. Beliau tidak mengubah budaya yang ada, namun memasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya. Beberapa lakon pewayangan diubah karakternya dengan membawa pesan-pesan Islam, seperti kisah Dewa Ruci, Petruk dadi Ratu, Jimat Kalimasada, Mustakaweni, Semar Ambarang Jantur, dan lain sebagainya.

4. Menciptakan beberapa Tembang Jawa

Sunan Muria juga menciptakan beberapa lagu atau tembang macapat Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu tembang Sinom dan Kinanthi. Melalui tembang, masyarakat akan dengan mudah menerimanya serta mampu mengingat ajaran Islam yang terkandung di dalamnya untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


Page 2