Pada masa kejayaan islam terdapat banyak tokoh-tokoh muslim yang ahli dalam bidang kedokteran

Pada abad ke-8 hingga 13 Masehi, Islam mengalami masa keemasan atau Golden Age. Di masa tersebut, dunia Islam mengalami kemajuan ilmu pengetahuan, sains, dan budaya yang luar biasa pesat. Banyak ahli sejarah yang memiliki pendapat bahwa periode ini juga ditandai dengan waktu berdirinya Bayt Al Hikmah (750-1258) yang merupakan pusat studi, perpustakaan, sekaligus universitas terbesar di dunia pada saat itu.

Pada periode yang cukup panjang ini (sekitar 500 tahun), seluruh dunia salut dengan kegigihan kekhalifahan yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan melebihi peradaban manapun pada masa itu.

Di saat belahan dunia lain masih ketinggalan, Islam sudah sangat berkembang karena sumbangsih para ilmuwan-ilmuwannya. Berikut ini adalah 5 tokoh ilmuwan muslim dan ketiga diantaranya adalah juga para dokter atau ahli kesehatan. 

1.   Ibnu Sina 

Ibnu Sina adalah seorang ilmuwan, filsuf, dan dokter kelahiran Persia. Memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina atau Syeikh Al-Raish atau Avicenna, semasa hidupnya produktif menulis dengan karya-karya dalam bidang filosofi dan pengobatan.

Karyanya yang paling terkenal di bidang kedokteran adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad, bahkan hingga saat ini. Tidak heran jika ia dijuluki sebagai “Bapak Pengobatan Modern” dan “Bapak Kedokteran Pertama”.

Selain itu, ia pun juga menghabiskan waktu untuk meneliti berbagai ilmu seperti matematika, astronomi, filsafat, psikologi, dan kaidah-kaidah ilmu kedokteran. Keistimewaan lain Ibnu Sina tidak hanya ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, tetapi beliau juga seorang ilmuwan yang alim. Terbukti pada usia 10 tahun ia sudah hafal Al-Quran, kemudian usia 18 tahun mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu.

2.   Ar Razi

Muhammad bin Zakariya Ar-Razi atau dikenal sebagai Rhazes, merupakan salah seorang pakar sains dari Iran yang hidup antara tahun 864-930 M. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Salah satu karya yang ia hasilkan yaitu Al-Judari wal-Hasbah. Ini adalah buku pertama yang membahas tentang penyakit cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam bahasa latin dan bahasa Eropa lainnya.

Selain itu, Razi juga diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit alergi (asma), dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan bahwa demam adalah mekanisme tubuh untuk melindungi diri.

3.   Abulcasis

Bapak Operasi Modern adalah sebutan bagi Abul Qasim Az-Zahrawi atau Az-Zahra atau Abulcasis, yang merupakan pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad pertengahan. Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri dari 30 jilid. 

Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gherardo dari Cremona pada abad ke-12. Selama lima abad Eropa Pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa.

Abulcasis juga menciptakan penemuan obat-obatan, membuat alat bedah sendiri dengan teknik pengoperasian yang tergolong maju saat itu. Berkat keahliannya tersebut, Abulcasis diangkat menjadi dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah. Selama lima abad lamanya para ilmuwan Eropa menjadikan bukunya sebagai sumber utama pengetahuan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan. 

4.   Al Biruni

Al Biruni memiliki nama lengkap Abu Raihan Al Biruni, adalah seorang ahli matematika asal Turkmenistan yang lahir pada masa kekaisaran Persia. Untuk memperdalam ilmu pengetahuan, ia pernah belajar matematika dan astronomi pada Abu Nashr Mansur. Al Biruni juga juga teman Ibnu Sina, seorang sejarawan, filsuf, dan pakar etik.

Ia juga menulis hasil kajian proyeksi peta termasuk metodologi untuk proyeksi belahan bumi pada bidang datar. Semasa hidupnya, Al Biruni telah menulis lebih dari 120 buah buku tentang ilmu aritmatika, analisis kombinatorial, kaidah bilangan angka 3, bilangan irasional, geometri, teorema Archimedes dan sudut segitiga. Buku-buku tersebut ditulis dalam beberapa bahasa seperti Yunani, Suriah, Berber, dan Sansekerta.

5.   Al Khawarizmi

Nama lengkapnya Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi. Ia adalah seorang ilmuwan yang memperkenalkan sistem penomoran posisi desimal dan membuat buku tentang Al-Jabar yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Atas karyanya itu Al Khawarizmi dijuluki sebagai “Bapak Al-Jabar”.

