Orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya akan diberikan predikat

DI bulan Ramadan yang penuh berkah ini, sikap istikamah ialah kunci. Ibadah puasa Ramadan ternyata memiliki kesinambungan sehingga keistikamahan sangat diperlukan bila ingin meraih takwa.

“Bulan Ramadan ini memiliki keterkaitan, kesinambungan. Karenanya, harus dilakukan secara istikamah apabila kita ingin mendapatkan predikat takwa dan terbebas api neraka,” kata Ustaz Lu’luil Maknun dalam Kajian Istikamah Jalan Meraih Predikat Takwa di Masjid Nursiah Daud Paloh, Lampung.

Untuk itu, umat Islam agar jangan hanya semangat beribadah di awal Ramadan, sedangkan di pertengahan dan di akhir Ramadan semangat ibadah kita kendur. Jika ingin mendapat predikat takwa, 10 awal, 10 pertengahan, sampai 10 akhir Ramadan harus dilewati dengan baik.

Dijelaskan Ustaz Maknun, 10 awal Ramadan merupakan rahmat atau kasih sayang Allah, 10 pertengahan setelah itu ialah ampunan Allah, dan 10 Ramadan terakhir ialah pembebasan dari api neraka. Kesinambungan itu yang disebut Ustaz Maknun untuk terus dijaga agar takwa yang kita tuju bisa diraih.

“Bagaimana mungkin kita terbebas dari api neraka tanpa mendapatkan ampunan dari Allah SWT? Begitu juga kita mendapatkan ampunan dari Allah, kalau kita tidak mendapatkan rahmat atau kasih sayang Allah? Paling tidak, dari hari pertama sampai ke-9 dan besok ke-10, adalah hari kita meraih rahmat Allah, kasih sayang Allah SWT,” tutur Ustaz Maknun.

Selain itu, ibadah puasa ialah satu-satunya ibadah kejujuran. Mengapa demikian? Karena hanya di ibadah puasa, manusia tidak bisa berbohong dan dipamerkan pada orang lain.

Salat bisa kita perlihatkan gerak dan suara kita. Sedekah dan zakat bisa kita perlihatkan pada orang lain dengan nominal yang kita berikan. Namun, puasa, tutur Ustaz Maknun, tidak ada media sama sekali untuk memperlihatkannya.

“Lemas itu tidak menjamin orang sedang puasa. Atau tidak bisa juga ditandai dari bau mulut kita. Apa pasti orang bau mulut itu berpuasa? Bisa jadi karena dia belum sikat gigi,” katanya sembari bergurau.

Milik Allah SWT

Secara tegas di dalam Alquran, Allah menyebutkan puasa ialah ibadah milik-Nya dan Allah yang langsung akan membalasnya. Maka, ketika hamba Allah mampu menjalankan ibadah puasa dengan baik dan benar, lalu ibadah puasa juga diiringi dengan ibadah lainnya, pasti orang itu akan meraih predikat ketakwaan dari Allah SWT.

Karenanya, Ustaz Maknun berpesan agar umat Islam tidak kendur di pertengahan sampai akhir bulan Ramadan. Memang saat Ramadan digembleng, dilatih dalam cuaca panas, diwajibkan menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan dan minum.

Menurut Ustaz Maknun, apabila puasa itu diyakini sebagai ibadah yang istimewa dan diniatkan karena Allah SWT, bukan karena yang lain, Allah akan mengampuni dosa-dosanya, terutama dosa-dosa kecil.

“Di dalam kita beribadah harus ditanamkan ikhtisan, iman dulu. Keimanan kita terhadap ibadah yang kita lakukan. Yakin dulu bahwa Allah akan membalas dari apa pun yang ada di dunia ini. Setelah itu diikuti juga niat semata-mata untuk mencari keridaan Allah SWT,” pungkasnya.

Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1438 H, takmir masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) selenggarakan Tabligh Akbar bersama Ust. Muhammad Zaitun Rasmin, Wakil Ketua GNPF MUI (Aksi Bela Islam). Kegiatan yang berlangsung pada sabtu (20/5), di pelataran Masjid Ulil Albab UII ini dihadiri oleh  Direktur Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam  (DPPAI) UII, Dr. Drs. Muntoha, SH., M.Ag., dan civitas akademik UII serta masyarakat sekitar di lingkungan kampus UII.

Muntoha menjelaskan pada sambutanya, kegiatan yang mengusung tema Cahaya di Atas Cahaya ini merupakan rangkaian dari acara grand opening Safari Iman Ramadhan 1438 H masjid Ulil Albab UII dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan 1438 H. Ia menjelaskan rangkaian acara ini  telah dimulai sejak ahad (7/5), dengan agenda tabligh akbar bersama Syekh Ali Jaber dan Syekh Adel Alkalbani. Kemudian dilanjutkan dengan Tasmi’ul Qur’an, Khotmil quran dan Talkshow serta parade sambut ramadhan pada sabtu pagi (20/5).

