Jakarta - Di Indonesia semakin banyak pria yang melakoni tugas sebagai Bapak Rumah Tangga atau stay home dad, yakni para pria yang bersedia terlibat dalam pengasuhan anak maupun pengerjaan tugas mengurus rumah tangga sehari-hari. Stigma kuat membuat demikian konsep ini belum sepenuhnya diterima di masyarakat. Bagi masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat seperti di Indonesia, pekerjaan domestik sehari-hari di rumah tangga, seperti memasak, mencuci, setrika atau mengasuh anak dianggap sebagai tugas sehari-hari perempuan. Bahkan di beberapa budaya menganggap tabu atau aib jika pria melakukannya. Namun bagi sebagian ayah 'jaman now', pakem semacam itu sudah tidak berlaku lagi. Sebaliknya mereka menilai pria memiliki hak yang sama untuk terlibat dan berbagi peran dalam urusan pengasuhan anak dan rumah tangga. Seperti diungkapkan oleh Geraldo Oryza Rasjid (30) tahun, seorang bapak rumah tangga di Tangerang Selatan.
"Kita jadi tahu betul tahapan perkembangan anak secara langsung, tidak sekedar tanya istri gimana anak di sekolah, hari ini ngapain." "Dan saya baca ada penelitian yang menunjukkan ayah yang terlibat mengurus anaknya dapat meningkatkan kecerdasan anak," tambahnya. Geraldo yang akrab disapa Aldo ini, sehari-hari sibuk membagi waktu antara kariernya sebagai musisi dan menjadi bapak rumah tangga untuk mengasuh ketiga buah hatinya dari pernikahannya dengan Mirzani Augustya (29 tahun). "Kebetulan saya profesinya di musik dan kegiatan saya banyak dimulai sore atau malam hari dan biasanya jadwal saya di panggung juga lebih banyak akhir pekan." "Jadi di hari biasa Senin sampai Jumat saya bisa terlibat di rumah mengurus anak dan mendampingi istri," katanya.
Dibentuk sejak pertengahan 2017 lalu, dari hanya beranggotakan 6 orang, komunitas Bapak Rangkul kini sudah memiliki puluhan anggota. Hal yang menurut Aldo mengindikasikan makin banyak pria menyadari pentingnya berbagi peran dalam mengelola rumah tangga.
"Banyak juga anggota kami yang bekerja kantoran dan mereka memang tidak bisa ada di rumah setiap hari sebagai full time bapak rumah tangga." "Tapi itu bukan masalah mereka tetap bisa terlibat dalam keluarga dengan baik, misalnya weekend mereka berbagi peran, suami masak dan bantu istrinya." "Karena ini memang bukan soal waktu kerja yang fleksibel atau tidak tapi bagaimana mencari cara untuk melakukan peran ayah dengan tepat." Geraldo mengatakan komunitas Bapak Rangkul kerap menggelar sesi bicara yang membahas pentingnya pengasuhan bersama. "Komunitas kami memiliki jargon kalau pengasuhan itu tanggung jawab bersama dan maknanya luas." "Bukan cuma pengasuhan anak saja tapi juga segala urusan di rumah tangga yang dulu mungkin dibilang urusan istri atau ibu, sekarang jadi urusan suami atau ayah juga, karena kita menjalani kehidupan ini bersama-sama." Sementara itu psikolog klinis dari Yayasan Pulih, Jane L. Pietra mengatakan penelitian menunjukkan ada banyak dampak positif dari pengasuhan yang melibatkan ayah di dalamnya. Di antaranya hubungan dengan pasangan menjadi lebih mesra, anak menjadi lebih berprestasi, lebih berani mencari dan mencoba hal-hal baru, berani mengungkapkan pendapat, lebih percaya diri serta memiliki kontrol emosional yang lebih baik. Sejumlah bapak rumah tangga lain mengaku memiliki ikatan yang lebih kuat dengan anak menjadi dampak yang paling mereka rasakan setelah melibatkan diri dalam pengasuhan.
"Saya merasa lebih dekat dengan anak-anak dan saya senang mendengarkan cerita mereka." "Dulu kalau pulang kerja biasanya capek dan sering bilang, nanti dulu papa capek, sekarang secapek apapun ketika anak bercerita saya berusaha mendengarkan cerita mereka." "Karena saya paham mereka butuh didengarkan," ungkap Agus Wijananto, bapak rumah tangga lainnya. Lalu sulitkah bagi pria beradaptasi melakoni bapak rumah tangga?
Dari seorang suami feodal menjadi seorang bapak rumah tangga. Bahkan setelah istrinya meninggal dunia tahun 2016 lalu, pria berusia 50 tahun itu harus menjalani hidup sebagai ayah tunggal yang mengurus sendiri seluruh kebutuhan ke-3 anaknya yang masih kecil.
