Mengapa evaluasi pemberdayaan harus bersifat praktis jelaskan alasannya

1. Pengertian Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Kata “evaluasi” dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah dari “penilaian”, yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu objek, keadaan, peristiwa, atau kegiatan tertentu yang sedang diamati (Hornby dan Parnwell, 1972). Pokok­-pokok pengertian tentang evaluasi. a. Evaluasi adalah kegiatan pengamatan dan analisis terhadap suatu keadaan, peristiwa, gejala alam, atau sesuatu objek b. Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau miliki c. Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang dilakukan Kegiatan evaluasi selalu mencakup kegiatan berikut. a. Observasi (pengamatan) b. Membanding­bandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman yang ada atau telah ditetapkan lebih dahulu c. Pengambilan keputusan atau penilaian atas objek yang diamati Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan sistematis yang meliputi hal­hal berikut. a. Pengamatan untuk pengumpulan data atau fakta b. Penggunaan “pedoman” yang telah ditetapkan c. Pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman­pedoman yang sudah ditetapkan terlebih dahulu d. Penilaian dan pengambilan keputusan Evaluasi harus “objektif”, dalam arti harus dilakukan berdasarkan data atau fakta, bukan berdasarkan praduga atau intuisi seseorang. Evaluasi juga harus menggunakan pedoman­pedoman tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 2. Ragam Evaluasi dan Aksi Pemberdayaan Komunitas a. Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedangkan evaluasi sumatif merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan. b. On­Going Evaluation dan Ex­Post Evaluation On­going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada/tidaknya penyimpangan pelaksanaan kegiatan dibanding program atau rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan ex­post evaluation sebenarnya sama dengan evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan yang direncanakan telah selesai dikerjakan. c. Evaluasi Intern dan Evaluasi Ekstern Ditinjau dari pelaksana kegiatan evaluasi, kegiatan evaluasi dibedakan antara evaluasi intern dan evaluasi ekstern. Pada evaluasi intern, pengambilan inisiatif diadakannya evaluasi maupun pelaksanaan kegiatan evaluasi adalah orang­orang atau aparat yang terlibat langsung dengan program yang bersangkutan. Sementara itu, evaluasi ekstern adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar (di luar organisasi pemilik/pelaksana program) meskipun inisiatif dilakukanya evaluasi dapat muncul dari kalangan orang luar, atau justru diminta oleh organisasi pemilik/pelaksana program yang bersangkutan. d. Evaluasi Teknis dan Evaluasi Ekonomi Dilihat dari aspek kegiatan yang dievaluasi, dikenal adanya evaluasi teknis (fisik). Evaluasi teknis (fisik) adalah kegiatan evaluasi yang penerima manfaat dan ukurannya menggunakan ukuran­ukuran teknis (fisik). Sementara itu, evaluasi ekonomi atau keuangan, penerima manfaatnya adalah pengelolaan keuangan dan penerima ini menggunakan ukuran­-ukuran ekonomi. e. Evaluasi Program, Pemantauan Program, dan Evaluasi Dampak Program 1. Evaluasi Program, adalam evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu dilaksanakan. 2. Pemantauan Program, diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data dan fakta) dan pengambilan keputusan­keputusan yang terjadi selama proses pelaksanaan program. 3. Evaluasi Dampak Program, sebagian besar kegiatan evaluasi umumnya diarahkan untuk mengevaluasi tujuan program atau dampak kegiatan yang telah dihasilkan oleh pelaksanaan program yang telah direncanakan. f. Evaluasi Proses dan Evaluasi Hasil 1. Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa jauh proses kegiatan yang telah dilaksanakan itu sesuai (dalam arti kuantitatif ataupun kualitatif) dengan proses kegiatan yang seharusnya dilaksanakan sesuai yang dirumuskan dalam programnya. 2. Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh tujuan­tujuan yang direncanakan telah dapat dicapai, baik dalam pengertian kuantitatif maupun kualitatif. 3. Tujuan Evaluasi dan Aksi Pemberdayaan Komunitas Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan­kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai atau menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan. 4. Kegunaan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas a. Kegunaan operasional 1. Dengan evaluasi kita dapat mengetahui cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang dikehendaki dan sekaligus dapat mengidentifikasi faktor­faktor kritis (critical factors) yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan (pemberdayaan) yang dilakukan. 