Lebih lanjut dalam kesempatannya Muntoha mengajak kepada seluruh jamaah yang hadir dapat mempersiapkan diri menyambut datangnya bulan suci Ramadahan. Diharapkan keberkahan dan kesucian nilai-nilai bulan ramadhan dapat diraih dan tercermin dalam perilaku kehidupan sehari hari sebagai hamba Allah SWT.

Pada sesi utama, Ust M. Zaitun Rasmin menjelaskan bahwa bulan Ramadahan merupakan bulan pilihan Allah SWT dengan berbagai keutamaan-keutamaan. Salah satunya adalah bulan Ramadahan merupakan bulan dimana Al-Qur’an diturunkan sebagaimana yang dijelaskan pada surat Albaqarah: 185. Diturunkanya Al-qur’an di bulan Ramadhan ini mencerminkan kemuliaan, kesucian dan keberkahan bulan Ramdan itu sendiri bagi umat manusia.

“Al-quran adalah pedoman hidup bagi manusia,ia menjadi pelita dan penerang bagi kehidupan sekaligus menjadi petunjuk untuk menempuh jalan yang diridhai Allah SWT dan akhir yang bahagia,” ungkap Ust Zaitun Rasmin.

Lebih lanjut Ust. Zaitun Rasmin menerangkan, bulan Ramadhan menjadi kesempatan bagi orang orang yang beriman untuk meraih predikat tertinggi sebagai hamba Allah SWT. Predikat tertinggi seorang hamba adalah menjadi  Almutaqin, yaitu seorang hamba yang benar benar bertakwa dengan sepenuh iman. Oleh karenanya, bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat penting untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan.

“Dengan menjadi orang yang bertakwa, kita akan menjadi kekasih Allah SWT dan akan senantiasa dalam bimbingan dan naungan-NYA. Allah akan senantiasa memberikan kemudahan dalam menyelesaikan urusan-uruasan dan masalah-masalah yang kita hadapi,” jelas Ust Zaitun Rasmin.

Ust Zaitun Rasmin mengajak jamaah untuk menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan dengan persiapan yang maksimal. Sehingga bulan Ramadhan tidak berlalu tanpa meninggalkan bekas sedikitpun di kehidupan. Namun keberkahan atas kedatanganya mampu meningkatkan ketakwaan dan derajat keimanan disisi Allah SWT. (BDY/RS)

Orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya akan diberikan predikat
Dr. Sigid Suseno, SH., MHum *

Puasa atau dalam bahasa arab disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri, pada dasarnya bersifat universal. Saudara-saudara kita yang beragama lain bahkan penganut aliran kepercayaan sekalipun melaksanakan puasa. Demikian pula umat bangsa-bangsa sebelumnya seperti bangsa Mesir kuno yang menyembah berhala, bangsa Yunani dan bangsa Romawi juga melaksanakan puasa.

Puasa Ramadhan memiliki keutamaan yang berbeda dengan puasa-puasa lainnya, baik yang dilakukan non muslim maupun muslim. Puasa Ramadhan adalah puasa yang diperintahkan Allah SWT sebagaimana dinyatakan dalam Firman Allah Surat Al Baqarah ayat 183 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”). Untuk melaksanakan puasa Ramadhan banyak syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, termasuk reward (pahala) dan punishment (dosa) bagi mereka yang melaksanakan dan meninggalkannya.

Puasa Ramadhan sebagaimana namanya hanya dilaksanakan pada bulan Ramadhan dan tidak dapat dilaksanakan pada bulan lain, kecuali untuk meng-qadha. Puasa harus dimulai dengan niat pada malam sebelum puasa, dari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari; dilarang makan, minum, bersetubuh pada waktu puasa; diwajibkan kepada yang beragama Islam, berakal, balig, suci, dll.

Bagi mereka yang melaksanakan puasa Ramadhan, Allah SWT menjanjikan pahala yang berlimpah. Disamping keutamaan-keutamaan puasa, dalam bulan Ramadhan Allah SWT juga menjanjikan pahala yang berlipat untuk ibadah atau perbuatan baik lainnya.

Bagi mereka yang meninggalkan puasa karena suatu alasan yang dibenarkan, Allah SWT mewajibkan untuk menggantinya di waktu lain, sedangkan bagi mereka yang tidak mampu melaksanakan puasa mereka wajib membayar fidyah (Al Baqarah : 184-185). Bagi mereka yang sengaja tidak melaksanakan puasa tanpa suatu alasan yang dibenarkan akan mendapat dosa.

