Orang yang mencari ilmu dengan niat yang benar karena Allah akan mendapatkan pahala karena

Jakarta -

Manusia diciptakan lengkap dengan akal untuk berpikir. Keterampilan berpikir dapat diasah dengan terus mencari ilmu.

Abdul Hamid M Djamil, Lc dalam bukunya bertajuk Agar Menuntut Ilmu Jadi Mudah menjelaskan, ilmu adalah suatu aktivitas (proses), metode (prosedur), dan pengetahuan (produk). Ilmu tidak akan diperoleh kecuali melalui aktivitas manusia dalam menggali, mempelajari, atau menghafal serta menuliskannya.

Secara bahasa, ilmu berasal dari bahasa Arab, العِلْـمُ yang artinya mengetahui. Kata العِلْـمُ merupakan masdar dari kata عَلِمَ - يَعْلَمُ . Orang yang berilmu disebut alimun (mengetahui).

Kata alimun merupakan sebuah panggilan kehormatan bagi orang-orang yang sangat pandai. Mengenai hal tersebut Imam Sibawaihi mengatakan, "Seseorang tidak akan dinamai dengan ulama, melainkan dia orang alim."

Hukum menuntut ilmu

Hukum menuntut ilmu itu, sesuai dengan kedudukannya. Abdul Qadir 'Isa dalam bukunya Haqaaiqu At-Tasawuf membagi hukum mencari ilmu ke dalam tiga jenis. Antara lain wajib, sunnah, dan haram.

1. Wajib

Hukum wajib dibagi dua yaitu wajib 'ain dan wajib kifayah. Adapun ilmu yang tergolong dalam wajib 'ain adalah ilmu yang harus dipelajari oleh setiap orang islam. Seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf.

Sementara itu, ilmu yang hukumnya wajib kifayah ditujukan kepada sebuah kelompok. Ilmu ini berfungsi untuk kesejahteraan manusia. Adapun ilmu yang dipelajari antara lain ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu bahasa arab, ilmu ushul fiqih, ilmu hitung, ilmu kedokteran, dan ilmu lain yang berfungsi untuk kepentingan masyarakat luas.

2. Sunnah

Hukum sunnah merupakan sebuah anjuran bukan kewajiban. Ilmu ini dianjurkan untuk dimiliki. Apabila dipelajari akan mendatangkan pahala, namun bila tidak dikaji tidak berdosa. Adapun yang termasuk ilmu dengan hukum sunnah untuk dipelajari antara lain ilmu untuk mengetahui tingkat amalan, ilmu tentang ibadah sunnah, dan ilmu-ilmu tentang perkara makruh dalam agama.

3. Haram

Ada beberapa jenis ilmu yang haram untuk dipelajari. Jika ada orang yang melakukan, maka ia akan mendapat dosa. Adapun ilmu yang diharamkan untuk dipelajari adalah ilmu yang fungsinya untuk merusak atau mengganggu kehidupan orang lain. Di antaranya ilmu sihir, ilmu mantra, dan ilmu-ilmu yang bertujuan untuk merusak agama Islam.

Sebagian ulama berpendapat bahwa ilmu tersebut boleh dipelajari dengan tujuan membantu orang lain atau menangkal setiap pemikiran yang melumpuhkan agama Islam.

Terlepas dari ketiga hukum di atas, berdasarkan hadits sahih Ibnu Majah, dikatakan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib.

طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim."

Dalam menuntut ilmu hendaknya diawali dengan niat. Syekh Al-Zarjuni dalam kitabnya Ta'limul Muta'allim menekankan niat dalam menuntut ilmu itu harus didasari keikhlasan. Menuntut ilmu dilakukan untuk mencari ridho Allah SWT dan kehidupan akhirat, menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan diri orang bodoh lainnya, menghidupkan agama, dan melanggengkan islam.

Selain itu, seorang pelajar hendaknya berniat untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Pelajar harus menghilangkan niat untuk dikagumi manusia, mencari kenikmatan dunia, kehormatan, dan semacamnya. Menurutnya, menuntut ilmu adalah bagian dari ibadah.

