Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat

Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat

Mar 08, 2019 | Dwi Astarini

DUA kata bisa bersinonim. Itu berarti kedua kata memiliki atau merujuk pada satu hal yang sama. Meskipun demikian, ketika ada nilai rasa, makna kedua kata bersinonim tak lagi terasa sama.

Sebagai contoh kata 'wanita' dan 'perempuan'. Tanpa memerhatikan nilai rasa, kedua kata merujuk pada makna yang sama. Perdebatan baru akan muncul ketika kedua kata dibenturkan dengan nilai rasa.

Manakah yang punya makna lebih positif, wanita atau perempuan.

1. Ada Kata Betina sebelum Wanita dan Perempuan

Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat
Kata betina akan bermakna negatif bila diterapkan pada manusia. (foto: pixabay/PublicDomainPictures)


Sebelum membahas kata 'wanita' dan 'perempuan', kita lihat dulu kata 'betina'. Kata betina amat mungkin berasal dari kata batina dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) (Kamus Jawa Kuno Indonesia, Mardiwarsito, 1986).

Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'betina' diartikan perempuan (biasanya dipakai untuk binatang atau benda) dan pasangan (bagi binatang jantan).

Dengan makna itu, jelaslah bahwa kata betina lebih umum digunakan untuk binatang. Selain itu, kata betina jelas menjadi penanda jenis kelamin. Makna kata itu pun netral saja, tanpa nilai rasa.

Konotasi untuk kata betina baru muncul ketika dikenakan menyebut manusia. Pernah dengar ungkapan 'dasar betina' atau 'benar-benar betina'? Ungkapan 'dasar betina' diartikan sebagai 'sifat yang cerewet, usil, dan kepoan', sedangkan 'benar-benar betina' dimaknai 'nympomania, perempuan dengan nafsu berahi menggebu-gebu'. Keduanya berkonotasi negatif.

Sangat berbeda kan? Begitulah nilai rasa (konotasi) berperan mengubah makna sebuah kata.

2. Eufemisme Wanita

Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat
Dharma Wanita membuat kaum hawa hanya punya peran di bidang domstik. (foto: dharmawanitapersatuan.com)


Banyak teori yang disodorkan tentang asal-usul kata 'wanita'. Old Javanese English Dictionary (Zoetmulder, 1982) menyebut wanita berasal dari kata 'wanted a' yang berarti 'sesuatu yang diinginkan'. Dalam hal ini, jelas sekali wanita sesuatu yang diinginkan para pria.

Secara mendalam, wanita baru dilihat dan dianggap ada karena diinginkan pria. Secara tidak langsung, wanita hanya dijadikan objek saja bagi para lelaki.

Makna minor tersebut juga muncul dalam Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara karya Prof Dr Slametmuljana. Dalam buku itu, disebutkan bahwa wanita bukanlan penanda pembeda jenis kelamin. Ia menyebut wanita berasal dari bahasa Sanskerta vanita yang salah satu maknanya ialah 'yang diinginkan'. Kata itu kemudian diserap ke bahasa Jawa Kuno (Kawi) menjadi wanita.

Penegasan bahwa wanita inferior dan hanya objek bagi lelaki juga muncul dalam etimologi rakyat Jawa. Kata wanita secara kultural Jawa diartikan 'wani ditoto'. Secara bebas, terjemahannya ialah 'berani diatur' atau secara kontekstualnya 'bersedia diatur'.

Jelas sekali, dalam budaya Jawa, wanita punya posisi inferior. Sebagai manusia, wanita harus berada di bawah perintah suami. Tunduk. Apa pun kata suami, wanita harus ikut. Wanita dinilai tinggi jika bisa bersikap manut kepada suami. Tak ada apresiasi untuk kemandirian wanita.

Ternyata pemaknaan etimologi Jawa tersebut merasuk ke bahasa Indonesia. KBBI memaknai kata 'wanita' sebagai 'perempuan dewasa', kaum putri. Makna itu mengesankan bahwa wanita amat erat dengan segala hal keputrian, hal-hal kemayu khas kaum hawa. Wanita dicirikan dengan sifat-sifat keputrian, seperti lemah lembut, sabar, halus, tunduk, patuh, mengabdi, dan menyenangkan pria. Indah ya?

