Organisasi perjuangan politik yang merupakan momen kebangkitan Nasional

Jakarta -

Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tanggal 20 Mei. Tanggal tersebut bertepatan dengan kelahiran organisasi Budi Utomo pada tahun 1908.

Perlu diketahui juga, meski bangsa Indonesia memperingati hari tersebut tiap 20 Mei, tetapi momen ini bukanlah hari libur nasional. Pertama kali peringatannya dilakukan pada tahun 1948 di Yogyakarta oleh Presiden Soekarno.

Dikutip dari laman Kemdikbud, pada tanggal tersebut Soekarno meminta Ki Hajar Dewantara merayakan hari lahir Budi Utomo sebagai Hari Kebangunan Nasional, yang selanjutnya disebut dengan Hari Kebangkitan Nasional.

Penetapan resminya pun akhirnya dilakukan 16 Desember 1959 oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Tokoh Berpengaruh Hari Kebangkitan Nasional

Jauh sebelum ditetapkannya Hari Kebangkitan Nasional, para pendiri Budi Utomo dan dr Wahidin Soedirohusodo mengadakan pertemuan yang menghasilkan ide "studiefonds". Ide tersebut adalah dana pendidikan agar tidak mudah diadu oleh penjajah.

Waktu itu, Soetomo dan teman-temannya juga mempunyai semangat perjuangan yang tinggi. Oleh sebab itu, gagasan mereka cocok dengan dr Wahidin.

Para tokoh di balik berdirinya Budi Utomo sendiri adalah Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Gondo Soewarno, dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Di samping itu, ada juga Soelaiman, M. Soewarno, Moehammad Saleh, RM. Goembrek, dan Soelaiman.

Sejarah Kebangkitan Nasional

Berdasarkan tulisan dalam laman Kemdikbud yang berjudul STOVIA, Boedi Oetomo, dan Kebangkitan Pergerakan Nasional, organisasi Budi Utomo membangkitkan semangat kebangkitan nasional ini.

Perkumpulan tersebut mengubah metode perjuangan dari yang awalnya mengandalkan perlawanan fisik, kemudian melibatkan diplomasi. Budi Utomo juga mengubah perjuangan yang awalnya kedaerahan menjadi nasional.

Selain itu, semangat Budi Utomo mendorong lahirnya berbagai organisasi lain yang juga bergerak di bidang politik melalui cara diplomatis. Setelah Budi Utomo berdiri, banyak organisasi serupa yang muncul, contohnya Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah, Perhimpunan Indonesia, dan lainnya.

Sejarah Budi Utomo

Buku berjudul dr. Soetomo Dokter Penggerak Kebangkitan Nasional karya Rohmat Kurnia, Budi Utomo dibentuk oleh dr. Sutomo bersama para pelajar STOVIA, yaitu Douwes Dekker dan Dr, Tjipto Mangunkusumo. Budi Utomo adalah organisasi pertama yang bersifat modern.

Mereka memiliki visi dan misi meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pendidikan dan kebudayaan. Meski begitu, organisasi ini juga mengalami kemunduran.

Sebagaimana dikatakan dalam Modul Mata Pelajaran Sejarah SMA (2016) oleh Kemdikbud, kemunduran ini dikarenakan aktivitas mereka yang hanya sebatas penerbitan majalah Goeroe Desa dan sejumlah petisi meningkatkan mutu pendidikan yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda.

Aktivitas mereka lambat karena banyak pengurusnya yang merupakan pegawai atau bekas pegawai pemerintah, sehingga takut bertindak dalam gerakan kebangsaan. Budi Utomo pun kekurangan dana dan susunan pemimpinnya terus berubah. Mereka akhirnya makin redup seiring berdirinya organisasi-organisasi lain yang lebih aktif.

Walau makin meredup, tetap saja Budi Utomo diakui sebagai pendorong kebangkitan nasional dan awal perjuangan secara diplomasi.

Itulah sejarah Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati tiap 20 Mei dan tokoh-tokoh di baliknya.