Sahabat hikmah, ilmu itu datangnya dari Allah SWT. Untuk itu, menuntut ilmu hendaknya dengan niat untuk mencari ridho-Nya.

(nwy/nwy)

Orang yang mencari ilmu dengan niat yang benar karena Allah akan mendapatkan pahala karena

Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”.

Hadis di atas tentunya sudah tidak asing di benak kita, bahwa kewajiban menuntut ilmu itu diperuntukkan bagi setiap orang Islam. Syaikh Az Zarnuji pun menjelaskan, bahwa diwajibkan pula atas seorang Muslim, mempelajari ilmu yang dibutuhkan dirinya sekarang ini, dan juga ilmu yang dapat diamalkan kapan saja dan dimana saja.

Mengapa wajib bagi setiap Muslim untuk menuntut ilmu? Karena ada banyak keutamaan ilmu. Beberapa keutamaan ilmu diantaranya adalah:

  1. Ilmu adalah kekhususan, ilmu adalah keistimewaan yang Allah subhanahu wa ta’ala khususkan hanya untuk manusia semata. Selain ilmu, manusia dan hewan memiliki kesamaan.
  2. Ilmu dapat mengantarkan seseorang menuju kepada kebajikan dan ketaqwaan. Dan sebab ketaqwaan itu, seseorang dapat memperoleh kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dan kebahagiaan abadi.

Keutamaan akan ilmu ini seyogyanya dapat menjadikan setiap Muslim senantiasa bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji mengatakan, bahwa diantara hal yang penting dalam menuntut ilmu yang harus diperhatikan adalah fil jiddi (kesungguhan). Jika sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanhu wa ta’ala akan memberikan keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al jiddu), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al muwazobah) dan komitmen (al muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada dalam diri pelajar (orang yang belajar) dan berjalan beriringan, tidak dapat hanya salah satu saja.

Wajib bagi setiap pelajar, bersungguh-sungguh, terus menerus, dan komitmen, tidak berhenti hingga tujuan dalam menuntut ilmu tercapai. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Maryam: 12 yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab (itu) dengan kuat”, dan dalam QS Al Ankabut: 69 yang artinya, “Dan orang-orang berjuang, untuk mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka jalan-jalan menuju Kami”.

Dikatakan oleh Az Zarnuji, barangsiapa yang mencari sesuatu dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh, pasti dia akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang mengetuk pintu dengan terus menerus, pasti dapat masuk. Dikatakan pula, bahwa sesuai dengan kesungguhannya, seseorang akan mendapat apa yang menjadi harapannya.

Dalam konteks kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan bahwa kesulitan yang dihadapi seseorang akan dapat selesai dengan kesungguhan, terutama kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar. Allah akan memberikan pertolongan pada seseorang jika Allah menghendaki. Kesulitan dapat selesai dengan kesungguhan adalah menjadi anugerah Allah subhanahu wa ta’ala dan berada dalam kekuasaan-Nya.

Kesungguhan dalam belajar dan memperdalam ilmu bukan hanya dari pelajar semata namun kesungguhan ini juga dibutuhkan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, dan orang tua. Jika murid, guru, dan orang tua sungguh-sungguh, insya Allah itu akan berhasil, kesulitan (dalam menuntut ilmu, dalam belajar) akan dapat terselesaikan, insya Allah. Manusia diperintahkan Allah untuk belajar dan belajar. Hanya saja memang kualitas akal manusia itu berbeda-beda. Nah, kesungguhan inilah yang menjadi kunci. Dengan kesungguhan ini, sesuatu yang sulit itu insya Allah akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Bagaimana ilmu itu dapat diperoleh tanpa melalui kesulitan? Banyak diantara kita ini memiliki cita-cita, memiliki keinginan, namun jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kedustaan. Apapun cita-cita dan keinginan seseorang, jika diiringi dengan kesungguhan, maka insya Allah akan terwujud. Jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kegilaan. Kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Tanpa kesungguhan, maka kita adalah orang yang gila. Orang belum dapat dikatakan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, jika dia belum mendapatkan kepayahan yang sangat dalam menuntut ilmu. Allah akan memberikan jalan keluar untuk kesungguhan tersebut.