Ketentuan-ketentuan Allah SWT mengenai puasa Ramadhan yang demikian sempurna mengisyaratkan kemuliaan dan pentingnya puasa bagi orang yang beriman, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa. Dengan demikian puasa Ramadhan memiliki makna ketaatan mahluk pada Penciptanya karena dengan berbagai persyaratan yang ditentukan dengan ikhlas kita tetap melaksanakannya dan sekaligus menjadi media untuk meningkatkan kualitas diri, yaitu dengan shaum dari perbuatan yang tidak baik, tetapi memperbanyak perbuatan baik.

Melalui puasa semoga kita menjadi manusia yang taat dan berkualitas. Amiin.

Sigid Suseno

Hikmah Ramadan sebelumnya:

TUJUAN dilaksanakan ibadah puasa adalah mendapatkan predikat atau derajat sebagai orang yang bertakwa (muttaqin). Puasa sebagaimana disyariatkan – diwajibkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya sesungguhnya dapat mengubah dan membentuk seseorang menjadi pribadi yang bertaqwa. Sebagaimana yang termaktub dalam ayat wajibnya puasa, “la‘allakum tattaqūn”, (QS. Al-Baqarah : 183). Tentu, Inilah yang menjadi prestasi gemilang sebagai seorang hamba.

Jika menelusuri ke dalam Alquran, maka takwa menurut Imam Ghazali memiliki tiga makna yakni. Pertama, al-khasyyah wa al-haibah, takut kepada Allah SWT dan adanya pengakuan tentang superioritas Allah SWT. Lalu, al-tha’ah wa al-ibadah, Bermakna taat dan beribadah, kemudian ketiga tanzih al-qalb wa al-dzunub, memiliki makna pembersihan hati dari noda dan dosa.

Takwa dapat terbentuk itu merupakan konsekwensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut terhadap murka azab Allah SWT, dan selalu berharap limpahan karunia dan maghfirah-Nya. Atau sebagaimana didefinisikan oleh mayoritas dari para ulama mengatakan bahwa takwa hendaklah Allah SWT tidak melihat seorang hamba berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak pula kehilangan hambanya tersebut dalam perintah-perintah-Nya.

Menurut Imam Qusyairi kata takwa dalam tulisan arab terdiri dari empat huruf, yakni huruf Ta yang bermakna Tawadlu, huruf Qof mempunyai arti qonaah, lalu huruf Wawu berarti warak dan huruf Ya berarti yakin.

Dari susunan kata tersebut maka seseorang dapat disebut telah memperoleh derajat takwa apabila memiliki empat sifat, antara lain tawadlu adalah sikap rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, tidak takabbur, tidak mau menonjolkan diri dan jauh dari arogansi, walaupun Allah SWT telah memberikan kelebihan padanya, kelebihan harta jadi orang kaya, kelebihan ilmu jadi orang alim, kelebihan fisik jadi orang tampan dan cantik, kelebihan kekuasaan punya pangkat, jabatan, kedudukan. Orang yang tawadhu’ menganggap bahwa semua kelebihannya adalah amanah, titipan Allah SWT yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan. Sifat tawadhu menumbuhkan rasa persamaan, kesamaan, menghormati, menghargai, toleransi, rasa senasib dan cinta keadilan.

Kemudian, kedua, qonaah adalah menerima apa adanya, menerima yang sedikit, rida dengan segala pemberian, karunia yang menjadi keputusan Allah SWT. Menurut Imam Al Ghazali, orang qonaah adalah orang yang merasa kaya meskipun tidak kaya, dirinya merasa cukup dengan apa yang telah diberikan, dilimpahkan, dianugerahkan Allah SWT kepadanya, ia tidak mau tergiur mati-matian mengejar sesuatu yang tidak bisa dibawa mati, ia menjadi merdeka karena rida (menerima apa adanya) segala keputusan Allah SWT.

Baca Juga :  BNI dan LPEI Siapkan Penjaminan untuk Kredit UMKM Ekspor

Ketiga, wara’ adalah sikap berhati-hati, menahan diri, menjaga diri, menjaga kesucian diri yaitu mehan diri dari hal-hal yang tidak baik (haram), tetapi juga menahan diri hal-hal yang tidak  jelas, tidak pantas  (subhat), meninggalkan yang meragukan dan mengambil yang terpercaya. Orang yang wara’ selalu selektif dan berhati-hati terhadap sesuatu, dia berhati-hati betul dalam berucap, bersikap, bertindak, juga dalam memutuskan segala sesuatu yang terkait dengan dirinya. Karena itu peluang selamatnya menjadi lebih besar.

