Orang yang bisa mendengar suara hati orang lain disebut

by: Dennis Setiawan, Christian Siregar

Hati Nurani atau suara hati berperan terutama saat kita mau mengambil sebuah keputusan. Ia dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran moral seseorang dalam situasi yang konkret. Artinya, dalam menghadapi berbagai peristiwa dalam hidup kita, ada semacam suara dalam hati kita untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan dan menuntut kita bagaimana merespon kejadian tersebut. Suara hati yang baik, dapat menjadi kompas moral dan menuntun kita menjadi pribadi yang berperilaku positif. Sebagai umat beragama, hati nurani ini dipercayai menjadi tempat Tuhan mewahyukan diri secara hidup dalam hati kita. Jadi, hati nurani juga dapat dikatakan sebagai sebuah perasaan moral dalam manusia, yang dengannya dia memutuskan mana yang baik dan jahat, dan mana yang menyetujui atau menyalahkan perbuatannya.

            Dalam konteks iman Kristen terdapat konsep bahwa Tuhan berdiam di dalam diri kita pada nas 1 Korintus 3 ayat 16 yang berbunyi, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”. Pertanyaan berikutnya yang harus menjadi perenungan sebagai orang beriman adalah di mana Allah tinggal dan menyuarakan kehendakNya? Jika kita percaya, bahwa Firman yang ada pada kitab suci merupakan suara Tuhan, maka dalam iman Kristen juga dikatakan pada Yeremia 31:33a, “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka”. Dengan demikian, kita dengan dasar yang kuat dapat yakin bahwa suara hati nurani kita merupakan suara Tuhan karena FirmanNya yang tertulis pada setiap hati kita sesuai janjiNya.

Untuk menentukan apakah hati nurani kita masih berfungsi dengan baik sangat mudah, tetapi banyak orang yang tidak menyadari jika hati nuraninya sudah rusak. Seseorang terikat untuk menaati hati nurani dalam semua perbuatannya karena suatu standar iman yang juga tertuang pada kitab suci yang mereka miliki.  Akan tetapi, sangat mungkin bagi manusia untuk berbuat salah secara teliti; dengan kata lain, hati nuraninya yang tidak diterangi bisa menyesatkan. Maka, untuk melihat apakah hati nurani kita masih berfungsi dengan baik atau tidak, dapat dilihat dari sikap hati dan tindakan kita yang menyesatkan atau tidak termasuk dalam konteks kehidupan yang paling kecil seperti pikiran, prasangka, dan keadaan batiniah yang kita miliki. Puji Tuhan, jika kita masih memiliki suara hati yang berfungsi dengan baik karena bisa berfungsi sebagai kompas moral untuk memiliki akhlah dan tindakan yang mulia bagi sesama. Oleh karenanya, kita harus dengan hati-hati menjaga agar hati nurani itu dipandu oleh prinsip-prinsip yang benar, yang bersifat mengajar, dan tidak mengandung prasangka atau dibengkokkan oleh cara berpikir yang menyesatkan, atau oleh motivasi-motivasi yang tidak murni. Komunikasi dengan Tuhan melalui ibadah dan doa dan menghidupi ajaran Tuhan melalui perbuatan-perbuatan baik akan melatih dan menjamin perkembangan hati nurani kita yang sehat.

Ketiga bagian tubuh manusia yang disebut dalam judul tulisan ini digunakan untuk memperoleh informasi. Mata digunakan untuk melihat, telinga digunakan untuk mendengarkan, dan demikian pula hati digunakan untuk merasakan sesuatu. Dua di antara piranti dimaksud, yaitu telinga dan mata jangkauannya terbatas. Mata hanya bisa digunakan untuk melihat dalam jarak beberapa kilometer saja. Itu pun jika tidak terhalang oleh awan, kabut, asap, atau benda lainnya.

Demikian pula telinga, hanya mampu digunakan untuk mendengarkan suara yang datang dari jarak beberapa meter saja, kecuali dibantiu oleh alat modern, misalnya pengeras suara, tilpun, atau sejenisnya. Mata atau telinga tidak bisa menangkap informasi atau kejadian yang telah berlansgung lama, kecuali lagi-lagi melalui dokumentasi rekaman. Kekuatan mata dan telinga amat terbatas.