Masya Allah, merujuk pada materi di atas, maka pentinglah bagi setiap diri kita untuk senantiasa bersungguh-sungguh dalam belajar (menuntut ilmu). Semoga rangkuman materi ini dapat menjadi refleksi untuk diri kita, terlebih khusus bagi penulis pribadi. Insya Allah akan kita lanjutkan pembahasan mengenai kesungguhan dalam menuntut ilmu pada kesempatan berikutnya. Allahu’alam bish showab.

Referensi:

Materi kajian Kitab Ta’lim Muta’allim Syaikh Az Zanurji oleh Ustadz Muhammad Abdullah Sholihun yang dirangkum oleh penulis pada Ramadhan 1441 H.

Penulis:
Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A
– Dosen Jurusan Psikologi FPSB UII
– Kepala Divisi Pembinaan Kepribadian dan Kesejahteraan DPK UII

Jangan sampai niatnya hanya agar dapat dipamerkan di hadapan teman-teman.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Orang yang memiliki ilmu tidak bermanfaat diibaratkannnya dengan suatu kondisi di medan pertempuran. Di sana ada seorang yang gagah berani dengan persenjataan lengkap dihadapkan dengan seekor singa yang galak. Namun kemudian, apakah senjatanya melindunginya dari bahaya, jika tidak diangkat, dipukulkan dan ditikamkan? Tentu saja tidak.

Demikian pula, jika seseorang membaca dan mempelajari seratus ribu masalah ilmiah. Jika tidak diamalkan maka tidaklah akan mendatangkan manfaat. Orang yang memiliki ilmu bermanfaat ibarat orang yang bersenjata lengkap.

Dalam sebuah peperangan ia mengangkat senjatanya. Di sana ia berperang. Ilmu tanpa amal tidak akan berguna. Ilmu akan menjadi berfaedah bilamana diamalkan dalam kehidupan.

Imam al-Ghazali mengutip firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi ayat 110, “Barang siapa menginginkan bertemu dengan Tuhannya maka harus beramal saleh.” Ilmu diaplikasikan dalam amal saleh. Tentu dengan kebaikan, bukan dengan keburukan yang mengancam keimanan dan kehidupan di alam semesta ini.

Jangan sampai ilmu digunakan untuk menjajah mereka yang lemah. Ilmu akan tidak bermanfaat jika sekadar digunakan untuk menghasilkan produk ekonomi yang menguntungkan, namun menghasilkan limbah yang membunuh tumbuhan di tanah Allah.

Amal saleh memperkuat ketauhidan. Amal seperti itu tidak dibarengi dengan kemusyrikan. Dalam ayat yang sama Allah berfirman, “Janganlah seseorang menyekutukan Tuhannya dalam beribadah.” Amal seperti itu akan menggambarkan ilmu seseorang yang membuat kepribadian semakin baik. Seseorang dengan ilmu yang demikian tidak akan takabur karena ia selalu bertakbir. Ia akan menundukkan kepala, seperti padi, semakin menguning semakin merunduk.

Agar ilmu bermanfaat, seseorang harus memiliki niat yang benar dalam menuntut ilmu. Jangan sampai seseorang berkali-kali mengulang pelajaran, membaca buku sambil begadang, dengan niat mencari materi dan kesenangan dunia atau mengejar pangkat. Jangan sampai niatnya hanya agar dapat dipamerkan di hadapan teman-teman. Niat seperti ini hanya akan mengakibatkan kemalangan. Sebab, tidak akan menghasilkan pahala dan ridha Allah.

Niat yang benar dalam menuntut ilmu adalah menghidupkan syariat Rasulullah dan menyucikan budi pekerti. Niat menuntut ilmu adalah menundukkan nafsu yang tiada henti mengajak pada kejahatan. Al Ghazali menekankan alangkah mujurnya bila seorang murid berniat menuntut ilmu seperti ini.

(Baca: Niat, Langkah Awal Menuntut Ilmu)

Orang yang mencari ilmu dengan niat yang benar karena Allah akan mendapatkan pahala karena