Jelaskanlah penanda-penanda informasi penting yang harus diperhatikan dalam sebuah bahan bacaan

A.   Pendahuluan

Mengingat pentingnya peranan membaca tersebut bagi perkembangan siswa maka guru perlu memacu siswanya untuk membaca dengan benar dan selektif. Secanggih atau sebaik apapun suatu metode membaca tidak akan berhasil jika gurunya tidak mampu melaksanakannya serta hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan. Karena itu peranan guru sangat mendukung keberhasilan siswanya. Aktivitas berbahasa ada yang bersifat reseptif dan ada pula yang bersifat produktif. Keduanya saling melengkapi dalam keseluruhan kegiatan komunikasi.

Membaca membawa seseorang lebih jauh dan mendalam dibandingkan dengan kemampuan keterampilan berbahasa lainnya. Kemampuan membaca merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan pihak lain melalui tulisan. Kesulitan dalam membaca atau menulis merupakan cacat serius dalam kehidupan (Rubin, 1983: vii). Kemampuan membaca tidak hanya penting dalam pembelajaran bahasa, tetapi juga penting dalam mempelajari ilmu dan berbagai macam pengetahuan lain serta dalam mengembangkan diri pribadi seseorang. Hal ini menunjukkan juga betapa pentingnya kemampuan membaca bagi seseorang.

Kemampuan membaca mempersoalkan ketepatan pemahaman kata dan maknanya, juga mempersoalkan diterima tidaknya pemilihan kata itu oleh orang lain. Hal itu karena masyarakat diikat oleh berbagai warna yang menghendaki agar setiap kata yang dipakai harus cocok dengan situasi kebahasaan yang dihadapi. Dalam memahami sebuah bacaan, pengetahuan diksi (pilihan kata) yang kurang tepat sangat berpengaruh karena apabila cara memahami pilihan kata kurang benar, akan berpengaruh terhadap makna bacaan tersebut. Untuk menunjang itu semua diperlukan latihan menyusun beberapa kalimat secara berulang-ulang sehingga dapat lebih terampil dalam memilih kata yang tepat dan dapat memahami suatu bacaan sesuai dengan konsep yang akan diungkapkan.

Meskipun penguasaan diksi sudah baik dan benar belum dapat menjamin pembaca memahami informasi, pembaca masih dituntut memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolah, memahami, dan mempersepsi informasi (tertulis) yang dibacanya. Dalam situasi demikian dapat dipastikan tanpa penguasaan konsep kompetensi semantik memadai, seseorang tidak mungkin memahami pesan yang terformulasi pada setiap kalimat yang dibacanya.

Penguasaan kompetensi semantik yang memadai sebagaimana di atas dapat menentukan arti secara tepat dalam memahami isi bacaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Dole et.al, (1971: 196) semantik menelaah serta menggarap makna kata dan makna-makna yang diperoleh dalam masyarakat, baik itu leksikal, arti gramatikal, makna konotatif yang harus dilihat dari masyarakat pemakai bahasa. Nilai kata mungkin positif atau negatif. Arti figuratif yang meliputi peyoratif, amelioratif, antonim, homonim, dan polisemi.

Berdasarkan kenyataan bahwa kemampuan membaca seseorang tidaklah bisa diperoleh secara alamiah, tetapi melalui proses pembelajaran intensif. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia sejak SD sampai perguruan tinggi kemampuan membaca pemahaman sangat diperhatikan pembinaannya. Hal itu merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru terutama guru kelas tingggi. Sampai saat ini keterampilan membaca masih kurang memuaskan. Banyak kelemahan yang diperlihatkan siswa antara lain mereka sukar membaca isi buku teks, lebih menonjol lagi rata-rata prstasi akademiknya pas-pasan. Banyak hal yang mempengaruhi rendahnya kualitas siswa: (1) kondisi bahan pengajaran yang kurang memadai dan (2) kurangnya kegiatan praktis dalam membina dan meningkatkan kemampuan membaca pemahaman, dan sebagainya. Di antara penyebab itu menurut dugaan penulis, faktor penguasaan diksi dan kompetensi semantik ikut berpengaruh terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa.

.

B.   Membaca

1.    Pengertian Membaca

Belum ada yang menemukan batasan tepat mengenai membaca tetapi ada aspek dasar yang disepakati bersama, yaitu (1) membaca berinteraksi dengan bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulis, (2) hasil interaksi dengan bahasa tulis berupa pemahaman, (3) kemampuan membaca berkait dengan kemampuan berbahasa lisan, (4) membaca merupakan proses aktif dan berkelanjutan dipengaruhi interaksi individu dengan lingkungan. Mengetahui konsep membaca adalah hal yang penting, tetapi lebih penting lagi membedakan membaca dengan pengajaran membaca.

Membaca merupakan istilah yang mengandung pengertian yang berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang mengira bahwa membaca adalah sekadar menyuarakan lambang-lambang tertulis tanpa mempersoalkan apakah kalimat atau kata-kata yang dilisankan itu dipahami atau tidak (Yant Mujiyanto, dkk., 2000: 46). Membaca seperti ini tergolong jenis membaca permulaan seperti yang pernah dilakukan di tingkat SD kelas 1 dan 2.

Membaca adalah sebuah proses yang kompleks dan rumit. Kompleks artinya dalam proses membaca terlibat sebagai faktor internal dan eksternal pembaca. Faktor internal dapat berupa intelegensi (IQ) minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan pembaca, dan sebagainya. Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana, berat, mudah, sulit), faktor lingkungan, atau faktor latar belakang, sosial ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca. Pengertian membaca yang diungkapkan oleh beberapa pakar di atas dapat penulis simpulkan bahwa membaca merupakan suatu proses pengolahan simbol-simbol tertulis dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang isi bacaan dan merupakan kegiatan komunikasi tidak langsung antara penulis dan pembaca yang melibatkan berbagai faktor.

Menurut Abidin (2010: 6), membaca sebagai produk yang didefinisikan sebagai pemahaman atas simbol-simbol bahasa tulis yang dipelajari seseorang. Membaca merupakan proses yang kompleks, sebagaimana dikemukakan Nurhadi (1987: 13). Menurut Tarigan (2008: 07), membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis. Menurut Anderson dalam Harras (1997: 06), membaca adalah sebagai proses kegiatan mencocokan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.

Jika berpijak pada pandangan di atas, tentulah banyak timbul anggapan yang keliru bahwa pembelajaran membaca merupakan pelajaran termudah dikuasai tanpa banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Jika diperhatikan secara cermat, membaca tidak hanya sekadar menyuarakan lambang-lambang saja akan tetapi lebih dari itu. Darmiyati Zuchdi (2007: 19) mendefinisikan membaca sebagai penafsiran yang bermakna terhadap bahasa tulis. Hal ini berarti membaca bukan hanya menyuarakan simbol-simbol tetapi juga mengambil makna atau berusaha memahami simbol tersebut. Definisi membaca ini sejalan dengan pendapat Snow dalam (Septiana Runikasari, 2008: 1) bahwa membaca merupakan suatu proses pemberian makna pada materi yang tercetak dengan menggunakan pengetahuan tentang huruf-huruf tertulis dan susunan suara dari bahasa oral untuk mendapatkan pengertian.

Pada saat proses pemberian makna tersebut pembaca tidak begitu saja menerima secara mentahmentah atau sederhana apa yang dibacanya namun pembaca berusaha untuk menafsirkan makna yang terkandung didalamnya. Rahim (2007: 2) menambahkan aktivitas membaca ini melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.

Selanjutnya sebagai suatu proses berpikir, proses membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Membaca sebagai proses psikolinguistik, pembaca secara simultan atau terus-menerus menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung. Membaca sebagai proses metakognitif, ialah pembaca mencoba mengaitkan berbagai hal yang dimiliki untuk memahami pesan yang disampaikan penulis.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan hakikat membaca adalah proses pemberian makna pada bahasa tulis dengan menggunakan pengetahuan tentang huruf-huruf tertulis yang dimiliki dan juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif untuk mendapatkan penafsiran.

.

2.    Tahapan-tahapan Membaca

Sebagai suatu proses, membaca terdiri atas tahap-tahap yang saling berkaitan. Palawija (2008: 1) menjelaskan lima tahapan membaca sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi pernyataan tesis dan kalimat topik. Tesis merupakan rumusan singkat yang mengandung tema dasar dari sebuah karangan. Kalimat topik merupakan kalimat yang mewakili isi dari sebuah paragraf.

b. Mengidentifikasi kata-kata dan frasa-frasa kunci. Pengidentifikasian ini bertujuan untuk memahami makna bacaan yang tersirat dari kata-kata dan frasa-frasa kunci tersebut.

c. Mencari kosakata baru, kosakata tersebut berfungsi untuk menambah kekayaan kosakata pembaca.

d. Mengenali organisasi tulisan, yaitu bagan, grafik, dan gambar yang berfungsi untuk lebih mempermudah pemahaman.

e.  Mengidentifikasi teknik pengembangan paragraf, yakni penyajian ide oleh penulis apakah dalam bentuk deduktif, induktif, generalisasi, atau analogi.

Berkaitan dengan tahapan membaca, Goodman dalam Dubin (1988: 126) menyatakan bahwa dalam proses penguraian sandi atau pemberian makna, pembaca harus melalui tahap-tahap tertentu secara berurutan. Tahap pertama yaitu mengenali keberagaman penanda linguistik serta menggunakan mekanisme pemrosesan data linguistik yang dimilikinya untuk menentukan susunan atau urutan penanda-penanda linguistik tersebut. Tahap kedua pembaca memilih di antara semua informasi yang ada, data-data yang sekiranya cocok, koheren, dan bermakna untuk membangun sebuah pengertian.

Sementara itu, Yant Mujiyanto, dkk. (2000: 48) menyatakan bahwa proses membaca berlangsung dengan urutan sebagai berikut: minat baca – lambang-lambang tertulis/naskah – konsentrasi/pemusatan perhatian – pemahaman dan penjiwaan. Minat baca merupakan syarat awal yang mesti dipenuhi sebelum berangkat membaca. Minat baca inilah yang memotivasi seseorang melakukan kegiatan membaca. Kemudian kegiatan membaca tentunya tidak terlepas dari naskah, karena naskah merupakan sarana kegiatan ini. Selain itu, tersedianya bahan bacaan yang menarik dapat pula menumbuhkembangkan minat baca seseorang. Selanjutnya pemusatan perhatian atau konsentrasi terhadap teks yang dibacanya diperlukan agar pemahaman naskah bisa tercapai. Pembaca akan mencapai pemahaman yang lebih baik jika disertai dengan konsentrasi baca yang tinggi dan ditambah keaktifan berpikir serta sikap kritis. Terakhir setelah melalui beberapa tahap tadi, terbentuklah pemahaman terhadap bacaan.

Berkaitan dengan uraian tahapan membaca yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti cenderung pada pendapat yang disampaikan oleh Yant Mujiyanto dikarenakan adanya unsur minat sebagai syarat awal seseorang melakukan aktivitas membaca kemudian penafsiran terhadap lambang tulis dan dilengkapi dengan konsentrasi tinggi terhadap bacaan menjadikan pemahaman terhadap bacaan dapat terbentuk.

.

3.   Jenis-jenis Membaca

Kegiatan membaca dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Hal ini dapat dilihat dari segi tinjauannya. Ada dua jenis tinjauan yang berkaitan dengan jenis-jenis membaca antara lain (1) menurut segi teknik, dan (2) menurut segi tatarannya (Suyatmi, 1997: 39). Membaca dari segi teknik adalah terdengar atau tidaknya suara si pembaca pada saat melakukan aktivitas membaca. Dilihat dari segi ini membaca dibedakan menjadi dua, yaitu membaca dalam hati dan membaca nyaring. Pada membaca dalam hati, pembaca menggunakan ingatan visual dalam arti keaktifan terletak pada penglihatan dan ingatan. Pada membaca nyaring, selain menggunakan penglihatan dan ingatan, dituntut pula keaktifan auditori (pendengaran). Menurut tatarannya kegiatan membaca dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan adalah suatu jenis mermbaca yang hanya mementingkan kelancaran suara saja. Membaca jenis ini biasa dilakukan saat anak masih duduk di kelas 1 dan 2 SD. Membaca lanjut merupakan kegiatan membaca yang bukan hanya mementingkan kelancaran saja, tetapi juga pemahaman dan penerapan dalam praktik hidup sehari-hari sesuai dengan situasi dan kondisi. Membaca jenis ini dilakukan mulai kelas 3 SD hingga tingkat perguruan tinggi.

