Siapa yang bertanggung jawab terhadap pelestarian hewan yang ada di Indonesia

MELINDUNGI satwa liar dari ancaman jerat seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tak terbatas pada pemegang izin konsesi. Karena, hampir 90 persen pergerakan satwa liar seperti gajah dan harimau sebenarnya ada di luar konservasi.

"Pelestarian atas satwa liar adalah tanggung jawab bersama baik pemegang izin konsesi, maupun masyarakat sekitar," kata Heru Sutmantoro, Kepala Bidang Wilayah II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau saat melihat kegiatan Giat Sisir Jerat di perbatasan konservasi Giam Siak Kecil Bukit Batu, Kabupaten Siak dan Kabupaten Bengkalis, Sabtu (25/7/20).

Heru memberi apresiasi atas upaya yang dilakukan PT Arara Abadi, perusahaan di bawah naungan APP Sinarmas, atas kegiatan penyisiran jerat hewan liar di wilayah kerjanya. Apalagi saat ini, jerat merupakan masalah terbesar bagi satwa liar di kawasan hutan konservasi yang ada di Provinsi Riau.

"Kegiatan semacam ini seharusnya dilakukan seluruh pemangku kepentingan sebagai bentuk tanggung jawab atas kelestarian satwa yang dilindungi," ujar Heru menegaskan.

Kegiatan Giat Sisir Jerat kali ini melibatkan puluhan personel gabungan yang terbagi dalam dua tim besar. Tim pertama mengincar kawasan di sekitar konservasi Giam Siak Kecil-Bukit Batu di Kabupaten Bengkalis dan Siak. Sedangkan tim kedua di Kabupaten Kampar, berbatasan dengan Taman Hutan Raya Riau.

Baca juga : FKIP-UT Kembali Gelar Temu Ilmiah Nasional Guru

Seperti dikemukakan petugas penegakan hukum BBKSDA Provinsi Riau Zainal, kedua wilayah tersebut merupakan kantong harimau, gajah, beruang dan sejumlah satwa dilindungi. Keduanya adalah tanah harapan untuk satwa yang diambang kepunahan.

"Sudah sepekan terakhir ini, kami keluar masuk hutan untuk mengincar jerat-jerat yang dipasang pemburu liar," kata pria berusia 53 tahun yang menjadi bagian dari tim Sisir Jerat bersama aparat TNI, Polri, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tahura, Forum Harimau Kita serta PT Arara Abadi.

Ia mengungkapkan, sedikitnya ada 45 jerat dan satu kotak perangkap landak berhasil ditemukan tim gabungan di wilayah tersebut. Jerat itu ditemukan di areal perkebunan yang ada di perbatasan kawasan konservasi dan areal perkebunan warga pendatang.

"Jerat itulah yang menjadi malaikat pencabut nyawa satwa dilindungi, terutama harimau Sumatera," cetusnya.

Ditambahkan, sasaran besar tim sebenarnya adalah jerat yang membahayakan harimau sumatera. Namun, pembersihan jerat juga demi hewan lainnya mulai dari landak, tapir, beruang hingga gajah serta satwa yang dilindungi lainnya.

"Tak dapat dipungkiri, konflik harimau dan manusia berulang kali terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Itulah menjadi alasan kuat tim sisir jerat gabungan ini dibentuk," ungkap pria berambut panjang memutih dan berkumis tebal itu.

Dalam sejumlah kasus, lanjut Zainal, banyak orang tak bertanggungjawab memasang jerat dengan dalih tak menjerat harimau Sumatera atau satwa liar yang dilindungi lainnya. Namun, faktanya justru keberadaan jerat-jerat itu yang kerap mengancam kehidupan satwa liar yang dilindungi.

Zainal mengungkap kasus yang berhasil memberi vonis pengadilan tiga tahun penjara kepada seorang pria di Kabupaten Kuansing divonis karena ketahuan jerat babi yang dipasangnya membunuh seekor harimau bunting.

Baca juga : FKIP-UT Kembali Gelar Temu Ilmiah Nasional Guru

"Meski berdalih jerat babi untuk melindungi kebunnya, nyatanya jerat itu menggunakan kawat atau sling untuk mengikat erat seekor harimau bunting hingga dua janinnya yang siap lahir mati sia-sia pada awal 2019 lalu," tuturnya.

Nasib lebih baik dialami harimau Corina yang terjerat di kawasan konsesi tanaman industri di Kabupaten Pelalawan pada April 2020 lalu. Kaki Corina terpaksa diamputasi karena terkena jerat.

Begitu banyak kisah pilu akibat jerat mematikan itu. Sehingga sisir jerat yang diinisiasi pemerintah dan dukungan dari APP Sinarmas bisa dilaksanakan secara masif.

Rudi Krisdiawadi dari Forest Conservation Region Riau APP Sinarmas mengatakan, kondisi jerat ditemukan dalam berbagai bentuk. Daerah yang disasar merupakan areal rawan pergerakan satwa dilindungi. Belasan kamera pengintai pun dipasang di sekitar areal untuk mengidentifikasi jenis satwa.

"Sisir jerat sebenarnya bagian dari kegiatan rutin setiap tahun. Namun, pada 2020 ini kegiatan itu diperluas hingga mencakup areal sekitar konservasi dan dianggap rawan akan keberadaan pemburu harimau," pungkas Rudi..(OL-7)

tirto.id - Satwa langka merupakan binatang yang jumlahnya tinggal sedikit jumlahnya dan perlu mendapat perlindungan, seperti jalak putih, cenderawasih.