Simak Video "Deretan Tahun Paling Mengerikan dalam Sejarah Manusia"



(nah/lus)

Jakarta -

Hari Kebangkitan Nasional merupakan pertanda bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan dan kesadaran sebagai sebuah bangsa untuk menggabungkan diri melalui sebuah gerakan organisasi. Sebelumnya, semangat ini tidak pernah muncul.

Setiap tahunnya hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tanggal 20 Mei. Tanggal tersebut diambil dari lahirnya organisasi Budi Utomo pada 1908. Hari Kebangkitan Nasional ini pertama kali diperingati oleh Presiden Sukarno pada 20 Mei 1948 di Yogyakarta, lho.

Seperti yang dikutip dari laman Kemdikbud, pada tanggal tersebut Sukarno menugaskan Ki Hajar Dewantara untuk merayakan hari lahir organisasi Budi Utomo sebagai Hari Kebangunan Nasional yang kemudian dikenal dengan HariKebangkitan Nasional.

Kemudian, Hari Kebangkitan Nasional ditetapkan secara resmi oleh Presiden Soekarno pada 16 Desember 1959 melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Kenapa Organisasi Budi Utomo dipilih?

Hari Kebangkitan Nasional juga merupakan titik awal munculnya semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk menuju kemerdekaan. Kemdikbud dalam halaman webnya yang berjudul STOVIA, Boedi Oetomo, dan Kebangkitan Pergerakan Nasional menuliskan, organisasi Budi Utomo telah membangkitkan semangat tersebut.

Budi Utomo telah mengubah metode perjuangan masyarakat Indonesia. Sebelumnya mengandalkan perlawanan secara fisik. Namun kemudian memasukkan cara diplomasi. Selain itu, Budi Utomo juga telah mengubah perjuangan yang masih bersifat kedaerahan menjadi nasional.

Tidak hanya itu, semangat organisasi Budi Utomo telah menjadi pemicu munculnya organisasi-organisasi yang juga berjuang di bidang politik secara diplomatis. Setelah Budi Utomo, organisasi yang serupa tumbuh dengan subur di Tanah Air.

Organisasi yang muncul setelah Budi Utomo adalah Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Indische Partij, Muhammadiyah, dan lainnya.

Sejarah dan Tokoh Penggerak Budi Utomo

Dalam buku dr. Soetomo Dokter Penggerak Kebangkitan Nasional yang ditulis oleh Rohmat Kurnia, Budi Utomo didirikan oleh dr.Sutomo bersama pelajar STOVIA lainnya, yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo pada 20 Mei 1908. Budi Utomo menjadi organisasi modern pertama di Indonesia.

Nama Budi Utomo berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi yang berarti keterbukaan jiwa, pikiran, kesadaran, akal, atau pengadilan. Sementara itu, utomo berasal dari perkataan Jawa, yaitu utama yang dalam bahasa Sansekerta berarti tingkat pertama atau sangat baik.

Dengan begitu, Budi Utomo memiliki visi dan misi mulia, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui pendidikan dan kebudayaan.Namun, dikutip dari Modul Mata Pelajaran Sejarah SMA (2016) oleh Kemdikbud, pada perkembangannya Budi Utomo mengalami kemunduran.

Hal ini dikarenakan aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah Goeroe Desa dan beberapa petisi untuk meningkatkan mutu pendidikan kepada pemerintah Hindia Belanda.

Kelambanan aktivitas Budi Utomo ini juga disebabkan karena banyak pengurus dan pemimpin mereka yang berstatus sebagai pegawai atau bekas pegawai pemerintah. Akibatnya, mereka takut bertindak atau lemah dalam gerakan kebangsaan.

Tidak hanya itu, Budi Utomo juga kekurangan dana dan memiliki susunan pemimpin yang terus berubah. Kemudian, peran Budi Utomo semakin meredup seiring berdirinya organisasi yang lebih aktif. Kebanyakan organisasi tersebut bersifat keagamaan, kebudayaan dan pendidikan, serta organisasi yang bersifat politik.