Yant Mujiyanto, dkk. (2000: 51-53), menjelaskan jenis membaca yang harus dikuasai dan dikembangkan oleh seseorang khususnya dalam bidang akademik, yaitu sebagai berikut.

a. Membaca intensif, yaitu satu jenis membaca yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai ke ide-ide penjelas dan dari hal-hal yang global sampai hal-hal yang rinci. Jenis membaca inilah yang biasa disebut dengan membaca pemahaman,

b. Membaca kritis, merupakan tataran membaca paling tinggi. Hal ini dikarenakan ide-ide bacaan yang telah dipahami secara baik dan detail, dikomentari dan dianalisis kesalahan dan kekurangannya,

c. Membaca cepat, membaca jenis ini dilakukan untuk memperoleh informasi keseharian secara cepat, seperti berita dan laporan utama pada surat kabar atau majalah,

d. Membaca apresiatif dan estetis, yakni membaca yang berhubungan dengan pembinaan sikap apresiatif atau penghargaan terhadap nilai-nilai keindahan dan kejiwaan,

e. Membaca teknik, ialah jenis membaca yang mementingkan kebenaran pembacaan serta ketepatan intonasi dan jeda

Menambahkan pendapat di atas, ahli lain mengatakan bahwa membaca itu memiliki tujuh jenis, yaitu sebagai berikut.

a. Membaca nyaring, yakni kegiatan membaca dengan mengeluarkan suara atau kegiatan melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras.

b. Membaca dalam hati, yaitu proses membaca tanpa mengeluarkan suara. Dalam membaca dalam hati atau membaca diam tidak ada suara  yang keluar. Sedangkan yang aktif bekerja hanya mata dan otak atau kognisi kita saja.

c. Membaca intensif, yaitu program kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada dan bertujuan untuk menumbuhkan serta mengasah kemampuan membaca secara kritis.

d. Membaca ekstensif, yaitu program membaca yang dilakukan secara luas, baik jenis maupun ragam teksnya dan tujuannya hanya sekedar untuk memahami isi yang penting-penting saja dari bahan bacaan yang dibaca dengan menggunakan waktu secepat mungkin. Para siswa diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam hal memiliki baik jenis maupun lingkup bahan-bahan bacaan yang dibacanya.

e. Membaca literal, yaitu kegiatan membaca sebatas mengenal dan menangkap arti (meaning) yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya berusaha menangkap informasi yang terletak secara literal (reading the lines) dalam bacaan dan tidak berusaha menangkap makna yang lebih dalam lagi, yakni makna-makna tersiratnya, baik pada tataran antagonis (by the lines) apalagi makna yang terletak dibalik barisnya (beyond the lines).

f. Membaca kritis, yaitu kegiatan membaca yang dilakukan dengan cara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluative, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan belaka.

g. Membaca kreatif, yaitu proses membaca untuk mendapatkan nilai tambah dari pengetahuan yang baru yang terdapat dalam bacaan dengan cara mengidentifikasi ide-ide yang menonjol atau mengkombinasikan pengetahuan yang sebelunya pernah didapatkan (Harras, 1998: 42).

.

4.    Membaca Pemahaman

Beberapa ahli mengemukakan definisi membaca pemahaman yang secara umum mempunyai arti yang hampir sama, yaitu memahami informasi secara langsung yang ada dalam teks bacaan itu dan memahami informasi yang tidak secara langsung dalam teks. Webster Collegiate Dictionary menawarkan definisi membaca pemahaman sebagai kapasitas pemikiran untuk memahami dan mengerti. Membaca pemahaman, maka, akan menjadi kapasitas untuk menerima dan memahami makna yang disamapaikan oleh teks. Pendapat-pendapat yang mendukung definisi itu di antaranya adalah: Rubin (1993: 194) mendefinisikan bahwa membaca pemahaman adalah proses pemikiran yang kompleks untuk membangun sejumlah pengetahuan.

Membangun sejumlah pengetahuan itu menurut Nola Banton Smith dalam Rubin (1993:195) bisa berupa kemampuan pemahaman literal, interpretatif, kritis, dan kreatif. Hal itu diperkuat oleh Burns (1996:255) bahwa membaca pemahaman terdiri empat tingkatan, yaitu pemahaman literal (literal comprehension), pemahaman interpretatif (interpretative comprehension), pemahaman kritis  (critical comprehension) dan pemahaman kreatif (creative comprehension).

Smith dalam Tarigan (1987: 32) mengartikan pemahaman sebagai penafsiran atau penginterpretasian pengalaman, menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui, menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kognitif dalam bacaan. Pendapat yang sama diungkapkan Grellet (1981: 3) bahwa membaca pemahaman merupakan kemampuan menyimpulkan informasi yang diperlukan dari bacaan. Kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan memberikan makna pada sebuah teks. Melalui proses membaca pemahaman aset pengetahuan seseorang bertambah, dan juga meningkatkan daya berpikir. Membaca berupaya menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan informasi yang disampaikan penulis, sehingga dapat merumuskan suatu kesimpulan.

Membaca pemahaman adalah suatu proses untuk mengenali atau mengidentifikasi teks, kemudian mengingat kembali isi teks. Membaca pemahaman juga dapat berarti sebagai suatu kegiatan membuat urutan tentang uraian/menggorganisasi isi teks, bisa mengevaluasi sekaligus dapat merespon apa yang tersurat atau tersirat dalam teks. Sedangkan pemahaman berhubungan laras dengan kecepatan. Pemahaman atau comprehension, adalah kemampuan membaca untuk mengerti: ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian. Membaca pemahaman (reading for understanding) yang di maksudkan di sini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami:

1)   standar atau norma-norma susastra (letery standards)
2)  resensi kritis (critical review)
3)  drama tulis (printed drama)
4)  pola-pola fiksi (patterns of fiction)

Sebagai contoh, dari perumpamaan susunan kalimat memobilisasi pengetahuan saja bisa menghasilkan sekian model bacaan yang akan menjadi sekian sudut pandang dan sudah jelas akan menjadi bahan keputusan untuk bertindak. Dalam hal ini menciptakan pemahaman adalah bagaimana anda merefleksikan pengetahuan yang sifatnya generally applicable di atas menjadi specifically applicable dengan setting persoalan mikro: anda dengan wilayah operasi dan konsentrasi. Pemahaman inilah yang akan menikahkan antara apa yang anda ketahui dari materi tangible dan materi intangible yang bekerja di lapangan.

Pemahaman bacaan merupakan komponen penting dalam suatu aktivitas membaca, sebab pada hakikatnya pemahaman atas bacaan dapat meningkatkan keterampilan atau kepentingan membaca itu sendiri maupun untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah ditentukan atau hendak dicapai. Ahli bahasa mengemukakan bahwa pemahaman merupakan kemampuan untuk membaca dan memahami tulisan (Palawija, 2008: 1). Hal ini dapat dimaklumi karena pemahaman merupakan esensi dari kegiatan membaca. Dengan demikian, apabila seseorang setelah melakukan aktivitas membaca dapat mengambil pesan dari bacaan, maka proses tersebut dikatakan berhasil. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang setelah melakukan kegiatan membaca tetapi belum dapat mengambil pesan yang disampaikan oleh penulis, maka proses tersebut belum berhasil.

Goodman, et al. dalam Slamet (2003: 78) mengungkapkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca yang mana proses merekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan terjadi proses-proses pembentukkan dan pengujian hipotesis. Artinya pada saat membaca seseorang melakukan proses penggalian pesan dari teks. Kemudian dengan berinteraksi dengan makna yang terdapat di dalam teks tersebut, pembaca membuat dan menguji hipotesis. Hasil dari pengujian hipotesis tersebut dapat dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan mengenai pesan yang disampaikan oleh penulis.

Devine dalam Nurhadi, (2004: 1) memberikan definisi membaca pemahaman adalah proses menggunakan informasi sintaks, semantik, dan retoris yang terdapat dalam teks tertulis yang tersusun dalam pikiran pembaca dengan menggunakan pengetahuan umum yang dimiliki, kemampuan kognitif, dan penalaran. Selanjutnya pembaca merumuskan hipotesis sebagai perwujudan dari pesan yang tersurat dari teks. Definisi Nurhadi, 2004 tersebut menjelaskan bahwa dalam memahami bacaan, pembaca membangun pengetahuan baru dengan menghubungkan penalaran dan pengetahuan yang telah diketahui.

Agustinus Suyoto (2008: 1) berpendapat bahwa membaca pemahaman atau komprehensi ialah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian. Pemahaman ini berkaitan erat dengan kemampuan mengingat bahan yang dibacanya. Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca dengan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian serta mengingat bahan yang dibacanya.

Orang sering merasa bahwa pengetahuannya tidak berguna karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan padahal yang belum diperoleh adalah pemahaman. Berbahasa pada dasarnya adalah proses interaktif komunikatif yang menekankan pada aspek-aspek bahasa. Kemampuan memahami aspek-aspek tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam proses komunikasi. Aspek-aspek bahasa tersebut antara lain keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.

Secara karakteristik, keempat keterampilan itu berdiri sendiri, namun dalam penggunaan bahasa sebagai proses komunikasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa merupakan keterpaduan dari beberapa aspek. Salah satu aspek keterampilan berbahas adalah keterampilan membaca. Keterampilan membaca selalu ada dalam setiap tema pembelajaran. Hal tersebut membuktikan pentingnya penguasaan keterampilan membaca.

Membaca, terutama membaca pemahaman bukanlah sebuah kegiatan yang pasif. Sebenarnya, pada peringkat yang lebih tinggi, membaca itu, bukan sekedar memahami lambang-lambang tertulis, melainkan pula memahami, menerima, menolak, membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap pada sekolah (Tompubolon: 1987). Pembelajaran membaca pemahaman menggunakan teknik skema merupakan salah satu upaya tepat karena dengan teknik skema yang  harus menghubungkan pengalamannya dengan pengalaman yang ada dalam buku teks.

Membaca pemahaman menurut Tarigan ( 1986:56 ) merupakan sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan ( literary standards ), resensi kritis ( critical review ), drama tulis (primed drama ), serta pola-pola fiksi ( pattenrs of fiction ).

Kemampuan membaca pemahaman sebagai kesanggupan atau kemampuan siswa memahami dan memaknai, menyeleksi fakta, gagasan, serta menarik kesimpulan dari informasi-informasi dalam teks secara menyeluruh. Aktivitas membaca pemahaman melibatkan proses mental seperti penilaian, penalaran, pertimbangan, penghayalan, dan pemecahan masalah. Dalam kegiatan membaca pemahaman, pembaca harus melibatkan diri secara aktif dalam bacaan, mengolah informasi visual dan nonvisual, merekonstruksi isi yang tersurat dan tersirat dalam bacaan. Membaca pemahaman melibatkan beberapa kemampuan, seperti penguasaan diksi, penalaran, perseptual, kompetensi semantik, dan psikologi.

.

5.   Penguasaan Diksi

Penguasaan diksi adalah hal yang diperlukan dalam berkomunikasi, hal itu belum cukup untuk semua aspek produktif dan reseptif dalam suatu bahasa. Larsen-Freeman (dalam Rivers dan Temperly, 1978: 348) menyatakan bahwa penguasaan diksi adalah salah satu dari tiga dimensi bahasa yang saling berhubungan. Ketepatan pilihan kata adalah kelangsungan, teknik memilih kata sehingga maksud seseorang disampaikan secara tepat dan ekonomis.

Hubungan kata dengan makna ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa. Makna bisa objektif atau subjektif. Hal itulah yang menjadikan kata mempunyai nilai rasa tertentu (Slamet muljana, 1964: 31). Kata bodoh dan tolol mengandung pengertian tidak pandai. Namun, anasir subjektif pemakai bahasa, kata tolol mengakibatkan rasa penghinaan terlalu bodoh. Kata gelandangan membangkitkan rasa kasihan. Kata cerewet mengakibatkan rasa membosankan banyak bicara tidak pada tempatnya.