Bahkan makna utopis itu sampai dipakai untuk perkumpulan kaum hawa. Pernah dengar nama organisasi Dharma Wanita? Organisai yang beranggotakan istri para pegawai negeri sipil itu mengesahkan 'wanita' hanya punya peran domestik. Meskipun demikian, anehnya, kata 'wanita' justru menjadi eufemisme (penghalusan makna untuk perempuan).

Hal itu mungkin amat terkait dengan bagaimana Orde Baru mengidealkan peran kaum hawa dalam lima kewajiban wanita (pancadarma) Dharma Wanita, yaitu wanita sebagai istri pendamping suami, wanita sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda, wanita sebagai pengatur ekonomi rumah tangga, wanita sebagai pencari nafkah tambahan, dan wanita sebagai anggota masyarakat, terutama organisasi wanita, badan-badan sosial, dan sebagainya yang menyumbangkan tenaga kepada masyarakat.

Meskipun terlihat memberdayakan wanita, tetap saja dalam kewajiban itu menjadi istri yang mendampingi suami merupakan tugas utama. Setelah itu diikuti tugas domestik. Kemandirian finansial dan suara dalam masyarakat sosial baru ada di dua poin terakhir. Masih tetap inferior kan ya?

3. Perempuan yang Menguatkan

Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat
Kata perempuan mulai muncul sebagai pernyataan bahwa kaum hawa kuat. (foto: pixabay/erikawittlieb)


Penggunaan kata 'wanita' untuk eufemisme perempuan justru memberikan makna inferior bagi kaum hawa. Seiring berjalan waktu, eufemisme itu terasa makin tak tepat. Bagaimana dengan kata 'perempuan'?

KBBI mengartikan kata 'perempuan' sebagai orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui; wanita, istri; bini, betina (khusus untuk hewan). Sebagai tambahan, KBBI memasukkan lema 'keperempuanan'. Salah satu makna 'keperempuanan' ialah 'kehormatan sebagai perempuan'. Makna itu menyiratkan bahwa kaum hawa seharusnya enggak dipandang inferior. Perempuan punya harga diri.

'Perlawan' dimulai dengan kembali menggunakan kata 'perempuan' dalam lembaga pergerakan kaum hawa. Sebagai contoh, ada Solidaritas Perempuan, Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, hingga Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak.

Lembaga dan organisasi tersebut seperti membawa kembali makna perempuan ke posisinya sebelum mengalami peyorasi akibat disandingkan dengan kata 'wanita'. Bahwa perempuan punya suara dan bukan kaum inferior.

Memang, dalam sejarah Indonesia, pergerakan perempuan sudah ada sejak dulu. Pada 22 Desember 1928, para perempuan berkumpul di Dalem Jayadipuran, Yogyakarta, untuk menggelar Kongres Perempuan Indonesia. Tujuan utama kongres itu ialah memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan.

Penggunaan kata 'perempuan' dalam kongres itu menyiratkan bahwa kaum hawa juga punya hak yang sama dengan kaum adam. Kesan setara jelas terasa dalam konteks tersebut.

Kesan itu sejalan dengan tinjauan etimologis kata 'perempuan'. Sudarwati D Jupriono dalam tulisan Betina, Wanita, Perempuan: Telaah Semantik Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik menyebut kata'perempuan' bahkan bernilai cukup tinggi, tidak di bawah, tetapi sejajar, bahkan lebih tinggi daripada kata lelaki.

Ia menjelaskan sebagai berikut:

- Secara etimologis, kata perempuan berasal dari kata empu yang berarti 'tuan', 'orang yang mahir/berkuasa', ataupun 'kepala', 'hulu', atau 'yang paling besar'. Contohnya, empu jari untuk 'ibu jari', empu gending untuk 'orang yang mahir mencipta tembang'.


- Kata 'perempuan' berhubungan dengan kata ampu 'penyokong', 'memerintah', 'penyangga', 'penjaga keselamatan', bahkan 'wali'. Kata mengampu berarti 'menahan agar tak jatuh' atau 'menyokong agar tidak runtuh'. Sementara itu, kata 'mengampukan' berarti 'memerintah (negeri).