Terlepas dari hal-hal tersebut, Budi Utomo tetap diakui sebagai munculnya kebangkitan nasional yang merupakan titik awal perjuangan secara diplomasi untuk lepas dari penjajahan.

Simak Video "Hari Kebangkitan Nasional, Addie MS: Bangkit untuk Bersatu "



(pal/pal)

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara (kini Indonesia), ketika rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia".[1] Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).[2]

Untuk mengejar keuntungan ekonomi dan menguasai administrasi wilayah, Belanda menerapkan sistem pemerintahan kolonial pada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki kesamaan identitas politik. Pada awal abad ke-20, Belanda menetapkan batas-batas teritorial di Hindia Belanda, yang menjadi cikal bakal Indonesia modern.

Pada paruh pertama abad ke-20, muncul sejumlah organisasi kepemimpinan yang baru. Melalui kebijakan Politik Etis, Belanda membantu menciptakan sekelompok orang Indonesia yang terpelajar. Perubahan yang mendalam pada orang-orang Indonesia ini sering disebut sebagai "Kebangkitan Nasional Indonesia". Peristiwa ini bersamaan dengan peningkatan aktivitas politik hingga mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.[1]

Kebangkitan nasional juga disebabkan oleh masuknya perkembangan pikiran dari kaum muda.

Secara garis besar, faktor pendorong kebangkitan nasional terbagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal yakni (1) penderitaan yang berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan. Sedangkan faktor eksternalnya yakni (1) timbulnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika seperti nasionalisme, liberalisme, dan sosialisme; (2) munculnya gerakan kebangkitan nasional di Asia seperti Turki Muda, Kongres Nasional India, dan Gandhisme; dan (3) kemenangan Jepang atas Rusia pada perang Jepang-Rusia yang menyadarkan negara-negara di Asia untuk melawan negara barat.[3]

Pendidikan

 

Siswa sekolah pertanian di Tegalgondo, Jawa Tengah, sekitar tahun 1900–1940.

Pada awal abad ke-20, orang Indonesia yang mengenyam pendidikan tingkat menengah hampir tidak ada dan sejak saat itu, Politik Etis memungkinkan perluasan kesempatan pendidikan menengah bagi penduduk asli Indonesia.[4] Pada tahun 1925, fokus pemerintah kolonial bergeser ke penyediaan pendidikan kejuruan dasar selama tiga tahun.

Pada tahun 1940, lebih dari 2 juta siswa telah bersekolah sehingga tingkat melek huruf meningkat menjadi 6,3 persen yang tercatat dalam sensus tahun 1930. Pendidikan menengah Belanda membuka cakrawala dan peluang baru, dan sangat diminati oleh orang-orang Indonesia.[4]

Pada tahun 1940, antara 65.000 hingga 80.000 siswa Indonesia bersekolah di sekolah dasar Belanda atau sekolah dasar yang didukung Belanda, atau setara dengan 1 persen dari kelompok usia yang sesuai. Di sekitar waktu yang sama, ada 7.000 siswa Indonesia di sekolah menengah menengah Belanda. Sebagian besar siswa sekolah menengah bersekolah di MULO.[4]

Meskipun jumlah siswa yang terdaftar relatif sedikit dibandingkan dengan total kelompok usia sekolah, pendidikan menengah Belanda memiliki kualitas tinggi dan sejak tahun 1920-an mulai menghasilkan elit Indonesia terdidik yang baru.

 

Delegasi yang hadir pada Sumpah Pemuda, yang menyepakati kerangka kerja Indonesia, terutama bahasa nasional yang sama.

 

Anggota Partai Nasional Indonesia, salah satu organisasi utama yang pro-kemerdekaan.

Penerapan Politik Etis pada bidang pendidikan tidak memberikan kesempatan pendidikan yang luas kepada penduduk Hindia Belanda, tetapi hanya memberikan pendidikan Belanda untuk anak-anak elit pribumi. Sebagian besar pendidikan dimaksudkan untuk menyediakan tenaga kerja klerikal untuk birokrasi kolonial yang sedang tumbuh. Meskipun demikian, pendidikan Barat membawa serta ide-ide politik Barat tentang kebebasan dan demokrasi. Selama dekade 1920-an dan 30-an, kelompok elit hasil pendidikan ini mulai menyuarakan kebangkitan anti-kolonialisme dan kesadaran nasional.