Nilai rasa juga bergantung pada masyarakat. Kata yang sama mungkin menimbulkan nilai rasa yang lain pada masyarakat bahasa yang berbeda. Nilai rasa itu bergantung pula pada zamannya (Keraf, 1986: 131). Nilai rasa yang berlainan menurut zamannya misalnya dahulu kata perempuan, laki bini, dan kaki tangan mempunyai nilai rasa yang baik. Sekarang kata-kata itu nilai rasanya dianggap kurang baik jika dibandingkan dengan kata wanita, suami istri, dan pembantu.

Dalam diksi, kita harus memiliki kemampuan tinggi untuk memilih kata-kata yang sesuai untuk mewakili gagasan. Kita harus dapat membedakan nuansa-nuansa makna dengan segala aspek pemakaiannya. Misalnya kita harus membedakan perampokan, penodongan, penjambretan, atau pencopetan, walaupun kata-kata itu menyatakan perbuatan merampas harta orang lain.

Berdasarkan kaidah makna, diksi harus sesuai dengan kaidah bahasa. Ada beberapa tipe makna, yaitu (a) denotatif dan (b) asosiatif. Makna asosiatif dirinci: (1) konotatif, (2) stilistik, (3) afektif, (4) reflektif, (5) konotatif, dan (6) interpretatif (Parera, 1984: 68). Diksi berdasarkan daerah geografis. Di suatu daerah kata dapat menimbulkan rasa berbeda dengan di daerah lain. Kita harus berhati-hati dalam mempergunakan kata-kata agar tidak menimbulkan salah faham (Slamet mulyana, 1964: 52).

Diksi berdasarkan lingkungan resmi dan tidak resmi. Dalam lingkungan resmi diksi harus dipilih dari bahasa Indonesia baku, sedangkan dalam situasi tidak resmi atau santai pemakaian bahasa Indonesia nonstandard diperbolehkan. Diksi berdasarkan lingkungan umum. Pemakaian bahasa harus disesuaikan dengan masyarakat umum. Artinya, kata yang dipakai sudah merupakan bahasa sehari-hari.

Pilihan kata dengan makna yang bersifat professional harus diperhitungkan, karena ilmu secara profesional memiliki kosakata untuk profesi yang bersangkutan. Kosakata profesional itu dapat berasal dari bahasa umum, bahasa daerah, dan bahasa asing (Parera, 1976: 10). Bunga adalah kata yang dikenakan dalam pelbagai bidang profesional dengan makna yang berlainan. Kata bunga dalam bidang (1) ekonomi dipakai bunga uang, (2) pertanian dipakai bunga tanah, (3) kenegaraan dipakai bunga bangsa, dan bunga-bunga bangsa.

Diksi yang sesuai dengan kaidah mengarang. Tujuan karangan adalah mengungkapkan fakta, sikap, perasaan, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada para pembaca (Keraf, 1986: 34). Karena itu agar karangan dapat memberi informasi yang jelas kepada para pembaca, diksi harus tepat. Pilihan kata harus memperhatikan kaidah sosial dan membedakan secara jelas (a) kata-kata yang bersinonim, (b) frasa-frasa yang bersinonim, (c) bentuk-bentuk imbuhan yang bersinonim, dan (d) kalimat-kalimat yang bersinonim (Parera, 1976: 15). Penulis juga harus membedakan bentuk-bentuknya karena imbuhan bersinonim. Imbuhan peng-, pe- dan -wan harus dibedakan walaupun imbuhan itu sama-sama berarti orang yang melakukan pekerjaan. Keduanya harus dibedakan pula dengan ter- dan -an (Parera, 1976: 15).

Berbicara mengenai pilihan kata, memang penulis tidak boleh menganggap bahwa pilihan kata adalah hal yang mudah dan sepele, karena kegiatan memilih kata untuk mengungkapkan suatu maksud dengan tepat acapkali menimbulkan kesulitan. Persoalan pilihan kata tidak mudah. Banyak dijumpai orang yang sulit mengungkapkan ide dan maksudnya karena miskin kosakata. Sebaliknya, banyak orang yang boros mengobral kosakata, tetapi orang lain sulit memahaminya (Keraf, 1986: 18).

Penguasaan diksi saja belum dapat menjamin pembaca memahami informasi dalam suatu bacaan. Pembaca masih dituntut memiliki pengetahuan cukup untuk mengolah, memahami, dan mempersepsi informasi tertulis yang dibacanya. Seseorang harus memiliki kompetensi semantik. Dalam penelitian makna kata, kita harus membedakan bermacam unsur arti. Kita melihat bermacam kejadian yang berada di luar diri kita. Tempat yang ada atap, dinding, pintu, jendela, dan sebagainya. Manusia memberi lambang bunyi ujaran terhadap masalah ini agar dapat dibawa berkomunikasi dengan tidak membawa kesukaran. Untuk memudahkan masalah tadi disebut rumah. Bila orang menyebut rumah dan mengaitkan dengan kejadian tadi maka timbullah hubungan arti. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa arti adalah hubungan antara tanda berupa lambing bunyi-bunyian dengan hal atau barang yang dimaksudkan (Keraf, 1986: 19).

Bermacam lambang bunyi ujaran dari gejala-gejala sekitar kita biasa dikumpulkan dalam sebuah buku dengan diberi penjelasan mengenai hubungan bentuk dan gejala tersebut. Buku ini disebut kamus atau leksikon. Arti kata yang kita jumpai dalam leksikal disebut arti leksikal. Dalam kalimat dapat terjadi arti leksikal dapat bergeser artinya; dapat sedikit, tetapi dapat menyimpang jauh dari arti leksikal. Untuk mengetahui arti yang tepat, kita meneliti hubungannya dengan kalimat atau dengan kata lain, harus meneliti hubungannya dengan struktur bahasa. Arti yang diperoleh dengan cara demikian itu disebut arti struktural (makna gramatikal).

Makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat terjadinya proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal ini disebut juga makna kontekstual dan makna situasional. Makna gramatikal disebut juga makna structural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur kebahasaan (Chaer, 1994: 64).

Ketepatan makna yaitu meliputi makna denotasi dan makna konotasi. Gorys Keraf (1999: 28) menyatakan bahwa makan denotasi menunjuk (denote) kepada suatu referan, konsep atau ide tertentu dari suatu referan. Kata-kata denotatif biasa digunakan dalam penyampaian hasil-hasil penelitian yang sifatnya ilmiah. Penelitian makna denotatif yang tepat memudahkan memilih konotasi tepat pula. Jika ada kesalahan dalam denotasi, mungkin disebabkan kekeliruan atas kata-kata yang mirip bentuknya (contoh: darah-dara, bahwa-bawa, dan sebagainya).

Kekeliruan antonim (mudah diperbaiki karena bersifat temporer), atau kekeliruan karena tidak jelas maksud referennya (kesalahan yang paling besar). Makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai emosional. Menurut Gorys Keraf (1999: 106) idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.

Abdul Chaer (1994: 4) menyatakan bahwa idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Dikatakan bahwa idiom dibagi dua, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang salah satu unsurnya memiliki makna leksikal sendiri. Misalnya, buku putih (buku memuat keterangan resmi tentang suatu kasus), daftar hitam (daftar memuat nama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan), koran kuning (koran memuat berita sensasi). Untuk mengenal makna idiom dengan baik, cara paling tepat harus mempelajari kamus idiom.

Begiru pula halnya dengan arti figuratif. Arti figuratif meliputi peyoratif (nilainya menjadi rendah), dan ameliyoratif (nilainya menjadi tinggi), contoh: istri dibanding bini nilainya berbeda, istri mempunyai nilai tinggi, sedang bini rendah. Wanita dan perempuan, wanita mempunyai nilai tinggi, sedangkan perempuan rendah.

Kiasan adalah pertimbangan tentang suatu hal dengan perbandingan atau persamaan dengan hal lain yang kelasnya berbeda. Contohnya: Matanya seperti bintang timur. Bibirnya seperti delima merekah. Perbandingan kedua kalimat tersebut mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berbeda. Kata mata tidak bias dibandingkan dengan kata bintang timur. Kata bibir tidak bisa dibandingkan dengan delima merekah.

Gorys Keraf (1999: 137) menyatakan bahwa untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya mempertimbangkan dua hal, yaitu a) tetapkanlah lebih dahulu kedua hal yang diperbandingkan, b) perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.

Metafora adalah pemakaian kata/kelompok kata bukan dengan arti sebenarnya melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan. Contoh: bunga bangsa, buaya darat. Contoh tersebut merupakan metafora yang langsung artinya tidak mempergunakan kata seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya. Gorys Keraf (1999: 139) menyatakan bahwa metafora tidak selalu harus menduduki fungsi predikat, tetapi dapat pula menduduki fungsi lain seperti subjek, objek, dan sebagainya.

Istilah antonim digunakan untuk menyatakan lawan kata, jika didefinisikan antonim ialah relasi antarmakna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan: benci >< cinta, timur >< barat, suami >< istri (Keraf, 1999: 38). Ada tiga jenis antonim, yaitu (1) bila salah satu disangkal artinya sama dengan yang lain (contoh: hidup >< mati), (2) bila salah satu disangkal, belum tentu artinya sama dengan yang lain (contoh: pintar >< bodoh), dan (3) yang satu menjadi syarat bagi yang lain (contoh: suami >< istri).

Sinonim adalah ungkapan dengan arti yang sama (Keraf, 1999: 37). Sinonim berasal dari sign = sama, anoma = nama. Definisi tersebut mempunyai dua makna: pertama, tidak mengekang/membatasi hubungan sinonim dengan leksem; kedua, dia melihat identitas, bukan semata-mata persamaan. Kesinoniman kata dapat diukur dari dua kriteria: (1) kedua kata itu harus saling bertukar dalam semua konteks, ini disebut sinonim total, dan (2) kedua kata itu memiliki identitas makna konotatif dan emotif (nilai rasa) yang sama, hal ini disebut sinonim komplit. Adanya sinonim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Karena proses serapan (browing) Serapan ini bukan hanya menyangkut referen yang sudah ada. Contoh: – Sudah ada kata hasil kita masih menerima kata prestasi dan produksi. – Sudah ada kata jahat dan kotor kita masih menerima kata maksiat. (2) Penyerapan kata-kata daerah ke dalam bahasa Indonesia. begitu pula, tempat kediaman yang berlainan mempengaruhi perbedaan kosakata yang digunakan, meskipun referennya sama. Contohnya tali dan tambang, parang dan golok, dan seterusnya.

Makna kognitif kata bersinonim itu tetap sama, hanya nilai evaluatif dan emotifnya berbeda: dara – gadis – perawan, mayat – jenazah – bangkai, mati – meninggal – gugur – wafat – mangkat, kuat – perkasa – gagah, dan sebagainya. Ketercakupan hubungan hiponim dapat dijelaskankan dengan skema berikut.

Jelaskanlah penanda-penanda informasi penting yang harus diperhatikan dalam sebuah bahan bacaan

Kata lele, tercakup dalam makna kata ikan, bukan hanya mawar, juga paus, kakap, bandeng, tuna. Artinya bahwa relasi hiponim ini bersifat searah, bukan dua arah; kalau lele berhiponim dengan ikan berhiponim dengan lele tetapi berhipernim. Lebih lanjut Chaer (1994: 306) menyatakan bahwa relasi hiponim bersifat searah, bukan dua arah, sebab kalau merpati berhiponim dengan burung, maka burung bukan berhiponim dengan merpati tetapi berhipernim.

Kalau merpati adalah hiponim dari burung, maka burung adalah hipernim dari merpati (tekukur, perkutut, balam, kepodang, dan lainnya). Hubungan antara merpati dengan tekukur, perkutut, dan lainnya disebut berhiponim dengan burung. Gorys Keraf (1999: 36) menyatakan bahwa polisemi berarti satu bentuk mempunyai beberapa makna. Polisemi berasal dari kata poly = banyak, sema = tanda. Polisemi merupakan gejala keragaman makna yang dimiliki oleh sebuah kata. Polisemi terbentuk karena pergeseran makna atau penafsiran yang berbeda. Contoh: bersih bermakna bebas dari kotoran (Pelihara ruangan ini agar tetap bersih). Bersih artinya bening tidak keruh (Sungai di kaki bukit itu airnya bersih).