2. Melalui evaluasi, dapat kita lakukan perubahan­perubahan, modifikasi dan supervise terhadap kegiatan yang dilaksanakan 3. Melalui evaluasi akan dapat dikembangkan tujuan­tujuan serta analisis informasi yang bermanfaat bagi pelaporan kegiatan b. Kegunaan analitis bagi pengembangan program 1. Untuk mengembangkan dan mempertajam tujuan program dan perumusannya 2. Untuk menguji asumsi­asumsi yang digunakan, dan untuk lebih menegaskannya lagi secara eksplisit 3. Untuk membantu dalam mengkaji ulang proses kegiatan demi tercapainya tujuan akhir yang dikehendaki c. Kegunaan kebijakan 1. Berlandaskan hasil evaluasi dapat dirumuskan kembali, strategi pembangunan, pendekatan yang digunakan, serta asumsi­asumsi dan hipotesis­hipotesis yang akan diuji 2. Untuk menggali dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang hubungan antarkegiatan pembangunan, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan di masa­masa mendatang 5. 5. Landasan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas a. Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu b. Menjungjung tinggi nilai­nilai kebenaran c. Objektif B. Prinsip­-Prinsip Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas 1. Kegiatan evaluasi harus merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan program artinya tujuan evaluasi harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah dinyatakan dalam perencanaan programnya. 2. Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan berikut a. Objektif b. Menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan (standarized) c. Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat dan teliti d. Menggunakan alat ukur yang tepat (valid, sahih) dan dapat dipercaya (teliti, reliable) 3. Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula. 4. Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk data kuantitatif dan uraian kualitatif 5. Evaluasi harus efektif dan efisien C. Kualifikasi Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas Untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik, setiap evaluasi harus dilaksanakan agar memenuhi persyaratan berikut ini. 1. Memiliki tujuan jelas dan spesifik 2. Menggunakan instrumen yang tepat dan teliti 3. Memberikan gambaran jelas tentang perubahan perilaku penerima manfaat 4. Evaluasi harus praktis 5. Objektif D. Pendekatan dalam Pelaksanaan Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas 1. Pendekatan Kebutuhan, artinya harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima manfaat 2. Pendekatan Informan Kunci (Key Informan), pengumpulan data dibatasi pada informan kunci yang biasanya terdiri dari tokoh­tokoh masyarakat setempat yang menguasai tentang kebutuhan dan hal­hal yang dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat 3. Pendekatan Forum Masyarakat 4. Pendekatan Indikator, dengan membatasi pada sejumlah indikator­indikator yang strategis 5. Survei dan Sensus E. Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Mengacu pada pengertian tentang pemberdayaan dan analisis tentang pendidikan sebagai suatu sistem, kegiatan pemberdayaan dapat dipandang sebagai suatu sistem pendidikan, yang terdiri atas, 1. Raw input atau bahan baku yang berupa penerima manfaat didik atau masyarakat yang menjadi penerima manfaat pemberdayaan 2. Instrumen input, atau perlengkapan yang berupa: fasilitator, materi pemberdayaan, metode pemberdayaan, dan keadaan kegiatan pemberdayaan 3. Environment input, atau lingkungan (sosial, ekonomi, budaya) asal masyarakat yang menjadi penerima manfaat pemberdayaan 4. Proses pemberdayaan itu sendiri 5. Output atau hasil pemberdayaan yang berupa hasil langsung (perubahan perilaku) dan hasil akhir (peningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat penerima manfaat) Oleh karenanya diperlukan adanya evaluasi yang diarahkan untuk mengevaluasi keseluruhan unsur (sub sistem) dari sistem pemberdayaan itu, a. Evaluasi kebijaksanaan (tujuan) program b. Evaluasi proses (belajar­mengajar) yang diprogramkan c. Evaluasi logistik yang diperlukan d. Evaluasi sistem pengawasan F. Pendekatan dalam Pelaksanaan Pemantauan Aksi Pemberdayaan Komunitas Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk melaksanakan pemantauan, yaitu 1. Penggunaan catatan­catatan atau rekaman data, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan dengan membandingkan catatan jadwal kegiatan (termasuk targettargetnya), dengan informasi yang dapat dikumpulkan selama pelaksanaan program. 2. Survei terhadap peserta program atau penerima manfaat dan pemangku kepentingan yang lain. 3. Survei terhadap seluruh warga masyarakat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam program pemberdayaan. G. Pendekatan dalam Evaluasi Dampak Program Aksi Pemberdayaan Komunitas Pelaksanaan evaluasi terhadap dampak program bertujuan untuk menilai seberapa jauh tingkat efektivitas program dan dampaknya terhadap masyarakat penerima manfaat, baik yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program maupun tidak. Ada beberapa pendekatan dalam evaluasi dampak program aksi pemberdayaan komunitas, yaitu: 1. Pendekatan Eksperimental, dengan merancang kegiatan evaluasi sebagai suatu riset eksperimental 2. Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Orientation Approach), dilakukan dalam evaluasi keberhasilan atau ketercapaian tujuan kegiatan, yang memfokuskan kepada indikator­indikator ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3. Pendekatan yang Berfokus pada Keputusan (The Decision Focused Approach), ditujukan untuk pengelola program, bagi pengambilan keputusan­keputusan yang terkait dengan keberlanjutan program (perbaikan, pengembangan penghentian, dan lain­lain) 4. Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Focused Approach), mengutamakan pada penilaian tentang seberapa jauh tingkat korbanan dan atau kemanfaatan program bagi penerima manfaat, baik dilihat yang terkait dengan proses, hasil, maupun dampak kegiatannya 5. Pendekatan yang Responsive (The Responsive Approach), sangat unik, karena evaluator harus mendengar informasi dari semua pemangku kepentingan untuk kemudian melakukan analisis dan sintesis melalui beragam sudut pandang yang dilatarbelakangi beragam kepentingan 6. Pendekatan yang Bebas Tujuan (Goal Free Approach), pendekatan ini memberikan kebebasan untuk merumuskan tujuan dan metode evaluasinya. H. Model-­Model Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Model adalah abstraksi suatu entitas di mana abstraksi adalah penyederhanaan bentuk asli, dan entitas adalah suatu kenyataan atau keadaan keseluruhan suatu benda, proses, ataupun kejadian (Yaya dan Nandang, 2009). Dalam hubungan ini terdapat beragam model, yaitu: 1. Model fisik yaitu menggambarkan entitas dalam bentuk tiga dimensi 2. Model naratif yaitu menggambarkan entitas dalam bentuk lisan dan atau tulisan 3. Model grafik menggambarkan entitas dalam bentuk garis dan simbol 4. Model matematik yaitu menggambarkan entitas dengan menggunakan rumus­rumus persamaan tentang keterkaitan variabel 5. Model deskriptif, model ini menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan 6. Model prediktif, model ini menunjukkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu terjadi 7. Model normatif, model ini menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan­tindakan yang perlu diambil 8. Model ikonik, adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam suatu skala tertentu 9. Model analog, adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkanya dengan benda atau sistem lain secara analog 10. Model simbolis, adalah suatu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan simbol­simbol biasanya dengan simbol­simbol matematis. I. Pemberdayaan Komunitas untuk Mengatasi Ketimpangan Sosial 1. Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kearifan lokal, pada dasarnya pemberdayaan komunitas untuk mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kearifan lokal ini sudah dapat kita temukan di berbagai daerah, contohnya budaya gotong royong dalam mendirikan rumah. 2. Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kelestarian lingkungan, kelestarian lingkungan perlu dijaga untuk mencegah terjadinya ketimpangan sosial dalam suatu masyarakat. Kelestarian lingkungan alam yang tidak dijaga akan mengakibatkan semakin berkurangnya sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia 3. Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, eifisen, dan memerhatikan keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi yang akan datang. J. Aksi Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Bentuk Kemandirian Dalam Menyikapi Ketimpangan Sosial Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan / kesenjangan / ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi / layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasarpasarlokal / tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional. Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu 1. menciptakan iklim, 2. memperkuat daya, dan 3. melindungi. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukandiri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. K. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal di Era Globalisasi Secara umum local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya, sehingga hal tersebut dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada warga mereka. Masyarakat majemuk tanpa konflik jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Dalam masyarakat majemuk yang tanpa konflik, warga bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental untuk mencapai kebaikan bersama. Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam mewujudkan tercapainya masyarakat majemuk tanpa konflik, yaitu: 1. terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat; 2. terpelihara dan terjaminnya keamanan,ketertiban, dan keselamatan; 3. tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat; 4. terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa e. terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi; dan 5. terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab. Kemajemukan (pluralitas) dan keanekaragaman (heterogenitas atau diversitas) masyarakat dan kebudayaan di Indonesia merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan, nilai asli masyarakat Indonesia adalah nilai yang di dalamnya melekat dengan konsep multikultural, nilai-nilai seperti toleransi beragama, agregasi sosial, kemajemukan kultural dan etnik, menjadi alasan mengapa para pendiri bangsa ini memilih Pancasila dari pada pada ideologi bernuansa agama. Strategi pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal di era globalisasi yakni dengan memperkuat nilai-nilai dan norma-norma leluhur dari nenek moyang yang ada di masyarakat agar terjaga utuh kearifan lokal; mempertahankan budaya yang ada di masyarakat dengan bertindak secara rasional sebagai akibat dari arus globalisasi; menyaring budaya dari luar (globalisasi) dengan menilai baik buruknya pengaruh dalam bidang teknologi dan komunikasi, transportasi, pengembangan media massa, perubahan gaya hidup, pendidikan, budaya, politik, agama, hukum, dll. Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Pada prinsipnya pemberdayaan bukan merupakan suatu program atau kegiatan yang berdiri sendiri. Pemberdayaan merujuk pada serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengubah lebih dari satu aspek pada diri dan kehidupan seseorang atau sekelompok orang agar mampu melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk membuat kehidupannya lebih baik dan sejahtera. kesimpulan :

EVALUASI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM MENYIKAPI KETIMPANGAN SOSIAL1. Pengertian Pemberdayaan KomunitasPemberdayaan Komunitas: suatu proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial guna memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. (Hatu, 2010)Contoh program pemberdayaan komunitas yang ada di masyarakat adalah :PNPM MandiriLSMPLP-BKPemberdayaan komunitas sejalan dengan konsep Community Development, yaitu: proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari semua komunitas, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup masyarakat.Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan:Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya.Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.Kecenderungan kedua (kecenderungan sekunder) menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog

Arah Pemberdayaan KomunitasPemberdayaan komunitas diarahkan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, misalnya dengan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, pembukaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, sehingga kesenjangan sosial dapat diminimalkan.Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi.

Ciri-ciri warga masyarakat berdaya:Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)Mampu mengarahkan dirinya sendiriMemiliki kekuatan untuk berundingMemiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkanBertanggungjawab atas tindakannya.Masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi.Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggung jawab.

2. Tujuan dan Pendekatan dalam Pemberdayaan KomunitasTujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah: untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan menggunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

Tujuan pemberdayaan komunitas (Emmy):1. Peningkatan standar hidup2. Meningkatkan percaya diri3. Peningkatan kebebasan setiap orangUntuk melaksanakan pemberdayaan komunitas dilakukan dengan konsep Community Based Development (CBD).Ada beberapa karakter utama CBD, yaitu:CBD berbasis sumber daya masyarakatCBD berbasis partisipasi masyarakatCBD berkelanjutanPemberdayaan komunitas dapat dilihat dari 2 sudut pandang:Pendekatan Deficit BasedPendekatan ini terpusat pada berbagai permasalahan yang ada dan upaya-upaya pemecahan masalah tersebutPendekatan Strength BasedMerupakan pendekatan yang terpusat pada potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh komunitas, individu, atau masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.Kelebihan Pemberdayaan Komunitas1. Memudahkan dalam koordinasi antarindividu2. Antarindividu dapat saling memberi semangat dan motivasi.3. Mampu meningkatkan kesejahteraan dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan.4. Mampu meningkatkan dan memperbaiki kehidupan masyarakat dan kelompok baik di bidang ekonomi maupun sosial.5. Penggunaan sumber daya alam dan potensi yang ada lebih efektif dan efisien.6. Proses pembangunan lebih demokratis dan aspiratif karena melibatkan banyak orang.Kekurangan Pemberdayaan Komunitas1. Sering terjadi perbedaan pendapat antara satu orang dengan orang yang lain, sehingga muncul konflik baru.2. Tingkat partisipasi setiap individu berbeda-beda, sehingga menghambat pembangunan.3. Tingkat sumber daya manusia berbeda-beda4. Keberhasilan pemberdayaan komunitas bergantung individu yang bergabung di dalamnya.5. Kurangnya kemampuan masyarakat dalam berkreasi dan kurangnya kapasitas secara kritis dan logis.6. Kegiatan pemberdayaan selama ini ditujukan pada masyarakat lokal dan permasalahan sosial saja.7. Ketergantungan sumber dana dari luar.Kendala dalam Pemberdayaan Komunitas1. Kurangnya komitmen dari masyarakat, karena kurangnya pemahaman2. Kendala perilaku masyarakat, contohnya etos masyarakat3. Diversifikasi pola kehidupan masyarakat, meliputi kebudayaan, sosial, ekonomi, kondisi geografis.4. Kurangnya monitoring dan data yang berkualitas5. Indikator yang tidak tepat.6. Kurangnya koordinasi7. Sistem administrasi yang terlalu birokratis: terlalu banyak pengaturan

B. KONSEP KEARIFAN LOKALKearifan lokal dapat didefinisikan sebagai: suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup.Kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional.Contoh: hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya.Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah, semboyan, dan peribahasa, folklore), dan manuskrip.Kelangsungan kearifan lokal tercermin pada nilai-nilai yang berlaku pada sekelompok masyarakat tertentu.Nilai-nilai tersebut akan menyatu dengan kelompok masyarakat dan dapat diamati melalui sikap dan tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari.Kearifan lokal dapat dipandang sebagai identitas bangsa, terlebih dalam konteks Indonesia yang memungkinkan kearifan lokal bertransformasi secara lintas budaya yang pada akhirnya melahirkan nilai budaya nasional.Di Indonesia, kearifan lokal adalah filosofi dan pandangan hidup yang mewujud dalam berbagai bidang kehidupan (tata nilai sosial dan ekonomi, arsitektur, kesehatan, tata lingkungan, dan sebagainya).Contoh: kearifan lokal yang bertumpu pada keselarasan alam telah menghasilkan pendopo dalam arsitektur Jawa. Pendopo dengan konsep ruang terbuka menjamin ventilasi dan sirkulasi udara yang lancar tanpa perlu penyejuk udara.Pemberdayaan Komunitas dalam Masalah Sosial berdasarkan Kearifan LokalWalaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan bahwa kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif.Kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam kehidupan masyarakat.Kearifan lokal dari masing-masing daerah memiliki sifat kedinamisan yang berbeda dalam menghadapi pengaruh dari luar.Banyak manfaat yang diperoleh dari luar, namun dampak buruk yang ditimbulkan juga besar.Contoh: munculnya masalah sosial seperti kenakalan remaja, perubahan kehidupan sosial, perubahan kondisi lingkungan, dan ketimpangan sosial.Masalah sosial yang ada di masyarakat dapat menimbulkan ketimpangan sosial, sehingga diperlukan upaya untuk mengatasinya.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memberdayakan komunitas berbasis kearifan lokal.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan komunitas asli:Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.Komitmen global terhadap pembangunan sosial masyarakat adat sesuai dengan konversi yang diselenggarakan oleh ILOIsu pelestarian lingkungan dan menghindari keterdesakan komunitas asli dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.Meniadakan marginalisasi masyarakat asli dalam pembangunan nasional.Memperkuat nilai-nilai kearifan masyarakat setempat dengan cara men gintegrasikannya dalam desain kebijakan dan program penanggulangan permasalahan sosial.

Sumber: Henslin, James M. 2006. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi (Judul Asli: Essentials of Sociology). Jakarta: PT Erlangga. Soerjono Soekanto. 1985. Kamus Sosiologi; Edisi Baru. Jakarta: Rajawali Pers. http://pemberdayaankomunitas.blogspot.com/2015/02/strategipemberdayaan-masyarakat.html (diakses pada Jumat, 18 Desember 2015, pukul 18.20) http://www.slideshare.net/DadangSolihin/perencanaan-ekonomi-dalamperspektif-pembangunan-daerah (diakses pada Jumat, 18 Desember 2015, pukul 18.10) Sosiologi untuk SMA XII, Lia Candra Rufikasari, Mediatama Yad Mulyadi dkk. 2013. Sosiologi SMA Kelas XI. Jakarta: Yudhistira Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada Ulfah, Fitria Maria. “Materi Sosiologii Kelas XII : Kearifan lokal dan pemberdayaan komunitas. ”. 15 Desember2015. http://blog.unnes.ac.id/fitriamariahulfah/2015/12/14/materi-sosiologi-kelas-xii-kearifan-lokal-dan-pemberdayaan-komunitas/ Mulyadi, Yad dkk. 2014. Sosiologi SMA Kelas XII. Yudhistira. Jakarta