Orang-orang di Eropa menjadikan bukunya itu sebagai panduan dalam ilmu hitung atau aritmatika. Mereka menyebut Al-Jabar sebagai Algorisma untuk menghormati Al-Khawarizmi atas temuannya tersebut. Ia merupakan ilmuwan muslim pertama yang mengenalkan ilmu matematika pada dunia.

—-

Peradaban Islam dahulu begitu maju karena umat Islam dan para ilmuwan semangat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Alhasil, tidak salah jika Islam menjadi sorotan, berpengaruh, dan memberikan banyak perubahan bagi peradaban dunia.

Lantas, bagaimana dengan Islam di masa kini? Tentu semuanya kembali kepada kita sebagai umat Islam untuk terus menggali ilmu pengetahuan dan menjadi ahli di bidang pekerjaan kita masing-masing. Akankah kita menjadi bagian untuk memberikan perubahan bagi dunia yang lebih baik atau hanya berdiam diri dan mengikuti arus perubahan yang terjadi?

Kategori : Khazanah, Ditulis pada : 03 April 2020, 09:20:38

Pada masa kejayaan islam terdapat banyak tokoh-tokoh muslim yang ahli dalam bidang kedokteran

Sejarah mencatat zaman keemasan penemuan ilmiah di dunia Islam. Pertumbuhan Islam di abad ke-7 telah mendorong era keemasan sains, yang pada akhirnya mendorong batas-batas ke tingkat yang baru.

Namun, dampak peradaban Islam pada ilmu pengetahuan, teknologi, dan kedokteran antara tahun 800 dan 1450 kerap dilupakan. Masyarakat modern umumnya mengagungkan gagasan bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pada dasarnya bersifat Barat.

Peristiwa Renaissance dan Masa Pencerahan di Eropa kerap menjadi pusat diskusi ketika berbicara tentang asal-usul di bidang ilmu pengetahuan.

Referensi Barat dalam pelopor sains seperti Newton, Darwin, dan Einstein, kerap dihormati untuk karya-karya mereka.

Padahal, di dunia Arab dan Muslim sendiri, terdapat penemuan-penemuan yang sepatutnya juga mendapatkan representasi yang adil.

Dunia Arab dan Muslim dipenuhi dengan para ilmuwan yang membantu memajukan bidang kedokteran. Bidang kodokteran, khususnya, tidak akan terbentuk sedini mungkin tanpa kiprah para cendekiawan Muslim itu.

Para cendekiawan Muslim telah menulis tentang teori evolusi sekitar 900 tahun sebelum ilmuwan Barat yang dikenal dengan teori evolusinya, Charles Darwin, lahir. Dengan penyebaran Islam selama abad ke-7, terbentang pula bahasa Arab.

Para cendekiawan Arab dikenal karena menerjemahkan karya-karya filosofis dan ilmiah dari bahasa Yunani, Suriah, Pahlavi, dan Sanskerta ke dalam bahasa Arab. Dokter Muslim juga menerjemahkan teks-teks dokter Yunani dan Romawi.

Meningkatnya terjemahan teks ke dalam bahasa Arab muncul dengan berdirinya Rumah Kebijaksanaan di Baghdad, Irak, pada 830 Masehi.

Rumah yang didirikan khalifah al-Mamun itu menjadi pusat studi bagi para cendekiawan. Bahasa Arab kala itu menjadi lidah yang paling berharga bagi ilmu pengetahuan selama berabad-abad dan banyak penelitian telah terungkap.

Selama abad ke-11, edisi-edisi Arab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan ke seluruh Eropa. Seandainya tidak demikian, siapa yang tahu di mana Eropa akan berdiri dalam hal sains dan filsafat.

Selain pertumbuhan bahasa, para cendekiawan Arab dan Muslim juga meninggalkan penemuan mereka di berbagai bidang ilmiah, seperti matematika, astronomi, kimia dan kedokteran.

Para dokter dan cendekiawan Arab membuka jalan bagi kemajuan medis, baik dalam hal teknik dan pembentukan struktur yang saat ini dilihat di rumah sakit modern. Salah satu contohnya adalah penggunaan alkohol sebagai antiseptik.