Berdasar uraian tersebut, diketahui bahwa yang dimaksud dengan kompetensi semantik dalam penelitian ini adalah kecakapan yang cukup untuk mengolah, memahami, dan mempersepsi informasi tertulis yang dibaca. Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan semantik siswa adalah kecakapan yang diperoleh setelah mengerjakan tes kompetensi semantik pada akhir program perkuliahan. Dua aspek tersebut di atas, satu dengan lainnya tidak saling mengecualikan (mutually exlesive), tetapi kait-mengait sehingga keduanya mendukung kemampuan membaca pemahaman. Apabila seseorang melakukan aktivitas membaca pemahaman haruslah memperhatikan kedua aspek sekaligus.

.

6.   Tujuan Membaca Pemahaman

Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan (Farida Rahim, 2007: 11). Hal ini sependapat dengan Anne Ediger, Robertta Alexander, dan Krystyna Srutwa (1989: iv) bahwa untuk memahami sebuah bacaan setiap orang mempunyai asumsi dan tujuan membaca yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai, atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa sendiri.

Pendapat Sim, B. Laufer, dan Dvorkin (1982: v) berkaitan dengan tujuan membaca dapat didiskripsikan yaitu untuk: (a) membedakan materi yang penting dengan materi yang tidak penting, (b) membedakan antara informasi yang relevan dengan informasi yang tidak relevan, (c) mendukung suatu pernyataan maupun menolak pernyataan, (d) mendapatkan ide berdasarkan penjelasan dan contoh, (e) mengenali implikasi, (f) memahami hubungan antarkalimat, (g) menyamakan argumen, dan (h) membuat prediksi.

Apabila dianalisis tujuan membaca Sim, di atas sejalan dengan pendapat Greane dan Patty sebagaimana dikutip oleh Tarigan (1985: 37) bahwa tujuan membaca pemahaman di antaranya: (a) menemukan ide pokok kalimat, paragraf, wacana, (b) memilih butir-butir penting, (c) menentukan organisasi bacaan,(d) menarik kesimpulan, (e) menduga makna dan meramalkan dampak-dampak, (f) merangkum apa yang telah terjadi, (g) membedakan fakta dan pendapat, dan (h) memperoleh informasi dari aneka sarana khusus seperti ensiklopedia, atlas, peta dan sebagainya. sedabgkan menurut Farida Rahim (2007: 11) tujuan membaca mencakup: (a) kesenangan, (b) menyempurnakan membaca nyaring, (c) menggunakan strategi tertentu, (d) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, (e) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, (f) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, (g) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, dan (h) menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik. Begitu banyak tujuan membaca yang dikemukakan di atas, namun menurut peneliti tujuan membaca pemahaman yang dikemukakan oleh Greanne dan Patty-lah yang paling tepat karena yang paling komplet dan berhubungan langsung dengan manfaat membaca yang nantinya akan diperoleh.

.

7.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman

Proses penguasaan dan keterampilan membaca pemahaman dipengaruhi beberapa faktor. Yap ( 1978 ) dalam Harras dan Sulistiyaningsih (1997/1998: 1.18 ) melaporkan bahwa kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh kuantitas membacanya. Sedangkan Ebel ( 1972:35 ) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan pemahaman bacaan yang dapat dicapai oleh siswa dan perkembangan minat bacanya tergantung pada faktor-faktor berikut :(1) Siswa yang bersangkutan, 2) keluarganya, (3) Kebudayaannya, dan (4) Situasi sekolah.Alexander ( 1983:143) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pemahaman bacaan meliputi : program pengajaran membaca, kepribadian siswa, motivasi, kebiasaan dan lingkungan social ekonomi mereka. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa situasi sekitar pembaca berpengaruh terhadap kegiatan membaca pemahaman seseorang.

Johnson dan Pearson dalam Darmiyati Zuchdi (2007: 23) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi komprehensi membaca dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang ada dalam diri pembaca dan yang ada di luar pembaca. Faktor- faktor yang berada di dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat (seberapa kepedulian pembaca terhadap bacaan yang dihadapinya), motivasi (seberapa besar kepedulian pembaca terhadap tugas membaca atau perasaan umum mengenai membaca dan sekolah), dan kumpulan kemampuan membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca).

Faktor-faktor di luar pembaca dibedakan menjadi dua kategori, yaitu unsur-unsur bacaan dan lingkungan membaca. Unsur-unsur pada bacaan atau ciri– ciri tekstual meliputi kebahasaan teks yaitu tingkat kesulitan bahan bacaan, dan organisasi teks, adalah jenis pertolongan yang tersedia pada bacaan bisa berupa bab, subbab, grafik atau tabel serta susunan tulisan. Kualitas lingkungan membaca meliputi faktor-faktor: (1) persiapan guru sebelum, pada saat, atau setelah pelajaran membaca guna menolong murid memahami teks, (2) cara murid menanggapi tugas, dan (3) suasana umum penyelesaian tugas (hambatan dan dorongan dalam membaca). Wainwright mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pemahaman mencakup:

a) kecepatan membaca, kecepatan membaca yang tidak memperhatikan tujuan membaca atau terlampau cepat dalam membaca sehingga mengabaikan isi bacaan secara keseluruhan, bisa memberikan efek merugikan terhadap pemahaman,

b) tujuan membaca, tujuan membaca berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Penetapan tujuan yang jelas sering kali bisa menciptakan motivasi dan meningkatkan minat baca, sehingga secara otomatis meningkatkan pemahaman,

c) sifat materi bacaan, maksudnya apakah materi yang disediakan menarik dan bahasanya mudah dipahami. Materi bacaan merupakan komponen penting dalam membaca karena materi bacaan merupakan sarana utama,

d) tata letak materi bacaan, yakni pengorganisasian bahan  bacaan dalam menjabarkan sebuah ide bacaan serta bagan, gambar, atau grafik yang berfungsi menolong pembaca agar lebih mudah memahami bacaan,

e) lingkungan tempat membaca dengan suasana yang tenang tentu akan membuat pembaca lebih mudah memahami bacaan daripada lingkungan yang ramai atau gaduh (2006: 44).

Menurut penulis, semua faktor yang dikemukakan oleh Wainwright di atas saling berhubungan. Jika pembaca selalu memperhatikan kesemua faktor di atas tentunya pembaca akan menjadi seorang pembaca yang baik. Mc Laughlin & Allen dalam Farida Rahim (2007: 7) menyatakan pembaca yang baik ialah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Hal ini maksudnya bahwa mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Yant Mujiyanto, dkk. (2000: 59-60) mengklaim ciri-ciri pembaca yang baik yang lebih komplet dan idealis, yakni:

a) selektif, maksudnya mampu memilih bahan bacaan yang mempunyai nilai guna bagi pembaca,

b) bisa memahami naskah secara tepat,

c) bersikap kritis dan terbuka, sehingga tidak asal mengiyakan ide-ide naskah dan mampu merespons isi bacaan,

d) punya kepekaan yang baik terhadap nilai-nilai moral dan sosial, sensitif terhadap hal-hal yang tidak etis dan tidak benar serta korektif sehingga bisa membetulkan yang salah dan janggal,

e) punya semangat membaca yang tinggi dan tidak pembosan, dan

f) punya kreativitas dan mengolahkembangkan apa-apa yang dibacanya dalam ekspresi lisan dan tulis.

Suatu kegiatan reseptif menelaah isi teks bacaan memerlukan situasi lingkungan yang tenang. Keadaan yang tenang akan membuat pembaca lebih mudah mengenali setiap lambang bunyi, memberi makna dan dapat menanggapi isi bacaan dengan cepat. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membaca pemahaman adalah bahan bacaan. Bahan bacaan yang memiliki tingkat kesukaran tinggi akan menjadi kendala bagi pembaca dalam memmahami bahan bacaan. Sebaliknya siswa akan dapat memahami secara baik bahan bacaan yang tergolong mudah. Oleh sebab itu bahan bacaan yang akan disajikan hendaklah dipilih yang memiliki tingkat keterbacaan tinggi, bentuk kalimatnya efektif, tidak ada unsur asing yang tidak perlu, dan memiliki pola penalaran yang runtut.

Aspek lain yang juga berpengaruh dalam membaca pemahaman adalah kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi bila disertai pusing-pusing kepala dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dibaca kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra penglihat juga sangat mempengaruhi kemampuan menyerap informasi dan pengetahuan.

Aspek lain yang tidak dapat diabaikan adalah aspek keluasan wawasan, tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat, dan motivasi. Aspek-aspek ini dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap tingkat keterampilan membaca pemahaman. Karlin ( 1964 ) dalam Nurhadi dan Rockhan ( 1990:225 ) mengatakan bahwa pembelajaran bahasa dalam memahami wacana melewati beberapa aspek. Aspek-aspek yang dimaksud adalah : (1) pemahaman kata, (2) konsep, (3) kalimat, (4) struktur paragraph, dan (5) sikap dan tujuan. Pemahaman kata dapat dilatihkan dengan melihat konteksnya,dan mencakupi (1) struktur kata, (2) sinonim dan antonym, (3) bahasa figurative,dan (4) penggunaan kamus. Konsep adalah hubungan pengertian atau makna dengan pengalaman. Kalimat yaitu kemampuan menghubungkan makna kata yang satu dengan yang lain. Struktur meliputi kalimat, dan ide pokok.

Selain adanya faktor-faktor yang telah dipaparkan di atas, membaca perlu dilengkapi pula dengan syarat kecepatan dan ketepatan. Apalah artinya sebuah penangkapan dan pemahaman isi tanpa disertai kecepatan dan ketepatan, karena kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi (Darmiyati Zuchdi, 2007: 24). Jadi pembaca melakukan aktivitas membaca yang relatif singkat tetapi dengan pemahaman yang tinggi. Supaya ketentuan itu dipenuhi, pembaca tentu saja harus memiliki referensi yang luas, penerapan metode membaca yang tepat, dan minat membaca yang tinggi.

.

8.   Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membaca Pemahaman

Beberapa kemampuan yang ada dalam membaca literal, interpretatif, kritis, dan kreatif dapat diuraikan lebih rinci lagi mulai dari definisi sampai dengan aktivitasnya. Penjelasan tentang definisi dan aktivitasnya tersebut, Syafi’ie (1999: 31) mengatakan bahwa pemahaman literal adalah pemahaman terhadap apa yang dikatakan atau disebutkan penulis dalam teks bacaan. Pemahaman ini diperoleh dengan memamhami arti kata, kalimat dan paragraf dalam konteks bacaan itu seperti apa adanya. Dalam pemahaman literal ini tidak terjadi pendalaman pemahaman terhadap isi inforasi bacaan. Yang terjadi hanya mengenal dengan mengingat apa yang tertulis dalam bacaan. Untuk membangun pemahaman literal, pembaca dapat menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, bagaimana, mengapa.

Aspek lain yang juga berpengaruh dalam membaca pemahaman adalah kondisi umum jasmani dan tonus ( tegangan otot ) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi bila disertai pusing-pusing kepala dapat menurunkan kualitas ranah cipta ( kognitif ) sehingga materi yang dibaca kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra penglihat juga sangat mempengaruhi kemampuan menyerap informasi dan pengetahuan.

Aspek lain yang tidak dapat diabaikan adalah aspek keluasan wawasan, tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat, dan motivasi. Aspek-aspek ini dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap tingkat keterampilan membaca pemahaman. Karlin ( 1964 ) dalam Nurhadi dan Rockhan ( 1990:225 ) mengatakan bahwa pembelajaran bahasa dalam memahami wacana melewati beberapa aspek. Aspek-aspek yang dimaksud adalah : (1) pemahaman kata, (2) konsep, (3) kalimat, (4) struktur paragraph, dan (5) sikap dan tujuan. Pemahaman kata dapat dilatihkan dengan melihat konteksnya,dan mencakupi (1) struktur kata, (2) sinonim dan antonym, (3) bahasa figurative,dan (4) penggunaan kamus. Konsep adalah hubungan pengertian atau makna dengan pengalaman. Kalimat yaitu kemampuan menghubungkan makna kata yang satu dengan yang lain. Struktur meliputi kalimat, dan ide pokok.