Pada periode ini, partai politik Indonesia mulai bermunculan. Berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dinilai sebagai awal gerakan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Namun, penetapan waktu tersebut masih mengundang diskusi yang menimbulkan polemik.[5][6] Dasar pemilihan Budi Utomo sebagai pelopor kebangkitan nasional dipertanyakan lantaran keanggotaan Budi Utomo masih sebatas etnis dan teritorial Jawa. Kebangkitan nasional dianggap lebih terwakili oleh Sarekat Islam, yang mempunyai anggota di seluruh Hindia Belanda.[7][8]

Pada tahun 1912, Ernest Douwes Dekker bersama Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij (Partai Hindia).[9] Pada tahun itu juga, Sarekat Dagang Islam yang didirikan Haji Samanhudi bertransformasi dari koperasi pedagang batik menjadi organisasi politik.[10] Selain itu, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, organisasi yang bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.[11]

Pada November 1913, Suwardi Suryaningrat membentuk Komite Boemi Poetera. Komite tersebut melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjahan Prancis, tetapi dengan pesta perayaan yang biayanya berasal dari negeri jajahannya. Ia pun menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda") yang dimuat dalam surat kabar de Expresm milik Douwes Dekker. Karena tulisan inilah Suwardi Suryaningrat dihukum buang oleh pemerintah kolonial Belanda.[12]

Sementara itu, Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dibentuk pada tahun 1920, adalah partai yang memperjuangkan kemerdekaan yang sepenuhnya diinspirasi oleh politik Eropa. Pada tahun 1926, PKI mencoba melakukan revolusi melalui pemberontakan yang membuat panik Belanda, yang kemudian menangkap dan mengasingkan ribuan kaum komunis sehingga secara efektif menetralkan PKI selama sisa masa pendudukan Belanda.

Pada 4 Juli 1927, Sukarno dan Algemeene Studieclub memprakarsai berdirinya Perserikatan Nasional Indonesia sebagai partai politik baru. Pada Mei 1928, nama partai ini diubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Menurut sejarawan M.C. Ricklefs, ini merupakan partai politik penting pertama yang beranggotakan etnis Indonesia, semata-mata mencita-citakan kemerdekaan politik.[13]

Pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda mendeklarasikan Sumpah Pemuda, yang menetapkan tujuan nasionalis: "satu tumpah darah — Indonesia, satu bangsa — Indonesia, dan satu bahasa — Indonesia".

Kebebasan politik di bawah Belanda cukup dibatasi. Walaupun tujuan Belanda untuk "membudayakan" dan "memodernisasi" masyarakat Hindia Belanda terkadang memberi toleransi terhadap organisasi dan publikasi media dari orang Indonesia asli, Belanda juga sangat membatasi konten dari aktivitas-aktivitas ini.

Seperti terhadap banyak pemimpin sebelumnya, pemerintah Belanda menangkap Sukarno pada tahun 1929[14] serta melarang PNI. Pemerintah kolonial Belanda menekan banyak organisasi berbasis nasionalisme dan memenjarakan sejumlah pemimpin politik. Meskipun Belanda tidak dapat sepenuhnya membungkam suara-suara lokal yang menuntut perubahan, mereka berhasil mencegah agitasi secara luas. Walaupun sentimen nasionalisme tetap tinggi pada tahun 1930-an, gerakan-gerakan nyata untuk memperjuangkan kemerdekaan tetap tertahan. Pada akhirnya, Perang Dunia II membuat berbagai perubahan dramatis pada kekuatan politik dunia yang juga memengaruhi Hindia Belanda.