Berbeda dengan mata dan telinga adalah hati. Hati yang sehat memiliki kemampuan untuk menangkap dan merekam informasi dalam jangkauan dan waktu yang tidak terbatas. Seseorang yang ditinggal mati oleh orang tanya dalam waktu yang sudah amat lama, ternyata masih mampu mengingat, membayangkan, dan merasakannya. Demikian pula hati yang sehat, juga bisa menjangkau jarak yang tidak terbatas.

Apa yang pernah dialami dan dirasakan oleh seseorang di tempat yang amat jauh dan atau dalam waktu yang amat lama, masih bisa direkam dan disimpan di dalam hati. :Peristiwa atau kejadian dimaksud sewaktu-waktu masih bisa diingat atau diungkap kembali sekalipun tanpa alat bantu. Demikian itulah kemampuan hati adalah melebihi kemampuan panca indera.

Atas kemampuan menjangkau yang tidak terbatas itu, maka setiap orang yang menjalankan shalat dan sedang berada di mana saja, maka diharapkan menghadirkan hati atau ruhnya di dalam Baitullah. Ketika sedang shalat, jasmaninya berada di mana saja, misalnya di masjid di Indonesia, di Malaysia, di Kanada, atau di mana pun, tetapi ruh atau hati yang bersangkutan hendaknya seolah-olah berada di Baitullah itu. Dengan cara itu, maka shalat akan menjadi lebih khusu'.

Hati yang bersih, sehat, dan suci bisa menangkap sesuatu, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh mata pada umumnya. Selain itu hati juga bisa menangkap kejadian atau peristiwa yang telah lama dan atau berada di tempat yang jauh. Hati yang berkemampuan seperti itu adalah hati yang bersih, sehat, dan suci. Oleh karena itu, hati harus dirawat atau dipelihara, agar tidak sakit dan apalagi mati. Orang yang hatinya sakit dan apalagi mati, maka apa saja menjadi terasa buruk, salah, dan dianggap mengganggu.

Sebaliknya, orang yang hatinya sehat, bersih, dan suci, tatkala menemukan hal yang kurang baik, maka akan segera diperbaiki, yang lemah diperkuat, yang bermasalah akan segera diselesaikan. Demikian pula sesuatu yang kotor akan dibersihkan, dan seterusnya. Orang yang hatinya sakit atau kotor, maka di mana-mana akan selalu membuat kerusakan.

Bagi orang yang berhati sakit dan atau mati, maka tatkala menemukan sesuatu yang sebenarnya baik akan diubah menjadi jelek, yang lengkap dikurangi, dan bahkan sekalipun bukan miliknya akan diambil. Para koruptor sebenarnya adalah orang yang hatinya sedang sakit, dan atau bahkan mati. Maka, hati harus selalu dirawat dan dijaga. Menjaganya tidak ada lain kecuali dengan agama yang selalu dijadikan pegangan dan dijalankannya. Wallahu a'lam.

Manusia tampak selalu berbeda-beda dalam banyak hal, baik dari bentuk rambutnya, warna kulitnya, ukuran tubuhnya, jenis suaranya, dan masih banyak lagi perbedaan lainnya. Tidak ada di antara orang yang benar-benar sama, bahkan dua anak kembar yang sehari-hari kelihatan sama, namun ternyata masih bisa dibedakan. Tidak pernah ada dua orang dan apalagi lebih, memiliki kesamaan secara total. Bahkan yang sungguh mengherankan, suara masing-masing orang ternyata kedengaran selalu berbeda. Jika ada sepuluh orang maka suara itu juga berjumlah 10 jenis, dan seterusnya.

Dari aspek fisik masing-masing orang berlainan, maka apalagi menyangkut pikiran dan perasaan, pasti berbeda-beda. Itulah sebabnya, upaya untuk menyatukan banyak orang dalam satu pendapat dan perasaan menjadi tidak mudah, bahkan lebih tepat disebut tidak mungkin. Oleh karena itu jika beberapa atau banyak orang merasa sama, sebenarnya hanyalah sebatas pada perasaan mereka saja. Jika kesamaan itu diuji pasti akan berbeda-beda. Umpama beberapa orang disuruh untuk menulis atau memberi komentar terhadap sesuatu yang baru dilihat bersama-sama, maka dipastikan komentar itu akan berbeda-beda.

Oleh karena itu, sekalipun banyak orang berada pada organisasi, partai politik, aliran, madzhab yang sama, pada hakekatnya pikiran, pemahaman, pandangan, perasaan, dan lain-lainnya akan tetap berbeda-beda. Jangan dikira orang-orang yang berada pada organisasi sosial keagamaan yang sama, maka pandangan mereka pasti sama. Sebenarnya, di antara mereka tetap berbeda-beda. Mungkin saja pada tataran simbol-simbolnya sama, tetapi hal yang menyangkut pemahaman, pengertian, dan sejenisnya pasti berbeda. Bolehlah ada upaya menyamakan pendapat, visi, misi, dan tujuan di dalam berorganisasi, tetapi pada hakekatnya kesamaan itu akan sulit sekali diraih.

Namun di tengah-tengah perbedaan tersebut, sebenarnya masih ada aspek yang sebenarnya sama, yaitu suara hati di antara semua orang. Siapapun, berasal dari bangsa dan suku apapun akan merasa sedih jika dibohongi, akan merasa sakit hatinya jika diperlakukan tidak adil, akan menyatakan kasihan dan tidak sampai hati manakala melihat seseorang yang dfisiksa, apalagi dibunuh dan seterusnya. Suara hati orang juga mengatakan bahwa manipulasi, korupsi, nepotisme, kolusi, permusuhan, bersikap tamak, dan sejenisnya itu seharusnya dihindari.

Manakala benar bahwa suara hati semua orang adalah sama, yaitu menyatakan sedih tatkala melihat perilaku kejahatan, tetapi mengapa banyak orang masih melakukannya. Maka salah satu jawabnya adalah bahwa, kejahatan itu bukan atas perintah suara hati, melainkan adalah kehendak hawa nafsu dan didukung oleh akalnya. Orang yang sedang menyakiti orang lain, membunuh, berlaku tidak adil, korupsi, dan seterusnya, adalah untuk memenuhi kehendak nafsunya. Pada saat itu, iman dan suara hatinya tidak mampu mengendalikan dorongan nafsunya dari berbuat jahat, mementingkan dirinya sendiri, dan mengorbankan orang lain.

Hawa nafsu selalu mengajak kepada kejahatan. Itulah sebabnya, melawan hawa nafsu disebut sebagai perang, dan perang dimaksud adalah perang yang lebih besar, melebihi perang fisik. Pada zaman nabi pernah terjadi perang uhud, perang khondak, perang badar, dan lain-lain. Betapa beratnya perang melawan hawa nafsu, sehingga pada saat selesai suatu peperangan, Nabi mengingatkan kepada para sahabatnya, bahwa baru saja menyelesaikan perang kecil dan segera memasuki perang besar. Sedangkan perang besar yang dimaksudkan itu adalah perang melawan hawa nafsu. Itulah salah satu alasan mengapa pada setiap pagi ketika bangun tidur, yaitu saat memulainya perang melawan hawa nafsu, dalam shalat subuh dianjurkan membaca doa qunut sebagaimana membaca qunut nazilah ketika perang fisik.

Umpama semua orang mau mendengarkan suara hatinya masing-masing, yang sebenarnya adalah sama, maka berbagai kejahatan di muka bumi akan terkurangi atau bahkan menjadi tidak muncul. Namun sayangnya, manusia jangankan memperhatikan suara orang lain, sekalipun baik dan mulia, memperhatikan suara hatinya sendiri saja dirasakan amat berat. Tanpa terkecuali, orang ternyata tidak saja mengingkari Tuhannya, tetapi juga mengingkari suara hatinya sendiri. Suara hatinya mengatakan tidak mau atau melarang dirinya berbuat jahat, misalnya korupsi, hasut, mengadu domba, memfitnah, tabarur, dan lain-lain, tetapi hal itu diingkari sendiri. Oleh karena itu, musuh atau bahkan pintu neraka itu sebenarnya adalah dekat, yakni ada pada dirinya masing-masing. Wallahu a'lam