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman mempunyai tingkatan yang bervariasi dari tidak mengerti sampai mengerti secara lengkap. Keterampilan membaca pemahaman dipengaruhi oleh inputnya. Seperangkat data, keterangan, dan bahan-bahan bahasa yang didapatkannya adalah input yang dapat digunakan untuk melewati beberapa aspek membaca. Faktor intern dan ekstern lain juga mempengaruhinya.

Sebagai suatu aktivitas berbahasa, membaca pemahaman melibatkan beberapa proses psikologi. Membaca pemahaman memilih empat faktor landasan psikologis itu (1) kapasitas lisan adalah kemampuan bawaan untuk mempelajari bahasa symbol dan kemampuan menangkap konsep-konsep abstrak, (2) pemahaman pendidikan, keseluruhan gagasan, pengertian dan pengetahuan praktis yang diperoleh melalui kontak pribadi dengan lingkungan, (3) kemampuan berkonsentrasi, pengaruh pikiran pada pengetahuan tertentu, gagasan dan informasi yang berhubungan dengan pemecahan dan analisis, dan (4) adanya tujuan sehingga kemampuan mental dapat difokuskan dalam mempelajari hal-hal tertentu.

Lado (1977: 223) menyatakan kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan memahami arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan. Apabila diperhatikan, pendapat Lado tersebut menekankan dua hal pokok, yaitu bahasa dan simbol grafis. Hanya orang yang telah menguasai keduanya yang dapat melakukan kegiatan membaca pemahaman. Hal ini wajar, sebab serangkaian informasi disampaikan penulis melalui tulisan. Tanpa mengenal symbol atau lambang huruf, tidak mungkin orang dapat membaca. Goodman (1980: 15) menerangkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca.

Proses merekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis. Pesan digali melalui lapisan makna yang terdapat di dalam teks. Dengan berinteraksi dengan makna pembaca membuat dan menguji hipotesis, hasil pengujian hipotesis tersebut dapat dipakai sebagai data untuk menarik kesimpulan informasi yang ingin disampaikan penulis. Terdapat beberapa aspek yang mendasar dalam membaca, yaitu (1) membaca adalah berinteraksi dengan bahasa yang telah dituangkan dalam bahasa tulis, (2) hasil interaksi dengan bahasa tulis berupa pemahaman, (3) kemampuan membaca erat kaitannya dengan pemahaman berbahasa lisan, dan (4) membaca merupakan suatu proses yang aktif dan berkelanjutan yang secara langsung dipengaruhi oleh interaksi antara individu dan lingkungan (Heilman, 1981: 4).

.

9.   Ciri-ciri Membaca

Membaca adalah memahami tulisan, dengan melisankan atau hanya dalam hati. Hal ini memiliki tiga unsur dalam membaca, yaitu pembaca, bacaan, dan pemahaman. Ciri membaca menurut Smith (dalam Tarigan, 1991: 33-35) sebagai berikut: (1) membaca bukanlah proses yang pasif, pembaca harus memberi sumbangan secara aktif dan bermakna jika ia ingin memahami tulisan, (2) segala segi membaca, mulai pengenalan huruf satu per satu atau kata demi kata, sampai pada pemahaman seluruh penggal, dapat dianggap sebagai pengurangan keraguan, (3) membaca lancer mengharuskan pemanfaatan informasi yang disediakan oleh lebih dari satu sumber, sehingga pengetahuan yang dimiliki pembaca akan memainkan peran yang penting, terutama di dalam mengurangi ketergantungan pada informasi visual, dan (4) membaca merupakan unsur penuh resiko karena teks tulis dipenuhi ketidakpastian.

Anderson, dkk (1985: 63) mengemukakan lima ciri membaca, yaitu (1) membaca adalah proses konstruktif, (2) membaca harus lancar, (3) membaca harus dilakukan strategi yang tepat, (4) membaca memerlukan motivasi, dan (5) membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara berkesinambungan. Hal tersebut menyangkut tujuan membaca. Tujuan membaca siswa menyiapkan diri untuk ujian berbeda dengan tujuan membaca cerpen sambil menunggu bus. Tujuan membaca sangat beragam, bergantung pada situasi dan berbagai kondisi pembaca.

Kemampuan membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna tulisan membutuhkan kerja sama sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Membaca merupakan suatu kemampuan kompleks, artinya banyak segi dan faktor yang mempengaruhi. Faktorfaktor tersebut di antaranya (1) motivasi faktor yang besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca, (2) bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Sehubungan dengan bahan bacaan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu topik keterbacaan bahan.

.

10.  Teori Membaca

Model teori membaca lahir dari perspekif bagaimana makna diangkat dari bacaan. Inti proses membacaadalah seseorang berusaha memahami isi pesan penulis yang tertuang dalam bacaan.Pemeroleh makna berangkat dari beragam sudut. Dari sudut itulah pandangan para ahli dibedakan. Adatiga pandangan tentang bagaimana makna diperoleh yang melahirkan tiga model teori membaca. Tiga model teori itu adalah sebagai berikut.

a.    Model Teori Bottom-Up

Memandang bahwa bahasa yang mewadahi teks menentukan pemahaman. Secara fisik, ketika orang melakukan kegiatan membaca, yang dipandang adalah halaman-halaman bacaan yang posisinya dibawah (kecuali membaca sambil tiduran!). Secara literal, bottom-up berarti dari bawah ke atas. Maksudnya, makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (otak/kepala). Secara harfiah, menurut teori ini teks-lah yang menentukan pemahaman. Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali symbol tuturan tertulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottom-up merupakan proses yang melibatkan ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata, pola ejaan, dan unit bahasa lainnya. Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah mengkode lambang-lambang yang tertulis menjadi bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996). Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu mengetahui berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang masuk akal, koheren dan bermakna. Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan lambang bahasa yang digunakan dalam teks.

b.    Model Teori Top-Down

Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan. Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.

Inti dari model teori Top-down adalah pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya, untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan maknabacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran pentingdalam membentuk makna bacaan. Jadi, menurut teori Top-down dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan.

c.    Model Teori Interaktif

Model ini merupakan kombinasi antara pemahaman model Top-Down dan model Bottom-Up. Pada model interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan top-down untuk memprediksi makna, kemudian beralih ke pendekatan bottom-up untuk menguji apakah hal itu benar-benar dikatakan oleh penulis. Artinya, kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca. Penganut teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca dengan teks. Dengan teori itu, dijelaskan bagaimana seorang pembaca menguasai, menyimpan dan mempergunakan pengetahuan dalam format skemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (skemata). Menurut pandangan interaktif, membaca diawali dengan formulasi tentang hipotesis tentang makna, kemudian dilanjutkan dengan menguraikan makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Model interaktif adalah model membaca yang menggunakan secara serentak antara pengetahuan informasi grafik dan informasi yang ada dalam pikiran pembaca.

Proses membaca menurut pandangan interaktif adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama, yaitu kemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal (Rubin, 1982). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca berlangsung, terjadi konsentrasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan. Dalam melakukan aktivitas membaca, pembaca secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan olehpenulis melalui teks yang dibacanya. Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang di dalamnya melibatkan banyak faktor. Keterlibatan faktor-faktor itu bertujuan untuk memperoleh pemahaman melalui proses interaksi antara pembaca dengan bacaan dalam peristiwa membaca.

Ketiga model teori membaca di atas mewarnai pandangan para ahli tentang membaca. Jika diamati secara teliti, tulisan atau bahasan tentang membaca dalam buku-buku dan jurnal-jurnal, sedikit atau banyak, menyentuh ketiga teori di atas. Selalu ada benang merah yang menghubungkan pandangan para ahli dengan model teori membaca di atas.

.

11.   Kualifikasi Membaca Pemahaman

Beberapa tingkatan dalam membaca pemahaman. Hal ini disampaikan oleh Thomas Barret dalam buku taksonomi kemampuan membaca, di antaranya adalah sebagai berikut.

a.    Pemahaman Literal

Pemahaman literal adalah pemahaman terhadap apa yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks, pemahaman informasi secara eksplisit di dalam teks. Pemahaman literal atau hafiah adalah kemampuan memahami ide-ide yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman literal lazim juga disebut dengan pemahaman tersurat. Dalam taksonomi Barret, pemahaman literal merupakan tingkat pemahaman yang paling rendah tetapi penting sebelum menginjak ke tingkat pemahaman selanjutnya.

Pemahaman literal adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman literal merupakan pemahaman tingkat paling rendah. Walaupun tergolong tingkat rendah, pemahaman literal tetap penting, karena dibutuhkan dalam proses pemahaman bacaan secara keseluruhan. Pemahaman literal merupakan prasyarat bagi pemahaman yang lebih tinggi (Burns dan Roe dalam Hairuddin, dkk, 2008).

Pemahaman literal adalah kemampuan menangkap informasi yangdinyatakan secara tersurat dalam teks. Pemahaman literal merupakan pemahamantingkat paling rendah, tetapi jenis pemahaman ini tetap penting karena dibutuhkan dalam proses membaca secara keseluruhan. Untuk bisa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, pembaca harus melalui tingkat pemahaman literal.

Untuk meletakkan detail secara efektif, pembaca membutuhkan beberapa arahantentang jenis detail yang menjadi syarat dari pertanyaan-pertanyaan yang spesifik,misalnya pertanyaan siapa untuk menanyakan nama orang, pertanyaan di manauntuk menanyakan tempat, pertanyaan kapan untuk menanyakan tahun, danseterusnya. Cochran (1991:16) menjelaskan bahwa pemahaman literal mencakuprincian yang terdapat teks, rujukan kata ganti, dan urutan peristiwa dalam cerita.

Pemahaman literal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemampuan mengenali kembali dan mengingat kembali informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan mengenali kembali (recognition) adalah kemampuan mengidentifikasi atau menunjukkan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan ini mencakup beberapa hal, yaitu: mengenali kembali rincian-rincian, ide-ide utama, urutan, perbandingan, hubungan sebab-akibat, dan karakter tokoh yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Selanjutnya, kemampuan mengingat kembali adalah kemampuan mengingat kembali informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan ini mencakup: mengingat kembali rincian, ide utama, suatu urutan, perbandingan, hubungan sebab-akibat, dan karakter tokoh yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman literal merupakan prasyarat untuk tingkat pemahaman yang lebih tinggi, yaitu membaca untuk memperoleh detail isi bacaan secara efektif. Pemahaman ini dimaksudkan untuk memahami isi bacaan secara efektif. Pemahaman ini dimaksudkan untuk memahami isi bacaan seperti yang tertulis pada kata, kalimat, dan paragraf dalam teks bacaan. Pemahaman literal menuntut kemampuan ingatan tentang hal-hal tertulis dalam teks.

b.    Pemahaman Interpretatif

Tingkat pemahaman yang kedua adalah pemahaman interpretatif, yang menurut Hafni (1981) dan Tollefson (1989) sebagai pemahaman reorganisasi dan inferensial. Pemahaman interpretatif adalah pemahaman makna antarkalimat ataumakna tersirat atau penarikan kesimpulan teks. Pemahaman interpretative merupakan proses memperoleh gagasan-gagasan yang diimplikasikan oleh teks, bukan yang bisa langsung ditemukan dalam teks. Membaca pemahaman interpretatif mencakup penarikan kesimpulan tentang gagasan utama dari suatuteks, hubungan sebab akibat yang dinyatakan secara tidak langsung dalam teks,rujukan kata ganti, rujukan kata keterangan (adverb), dan kata-kata yangdihilangkan. Pemahaman interpretatif juga mencakup pemahaman suasana hati pelaku yang terdapat dalam cerita (mood of a passage) tujuan penulis ceritatersebut, dan makna bahasa figuratif (Burn, dkk., 1996).