Di antaranya adalah Ibnu Sina pada periode 980 sampai 1037. Dalam bukunya yang revolusioner, The Canon of Medicine, ilmuwan Persia ini memperkenalkan metode perancangan obat-obatan canggih yang dianggap oleh para cendekiawan beberapa abad ke depan dari masanya.

Teknik, praktik, dan gagasannya berkontribusi secara besar pada apa yang dikenal sekarang sebagai pengobatan Barat. Bukunya juga digunakan sebagai buku teks medis standar untuk dokter-dokter Eropa hingga abad ke-17.

Pada masa kejayaan islam terdapat banyak tokoh-tokoh muslim yang ahli dalam bidang kedokteran

Selanjutnya, ada dokter Muslim yang dikenal pada periode 936-1013. Al-Zahrawi kala itu menjadi perintis Arab yang mendirikan fondasi dari pelaksanaan operasi modern yang sangat berpengaruh di Barat. Banyak instrumen dan teknik bedah inovatifnya masih digunakan hingga hari ini.

Al-Zahrawi menemukan jarum suntik, forsep (forceps), kait dan jarum bedah, gergaji tulang, dan pisau bedah lithotomy. Dia juga menemukan perawatan bedah untuk uretra, telinga, dan kerongkongan.

Dia adalah dokter pertama yang menggambarkan kehamilan ektopik dan mengidentifikasi sifat genetik hemofilia. Dia juga menulis sebuah ensiklopedia 30-volume dari praktik medis yang disebut Kitab Al-Tasrif.

Kemudian, sejarah Islam juga mencatat Ibn Al-Nafis, seorang tabib Arab abad ke-13 yang menulis tentang sirkulasi darah 300 tahun sebelum ini mencapai Barat.

Adapula Ibn Al-Haytham, perintis asal Irak yang dianggap sebagai ahli fisika eksperimental pertama.

Ibn Al-Haytham dikenal karena membangun metode ilmiah modern untuk membuat hipotesis dan menjalankan eksperimen lebih dari 150 tahun sebelum para ilmuwan Eropa mengetahuinya.

Al-Haytham menulis secara luas tentang universalitas sains dan perlunya memberikan bukti empiris dan bukti untuk teori-teori ilmiah melalui eksperimen yang dia lakukan sendiri.

Meskipun dia berkontribusi pada berbagai disiplin ilmu, namun pencapaian terbesarnya adalah membangun optik modern dalam buku berjudul Book of Optics atau Kitab Al-Manadhir. Dia menjelaskan dengan benar untuk pertama kalinya dalam sejarah bagaimana proses penglihatan terjadi, yang dia buktikan melalui eksperimennya.

Dalam artikel yang ditulis Leyal Khalife di Step Feed, seperti dilansir pada Selasa (31/3), disebutkan bahwa banyak rumah sakit pertama dan paling maju pada abad ke-8 yang muncul di kota-kota Arab, terutama di Baghdad dan Kairo. Kala itu sebuah rumah sakit dibangun pada tahun 805. Pada tahun itu juga dibangun tempat baik sekolah kedokteran dan perpustakaan.

Namun, perumahan itu berbeda dari model rumah sakit Kristen abad pertengahan yang tujuannya untuk merawat pasien secara medis. Rumah sakit di era Islam abad ke-8 itu bukan hanya merawat pasien. Selanjutnya, adapula pusat medis lain, yakni Rumah Sakit Ahmad ibn Tulun, yang didirikan pada tahun 872 di Kairo, Mesir.

Rumah sakit ini sebagian besar sekuler, artinya mereka memberikan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan. Rumah sakit sejenis kemudian didirikan di negara-negara Muslim lainnya.

Di al-Qayrawan, ibu kota Arab Tunisia, sebuah rumah sakit dibangun pada abad ke-9. Kemudian, rumah sakit yang lain didirikan di Makkah dan Madinah di Arab Saudi.

Rumah sakit Ottoman tumbuh di Turki pada abad ke-13. Akan tetapi ketika sampai pada pendirian rumah sakit di Spanyol di era Islam, misalnya, mereka relatif terlambat. Rumah sakit paling awal yang dibangun di sana adalah pada 1397 di Granada.

Para cendekiawan Muslim sejatinya telah memberikan kontribusi dan kiprah, khususnya di bidang kedokteran.

Akan tetapi, seiring waktu banyak kemajuan di bidang itu selama berabad-abad telah menghapus metode lama. Namun demikian, sejarah Islam di bidang kedokteran tetaplah penting untuk diketahui.

Sumber : Republika.co.id/Khazanah