- Kata 'perempuan' berakar erat dari kata empuan. Kata itu mengalami pemendekan menjadi 'puan' yang menjadi 'sapaan hormat kepada perempuan', sebagai pasangan kata tuan 'sapaan hormat pada lelaki'.

4. Kini, Era para Perempuan

Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat
Kini, kata perempuan makin banyak digunakan. (foto: pixabay/fotografielink)

Makna etimologis yang menguatkan tersebut kemudian memunculkan pemahaman bahwa kata 'perempuan' justru menempatkan kaum hawa sejajar (atau bahkan lebih tinggi) dengan kaum adam. Pelekatan kata perempuan seperti menguatkan. Memberikan energi baru.

Tak seperti wanita yang lekat dengan urusan keputrian, perempuan terasa lebih punya kuasa. Mandiri dan berdaya. Hal itulah yang mungkin kemudian mendasari pergantian nama kementerian dari 'peranan wanita' menjadi 'pemberdayaan perempuan'.

Semoga saja nilai rasa yang menimbulkan kesan positif itu bisa membawa perempuan Indonesia pada keseimbangan peran dan kesetaraan gender antara pria dan perempuan.

Selamat Hari Perempuan Internasional 2019.(dwi)

Baca Original Artikel

Perempuan adalah istilah untuk jenis kelamin manusia yang berbeda dengan laki-laki. Dalam bahasa Sansekerta kata perempuan diambil dari kata per + empu + an. Per, memiliki arti mahluk, dan empu, yang berarti mulia, tuan, mahir. Dengan demikian perempuan bisa dimaknai sebagai mahluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan. Perempuan memiliki organ-organ reproduksi yaitu ovarium, uterus, dan vagina, serta mampu menghasilkan sel gamet yang disebut sel telur. Perempuan juga memiliki kemampuan untuk menstruasi, mengandung, melahirkan anak, dan menyusui.[1]

Perbedaan wanita dan perempuan dalam filsafat

Dari atas kiri ke kanan: Ratu Syeba, Venus, Jeanne d'Arc, Eva Perón, Marie Curie, Indira Gandhi, Venus dari Willendorf, Wangari Maathai, Bunda Teresa, Grace Hopper, Mamechiho (geisha), petani Tibet, Marilyn Monroe, Oprah Winfrey, Aung San Suu Kyi, Josephine Baker, Isis, Laverne Cox, Elizabeth I, dan seorang ibu dari suku Quechua.

Istilah "perempuan" umumnya digunakan untuk manusia segala umur. Sebutan umum untuk orang dewasa berjenis kelamin perempuan disebut wanita. Sementara itu, istilah untuk anak-anak yang berjenis kelamin perempuan disebut "anak perempuan", "cewek",[2] atau "gadis".[3]

Di Indonesia, sapaan yang lebih sopan ataupun panggilan untuk wanita yang dihormati atau yang lebih tua adalah "ibu",[4] atau sapaan-sapaan lainnya menurut bahasa daerah masing-masing wilayah.

Lawan jenis dari perempuan adalah laki-laki.

Menurut teori populer, kata "perempuan" berasal dari kata "empu" dalam Bahasa Jawa Kuno, yang kemudian diserap dalam Bahasa Melayu, yang berarti "tuan, mulia, hormat".[5] Kata empu tersebut mengalami pengimbuhan dengan penambahan "per-" dan "-an" yang kemudian membentuk kata "perempuan".[6] Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa kata empu dalam perempuan berhubungan dengan kata ampu yang berarti "sokong, penyangga".[7]

Kata "wanita" berasal dari kata vanita dalam Bahasa Sansekerta, yang secara harfiah berarti "yang diinginkan".[7][6]

Doktrin agama tertentu memiliki ketentuan khusus yang berkaitan dengan peran gender, interaksi sosial dan pribadi antar jenis kelamin, pakaian berpakaian yang pantas untuk perempuan, dan berbagai masalah lain yang mempengaruhi perempuan dan posisi mereka dalam masyarakat. Di banyak negara, ajaran agama ini mempengaruhi hukum pidana atau hukum keluarga dalam yurisdiksi tersebut (untuk contoh, lihat syariat Islam). Hubungan antara agama, hukum, dan kesetaraan gender telah banyak dibahas oleh organisasi internasional.[8]

 

Sistem reproduksi wanita manusia

 

Kariotipe spektrum dari seorang wanita manusia

 

Perbandingan perempuan dan laki-laki dewasa.

