Show Pemberontakan DI TII berawal dari kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan dan bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Ini sesuai kepanjangan dari nama DI TII, yakni Darul Islam Tentara Islam Indonesia. DI TII sendiri merupakan tentara yang dibentuk dan bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) pada awal masa kemerdekaan. Pendirian organisasi ini menjadi wadah umat muslim Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka. Sejarah pemberontakan DI TII dimulai dari Aceh yang kemudian menyebar ke beberapa wilayah Tanah Air seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Negara Islam Indonesia (NII) pertama kali terbentuk di daerah Tasikmalaya oleh Kartosoewirjo pada tanggal 7 Agustus 1949. NII memiliki gerakan yang dinamakan Darul Islam (DI), sedangkan tentaranya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Kartosoewirjo mendirikan NII bukan untuk melakukan pemberontakan atau menyebabkan terjadinya disintegrasi nasional. NII berdiri karena pada tahun 1948 Indonesia terikat dengan Perjanjian Renville yang membuat Jawa barat masuk ke dalam bagian wilayah Belanda. Kesepakatan tersebut menimbulkan awal kekecewaan rakyat terhadap pemerintah, yang disusul dengan pemberontakan di beberapa daerah. Ilustrasi. Foto: UnsplashPemberontakan DI TII di Jawa BaratNII di Jawa Barat memiliki pusat pemerintahan di Desa Cisampah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Tempat ini juga menjadi titik awal dibentuknya NII oleh Kartosoewirjo. Selain karena Perjanjian Renville, tujuan DI TII di wilayah ini hampir sama dengan tujuan DI TII di wilayah lainnya, yaitu mendirikan sebuah negara dengan dasar syariat Islam berdasarkan Al Qur’an dan Hadist di wilayah Indonesia. Alasan Kartosoewirjo untuk mendirikan NII adalah ia percaya bahwa semua masalah kenegaraan yang sedang berlangsung dapat teratasi jika menganut syariat islam. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengatasi dominasi sistem politik komunis dan ideologi sosialisme yang mulai terlihat dalam pemerintahan Soekarno. Pemberontakan DI TII Daud BeureuhPada tahun 1953, tokoh terkemuka dari Aceh, Daud Beureuh, mendeklarasikan wilayahnya sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dengan pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Selain ingin mendirikan negara berbasis Islam, tujuan pemberontakan Daud Beureuh ini ialah ingin mengembalikan otonomi Provinsi Aceh. Tujuan lain dari pemberontakan ini adalah mencegah kembalinya kekuasaan Uleebalang dan menegakkan syariat Islam. Uleebalang merupakan pemimpin adat sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Pemberontakkan DI TII Ibnu HajarIbnu hajar memimpin pemberontakan DI TII pada tahun 1950 di wilayah Kalimantan atas pengaruh kuat Kartosoewirjo. Tujuan pemberontakan ini berbeda dengan dua pemberontakkan sebelumnya, yakni ingin menyalurkan aspirasi rakyat yang dianggap menjadi nomor dua oleh pemerintahan Orde Lama. Pada tahun 1965, pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh TNI Angkatan Darat hingga membuat Ibnu Hajar menyerah. Pemberontakan DI TII Kahar MuzakkarPada Agustus 1953, Kahar Muzakkar menjadi pemimpin dari pemberontakan DI TII di Sulawesi Selatan. Sama seperti tujuan Ibnu Hajar, Kahar Muzakkar merasa kecewa terhadap pemerintah. Ia ingin memperlihatkan reaksinya terhadap banyaknya anggota tentara Kesatuan gerilya Sulawesi Selatan yang tidak diterima sebagai tentara RI. Selain itu, Kahar Muzakkar juga ingin menjadikan syariat Islam sebagai dasar negara Indonesia. Pemberontakan DI TII Amir FatahAmir Fatah melakukan pemberontakan di wilayah Jawa Tengah. Serupa dengan tujuan Kartosoewirjo, Amir Fatah memiliki tujuan mengatasi pengaruh komunis yang sudah lama menjalar di pemerintahan Soekarno dan berinisiatif mendirikan negara Islam. Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai pada tanggal 20 September 1953. Dimulai dengan pernyataan Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Daud Beureueh, proklamasi itu menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dibawah kepemimpinan Imam Besar NII Pemberontakan DI/TII di AcehBagian dari Pemberontakan DI/TII
Daud Beureueh adalah seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Peranannya sebagai seorang tokoh ulama membuat Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. [1] Dalam persiapan melancarkan gerakan perlawanannya Daud Beureueh telah berhasil mempengaruhi banyak pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Pada masa-masa awal setelah proklamasi NII Aceh dan pengikut-pengikutnya berhasil mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk beberapa kota. Tidak lama setelah pemberontakan pecah, Pemerintah Republik Indonesia melalui Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo segera memberikan penjelasan secara runut tentang peristiwa tersebut di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Oktober 1953.[2] Latar belakangAlasan pertama yang menjadi latar dari gerakan DI/TII Aceh adalah kekecewaan para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh atas dileburnya provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatra Utara yang beribu kota di Medan. Peleburan provinsi itu seakan mengabaikan jasa baik masyarakat Aceh ketika perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dimasa revolusi fisik kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Kekhawatiran kembalinya kekuasaan para ulee balang yang sejak lama telah menjadi pemimpin formal pada lingkup adat dan politik di Aceh.[3][4] Keinginan dari masyarakat Aceh untuk menetapkan hukum syariah dalam kehidupan mereka.[5]Sejarawan berkebangsaan Belanda, Cornelis Van Dijk, menyebutkan, kekecewaan Daud Beureueh terhadap Jakarta semakin berat dengan beredarnya rumor tentang sebuah dokumen rahasia dari Jakarta. Dokumen itu disebut-sebut dikirim oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang isinya berupa perintah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat Aceh. Rumor ini disebut sebagai les hitam. Perintah tersebut dikabarkan diambil oleh Jakarta berdasarkan kecurigaan dan laporan bahwa Aceh sedang bersiap untuk sebuah pemberontakan guna memisahkan diri dari negara Indonesia.[6][7] Lihat pula
Rujukan
Bacaan lanjutan
|