Membaca interpretatif merupakan kegiatan membaca yang berusaha memahami apa yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bacaan. Kegiatan ini lebih dalam lagi bila dibandingkan dengan membaca literal karena dalam membaca literal pembaca hanya mengenal apa yang tersurat saja, tetapi dalam membaca interpretatif, pembaca ingin juga mengetahui apa yang disampaikan penulis secara tersirat. Menurut Syafi’ie (1999:36) pemahaman interpretatif harus didahului pemahaman literal yang aktivitasnya berupa: menarik kesimpulan, membuat generalisasi, memahami hubungan sebab-akibat, membuat perbandingan-perbandingan, menemukan hubungan baru antara fakta-fakta yang disebutkan dalam bacaan.

Cochran (1991) menyebut pemahaman interpretatif sebagai pemahaman inferensial. Dia mengemukakan bahwa pemahaman inferensial mencakup beberapa keterampilan membaca, yaitu keterampilan menghubungkan cerita dengan pengalaman pribadi, keterampilan menemukan gagasan utama, menemukan hubungan sebab-akibat yang dinyatakan secara tidak langsung dalam suatu cerita, mengampil kesimpulan, memprediksikan kelanjutan dari suatu teks setelah membaca sebagian dari teks tersebut, serta keterampilan menemukan persamaan dan perbedaan dua hal. Dengan kata lain, pembaca bisa menemukan persamaan dan perbedaan yang tidak dinyatakan secara langsung dalam suatu teks, misalnya persamaan dan perbedaan karakter tokoh yang terdapat dalam cerita.

c.     Pemahaman Evaluasi

Jenis pemahaman yang tertinggi adalah pemahaman evaluatif. Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman evaluatif terdapat dalam kegiatan membaca kritis. Pemahaman pembaca berada pada tingkat ini apabila pembaca mampu membandingkan gagasan-gagasan yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu dan mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berkaitan dengan teks. Pemahaman kritis bergantung pada pemahaman literal, pemahaman interpretatif, dan pemahaman gagasan penting yang dimplikasikan (Burn, dkk., 1996).

Pemahaman evaluatif munurut Cochran (1991) mencakup kemampuan menilai atau memutuskan yang berkenaan dengan (1) menganalisis karakter dan latarnya, (2) menilai apakah cerita atau gambar riil atau hasil imajinasi penulis, (3) meringkas alur cerita, (4) menilai apakah sebuah fakta atau opini, (5) memahami cara penulis menggambarkan suasana hati tokoh melalui pelukisan fisik dan psikologis para tokoh, dan (6) memahami cara penulis meyakinkan pembaca melalui pernyataan yang diungkapkannya. Dengan demikian, membaca evaluatif (membaca kritis) merupakan kegiatanmembaca yang bertujuan untuk memahami isi bacaan. Pembaca tidak saja menginterpretasi maksud penulis, tetapi juga menilai apa yang disampaikan penulis.

Pemahaman evaluasi adalah kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman evaluasi pada dasarnya sama dengan pemahaman membaca kritis. Dalam pemahaman ini, pembaca membandingkan informasi yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu, dan dengan pengetahuaan serta latar belakang pengalaman pembaca sendiri untuk membuat penilaiaan berbagai hal yang berkaitan dengan materi teks.

d.    Pemahaman Reorganisasi

Pemahaman reorganisasi adalah  kemampuan pemahaman untuk menganalisis, menyintesis, atau mengorganisasikan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan mengorganisasikan kembali meliputi kemampuan mengklasifikasikan, merangkum, mengikhtisarkan, dan menyintesiskan.

e.     Pemahaman Inferensial

Pemahaman inferansial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung (tersirat) dalam teks. Memahami teks secara inferensial berarti memahami apa yang diimplikasikan oleh informasi-informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Dalam hal ini, pembaca menggunakan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks, latar belakang pengetahuan, dan pengalaman pribadi secara terpadu untuk membuat dugaan atau hipotesis.

Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung dalam teks. Memahami teks secara inferensial berarti memahami apa yang diimpilkasikan oleh informasi-informasi yang dinyatakan secara eksplisit. Pemahaman inferensial adalah pemahaman interpretatif. Hal-hal yang dilakukan dalam pemahaman inferensial adalah:

1) Menginferensi rincian penguat, yaitu menduga informasi atau fakta-fakta yang mungkin perlu ditambahkan dalam teks.

2) Menginferensi ide utama, yaitu menyimpulkan ide utama yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam teks.

3) Menginferensi urutan, yaitu menduga kejadian atau tindakan yang mungkin terjadi dalam urutan peristiwa yang dinyatakan eksplisit dalam teks.

4) Menginferensi perbandingan, yaitu menduga adanya persamaan dan perbandingan antara dua hal yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam teks.

5) Menginferensi hubungan sebab akibat, yaitu membuat simpulan dalam teks.

6) Menginferensi karakter pelaku, yaitu menduga atau memprediksi sifat pelaku berdasar teks eksplisit.

7) Memprediksi hasil atau kelanjutan, yaitu menduga hasil atau kelanjutan dari teks, setelah membaca sebagian teks.

8) Menafsirkan bahasa figuratif, yaitu menafsirkan makna hafiah dari bahasa kias di dalam teks (Burns dan Roe, 1980).

.

f.     Pemahaman Apresiasi

Pemahaman apresiasi merupakan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional mengenai bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. Pemahaman apresiasi melibatkan seluruh dimensi kognitif yang terlibat dalam tingkatan pemahaman sebelumnya. Dalam pemahaman apresiasi, pembaca dituntut juga menggunakan daya imajinasi untuk memperoleh gambaran yang baru melebihi apa yang disajikan penulis. Hal ini berarti bahwa pembaca dituntut merespon teks secara kreatif.

Pemahaman apresiasi merupakan kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional mengenai, bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. Pemahaman apresiasi melibatkan seluruh dimensi kognitif yang terlibat dalam tingkatan pemahaman sebelumnya, karena apresiasi berkaitan dengan  pesikologi dan estetis terhadap teks (Hafni, 1981). Ada beberapa kemampuan yang diperlukan, yaitu 1) kemampuan merespon teks secara emosional, 2) kemampuan mengidentifikasi diri dengan pelaku dalam teks dan peristiwa yang terjadi, 3) kemampuan mereaksi bahasa pengarang, dan 4) kemamapuan imagenery, pembaca mengungkapkan kembali apa yang seakan- akan dilihat,  didengar, dicium, dan dirasakan.

g.    Pemahaman Kritis

Pemahaman kritis merupakan kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman kritis pada dasarnya sama dengan pemahaman evaluatif. Dalam pemahaman ini, pembaca membandingkan informasi yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu, pengetahuan, dan latar belakang pengalaman pembaca untuk menilai teks.

Pemahaman kritis ditandai oleh kemampuan membandingkan isi bacaan dengan pengalaman pembaca sendiri, mempertanyakan maksud penulis, dan mereaksi secara kritis gaya penulis dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya (Syafi’ie, 1993:49). Terkait dengan pendapat Syafi’ie, Cochran (1993) mengemukakan bahwa membaca kritis merupakan wilayah belajar sangat kecilatau bahkan tidak ada kaitannya dengan jawaban benar atau salah. Membaca kritis lebih mengarah pada kesan-kesan, suasana hati dan penilaian tentang cara atau alasan seseorang menulis suatu karya. Menurut Cochran, kegiatan membaca kritis mencakup: (1) menganalisis karakter dan latarnya, (2) meringkas alur cerita, (3) membedakan fakta dengan opini, (4) menangkap suasana hati suatu bacaan, dan (5) memahami tujuan penulis.

Membaca kritis merupakan membaca yang bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu teks bacaan dengan jalan melibatkan diri sebaik-baiknya ke dalam teks bacaan itu. Oleh para ahli membaca kritis ini dipandang sebagai jenis membaca tersendiri sehingga para ahli membuat definisi yang redaksinya berbeda-beda. Menurut Burns (1996:278) membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis, yakni membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, dan kesesuaian. Pembaca kritis harus bisa menjadi pembaca yang aktif, bertanya, meneliti fakta-fakta, dan menggantungkan penilaian/ keputusan sampai ia mempertimbangkan semua materi.

h.    Pemahaman Kreatif

Pemahaman kreatif merupakan kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional. Pemahaman kreatif melibatkan seluruh dimensi kognitif membaca karena berkaitan dengan dampak psikologi dan estetis teks terhadap pembaca. Dalam pemahaman kreatif, pembaca dituntut menggunakan daya imajinasinya untuk memperoleh gambaran baru yang melebihi apa yang disajikan penulis (Hafni dalam Hairuddin, dkk, 2008).

Membaca kreatif merupakan tingkatan membaca pemahaman pada level yang paling tinggi. Pembaca dalam level ini harus berpikir kritis dan harus menggunakan imajinasinya. Dalam membaca kreatif, pembaca memanfaatkan hasil membacanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya. Kemampuan itu akan bisa memperkaya pengetahuan-pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan ketajaman daya nalarnya sehingga pembaca bisa menghasilkan gagasan-gagasan baru. Proses membaca kreatif ini menurut Syafi’ie (1999:36) dimulai dari memahami bacaan secara literal kemudian menginterpretasikan dan memberikan reaksinya berupa penilaian terhadap apa yang dikatakan penulis, dilanjutkan dengan mengembangkan pemikiran-pemikiran sendiri untuk membentuk gagasan, wawasan, pendekatan dan pola-pola pikiran baru.

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman mempunyai tingkatan yang bervariasi dari tidak mengerti sampai mengerti secara lengkap. Keterampilan membaca pemahaman dipengaruhi oleh inputnya. Seperangkat data, keterangan, dan bahan-bahan bahasa yang didapatkannya adalah input yang dapat digunakan untuk melewati beberapa aspek membaca. Faktor intern dan ekstern lain juga mempengaruhinya.

.

11.   Proses Psikologis dalam Membaca Pemahaman

Sebagai suatu aktivitas berbahasa, membaca pemahaman melibatkan beberapa proses psikologi. Membaca pemahaman memilih empat faktor landasan psikologis itu (1) kapasitas lisan adalah kemampuan bawaan untuk mempelajari bahasa symbol dan kemampuan menangkap konsep-konsep abstrak, (2) pemahaman pendidikan, keseluruhan gagasan, pengertian dan pengetahuan praktis yang diperoleh melalui kontak pribadi dengan lingkungan, (3) kemampuan berkonsentrasi, pengaruh pikiran pada pengetahuan tertentu, gagasan dan informasi yang berhubungan dengan pemecahan dan analisis, dan (4) adanya tujuan sehingga kemampuan mental dapat difokuskan dalam mempelajari hal-hal tertentu.

Lado (1977: 223) menyatakan kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan memahami arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan. Apabila diperhatikan, pendapat Lado tersebut menekankan dua hal pokok, yaitu bahasa dan simbol grafis. Hanya orang yang telah menguasai keduanya yang dapat melakukan kegiatan membaca pemahaman. Hal ini wajar, sebab serangkaian informasi disampaikan penulis melalui tulisan. Tanpa mengenal symbol atau lambang huruf, tidak mungkin orang dapat membaca. Goodman (1980: 15) menerangkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca.

Proses merekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis. Pesan digali melalui lapisan makna yang terdapat di dalam teks. Dengan berinteraksi dengan makna pembaca membuat dan menguji hipotesis, hasil pengujian hipotesis tersebut dapat dipakai sebagai data untuk menarik kesimpulan informasi yang ingin disampaikan penulis. Terdapat beberapa aspek yang mendasar dalam membaca, yaitu (1) membaca adalah berinteraksi dengan bahasa yang telah dituangkan dalam bahasa tulis, (2) hasil interaksi dengan bahasa tulis berupa pemahaman, (3) kemampuan membaca erat kaitannya dengan pemahaman berbahasa lisan, dan (4) membaca merupakan suatu proses yang aktif dan berkelanjutan yang secara langsung dipengaruhi oleh interaksi antara individu dan lingkungan (Heilman, 1981: 4).

.

