Tags (tagged): unkris, istana, merdeka, jalan, medan, utara, jakarta, luas, itu, ri, diwakili, oleh, sri, sultan, hamengkubuwono, ix, terdengar, teriakan, sejak, saat, presiden, susilo, bambang, yudhoyono, dilihat, pusat, ilmu, pengetahuan, negara, bina, graha, republik, indonesia, merdeka pusat, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, ensiklopedia Show
Page 2Tags (tagged): unkris, istana, merdeka, jalan, medan, utara, jakarta, luas, itu, ri, diwakili, oleh, sri, sultan, hamengkubuwono, ix, terdengar, teriakan, sejak, saat, presiden, susilo, bambang, yudhoyono, dilihat, pusat, ilmu, pengetahuan, negara, bina, graha, republik, indonesia, merdeka pusat, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, ensiklopedia Page 3Tags (tagged): unkris, merdeka, palace, jalan, medan, utara, jakarta, istana, luas, itu, ri, diwakili, oleh, sri, sultan, hamengkubuwono, ix, terdengar, teriakan, sejak, saat, presiden, susilo, bambang, yudhoyono, dilihat, center, of, studies, negara, bina, graha, republik, indonesia, palace center, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian, encyclopedia Page 4Untuk Istana Negara di Malaysia, lihat Istana Negara, Kuala Lumpur Istana negara di jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta, adalah dua buah kontruksi utama yang lapangnya 6,8 hektare (1 hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di selang Jalan Ajang Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah kontruksi yang sering dipakai sebagai tempat kegiatan kenegaraan. Dua kontruksi utama yaitu Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas)(Jalan Ajang Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara benar pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat selang Istana Negara dan Istana Merdeka, benar Wisma Negara. Pada awal mulanya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu kontruksi, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai didirikan 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan berhenti 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula adalah rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang adalah lokasi paling bergengsi di Batavia Baru. Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk dipakai sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal masa itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang semakin sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu. Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum berhenti. Tapi sesudah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di selangnya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditentukan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diganti oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diganti oleh H.J. van Mook. Pada mulanya kontruksi seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Lawas ini berjenjang dua. Tapi pada 1848 proses atasnya dibongkar; dan proses depan lantai bawah dihasilkan semakin agung untuk memberi bekas semakin resmi. Wujud kontruksi hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa benar perubahan yang berfaedah. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, ketika ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, selang lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan. Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang masa itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Masa itu RI diganti oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diganti A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia. Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia ditingkatkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih ditingkatkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Semenjak ketika itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka. Sehari sesudah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk awal mulanya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali dipersiapkan pada 1950. Semenjak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah semakin dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara. Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka dipakai untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, selang lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat keyakinan duta agung negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri). Kontruksi seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur). Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak benar lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta semakin banyak berkantor di Bina Graha. Lihat juga
Tautan luar
edunitas.com Page 5Untuk Istana Negara di Malaysia, lihat Istana Negara, Kuala Lumpur Istana negara di jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta, adalah dua buah kontruksi utama yang lapangnya 6,8 hektare (1 hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di selang Jalan Ajang Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah kontruksi yang sering dipakai sebagai tempat kegiatan kenegaraan. Dua kontruksi utama yaitu Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas)(Jalan Ajang Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara benar pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat selang Istana Negara dan Istana Merdeka, benar Wisma Negara. Pada awal mulanya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu kontruksi, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai didirikan 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan berhenti 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula adalah rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang adalah lokasi paling bergengsi di Batavia Baru. Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk dipakai sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal masa itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang semakin sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu. Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum berhenti. Tapi sesudah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di selangnya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditentukan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diganti oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diganti oleh H.J. van Mook. Pada mulanya kontruksi seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Lawas ini berjenjang dua. Tapi pada 1848 proses atasnya dibongkar; dan proses depan lantai bawah dihasilkan semakin agung untuk memberi bekas semakin resmi. Wujud kontruksi hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa benar perubahan yang berfaedah. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, ketika ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, selang lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan. Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang masa itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Masa itu RI diganti oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diganti A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia. Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia ditingkatkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih ditingkatkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Semenjak ketika itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka. Sehari sesudah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk awal mulanya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali dipersiapkan pada 1950. Semenjak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah semakin dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara. Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka dipakai untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, selang lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat keyakinan duta agung negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri). Kontruksi seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur). Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak benar lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta semakin banyak berkantor di Bina Graha. Lihat juga
Tautan luar