Seiring dengan Perang Dunia II, nasib politik Hindia Belanda menjadi tidak jelas. Sebagai penguasa, Belanda mendapati negara mereka diduduki oleh Jerman Nazi pada Mei 1940. Dengan didudukinya negara mereka oleh pihak asing, Belanda berada dalam posisi yang lemah untuk mempertahankan kekuasaan mereka di Hindia Belanda. Namun, pemerintah kolonial bertekad untuk melanjutkan kekuasaannya atas Nusantara.

Pada awal 1942, Kekaisaran Jepang menginvasi Hindia Belanda. Belanda hanya memiliki sedikit kemampuan untuk mempertahankan koloninya dari tentara Kekaisaran Jepang dan pasukan Belanda dikalahkan dalam waktu sebulan—yang mengakhiri kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara. Masa pendudukan Jepang di Nusantara selama tiga tahun berikutnya membawa begitu banyak perubahan sehingga Revolusi Nasional Indonesia dimungkinkan.[15]

Setelah Jepang menyerah kepada Blok Sekutu pada tahun 1945, Belanda berusaha untuk melanjutkan kendali kolonial mereka atas Hindia Belanda. Untuk tujuan ini, Belanda memperoleh dukungan militer dari Inggris sehingga terjadi pertempuran berdarah di Jawa untuk memulihkan kekuasaan Belanda. Meskipun mengalami kerugian besar, kaum nasionalis Indonesia tidak bisa dihalangi. Pada tahun 1945, gagasan tentang "Indonesia" tampaknya tidak dapat ditolak.

 

Peringatan 20 Tahun Hari Kebangkitan Nasional di Yogyakarta, 20 Mei 1948

Sejak 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, disingkat Harkitnas, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia.

  1. ^ a b Ricklefs (1991), hlm. 163-164.
  2. ^ Hannigan 2015, hlm. 176.
  3. ^ "Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional". Kompas. 11 Februari 2020.  Parameter |acces date= yang tidak diketahui mengabaikan (|tanggal-akses= yang disarankan) (bantuan)
  4. ^ a b c Reid (1974), hlm. 2-3.
  5. ^ Akira Nagazumi (1989). Bangkitnya nasionalisme Indonesia: Budi Utomo, 1908-1918. Grafitipers. hlm. v. ISBN 978-979-444-066-7.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  6. ^ "Kebangkitan Nasional". Republika Online. 2015-05-20. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  7. ^ Wildan Sena Utama. "110 Tahun Boedi Oetomo: Bukan Satu-Satunya Pelopor Kebangkitan". tirto.id. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  8. ^ Valina Singka Subekti (2014). Partai Syarikat Islam Indonesia: Konstestasi Politik hingga Konflik Kekuasaan Elite. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 1–2. ISBN 978-979-461-859-2.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  9. ^ "Indo yang Jadi Menteri". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  10. ^ M. Fuad Nasar (2017). Islam dan Muslim di Negara Pancasila. Gre Publishing. hlm. 2–3. ISBN 978-602-7677-24-1.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  11. ^ M. Nasruddin Anshoriy Ch (2010). Matahari pembaruan: rekam jejak K.H. Ahmad Dahlan. Galangpress Group. hlm. 56–57. ISBN 978-602-97032-1-4.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  12. ^ Anshoriy,Ch, HM Nasruddin (2008-01-01). Rekam Jejak ; Dokter Pejuang & Pelopor Kebangkitan Nasional. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-1283-61-8. 
  13. ^ Merle Calvin Ricklefs (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi. hlm. 392–393. ISBN 978-979-024-115-2.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  14. ^ Ricklefs (1991), hlm. 185.
  15. ^ Ricklefs (1991), hlm. 199.

  • Hannigan, Tim (2015). A brief history of Indonesia : sultans, spices, and tsunamis : the incredible story of Southeast Asia's largest nation. Tokyo; Vermont: Singapore: TUTTLE Publishing. ISBN 9781462917167.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Ricklefs, M.C. (1991). A Modern History of Indonesia, 2nd edition. MacMillan. chapters 14–15. ISBN 0-333-57690-X. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kebangkitan_Nasional_Indonesia&oldid=21251929"