12.   Pendekatan dalam Membaca Pemahaman

Ada beberapa pendekatan dalam belajar membaca pemahaman. Pendekatan yang dimaksud antara lain pendekatan bottom-up (bawah ke atas), membaca sebagai suatu proses menguraikan isi (decoding) simbol tertulis, mulai dari kecil (huruf) ke unit yang lebih besar (kata, klausa, kalimat). Pembaca menggunakan strategi untuk menguraikan isi bentuk tertulis agar sampai pada makna. Hal ini berlawanan dengan pendekatan top down (atas ke bawah), membaca perlu memahami makna agar dapat mengidentifikasi kata, dan perlu mengenal kata untuk mengetahui huruf. Hasil penelitian menunjukkan baik pendekatan bottom-up maupun top down dapat digunakan dalam belajar membaca, dan membaca yang efisien juga memerlukan keduanya.

Kontribusi yang langsung didapat dari pendekatan top down adalah pentingnya pengetahuan latar belakang dalam proses membaca. Struktur mental yang menyimpan dari pengetahuan (schemata) dan teori pemahaman berdasarkan schemata. Membaca merupakan proses schema, yakni proses interaktif apa yang ditulis oleh penulisnya. Pembaca yang baik akan dapat menghubungkan bacaan yang dibaca dengan pengetahuan yang dimilikinya secara komprehensif.

.

13.   Kiat Meningkatkan Pemahaman

DePorter dan Hernacki (1992) memberikan beberapa kiat dalam rangka meningkatkan pemahaman pembaca yang berkorelasi terhadap kemampuan membaca cepat seseorang. Kiat-kiat tersebut adalah (1) jadilah pembaca aktif, (2) bacalah gagasan, bukan kata-katanya, (3) libatkan indra, (4) ciptakan minat, dan (5) buat peta pikiran dari materi bacaan. Untuk menjadi pembaca aktif, seorang pembaca tidak boleh melupakan dengan enam kata tanya: siapa? kapan? di mana? apa? mengapa? dan bagaimana? Ketika membaca, usahakan keenam pertanyaan tersebut dapat terjawab.

Kiat yang kedua adalah bacalah gagasan, bukan kata-katanya. Satu-satunya cara untuk dapat memahami gagasan dalam sebuah bacaan adalah dengan membaca kata-kata dalam konteks yang berhubungan. Apabila yang dibaca kata demi kata, otak pembaca harus bekerja lebih keras untuk mengartikannya. Selain itu, pembaca harus dapat mengoptimalkan fungsi indra, terutama indra mata. Sebelum membaca, bertanyalah kepada diri sendiri “Mengapa aku perlu membaca bacaan ini?” Setelah itu, mulailah dengan melihat sekilas tentang bacaan itu dan menyingkirkan informasi yang kurang dibutuhkan. Untuk kiat yang terakhir, pembaca perlu membuat peta pikiran dengan menggunakan pembagian topik yang telah dibaca. Bacalah sekali lagi secara menyeluruh dan isilah detail-detail yang penting untuk diingat.

.

14   Pentingnya Membaca Pemahaman

Manusia dikenal sebagai mahkluk multidimensional. Sebagai mahkluk multidimensional, manusia memiliki banyak sebutan. Beberapa di antaranya adalah sebagai mahkluk yang menggunakan simbol, sebagai mahkluk berpikir, sebagai mahkluk politik, dan sebagai mahkluk sosial. Apapun sebutannya, manusia tidak bisa terlepas dari aktivitas berhubungan dengan yang lainnya. Dengan kata lain, manusia tidak bisa hidup sendirian, melainkan dia selalu membutuhkan orang lain. Demikianlah, manusia dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari aktivitas berkomunikasi. Bahasa merupakan salah satu media komunikasi utama yang digunakan oleh manusia.

Komunikasi yang menggunakan media bahasa ini disebut komunikasi verbal. Sebelum dikenal bahasa tulis, manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan. Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang mereka miliki terbatas pada berbicara dan mendengarkan saja.Dengan adanya kemajuan peradaban, manusia merasakan adanya keter batasan dalam berkomunikasi secara lisan. Informasi yang tersimpan dalam bahasa lisan akan hilang begitu saja setelah komunikasi lisan selesai. Komunikasi lisan tidak bisa menembus hambatan waktu. Oleh kare na itulah, kemudian manusia menciptakan simbol-simbol tulis untuk menggambarkan bahasa lisannya. Dalam komunikasi tulis, ada dua kemampuan yang terlibat, yaitu menulis dan membaca.

Demkianlah, sampai perkembangan peradaban sekarang, manusia mengenal adanya tindak komunikasi yang meliputi empat kemampuan berbahasa, yaitu berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Berbicara dan mendengarkan termasuk kemampuan berbahasa lisan. Menulis dan membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Ke empat kemampuan berbahasa ini bersifat integratif yang dapat di istilahkan dengan catur tunggal kemampuan berbahasa. Sejak dikenal bahasa tulis, aktivitas membaca menjadi sangat penting. Kegiatan membaca, utamanya membaca memiliki nilai yang sangat strategi dalam upaya pengembangan diri. Melalui membaca pemahaman ini, orang dapat menggali dan mencari berbagai macam ilmu dan pengetahuan yang tersimpan di dalam buku-buku dan media tulis yang lain. Membaca pemahaman disini dapat di ibaratkan sebagai kunci pembuka gudang ilmu pengetahuan karena melalui pemahaman seseorang terhadap suatu bacaan maka ia akan mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih.

Pentingnya membaca, utamanya membaca pemahaman bagi seseoarang patut kita sadari. Membaca pemahaman masih terus akan dibutuhkan sebagai alat untuk mempelajari berbagai bidang ilmu. Hal ini terutama sangat dirasakan oleh para pelajar. Melalui membaca pemahaman, seseoarang akan terbantu dalam rangka pengembangan kemampuan akademik, keahlian, dan kecerdasan. Dalam kehidupan masyarakat modern yang kompleks, kemampuan seseorang dalam membaca pemahaman sangat diperlukan dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Selain itu, membaca pemahaman akan memberikan nilai plus terhadap pembacanya. Dalam hal ini, pembaca akan memperoleh informasi-informasi yang lebih dan beragam.

Demikianlah betapa pentingnya membaca pemahaman dalam kehidupan kita sehari-hari.Penguasaan informasi melalui membaca pemahaman akan memberikan jalan terang bagi seseorang untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal.

.

15.  Langkah-langkah dalam Membaca Pemahaman

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam membaca pemahaman. Di dalam memahami bahan bacaan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pembaca. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam membaca, yaitu: (1) menentukan tujuan membaca; (2) preview artinya membaca selayang pandang; (3) membaca secara keseluruhan isi bacaan dengan cermat sehingga kita dapat menemukan ide pokok yang tertuang dalam setiap paragrafnya; (4) mengemukakan kembali isi bacaan dengan menggunakan kalimat dan kata-kata sendiri (Suyatmi, 2000:45).

Adanya kemampuan membaca pemahaman yang tinggi diharapkan dapat menangkap ide-ide pokok yang terdapat dalam bahan bacaan, menemukan hubungan suatu ide pokok dengan ide pokok yang lain serta secara keseluruhannya, selanjutnya dapat menghubungkan apa yang dipahami dari bahan bacaan tersebut dengan ide-ide diluar bahan bacaan. Membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerja sama beberapa aktivitas seperti, mengamati, memahami ide, curahan jiwa, dan aktivitas jiwa seseorang yang tertuang dalam bahan bacaan.

.

16.  Aspek-aspek Membaca Pemahaman

Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Agar seseorang mampu mencapai suatu tingkat pemahaman, seharusnyalah ia mengalami proses yang cukup panjang. Oleh karenanya, kita perlu mengenal dan menguasai beberapa aspek dalam membaca pemahaman. Aspek-aspek dalam membaca pemahaman meliputi: (a) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), (b) memahami signifikansi atau makna (a.l. maksud dan tujuan pengarang relevansi/keadaan kebudayaan, reaksi pembaca), (c) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk), (d) kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan (Broughton [et al] dalam H.G. Tarigan, 1986:12).

Di dalam membaca pemahaman, si pembaca tidak hanya dituntut hanya sekadar mengerti dan memahami isi bacaan, tetapi ia juga harus mampu menganalisis atau mengevaluasi dan mengaitkannya dengan pengalaman-pengalaman dan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Aspek-aspek yang terdapat dalam membaca pemahaman adalah sebagai berikut.

a. Aspek Sensori. Proses membaca ini dimulai dengan sensori visual yang diperoleh melalui pengungkapan simbol-simbol grafis dan indra penglihatan. Dari sini anak-anak belajar membedakan secara visual diantara simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang digunakan untuk mempresentasikan bahasa lisan.

b. Aspek Perseptual. Tindakan perceptual, yaitu aktivitas mengenal suatu kata sampai pada maknanya berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca.Karena dengan sering membaca anak-anak memiliki pengalaman yang luas dalam memahami berbagai kosa kata dan konsep.

c. Aspek Berpikir. Dalam aktivitas membaca terdapat proses berfikir untuk dapat memahami bacaan dengan syarat pembaca terlebih dahulu memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya melalui proses asosiasi dan eksperimental. Kemudian membuat simpulan dengan cara mengaitkan isi preposisi yang terdapat dalam materi bacaan. Agar siswa mampu memahami materi bacaan, maka ia harus mampu berfikir secara sistematis, logis dan kreatif. Sehingga nantinya dapat meningkatkan kemampuan berfikir melalui bahan bacaan yang telah dibaca. Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna adalah bagian dari aspek asosiasi dalam membaca.Anak-anak Belajar menghubungkan simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna. Tanpa kedua kemampuan asosiasi tersebut siswa tidak mungkin dapat memahami sebuah teks.

d. Aspek Afektif. Pada aspek afektif ini merupakan proses membaca yang berkaitan dengan kegiatan memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca (sesuai dengan minatnya), dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca. Pemusatan perhatian,kesenangan dan motivasi yang tinggi merupakan hal yang diperlukan dalam membaca. Tanpa adanya perhatian yang penuh ketika membaca, maka siswa akan sulit memahami suatu bacaan. Aspek ke sembilan ialah aspek pemberian gagasan. Aspek ini dimulai dari penggunaan sensori dan perceptual dengan latar belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibaca oleh siswa. Tidak semua makna bisa dibangun berdasarkan pada teks yang dibaca melainkan bisa dari faktor latar belakang pengalaman pembaca.

.

17.  Rancangan Kegiatan dalam Membaca Pemahaman

Dalam memberikan materi pelajaran tentang kemampuan membaca pemahaman, ada beberapa hal yang dapat dilakukan baik oleh guru pengampu maupun siswa, adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Untuk memulai perkuliahan membaca pemahaman, terlebih dahulu guru memberikan orientasi seputar membaca pemahaman kepada siswa.

b. Guru meminta pandangan atau pendapat dari siswa mengenai apa itu membaca pemahaman atau konsep yang berkaitan dengan membaca pemahaman.

c. Setelah siswa menyampaikan pendapatnya, guru meminta siswa untuk menyimpulkan secara keseluruhan dari apa yang telah disampaikan mengenai membaca pemahaman.

d. Apabila siswa telah menyampaikan materi secara keseluruhan, maka guru memberikan pandangan akhir sebagai bahan untuk siswa.

e. Guru memberikan teks bacaan kepada setiap siswa yang berisi tentang informasi yang up todate sehingga siswa tertarik untuk membaca demi memperoleh informasi dan pengetahuan yang terdapat dalam teks.

f.  Siswa dipersilahkan untuk membaca teks tersebut secara detail sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh guru pengampu mata kuliah.

g. Setelah waktu yang diberikan telah berakhir, siswa disarankan untuk mengumpulkan teks bacaan yang telah dibacanya.

h. Guru menguji beberapa orang siswa yang telah ditunjuk untuk menceritakan kembali teks yang telah dibacanya, menggunakan bahasa dan gaya penyampaiannya sendiri.

i. Guru dengan teliti mendengarkan apa yang disampaikan oleh siswa guna mengetahui tingkat pemahaman mereka tentang teks yang dibacanya. Hal ini sangat penting karena seperti yang telah kita ketahui tingkat pemahaman siswa tentang teks berbeda-beda. Dalam hal ini sebagai siswa kita harus mamahami suatu teks bacaan agar memperoleh informasi yang diperlukan.

j. Guru memberikan beberapa tambahan terkait dengan apa yang disampaikan oleh siswa mengenai teks bacaan tersebut.

k. Guru menyiapkan beberapa buah pertanyaan sesuai dengan isi teks yang telah dibagikan kepada siswa.

l. Setelah siswa selesai menceitakan kembali isi teks, Guru mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan isi teks. Hal ini penting untuk menentukan tingkat pemahaman siswa terhadap isi teks.

m. Siswa diberikan batas waktu 10 menit untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh guru.

n. Apabila batas waktu yang diberikan oleh guru berakhir, siswa diharuskan menukar jawaban mereka dengan teman di sebelahnya, untuk dilakukan pemeriksaan.

o. guru menanyakan kembali jawaban yang benar kepada siswa terkait dengan pertanyaan yang diberikan sebagai bahan uji. Hal ini bertujuan untuk mengajak siswa untuk berdiskusi dan mau menyampaikan pendapat dan pandangannya terkait dengan persoalan yang ada.

p. Setelah diadakan diskusi dengan siswa mengenai jawaban yang benar, guru memaparkan hasil dari test yang dilakukan. Ini penting untuk mengetahui tingkat pemahaman membaca siswa. Dengan memaparkan hasil test tersebut, diharapkan siswa mau lebih terpacu untuk meningkatkan kemampuan membacanya.

q. Setelah memaparkan hasil test, guru menyampaikan tingkat pemahaman masing-masing siswa sesuai dengan hasil uji test tersebut.