edunitas.com Page 6Untuk Istana Negara di Malaysia, lihat Istana Negara, Kuala Lumpur Istana negara di jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta, adalah dua buah kontruksi utama yang lapangnya 6,8 hektare (1 hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di selang Jalan Ajang Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah kontruksi yang sering dipakai sebagai tempat kegiatan kenegaraan. Dua kontruksi utama yaitu Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas)(Jalan Ajang Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara benar pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat selang Istana Negara dan Istana Merdeka, benar Wisma Negara. Pada awal mulanya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu kontruksi, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai didirikan 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan berhenti 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula adalah rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang adalah lokasi paling bergengsi di Batavia Baru. Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk dipakai sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal masa itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang semakin sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu. Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum berhenti. Tapi sesudah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di selangnya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditentukan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diganti oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diganti oleh H.J. van Mook. Pada mulanya kontruksi seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Lawas ini berjenjang dua. Tapi pada 1848 proses atasnya dibongkar; dan proses depan lantai bawah dihasilkan semakin agung untuk memberi bekas semakin resmi. Wujud kontruksi hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa benar perubahan yang berfaedah. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, ketika ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, selang lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan. Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang masa itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Masa itu RI diganti oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diganti A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia. Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia ditingkatkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih ditingkatkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Semenjak ketika itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka. Sehari sesudah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk awal mulanya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali dipersiapkan pada 1950. Semenjak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah semakin dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara. Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka dipakai untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, selang lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat keyakinan duta agung negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri). Kontruksi seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur). Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak benar lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta semakin banyak berkantor di Bina Graha. Lihat juga
Tautan luar
edunitas.com Page 7Untuk Istana Negara di Malaysia, lihat Istana Negara, Kuala Lumpur Istana negara di jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Ajang Merdeka Utara, Jakarta, adalah dua buah kontruksi utama yang lapangnya 6,8 hektare (1 hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di selang Jalan Ajang Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah kontruksi yang sering dipakai sebagai tempat kegiatan kenegaraan. Dua kontruksi utama yaitu Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas)(Jalan Ajang Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara benar pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat selang Istana Negara dan Istana Merdeka, benar Wisma Negara. Pada awal mulanya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu kontruksi, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai didirikan 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan berhenti 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula adalah rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang adalah lokasi paling bergengsi di Batavia Baru. Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk dipakai sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal masa itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang semakin sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu. Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum berhenti. Tapi sesudah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di selangnya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditentukan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diganti oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diganti oleh H.J. van Mook. Pada mulanya kontruksi seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Lawas ini berjenjang dua. Tapi pada 1848 proses atasnya dibongkar; dan proses depan lantai bawah dihasilkan semakin agung untuk memberi bekas semakin resmi. Wujud kontruksi hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa benar perubahan yang berfaedah. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, ketika ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, selang lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan. Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang masa itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Masa itu RI diganti oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diganti A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia. Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia ditingkatkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih ditingkatkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Semenjak ketika itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka. Sehari sesudah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk awal mulanya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali dipersiapkan pada 1950. Semenjak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah semakin dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara. Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka dipakai untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, selang lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat keyakinan duta agung negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri). Kontruksi seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur). Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak benar lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta semakin banyak berkantor di Bina Graha. Lihat juga
Tautan luar
edunitas.com Page 8
edunitas.com Page 9
edunitas.com Page 10
edunitas.com Page 11
edunitas.com Page 12[×] Artikel pilihan bertopik Indonesia [+] Kategori menurut provinsi di Indonesia [+] Kategori menurut pulau di Indonesia [+] Daftar bertopik Indonesia [+] Kontruksi dan susunan di Indonesia [+] Benda Cagar Aturan sejak dahulu kala istiadat di Indonesia [+] Aturan sejak dahulu kala istiadat Indonesia [×] Hari libur di Indonesia [+] Ilmu dan teknologi di Indonesia [+] Kesehatan di Indonesia [+] Komunikasi di Indonesia [+] Bagian yang terkait hidup di Indonesia [+] Olahraga di Indonesia [+] Organisasi di Indonesia [+] Pariwisata di Indonesia [+] Pemerintahan Indonesia [+] Pendidikan di Indonesia [+] Suku bangsa di Indonesia [+] Transportasi di Indonesia [+] Rintisan bertopik musik dari Indonesia [+] Rintisan bertopik Indonesia Page 13
edunitas.com Page 14Tags (tagged): portal, jabodetabek, unkris, sekitarnya kawasan, mencakup wilayah administrasi, suatu miniatur, memuat, kelengkapan indonesia, raya, bogor bandar, udara, internasional soekarno hatta, kabupaten bogor, kemudian, mendapat status kota, center of, studies, portal utama ensiklopedia, dunia agama, astronomi, bahasa portal Page 15
edunitas.com Page 16
edunitas.com Page 17
edunitas.com Page 18
edunitas.com Page 19Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan wisata budaya di Jakarta yang menggambarkan wilayah Indonesia yang akbar dalam susunannya yang kecil. Gagasan pembangunan suatu miniatur yang berisi kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Menempuh miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah cairan pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang dikata Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita. (Selengkapnya..... ) Wisma 46 adalah nama sebuah gedung setinggi 262 meter di Jakarta, Indonesia. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di Jakarta dan Indonesia ketika ini. Foto oleh: Andri.h.Page 20Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan wisata budaya di Jakarta yang menggambarkan wilayah Indonesia yang akbar dalam bangunnya yang kecil. Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Menempuh miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang dikata Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita. (Selengkapnya..... ) Wisma 46 adalah nama sebuah gedung setinggi 262 meter di Jakarta, Indonesia. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di Jakarta dan Indonesia ketika ini. Foto oleh: Andri.h.Page 21Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan wisata budaya di Jakarta yang menggambarkan wilayah Indonesia yang akbar dalam bangunnya yang kecil. Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Menempuh miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang dikata Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita. (Selengkapnya..... ) Wisma 46 adalah nama sebuah gedung setinggi 262 meter di Jakarta, Indonesia. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di Jakarta dan Indonesia ketika ini. Foto oleh: Andri.h.Page 22Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan wisata budaya di Jakarta yang menggambarkan wilayah Indonesia yang akbar dalam susunannya yang kecil. Gagasan pembangunan suatu miniatur yang berisi kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Menempuh miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah cairan pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang dikata Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita. (Selengkapnya..... ) Wisma 46 adalah nama sebuah gedung setinggi 262 meter di Jakarta, Indonesia. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di Jakarta dan Indonesia ketika ini. Foto oleh: Andri.h.Page 23
edunitas.com Page 24
edunitas.com Page 25
edunitas.com Page 26
edunitas.com |