Apa tanggapan tentang kasus korupsi jamkrida

XTREMPOINT — Kejaksaan Tinggi Jawatimur (Kejati Jatim), melakukan penahanan pada Dua (2) tersangka kasus korupsi PT. Penjaminan Kredit Daerah (PT.Jamkrida), Rabu (14/11/2018).

Dua orang tersangka itu memiliki jabatan strategis di tubuh PT. Jamkrida. Meraka antara lain adalah Bugi Sukwantoro (Direktur Keuangan) dan Achmad Nurchasan (Direktur Utama)

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi menerangkan, kerugian negara dari kasus ini mencapai 6,7 miliar.

Sedangkan modus dari para tersangka melakukan aksinya adalah dengan cara mengambil uang perusahaan beberapa kali untuk kepentingan pribadi.

“Total kerugian Rp. 6,7 Miliar. Mereka mengambil uang sedikit-demi sedikit sampai 40 kali dari kurun waktu 2015 sampai 2017” terang Didik, pada kantor berita Xtrempoint.com di Gedung Kejati Jatim, Rabu (14/11/2018).

Diterangkan Didik, pihak kejaksaan akan terus melakukan pengembangan terkait kasus ini, bukan tidak mungkin setelah melakukan penyelidikan lanjutan pihaknya akan menemukan adanya tersangka baru.

“Sementara ini masih dua orang, kalau nanti ada keterlibatan orang lain kita akan melakukan pengembangan” terangnya.

Kasus korupsi PT Jamkrida ini diketahui berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terdapat anggaran Rp 6,3 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Dana itu awalnya diperuntukkan bagi debitur yang mengalami gagal bayar. Namun oleh para tersangka uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadinya.

Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Jatim menjerat dua tersangka itu menggunakan pasal 2 dan 3, Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Adapun ancaman hukuman maksimal dalam pasal tersebut adalah 20 tahun dan minimal 4 tahun penjara.@ [Jun]

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim segera merampungkan pemberkasan dugaan kasus korupsi di PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jatim sebesar Rp 6,7 miliar. Tak hanya itu, penyidik juga melakukan asset tracing (penelusuran aset) milik dua tersangka.

Perburuan ini dilakukan terhadap aset-aset yang dimiliki tersangka, yakni mantan Direktur Utama (Dirut) PT Jamkrida Jatim Achmad Nur Chasan dan mantan Direktur Keuangan PT Jamkrida Jatim Bugi Sukswantoro.

“Sesuai dengan program penanganan perkara follow the money, yakni menyelamatkan kerugian keuangan negara. Sembari pemberkasan terus berjalan, kita lakukan penelusuran aset milik tersangka,” kata Kepala Kejati (Kajati) Jatim Sunarta, Minggu (6/1).

Penelusuran aset ini, sambung Sunarta, merupakan kerjasama antara tim dari Pidana Khusus (Pidsus) dan intelijen. Nantinya tim akan menelusuri dan mendata apa saja aset maupun harta benda yang dimiliki tersangka. Tujuannya, jika suatu saat terdapat putusan membayar uang pengganti, maka sudah ada data harta kekayaan milik tersangka.

“Jadi kita inventarisir aset-aset milik tersangka. Dengan catatan, kekayaan maupun harta benda yang boleh disita hanya yang berkaitan dengan dimulainya tindak pidana korupsi oleh tersangka. Jika aset tersebut dimiliki sebelum terjadinya tindak pidana korupsi, maka aset tersebut tidak boleh disita dalam rangka penyidikan, karena tidak ada kaitan,” tegas Sunarta.

Investarisir aset ini, lanjut Sunarta, bisa bekerjasama dengan pihak seperti BPN (Badan Pertanahan Nasional), perbankan, Dispendukcapil, dan Samsat. Untuk Samsat, Sunarta menambahkan, hal itu dilakukan untuk mengetahui kekayaan maupun aset tersangka berupa kendaraan roda dua maupun roda empat.

Ditanya terkait batasan waktu asset tracing, Sunarta menegaskan tidak ada batasan. Namun batas waktu itu ada ketika terjadi penyitaan barang bukti. “Untuk penyitaan ada batasan, karena terkait dengan pemberkasan. Intinya pengejaran aset jalan terus, kalau dalam waktu dekat terang, maka akan banyak yang kita inventarisir,” pungkasnya.