Keempat yakin. Imam Qusyairi menyebutkan yakin itu adalah ketetapan ilmu yang tidak berputar-putar dan tidak terombang-ambing serta tidak berubah-ubah dalam hati. Nabi SAW bersabda, “Yang sangat aku takuti terhadap umatku adalah lemahnya keyakinan mereka”. Dalam kehidupan ini seseorang harus bersikap optimis kendati perjalanan hidup tidak selamanya manis. Tidak ada satupun yang tidak bisa diraih, tetapi syaratnya jangan ragu, sebab keraguan hanya menunjukkan bahwa tekad kita belum maksimal, tak ada kebaikan dalam keraguan, yakinlah dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah yang Maha Kuasa mengabulkan hajat hambanya, dengan adanya keyakinan maka yang mustahil akan bisa menjadi kenyataan, tetapi tanpa keyakinan, maka kepastian akan menjadi sirna. Ingatlah bahwa Allah SWT itu sesuai prasangka hamba-Nya.

Proses untuk menjadi muttaqin (orang yang bertakwa) ini harus terus dilakukan dan dilatih setiap hari sepanjang hidup dengan melakukan berbagai kegiatan ibadah dan juga kebaikan. Puncak latihan tersebut adalah pada bulan suci Ramadan. Allah SWT memberikan keistimewaan selama bulan Ramadan dan memberikan imbalan pahala berlipat ganda di bulan Ramadan. Bulan Ramadan disebut juga sebagai penghulu sekalian bulan. Alquran diturunkan pada bulan ini, dan hanya pada bulan suci Ramadan saja adanya malam Lailatul Qadar.

Bahkan Allah SWT juga memberikan keutamaan bagi hamba-Nya yang berpuasa pada bulan suci Ramadan ini. Puasa dapat menjadi perisai pelindung dari api neraka, pahala bagi orang yang berpuasa itu tidak terhingga, akan mendapatkan kebahagiaan saat berbuka puasa dan bertemu dengan Allah SWT, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari misk atau kasturi, puasa dapat memberikan syafaat bagi orang yang menjalankannya, mendapatkan ampunan dari segala dosa, dan disediakan surga masuk melalui pintu arroyyan.

Baca Juga :  Tanggul Kali Gunting Longsor

Tingkat keberhasilan seseorang menjalankan puasa selama bulan suci Ramadhan bisa diukur dari tingkat kepatuhan, ketaatan, juga ketakwaan seseorang hamba kepada Allah SWT atau sejauh mana terjadi perubahan dalam ketakwaan seseorang sebelum dan sesudah berpuasa selama bulan suci Ramadan. Seharusnya pasca menjalankan puasa ramadan ini, seseorang hamba akan mendapati perubahan yang baik pada pribadinya maupun juga kehidupan sosialnya. Untuk itu, setelah memahami tentang takwa, mengenali sifat dari takwa, selanjutnya memahami kharakteristik muttaqin (orang yang bertakwa).

Adapun karakteristik atau ciri orang bertakwa disebutkan dalam Alquran (Q.S. Al-Imran : 133-135). Dalam rangkaian ayat tersebut dijelaskan orang yang ‎bertakwa adalah mereka yang memenuhi kriteria sebagai orang ‎yang selalu mampu bersedekah baik dalam kondisi lapang ataupun sempit. Mampu ‎menahan amarah. Senantiasa membukakan pintu maaf bagi orang lain. Apabila ‎berbuat dosa segera mengingat Allah dan memohon ampun kepada-Nya. ‎Tidak meneruskan perbuatan dosanya.‎

Dalam Alquran (Q.S. Al – Anbiya: 48 – 49), Allah SWT juga memberi keterangan lain ‎tentang karakter muttaqin. Takut akan (azab) Allah, meski mereka tidak ‎melihat Allah. Takut akan datangnya hari kiamat.‎ Ukuran ketakwaan seseorang hamba dapat dilihat, pertama, ‎hubungan vertikal (hablun minallah), interaksi seorang hamba ‎‎(makhluk) dengan Tuhan (khalik) melalui aktivitas ibadah. Dan kedua, ‎hubungan horizontal (hablun minannas), seseorang berinteraksi sosial ‎dengan orang lain melalui kehidupan bermasyarakat. Semoga Allah SWT memberikan kemampuan sekaligus bimbingan atau petunjuk pada kita selama ibadah puasa di bulan suci Ramadan ini betul-betul dapat meraih derajat sebagai muttaqin (orang – orang yang bertakwa). Aamiin. (*)