.

18.  Penilaian Membaca Pemahaman

Kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan. Kegiatan memahami informasi itu sendiri merupakan aktivitas kognitif, sehingga alat ukur yang digunakan hendaklah alat ukur yang valid (Khaerudin Kurniawan, 2008: 1). Pendapat ini sejalan dengan pendapat dari Burhan Nurgiyantoro (2001: 253-254), bahwa penekanan tes membaca adalah kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam wacana. Kegiatan memahami informasi itu sendiri sebagai suatu aktivitas kognitif yang dapat dibuat secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat evaluasi (C6). Hal itu berarti proses berpikir manusia dimulai dari proses berpikir sederhana hingga proses berpikir yang paling kompleks. Ranah kognisi dalam taksonomi Bloom ini merupakan alternatif yang baik untuk menjadi landasan dalam pembuatan alat ukur atau penilaian.

Bloom membagi ranah kognisi tersebut kedalam enam tataran berpikir. Stephen N. Elliot, dkk., menyatakan tujuan pembagian tataran ini untuk mengklasifikasikan arah pencapaian sistem pembelajaran (2000: 297). Keenam jenjang proses berpikir itu meliputi: pertama ingatan, yaitu mengingat kembali fakta-fakta yang ada dalam bacaan (Stephen N. Elliot, dkk., 2000: 297). Maksudnya adalah mengingat pengetahuan yang telah didapat. Tes kemampuan membaca pada jenjang ini hanya sekadar menghendaki jawaban sebagai hasil mengingat kembali apa yang sudah diterangkan dalam bacaan, baik berupa fakta, definisi, generalisasi atau konsep-konsep. Kedua pemahaman, yaitu memahami apa yang dikomunikasikan (Stephen N. Elliot, dkk., 2000: 297). Pada tingkat tes ini pembaca dituntut untuk memahami isi bacaan, mencari hubungan antarhal, sebab akibat, perbedaan, dan persamaan antarhal.

Ketiga aplikasi, yaitu menggeneralisasikan dan menggunkaan informasi yang didapat untuk diterapkan dalam situasi nyata (Stephen N. Elliot, dkk., 2000: 297). Pada tes ini pembaca dapat menerapkan atau menransfer konsepkonsep yang telah dipahaminya ke dalam situasi atau hal lain yang berkaitan dengan konsep tadi. Misalnya kemampuan pembaca memberi contoh, mendemontrasikan, dan mengidentifikasi. Keempat analisis, yaitu mengambil kesimpulan di antara bagian-bagian dalam bacaan (Stephen N. Elliot, dkk., 2000: 297). Jenjang pertanyaan ini menuntut pembaca mengidentifikasi langkahlangkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada suatu kesimpulan, mampu mengenali, mengidentifikasi, membedakan informasi tertentu dalam bacaan.

Kelima sintesis (Stephen N. Elliot, dkk., 2000: 298). Maksudnya mensintesis, adalah pembaca mampu menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam bacaan. Keenam evaluasi, yaitu menggunakan beberapa kriteria untuk membuat suatu pernyataan (Stephen N. Elliot, dkk., 2000: 298). Pada tingkat evaluasi ini pembaca memberikan penilaian tentang sesuatu nilai yang berkaitan dengan suatu informasi tertentu dari wacana yang dibacanya dengan menggunakan standar tertentu. Penilaian ini berkaitan dengan wacana, isi dan permasalahan yang dikemukakan dalam wacana seperti gagasan, konsep, cara pemecahan, dan yang berkaitan dengan gaya penulisan seperti penggunaan bahasa, pilihan kata, dan pemilihan bentuk kebahasaan.

Penilaian membaca pemahaman tersebut bisa melalui berbagai teknik tes baik yang bersifat subjektif maupun objektif. Tes bentuk subjektif dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan yang dijawab melalui jawaban panjang dan lengkap atau sekadar jawaban pendek. Berbeda dengan tes subjektif, tes objektif dapat disusun dalam bentuk tes melengkapi, menjodohkan, pilihan ganda, atau bentuk-bentuk gabungan.

.

Daftar Pustaka

Abdul Majid. 2007. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: UNM Press

Ahmad S. Harjasujana, Membaca, Universitas Terbuka.

Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press Andrew B. Artis, 2008. Improving Marketing Students’ Reading Comprehension With the SQ3R Method, Journal of Marketing Education, Vol. 30 No. 2: 130-137

Anderson, J. Charles. 1985. “Reading in Foreign Language: a Reading Problem or Language Problem? dalam J.Charles Anderson (ed.) Reading in Foreign Language. London: Longman.

Anne Ediger, Roberta Alexander, dan Krystyna Srutwa. 1989. Reading for Meaning: Skills Development for Active Reading. New York: Longman

Budinuryanta,J. dkk. 1997. Pengajaran keterampilan berbahasa, Jakarta: Depdikbud

Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Burn, Paul C, Betty D. Rue, dan Ellinor P. Roos. 1984. Teaching Reading in Today’s Elementary Schools. Boston: Hougton Miflin Company.

Burnes Don and Glenda Page (ed.). (1985). Insight and Strategies for Teaching Reading. Sydney: Harcourt Brace Jovanovich Group.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Darisman, Muh. dkk 2004. Ayo Belajar Berbahasa Indonesia, Jakarta: Yudhistira

Darmiyati Zuchdi. 2007. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca: Peningkatan Komprehensi. Yogyakarta: UNY Press

DeBoer, John J. Dan Dallmann Martha. 1964. The Teaching of Reading. New York: Holt Rineheart and Winston.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah : Jakarta : Depdiknas

Depdikbud. (1992/1993). Petunjuk pengajaran membaca dan menulis kelas III, IV, V dan VI di sekolah dasar

Djaali, Pudji Muljono, dan Ramly. 2000. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPS UNJ

Dole, Edgars (et.al). 1971. Techniques of Teaching Vocabulary. Palo Alto: California Press.

Dubin, Farida. 1988. “What EFL Teacher Should Know About Reading” dalam Forum Anthology: Selected Articles from the English Teaching Forum 1979-1983. Washington DC: English Language Programs Division

Edward Anthony. 1963. Approach, Method, and Technique. From English Language Teaching, volume 17, January: pp 63-67. British: Oxford University Press

Farida Rahim. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara

Goodmann, Yetta M., Burke, Carolyn., dan Sherman, Barry. 1980. Reading Strategis Fokus on Comprehention. Singapore: B& Jo. Enterprice PTE Ltd.

Gorys Keraf. 2003. Komposisi. Flores: Nusa Indah

Grellet, Francoise. 1981. Developing Reading Skills: Practical Guide to reading Comprehention, terjemahan Darmiyati Zuchdi (1992). Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakarta.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Harjasujana, A, dan Vismaia Damaianti. (2003). Membaca dalam Teori dan Praktik. Bandung: Penerbit Mutiara.

Harjasujana, A. (dkk.). (1988). Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.

Harras K.A. (1995). Membaca Minat Baca Masyarakat Kita dalam jurnal Mimbar Bahasa dan Seni No.XXII 1995.

Harras, Kholid,A.dan Lilis Sulistianingsih.1997. Membaca I. Jakarata: Depdikbud

Harris, L. Theodore (et.al) (ed.). (1983). Dictionary of Reading and Related Term. London: International Reading Asociation.

Harris. A, dan Sipay, E. 1980. How to Increase Reading Ability. New York: Longman, Inc.

Heilman, Arthur W. 1981. Principle and Practice of Teaching Reading. Colombus: Charles E. Merrill Publisihing Company A Bell and Howell Company.

Keraf, Gorys. 1986. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1999. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.

Lado, Robert. 1977. Language Testing. London: Longman Group.

Lester Crow dan Alice Crow. 1963. An Outline of General Psychology. New Jersey: Littlefield Adams & Co.

Mafrukhi, dkk. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga

Mell Silberman. 1996. Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject. Boston: Allyn and Boston

Musfiroh, Tadkirotun. 2007. “Permasalahan Membaca dan Menulis di KB dan TK.

Nababan, Sri Utari Subyakto. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nunan, David. 1982. Mengembangkan Pemahaman Wacana, terjemahan Wily W. Silangen. Jakarta: PT. Rebia Indah Perkasa.

Nurhadi dan Rukhan.1990. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa kedua. Bandung: Sinar Ilmu

Nurhadi. 2004. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca? Suatu Teknik Memahami Literatur yang Efisien. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Olson, R. David (et.al) (ed.). (1983). Literacy, Language, and Learning. London: Cambridge University.

Parera, J. D. 1976. Diksi, Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun II Nomor 3: 2–17.

Parera, J. D. 1984. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.

Paul Thomas Joung. 1950. Motivation of Behavior. New York: John Belly & sons Inc.

Pearson, P. David and Dale D. Johnson. 1987. Teacing Reading Comprehention. New York: Longman Group Limited.

Reongudee Soonthornmanee. 2002. The Effect of the Reciprocal Teaching Approach on the Reading Comprehension of EFL Students, RELC journal, Vol. 33 No. 2 December 2002: 125-141

Richard T. Vacca and Jo Annel Vacca. (1987). Content Area Reading. Boston: Scott, Foresman and Company.

Rivers, Dorothy dan Temperly. 1983. Writing and Reading The Vital Arts. New York: Mcmillan Publishing Co, Inc.

Sabarti Akhadiah, dkk. 1992. Bahasa Indonesia III. Jakarta: Depdikbud

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penelitian Sastra Asia Barat FIB UGM

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sarwiji Suwandi. 2008. Model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Modul PLPG Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13

Sim, B. Laufer, dan Dvorkin. 1982. Reading Comprehension Course (Selected Strategies). Great Britain: Collins

Simanjuntak, Mangantar. 1987.Pengantar Psikolinguistik Modern. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Budaya

Slametmuljana. 1964. Semantik. Jakarta: Djambatan.

Smith, Frank. (1987). Understanding Reading: a Psikolinguistic Analysis of Reading and Learning to Read. London: Lawrence Erlbaum Asociates Publisher

Soedarso. 2002. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Soeparno.1980. Media Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta

Sri Rumini dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta

Stephen N. Elliot, dkk. 2000. Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning. US: Mc Graw Hill

Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Syah, Muhibbin.1995. Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya

Tarigan, H.G.1986. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Membaca Ekspresif. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1994. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun.2001. Kemampuan Dasar Bahasa Indonesia. Klaten. Intan Pariwara

Tim. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA/MA. Jakarta: BSNP Depdiknas

Usman, Moh. Uzer.1990. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya

Wainwright, Gordon. 2006. Speed Reading Better Recalling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Yant Mujiyanto, dkk. 2000. Puspa Ragam Bahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press

Jelaskanlah penanda-penanda informasi penting yang harus diperhatikan dalam sebuah bahan bacaan