Salah satu penyebab kelangkaan satwa adalah rusaknya lingkungan hidup atau habitat asli mereka. Rusaknya lingkungan ini terjadi karena dari alam itu sendiri dan perbuatan manusia.

Misalnya kebakaran lahan hutan di Riau membuat beruang madu terancam punah, kebakaran hutan di Kalimantan membuat beberapa orangutan mati terbakar, ikan pesut semakin langka karena mati terperangkap di jaring nelayan, dan masih banyak lagi.

Manusia juga melakukan perburuan atau penangkapan, dan perdagangan secara illegal. Hal ini semakin menyudutkan keberadaan satwa, terutama satwa langka.

Maka dari itu, sangat penting bagi manusia sadar dan ikut melakukan konservasi terhadap satwa-satwa langka yang ada di Indonesia agar tidak punah.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap pelestarian hewan yang ada di Indonesia

Infografik cara melindungi satwa langka agar tak punah. (tirto.id/Fuad)

Berikut adalah upaya konservasi satwa langka di Indonesia:

1. Mengedukasi Masyarakat Mengenai Satwa Langka

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jenis satwa dapat digolongkan sebagai satwa yang dilindungi apabila telah memenuhi tiga kriteria yaitu:

  • Populasi yang kecil
  • Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam
  • Daerah penyebaranya terbatas (endemik)
Jika masyarakat telah teredukasi tentang hal ini, maka kepunahan satwa dapat dicegah.

2. Menetapkan Target Edukasi Masyarakat

Edukasi tetap dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, namun lebih mengutamakan penargetan di tempat-tempat yang sering terjadi perusakan lingkungan dan perburuan satwa seperti; masyarakat di pesisir laut dan sekitar hutan.

3. Memberi Dukungan Terhadap Upaya Pelestarian

Masyarakat harus mendukung upaya yang dilakukan pemerintah maupun lembaga terkait yang sedang melakukan pelestarian lingkungan maupun satwa ini.

Dengan cara memberikan dukungan secara moril dalam setiap kampanye yang dilakukan atau memberikan bantuan finansial.

4. Membuat Papan Larangan dan Peringatan

Masyarakat yang telah teredukasi dan mendukung upaya pelestarian ini, hendaknya membuat papan larangan dan peringatan. Hal ini juga turut membantu menggalakkan upaya pemerintah dalam pelestarian lingkungan maupun satwa.

Masyarakat bisa membuat papan larangan berburu, menebang pohon, serta hal yang paling kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan (misalnya di jalur pendakian).

Juga pembuatan papan peringatan tentang ancaman pidana atau sanksi bagi yang melanggar hukun.

5. Melaporkan Orang yang Merusak Lingkungan

Bila masyarakat melihat orang merusak lingkungan atau melihat orang melakukan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan, masyarakat hendaknya memberi teguran dan melaporkan kepada pihak yang berwajib agar dikenai sanksi sesuai apa yang telah dilakukan.

Hal ini adalah upaya agar orang-orang tersebut jera akan perbuatannya dan mau bertanggung jawab akan kesalahannya.

6. Melaporkan Orang yang Berburu Satwa Langka

Seperti halnya merusak lingkungan, masyarakat agar melaporkan bila melihat orang yang melakukan perburuan, pembunuhan, atau transaksi satwa langka.

Hal ini bertujuan untuk membuat efek jera terhadap orang yang melakukan perburuan tersebut dan memberikan peringatan terhadap masyarakat lain yang ingin melakukan perbuatan serupa.

7. Menghindari Transaksi Satwa Langka

Ada beberapa kasus di Indonesia, di mana transaksi satwa langka dilakukan. Mereka memperjualbelikan burung cenderawasih, macan dahan, owa, dan masih banyak lagi untuk keperluan pribadi mereka.

Tak hanya di dalam Indonesia saja, orang-orang tersebut melakukan transaksi dengan orang luar Indonesia juga dengan harga yang bervariasi.

Oleh karena itu, apa pun bentuk transaksinya dan berapa pun hasil penjualannya, masyarakat harus menghindari perbuatan ini. Masyarakat juga harus sadar akan perbuatannya yang dapat mengancam kehidupan makhluk hidup lainnya.

8. Membuat Penangkaran

Bagi masyarakat yang mampu dan berdedikasi tinggi dalam upaya pelestarian lingkungan dan satwa ini, masyarakat bisa membuat penangkaran.

Penangkaran bisa melindungi satwa dari ancaman orang-orang tak bertanggung jawab dan memberikan kesempatan bagi satwa untuk berkembang biak. Perkembangan biak ini tentunya sangat berarti penting bagi satwa yang terancam punah.

Sanksi Bagi Pelaku yang Melakukan Perdangangan Ilegal Terhadap Satwa Langka

Penerapan sanksi terhadap seseorang tidak dapat dilakukan secara asal-asalan, namun sanksi diberlakukan sesuai dengan kaidah hukum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, di dalamnya telah menyebutkan bahwa, setiap orang dilarang untuk:

  1. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
  2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
Bagi pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di atas akan dekenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000 sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Baca juga:

  • Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 5 November
  • Donasi untuk Satwa Kebun Binatang Mendukung Perbudakan Hewan?

Baca juga artikel terkait SATWA LANGKA atau tulisan menarik lainnya Ita Kunnisa Aniyavi
(tirto.id - nav/tha)


Penulis: Ita Kunnisa Aniyavi
Editor: Dhita Koesno
Kontributor: Ita Kunnisa Aniyavi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates