Mengapa keluarga masyarakat dan negara harus memenuhi hak-hak anak

PADA tanggal 20 November 2017, hari ini, momen peringatan Hari Anak se-Dunia kembali digaungkan. Baru-baru ini, UNICEF mengadakan kampanye tentang pemenuhan Hak-Hak Anak. Dalam kaitannya dengan kondisi para generasi muda Indonesia saat ini, tentu penting untuk mengkampanyekan sesuatu yang dibutuhkan anak dan bagaimana seorang anak harus diperlakukan oleh orang tua, guru, teman sebaya atau pun orang-orang di sekitarnya.

Momentum Hari Anak se-Dunia mungkin terlalu luas untuk dibicarakan. Karenanya, saya ingin mengajak pembaca untuk menapak tilas kekeliruan yang terjadi di negeri ini. Tentu, kita tidak ingin mengulangi kesalahan sama yang terjadi beberapa bulan silam. Kasus bullying tidak menjadi pokok pembahasan yang jarang diperbincangkan di Indonesia.

Tahun 2011 hingga 2014, kasus bullying di sekolah tercatat sebagai kasus terbanyak yang diadukan masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tercatat ada 369 pengaduan. Jumlah ini tentu mengkhawatirkan berbagai pihak. Salah satu kasus yang terjadi bulan Agustus lalu adalah siswa kelas II SD di Kebumen meninggal karena dipukuli teman sekelasnya. Dilihat dari munculnya kasus ini, tentu jika tidak ada api, gejolak tidak akan terjadi.

Mengetahui fakta seputar kasus bullying  ini, anak seharusnya menjadi perhatian khusus di lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencegah adanya bullying, dua stakeholders ini tentunya tidak bisa bekerja secara terpisah. Sinkronisasi pendidikan moral perlu ditanamkan di dua kondisi; saat anak di rumah dan saat anak di sekolah.

Namun, wacana ini tentu merujuk pada bagaimana sebenarnya orang tua dan guru memahami tentang kebutuhan anak, sehingga mereka bisa terhindar dari perilaku dan sasaran bullying. Kasus bullying seperti halnya contoh di atas, memang mengakibatkan siswa tersebut meninggal. Ini mengindikasikan bahwa ada yang tidak beres dari lingkungan sekolah tempat anak tersebut belajar.

Mari kita renungkan, apa yang sudah kita ketahui tentang kebutuhan anak/anak didik kita. Apakah orang tua dan guru telah mengetahui Hak-Hak Anak yang sejatinya harus dipenuhi? Apakah orang tua dan guru pernah sedikitpun memahami poin-poin Hak-Hak Anak yang tercetus di hukum Indonesia dan konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)? Jika belum, mari kita pahami bersama.

Hak-Hak Anak yang diratifikasi ke dalam Kepres No 36 Tahun 1997 terdiri dari 10 hak mutlak. Itu berarti hak-hak ini wajib dihargai hukumnya oleh orang tua maupun guru. Hak ini meliputi Hak Gembira, Hak Pendidikan, Hak Perlindungan, Hak untuk Memperoleh Nama, Hak atas Kebangsaan, Hak Makanan, Hak Kesehatan, Hak Rekreasi, Hak Kesamaan, dan Hak Peran dalam Pembangunan.

Dari kesepuluh hak-hak anak ini, saya menekankan pada Hak Perlindungan yang berkaitan dengan kasus bullying yang terjadi di Indonesia. Negara wajib untuk menjamin dan menghargai perlindungan dan perawatan anak seperti yang tercetus di Konvensi Hak-Hak Anak PBB.

Hal ini dapat terjadi jika elemen-elemen kecil di dalamnya bekerja untuk mensinkronkan pemahaman-pemahaman bersama. Pasal 3 dalam Konvensi Hak-Hak Anak PBB menyatakan ”Negara-negara Pihak berusaha menjamin perlindungan dan perawatan anak-anak seperti yang diperlukan untuk kesejahteraannya, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tuanya, wali hukumnya atau orang-orang lain yang secara sah atas dia, dan untuk tujuan ini, harus mengambil semua tindakan legislatif dan administratif yang tepat.”

Artinya, peran keluarga dan sekolah menjadi sangat penting dalam pencegahan kasus bullying. Misal, bullying di sekolah mungkin tidak akan terjadi jika guru mau terlibat untuk “ngemong”, observatif, atau sedikit interogatif. Nilai-nilai untuk saling menghargai perbedaan dan rasa saling menyayangi dapat dibangun melalui kegiatan di kelas yang dapat meningkatkan nilai-nilai afektif anak satu sama lain.

Sama halnya dengan sikap yang harus diambil oleh orang tua di rumah. Orang tua menjadi “tempat curhat” yang mumpuni jika orang tua membangun kedekatan dengan anak. Dengan memberikan anak ruang untuk bercerita, orang tua setidaknya tahu masalah anak di lingkungan sekitarnya.

Opini ini penulis ungkap setelah mendengar langsung kasus-kasus kekerasan pada anak dari seorang aktivis sosial bernama Yuliati Umrah. Ia adalah pendiri Yayasan Arek Lintang Surabaya, tempat pengembangan bakat dan rumah cerita untuk anak-anak di Surabaya.

Awal berdirinya yayasan ini berasal dari pengalamannya dalam berhubungan dengan carut-marut sosial di Kota Surabaya yang berkaitan dengan anak-anak. Mendengar kisahnya dalam mengurus anak-anak jalanan yang dipukuli orang tuanya dan bahkan di-bully di sekolahnya, menjadi insipirasi untuk mengkritisi sejauh mana kita menghargai hak-hak anak.

Setiap orang tua dan guru perlu tahu bahwa sebagian anak-anak Indonesia terbiasa dengan silent culture, yaitu budaya yang membuat anak takut berbicara karena mereka jadi korban atau melakukan kesalahan. Budaya inilah yang perlahan harus kita hapus bersama agar memberikan ruang kepada anak untuk berdiskusi dengan orang terdekatnya.

Jika Thomas Alpha Edison saja bisa menemukan lampu karena ia mendapat dukungan dari Ibunya yang berhasil mendidik dan mengembangkan minat Thomas, bukankah orang tua dan guru juga seharusnya mampu untuk mendukung anak-anaknya menjadi lebih terbuka dan dihargai. Selamat Hari Anak se-Dunia untuk anak-anak Indonesia yang hebat! (*)

Editor : Bambang Bes

Pasal 1

Anak adalah  semua orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali ditentukan lain oleh hukum suatu negara. Semua anak memiliki semua hak yang disebutkan di dalam Konvensi ini.

Pasal 2

Hak-hak anak berlaku atas semua anak tanpa terkecuali. Anak harus dilindungi dari segala jenis diskriminasi terhadap dirinya atau diskriminasi yang diakibatkan oleh keyakinan atau tindakan orangtua atau anggota keluarganya yang lain.

Pasal 3

Semua tindakan dan keputusan menyangkut seorang anak harus dilakukan atas dasar kepentingan terbaik sang anak.

Pasal 4

Pemerintah bertanggung jawab memastikan semua hak yang dicantumkan di dalam Konvensi dilindungi dan dipenuhi untuk tiap anak.

Pasal 5

Pemerintah harus membantu keluarga melindungi hak-hak anaknya dan menyediakan panduan sesuai tahapan usia agar tiap anak dapat belajar menggunakan haknya dan mewujudkan potensinya secara penuh.

Pasal 6

Semua anak berhak atas kehidupan. Pemerintah perlu memastikan bahwa anak bisa bertahan hidup dan tumbuh dengan sehat.

Pasal 7

Tiap anak berhak dicatatkan kelahirannya secara resmi dan memiliki kewarganegaraan.

Tiap anak juga berhak mengenal orangtuanya dan, sedapat  mungkin, diasuh oleh mereka.

Pasal 8

Tiap anak berhak memiliki identitas, nama, kewarganegaraan, dan ikatan keluarga, serta mendapatkan bantuan dari pemerintah apabila ada bagian manapun dari identitasnya yang hilang.

Pasal 9

Tiap anak berhak tinggal bersama orangtua mereka kecuali jika hal itu justru merugikan sang anak—sebagai contoh jika anak mendapatkan perlakuan tidak baik atau diabaikan oleh salah satu orangtua. Tiap anak berhak tetap berhubungan dengan orangtuanya apabila ia tinggal terpisah dari salah satu atau kedua orangtuanya.

Pasal 10

Jika anak tinggal di negara yang berbeda dari negara tempat salah satu atau kedua orangtuanya tinggal, pemerintah dari negara-negara terkait harus mengizinkan anak dan orangtuanya bebas bepergian agar mereka dapat bertemu dan menjaga hubungan.

Pasal 11

Tiap anak berhak dilindungi dari aksi penculikan, atau diambil secara tidak sah, atau ditahan di negara asing oleh salah satu orangtua atau oleh orang lain.

Pasal 12

Tiap anak berhak mengemukakan pendapat dan didengar dan dipertimbangkan pendapatnya saat pengambilan suatu keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya atau kehidupan anak lain. 

Pasal 13

Tiap anak berhak mengemukakan pandangannya dan menerima dan menyampaikan informasi. Hak ini dapat dibatasi jika pandangan itu merugikan atau menyinggung sang anak atau orang lain.

Pasal 14

Tiap anak berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan, dan beragama, sepanjang hal ini tidak menghalangi hak orang lain. Hak orangtua untuk membimbing anak mereka terkait hal-hal ini perlu dihargai.

Pasal 15

Tiap anak berhak bertemu anak lain, bergabung, atau membentuk kelompok sepanjang hal ini tidak menghalangi orang lain melaksanakan haknya.

Pasal 16

Tiap anak berhak atas privasi dan perlu dilindungi dari pelanggaran privasi yang menyangkut keluarga, rumah, komunikasi, dan nama baik sang anak.

Pasal 17

Tiap anak berhak mengakses informasi dan materi lainya dari beragam sumber. Informasi ini  hendaklah berupa informasi yang bermanfaat dan dapat dipahami anak.

Pasal 18

Orangtua atau wali yang sah bersama-sama bertanggung jawab membesarkan anak, dan semua pihak ini perlu selalu mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Pemerintah perlu membantu dengan menyediakan layanan untuk mendukung orangtua dan wali, khususnya jika mereka bekerja.

Pasal 19

Tiap anak berhak mendapat pengasuhan yang layak, dilindungi dari kekerasan, penganiayaan, dan pengabaian.

Pasal 20

Tiap anak yang tidak bisa diasuh oleh keluarganya sendiri berhak diasuh secara layak oleh orang-orang yang menghormati agama, budaya, bahasa, dan aspek-aspek lain dari kehidupan sang anak.

Pasal 21

Kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan pertama jika seorang anak hendak diadopsi. Jika anak tidak dapat diasuh dengan layak di negara tempatnya lahir, adopsi di negara lain dapat dipertimbangkan.

Pasal 22

Tiap anak yang datang sebagai pengungsi ke suatu negara berhak mendapatkan perlindungan dan dukungan khusus serta semua hak yang sama dengan hak yang dimiliki anak-anak yang lahir di negara itu.

Pasal 23

Setiap anak dengan disabilitas berhak atas pendidikan, pelatihan dan perlindungan khusus agar dapat menjalani kehidupan secara penuh

Pasal 24

Tiap anak berhak mendapatkan standar kesehatan dan perawatan medis yang terbaik, air bersih, makanan bergizi, dan lingkungan tinggal yang bersih dan aman. Semua orang dewasa dan anak-anak perlu punya akses pada informasi kesehatan.

Pasal 25

Tiap anak yang berada di bawah tanggung jawab negara—dalam hal pengasuhan, perlindungan, atau perawatan—berhak ditelaah kondisinya secara teratur.

Pasal 26

Tiap anak berhak mendapatkan bantuan sosial yang bisa membantunya bertumbuh-kembang dan hidup dalam kondisi baik. Pemerintah perlu memberikan uang tambahan kepada anak dan keluarga miskin dan yang membutuhkan.

Pasal 27

Anak berhak mendapatkan standar hidup yang cukup baik sehingga semua kebutuhan mereka terpenuhi. Pemerintah perlu membantu keluarga yang tidak mampu memenuhi hal ini dan memastikan bahwa orangtua dan wali memenuhi tanggung jawab keuangannya terhadap anak-anak mereka.

Pasal 28

Tiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan dasar perlu tersedia gratis, pendidikan menengah dapat diakses, dan anak didorong menempuh pendidikan hingga ke tingkat tertinggi yang dimungkinkan. Disiplin yang diterapkan sekolah-sekolah haruslah tetap menghormati hak dan martabat anak.

Pasal 29

Pendidikan perlu menumbuhkan karakter, bakat, kondisi mental, dan kemampuan fisik anak dan mengajarkan mereka pemahaman, perdamaian, dan kesetaraan gender dan persahabatan antarmanusia, dengan tetap menghormati budaya sendiri dan orang lain. Pendidikan perlu menyiapkan anak menjadi warga aktif di masyarakat bebas.

Pasal 30

Tiap anak berhak belajar dan menggunakan bahasa, adat istiadat, dan agama keluarga atau komunitasnya, terlepas dari apakah bahasa, adat istiadat, dan agama itu dipraktikkan oleh masyarakat mayoritas di negara tempatnya tinggal.

Pasal 31

Tiap anak berhak beristirahat dan bermain, dan mengikuti berbagai kegiatan budaya dan kesenian.

Pasal 32

Tiap anak berhak dilindungi dari kerja-kerja yang merugikan kesehatan atau pertumbuhan mereka. Anak yang bekerja berhak atas lingkungan yang aman dan upah yang adil.

Pasal 33

Tiap anak berhak dilindungi dari konsumsi, produksi, atau peredaran obat-obatan berbahaya.

Pasal 34

Tiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dan penganiayaan seksual, termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam pornografi.

Pasal 35

Tiap anak berhak dilindungi dari aksi penculikan, dijual, atau diambil untuk dibawa ke negara lain dengan tujuan dieksploitasi.

Pasal 36

Tiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dalam bentuk apapun yang merugikannya.

Pasal 37

Tiap anak yang melanggar hukum, atau dituduh melanggar hukum, tidak boleh diperlakukan dengan kejam atau dengan tindakan yang dapat melukai. Anak tidak boleh ditempatkan di tahanan yang sama dengan orang dewasa, anak harus tetap dapat menghubungi keluarganya, dan anak tidak boleh diberikan hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Pasal 38

Anak manapun yang berusia di bawah 15 tahun tidak boleh diwajibkan bergabung dengan pasukan bersenjata atau ikut dalam konflik bersenjata. Anak di zona perang harus menerima perlindungan khusus.

Pasal 39

Tiap anak yang dilukai, diabaikan, atau dianiaya atau menjadi korban eksploitasi, konflik bersenjata, atau dipenjarakan berhak mendapat perawatan khusus untuk memulihkan keadaan mereka.

Pasal 40

Tiap anak yang dituduh melanggar hukum harus diperlakukan dengan cara-cara yang menghormati hak-haknya. Anak harus diberikan bantuan hukum dan hukuman dalam bentuk pemenjaraan dijatuhkan hanya atas kejahatan yang sangat serius.

Pasal 41

Jika perlindungan terhadap hak-hak anak yang diberikan hukum suatu negara melampaui perlindungan yang diberikan di dalam Konvensi ini, maka hukum itulah yang berlaku di negara bersangkutan.

Pasal 42

Tiap anak berhak tahu mengenai haknya. Orang dewasa juga perlu mengetahui hak-hak ini dan membantu anak memahaminya.

Konvensi Hak-Hak Anak memilki total 54 pasal. Pasal 43-54 berisi kerja sama yang bisa dilakukan orang dewasa dan pemerintah agar hak semua anak dipenuhi.

Dapatkan dokumen Paspor Hak Anak di link berikut.