Senada dengan Kajati Jatim, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Jatim Antonius Despinola mengaku saat ini memang sedang tahap pemberkasan. Penyidik juga melakukan asset tracing terhadap aset-aset yang dimiliki tersangka.

“Mudah-mudahan bulan ini kita rampungkan berkasnya, sehingga bisa disidangkan. Dan tetap melakukan penelusuran aset milik tersangka,” tambahnya.

Diketahui, Achmad Nur Chasan selaku Dirut PT Jamkrida Jatim dalam rentang waktu 2015 hingga 2017 pernah melakukan kas bon/memo permintaan kas sementara untuk kepentingan pribadi sebanyak 46 kali. Rinciannya, pada 2015 terdapat lima kali sebesar Rp 395 juta. Pada 2016 sebanyak 20 kali transaksi sebesar Rp 1,9 miliar.

Kemudian pada 2017 terdapat 21 kali transaksi sebesar Rp 3,6 miliar. Pada 2018 terdapat dua kali transaksi sebesar Rp 212 juta. Sehingga jumlah total sebesar Rp 6,7 miliar. Permintaan kas bon Nur Chasan ini disetujui Bugi.

[Selengkapnya …]

    akhir-akhir ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim terus mengusut kasus dugaan korupsi di PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jatim senilai Rp6 miliar. Korps adhiyaksa tersebut akan memeriksa seluruh pihak yang diduga terkait langsung dengan dugaan korupsi tersebut. Termasuk Gubernur Jatim Soekarwo.

Kasi Penkum Kejati Jatim Richard Marpaung mengatakan, pekan ini pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap lima orang yang diduga terkait langsung dengan dugaan korupsi di BUMD Pemprov Jatim tersebut. Sayangnya, Richard enggan merinci siapa yang akan diperiksa, apakah dari jajaran direksi PT Jamkrida atau pihak lain.“Sepanjang orang itu punya keterkaitan langsung dengan dugaan korupsi, 

Adanya dugaan korupsi di PT Jamkrida tersebut berawal dari temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari audit yang dilakukan lembaga yang mengawasi perbankan itu ditemukan, pada 2016 ada dana Rp6 miliar yang keluar dari PT Jamkrida Jatim. Dana itu awalnya diperuntukkan bagi debitur yang mengalami gagal bayar. Namun oleh oknum di PT Jamkrida Jatim digunakan untuk keperluan lain.

Sejauh ini masih ada satu orang oknum di PT Jamkrida yang diduga melakukan penyelewengan. “Kita akan segera tuntaskan penyidikan. Makanya kami terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Jatim Aris Mukiyono mengatakan, kerugian di PT Jamkrida Jatim bisa lebih besar karena OJK bukan lembaga khusus yang mengaudit soal kerugian negara. Jika dilakukan pendalaman dengan melibatkan BPK, bisa jadi kerugian akan bertambah. Sehingga yang terlibat bukan saja Dirut tapi bisa jadi berkembang ke Dirut Keuangan juga. 

“Persoalan PT Jamkrida Jatim murni akibat Nur Hasan selaku Dirut PT Jamkrida tidak becus mengurus perusahaan,

 munkim kasus ini sudah diminta diselesaikan secara kekeluargaan. Tetapi karena Nur Hasan mangkir sehingga pihaknya melaporkan ke Kejati Jatim. 

 Kejati Jatim sudah mencurigai dugaan korupsi ini sejak satu setengah tahun lalu. Saat itu, ada indikasi Nur Hasan cenderung ingin mengeruk keuntungan pribadi. 

“Kecurigaan Kejati itu semakin transparan ketika OJK memberikan laporan tahun 2017. OJK menemukan ada laporan keuangan yang tak bisa dipertanggungjawabkan senilai Rp6 miliar.

Ikuti tulisan menarik fuadi almadany lainnya di sini.

Merdeka.com - Usai melakukan penahanan terhadap tersangka kasus korupsi Dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank jatim Cabang Jombang, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim juga melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus korupsi di PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jatim.

Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Jamkrida Jatim Achmad Nur Chasan dan mantan Direktur Keuangan PT Jamkrida Jatim Bugi Sukswantoro.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, kedua tersangka ditahan setelah sempat menjalani pemeriksaan selama 7 jam oleh penyidik.

"Mereka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kejati Jatim selama 20 hari ke depan," ujar mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya ini, Rabu (14/11).

Didik menambahkan, Achmad Nur Chasan selaku Dirut PT Jamkrida Jatim pada tahun 2015 hingga 2018 pernah melakukan kasbon untuk kepentingan pribadi sebanyak 46 kali.

Rinciannya, tahun 2015 terdapat lima kali sebesar Rp 395 juta. Tahun 2016 sebanyak 20 kali transaksi sebesar Rp 1,9 miliar. Tahun 2017 terdapat 21 kali transaksi sebesar Rp 3,6 miliar. Tahun 2018 terdapat dua kali transaksi sebesar Rp 212 juta. Sehingga jumlah total sebesar Rp 6,7 miliar. Permintaan kasbon Nur Chasan ini disetujui tersangka Bugi.

"Awalnya OJK (Otoritas Jasa Keuangan) menemukan dugaan kerugian negara di PT Jamkrida Jatim. Dari situlah, kami mulai melakukan penyelidikan kasus ini," pungkasnya.

Atas kasus ini, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Baca juga:
Kasus Korupsi Dana KUR Rp 12,7 Miliar, Mantan Anggota DPRD Jombang Ditahan
KPK Periksa Staf Kelurahan Purutrejo dan Anggota DPRD Sumut Terkait Kasus Suap
Korupsi Pembangunan Kampus IPDN Bukittinggi, Eks Pejabat Kemendagri Dibui 4 tahun
Kasus Suap Anak Usaha Sinar Mas, KPK Periksa Ketua DPRD Kalteng
3 Terdakwa Korupsi Danau Buatan di Rokan Hilir Dituntut 5 Tahun Penjara
Cegah Korupsi di Lingkungan Pemprov Jabar, Emil Minta Sekda 'Dekati' KPK

Apa tanggapan tentang kasus korupsi jamkrida
Dua tersangka kasus korupsi PT Jamkrida saat ditahan Kejati di rutan setelah menjalani pemeriksaan. (Foto: iNews.id/Ihya' Ulumuddin)

Ihya Ulumuddin Rabu, 14 November 2018 - 20:52:00 WIB

SURABAYA, iNews.id - Dua tersangka kasus dugaan korupsi PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida), masing-masing Direktur Utama Achmad Nur Chasan dan Direktur Keuangan Bugi Sukiswantoro menggunakan modus kasbon (pinjaman) untuk mengeruk uang. Modus ini dipakai beberapa kali, hingga kerugian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jatim mencapai Rp6,7 miliar.

Hasil penyidikan Kejati Jawa Timur menyebutkan, uang milik PT Jamkrida tersebut dipakai untuk kepentingan pribadi. Tindakan tidak terpuji ini mereka lakukan sejak tahun 2015 hingga tahun 2017.

"Modus kasbon ini berlangsung selama tiga tahun. Dilakukan sedikit demi sedikit. Berulangkali. Tercatat sekitar 40 kali kedua tersangka melakukannya," kata Aspidsus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi, Rabu (14/11/2018).

Akibatnya, PT Jamkrida mengalami kerugian sekitar Rp 6,7 miliar. Namun, Didik belum mengurai aliran dana tersebut. Hasil kesimpulan sementara penyidik, seluruh uang hasil korupsi itu dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. "Sementara masih diketahui untuk kepentingan pribadi. Meski begitu kami akan terus melakukan pengembangan," ucapnya.

Didik juga mengatakan, belum ada pengembalian sepeserpun dari kedua tersangka dalam kasus ini. Seperti diketahui, dugaan korupsi di PT Jamkrida berawal dari temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil audit  lembaga yang mengawasi  perbankan itu ditemukan ada dana Rp6,7 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Dana itu awalnya diperuntukkan bagi debitur yang mengalami gagal bayar. Namun oleh oknum di PT Jamkrida Jatim digunakan untuk keperluan lain.

Berikut di antara rincian kasbon yang dilakukan tersangka:

  1. Tahun 2015 terdapat 5 (lima) kali transaksi dengan nilai total sebesar Rp395.000.000 
  1. Tahun 2016 terdapat 20 (dua puluh) kali transaksi dengan nilai total sebesar Rp1.958.640.615 
  1. Tahun 2017 terdapat 21 (dua puluh satu) kali transaksi dengan nilai total sebesar Rp3.681.603.200 
  1. Tahun 2018 terdapat 2 (dua) kali transaksi dengan nilai total sebesar Rp212.000.000

Editor : Kastolani Marzuki

TAG : kasus korupsi surabaya kejati jatim jamkrida modus kasbon

Apa tanggapan tentang kasus korupsi jamkrida