Dari segi biologi, alat kelamin perempuan terlibat dalam sistem reproduksi, sedangkan ciri-ciri kelamin sekunder terlibat dalam hal menyusui anak dan menarik pasangan laki-laki.[9][10]

Organ-organ reproduksi yang khas pada perempuan, yiatu:

  • Ovarium, selain fungsi pengaturannya untuk menghasilkan hormon, menghasilkan gamet betina yang disebut sel telur, yang bila dibuahi oleh gamet jantan (sel sperma) maka dapat membentuk individu genetik baru.
  • Rahim adalah organ dengan jaringan untuk melindungi dan memelihara janin dan otot yang sedang berkembang untuk dikeluarkan saat melahirkan.
  • Vagina digunakan dalam persetubuhan dan persalinan, meskipun istilah vagina sering digunakan dalam bahasa sehari-hari dan salah digunakan untuk menyebut vulva (alat kelamin wanita luar),[11][12] yang terdiri dari lubang vagina, labia, klitoris, dan uretra wanita.

Sedangkan organ-organ nonreproduksi yang khas pada perempuan, yaitu:

  • Payudara berevolusi dari kelenjar keringat untuk menghasilkan susu, sekresi bergizi yang merupakan salah satu ciri khas mamalia. Pada wanita dewasa payudara umumnya lebih menonjol daripada kebanyakan mamalia lainnya; keunggulan ini, tidak perlu untuk produksi air susu ibu (ASI), dan dianggap setidaknya sebagian sebagai hasil seleksi seksual.[10]
  • Matriarki
  • Putri
  • Feminin
  • Betina
  • Pria
  • Laki-laki

  1. ^ (Indonesia) Arti kata Perempuan dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  2. ^ (Indonesia) Arti kata Cewek dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  3. ^ (Indonesia) Arti kata Gadis dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  4. ^ (Indonesia) Arti kata Ibu dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  5. ^ Kata empu dalam bahasa Melayu berkembang menjadi kata "empunya" yang berarti "dimiliki oleh tuannya atau pemiliknya", yang kemudian menjadi kata punya dalam Bahasa Melayu Modern dan Bahasa Indonesia, yang berarti "milik, memiliki"
  6. ^ a b Marfu’ah, Siti; Fernandez, Wahyubinatara (8 Maret 2019). "Perempuan atau Wanita? Makna Perjuangan di Balik Kata". RMI. Diakses tanggal 8 November 2021. 
  7. ^ a b Parhani, Siti (6 Januari 2021). "Antara Wanita dan Perempuan, Apa Bedanya?". Magdalene. Diakses tanggal 8 November 2021. 
  8. ^ "United Nations News Centre — Harmful practices against women and girls can never be justified by religion – UN expert". Un.org. 2013-10-29. Diakses tanggal 2014-04-19. 
  9. ^ Marc H. Bornstein, ed. (2018). The SAGE Encyclopedia of Lifespan Human Development. SAGE Publications. ISBN 9781506353326. 
  10. ^ a b Buss, David (2019). "Men's Long-Term Mating Strategies". Evolutionary Psychology: The New Science of the Mind (edisi ke-Sixth). Routledge. ISBN 9780429590061. 
  11. ^ Kirkpatrick M (2012). Human Sexuality: Personality and Social Psychological Perspectives. Springer Science & Business Media. hlm. 175. ISBN 978-1468436563. 
  12. ^ Sáenz-Herrero M (2014). Psychopathology in Women: Incorporating Gender Perspective into Descriptive Psychopathology. Springer. hlm. 250. ISBN 978-3319058702. In addition, there is a current lack of appropriate vocabulary to refer to the external female genitals, using, for example, 'vagina' and 'vulva' as if they were synonyms, as if using these terms incorrectly were harmless to the sexual and psychological development of women.' 

  •   Media terkait Wanita di Wikimedia Commons
 

Artikel bertopik manusia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perempuan&oldid=20703920"