"Kalo pulang kerja belum ada air minum di meja, biasanya saya akan langsung ambil kunci motor dan pergi keluar sambil menyindir istri 'saya keluar dulu beli minum, haus!" "Bagi saya tugas suami itu cari duit, pulang kerja sampai di rumah leyeh-leyeh dan kalau mau menyenangkan paling sama anak-anak bukan istri," kenangnya. Masa sulit ini dialami Agus Wijananto sekitar tahun 2014 lalu, ketika itu anak sulungnya baru duduk di kelas 6 Sekolah Dasar (SD), sedangkan putrinya yang kedua baru masuk SD dan putra bungsunya masih berusia 4 tahun. Dalam tempo cepat, Anto demikian ia biasa disapa, harus belajar menguasai tugas pengasuhan anak dan rumah tangga yang selama ini bulat-bulat diserahkan pada istrinya. "Dari tidak pernah sama sekali melakukan tugas rumah tangga, akhirnya saya dikondisikan untuk mau tidak mau harus melakukannya." "Saya setiap pagi harus mikir anak-anak hari ini makan apa, menyiapkan anak sekolah, membereskan rumah, sampai urusan ikut rapat di sekolah anak yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Lantaran selalu saya serahkan pada istri saya," katanya. Anto mengaku beradaptasi menjalani peran sebagai bapak rumah tangga sangat berat baginya. Apalagi dia harus mengatur waktu antara tugas di rumah dan pekerjaannya sebagai jurnalis. Namun ia menuturkan di awal adaptasinya, menyiapkan makanan untuk anak di rumah menjadi hal yang paling menantang. "HP saya penuh dengan resep, dan setiap kali memasak harus dipandu dengan resep itu, saya tidak tahu sama sekali bumbu-bumbuan, paling cuma tahu bawang merah dan bawang putih." "Pernah suatu kali, saya mau masak bayam, di resepnya tertulis pakai temu kunci, saya pikir kalau gak pakai itu gak jadi sayur bayam, saya sampai keliling komplek cari temu kunci." "Belakangan saya baru tahu kalau gak pakai bumbu itu juga gak apa-apa." Berkaca dari pengalamannya, Anto menilai penting bagi pria untuk terlibat dalam pengasuhan anak dan rumah tangga sejak awal.
"Kemudian ketika jadi suami tidak mengerti apa-apa urusan rumah tangga ketika menghadapi situasi seperti yang saya alami." "Karena kalau dia tidak tahu apa-apa, itu akan jadi persoalan yang berkepanjangan dan dia akan kebingungan gak tau harus bagaimana." "Saya merasa bersyukur karena Allah SWT masih memberi saya proses beberapa tahun sebelum istri saya berpulang ke Rahmatullah, semua tugas ini tidak mendadak saya pikul." "Jadi saya sempat belajar dan menyiapkan anak saya untuk lebih mandiri." Juni Efendi, bisa karena biasa
Terbiasa hidup jauh dari orang tua telah menempa, pria yang biasa disapa Juned ini menjadi sosok yang mandiri.
Oleh karena itu ketika menikah dengan istrinya, Irna Suryniawati, yang kini telah dikaruniai tiga anak laki-laki, keduanya berkomitmen untuk mengasuh bersama buah hati mereka. Juni Efendi mengaku tidak kesulitan untuk beradaptasi dengan tugas barunya sebagai ayah dan mitra dari pasangannya. "Semua pekerjaan rumah tangga itu sudah biasa saya kerjakan, mulai dari masak, cuci baju, cuci piring, ke pasar, sampai mandi dan membersihkan anak juga saya mau aja mengerjakan." "Paling awal-awalnya saya gak ngerti itu ya gimana mengurus bayi, karena sebelumnya belum pernah punya bayi, itu anak pertama aja, anak kedua ketiga, saya sudah paham," ungkap pria yang selama ini berkecimpung di dunia seni pertunjukan teater. Ia menambahkan, saking biasanya dia terlihat melakukan tugas rumah tangga di rumah, Junaedi mengadu dirinya disandingkan dengan karakter Naga Bonar yang mengasuh anaknya seorang diri, Buah Naga, dari film 'Naga Bonar Jadi Dua' oleh tetangganya.
Juni Efendi mengatakan sebagai pasangan yang memilih profesi freelancer mereka memiliki waktu yang lebih fleksibel untuk mengasuh bersama buah hati mereka. "Kebetulan saya dan istri, sama-sama pekerja freelance, kadang ada tawaran ikut pentas teater atau shooting sinetron atau film di luar kota, jadi ya kami saling bergantian saja menjaga anak." "Kalau dia kerja saya di rumah, kalau saya kerja ya gantian dia yang jaga anak di rumah," katanya kepada Iffah Nur Arifah dari ABC Australia. Geraldo, Rocker yang anti mainstreamPagi hari selalu menjadi waktu yang sibuk bagi Geraldo Oryza Rasjid setiap harinya. Usai mengantarkan putera sulungnya ke sekolah, sederet pekerjaan lain telah menanti, mulai dari belanja hingga menyiapkan menu yang akan disajikan untuk keluarganya hari itu.
Sebagai anak tunggal di keluarganya, Aldo mengaku sudah terbiasa membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah. Sehingga dia tidak lagi merasa kerepotan ketika berkeluarga ia dan istrinya, Mirzani Agustya, memutuskan untuk mengasuh anak dan rumah tangga bersama. Namun ia mengaku menghadapi kendala yang umum dialami bapak rumah tangga ketika beradaptasi melakukan peran bapak rumah tangga. "Saya tidak kenal dengan pakaian anak saya, jadi pernah saya salah memakaikan baju anak saya." "Pas istri pulang baru dikasih tau, papah itu kan baju dia bayi? Dan ternyata banyak teman bapak rumah tangga lain juga sama, salah memakaikan baju anak," tuturnya. Menekuni dunia musik sejak lama, Aldo yang dikenal sebagai gitaris band neonomora ini mengakui masih ada stigma yang kuat terkait peran bapak rumah tangga. Tapi menurutnya menjalani peran pengasuhan anak tidak ada kaitannya dengan maskulinitas. "Bagi saya ini tidak ada kaitannya dengan maskulinitas, dan melakukannya juga tidak mengurangi karakter kita sebagai pria." "Saya menjalani apa saja yang saya suka, dan saya suka bisa berbagi peran dengan istri saya. Kita membuat anaknya berdua, maka kita juga harus mengasuhnya berdua," tambahnya. (nvc/nvc) |