Jelaskan nilai lebih dari seni lukis Kamasan

plus butuh banget tolong secepatnya y​

birama merupakan....a. ukuran kecepatan lagub. bunyi yang teraturc. tanda awal pada paranadad. cepat lambatnya lagubantu dong kaa​

Tuliskan 3 perbuatan baik orang samaria yang murah hati

berdasarkan gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tersebut mengalami gangguan mata yang di sebuta. himpermetropu cembutb. himpermetropi c … embutc. miopi cembutd. miopi cembut​

manfaat adanya pola lantai bagi para penari adalah??yg tau tolong jawab​

Sebutkan contoh limbah daur ulang berbentuk bangun datar​

Yg bukan termasuk bidang muamalah

pola lantai dan nama tarian​

Menurut Wikipedia, Kamasan adalah desa yang berada di kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, provinsi Bali, Indonesia. Kamasan dikenal dalam dunia seni lukis tradisional Bali, karena berbagai lukisan tradisional Bali diilhami dari corak Kamasan, yang terinspirasi dari budaya Jawa.

Jadi seni lukis kamasan berasal dari Bali. Pernyataan lain dari Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra dikutip dari Kompas bahwa lukisan tradisional Kamasan sering dijadikan contoh ketahanan budaya tradisional Bali dalam menghadapi globalisasi dan munculnya bentuk-bentuk seni dan budaya material baru dengan identitas tradisional yang kuat.

Salah satu yang menarik perhatian adalah alm. Ida Bagus Gelgel yang berhasil membawa seni Kamasan mendapatkan penghargaan internasional dari Perancis tahun 1930 karena membawa seni Kamasan ke dunia internasional.

Oleh karena itu seni lukis Kamasan menjadi snagat unik dan terjaga keasliannya karena perpaduan dalam budaya Indonesia itu sendiri. Perlu kita pahami bahwa seni lukis adalah cabang ilmu seni rupa yang memiliki dimensi panjang dan lebar sehingga seni lukis sering pula disebut seni rupa dua dimensi.

  

Gambar berasal dari Ketut Madra

Lukisan Klasik Kamasan, Tutur Penjabaran Kehidupan

BALI EXPRESS, SEMARAPURA – Seni lukis berkembang pesat di Bali. Salah satunya lukisan klasik Wayang Kamasan, yang berkembang di Desa Kamasan, Klungkung. Ada perbedaan mencolok dibandingkan lukisan di daerah lainnya di Bali.

Salah satu ciri khas  lukisan klasik Kamasan adalah motifnya, yakni cerita pewayangan. Biasanya diambil dari epos Mahabharata, Ramayana, cerita Tantri, maupun diambil dari kitab Sotasoma dan lainnya. Para pelukis di Kamasan berkomitmen mempertahankan ciri khas lukisannya. Namun, sebagaimana pengakuan salah seorang pelukis asal Desa Kamasan, Mangku Muriati Mura, tidak menutup kemungkinan akan berkembang ke jenis lukisan lain, mengikuti perkembangan zaman. Dengan tidak menghilangkan pakem lukisan yang sudah menjadi warisan leluhurnya.

“Saya sebagai penerus tidak boleh mentok di satu titik saja. Kami melestarikan juga harus berkembang, tapi tidak boleh lepas dari pakem lukisan Kamasan,” terang Mangku Muriati kepada Bali Express [Jawa Pos Group] belum lama ini.

Dia pun mencontohkan perkembangan yang dimaksud, misalnya melukis dengan mengutip dari kajian lontar, maupun tentang sastra agama.  Hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi tingkat kejenuhan. Namun tetap mengutamakan roh dari lukisan Kamasan. Yakni mengedepankan cerita, dibandingkan estetika maupun seni,  karena gaya ini yang bikin lukisan Kamasan terkenal, selain memang tampilan  yang terlihat klasik. 

“Lukisan Kamasan mengandung banyak filsafat. Filasafat hidup, agama. Bagaimana kehidupan, itu dijabarkan lewat lukisan Kamasan,” beber putri maestro seni lukis asal Kamasan Mangku Mura itu.

Dengan demikian, lanjut pelukis berusia 52 tahun itu, pelukis Kamasan mesti memahami cerita, tidak sekadar orak-orek yang penting seni, indah di pandang mata.  Setiap gambar di atas kanvas semuanya berkaitan. “Harus paham maknanya apa, filsafat dalam kehidupan apa,” imbuh dia. Hal itu pun dibenarkan pelukis asal Desa Kamasan lainnya, seperti I Komang Arcana dan Kadek Natha ditemui Bali Express [Jawa Pos Group] secara terpisah. 

Meski hingga kini masih bisa bertahan agar lukisan Kamasan terlihat klasik, namun mereka tak bisa lagi menemukan bahan melukis seperti dulu. Misalnya, untuk pewarnaan yang zaman dulu menggunakan warna alam, salah satunya yang disebutkan adalah pere. Pere ini sejenis batu. Katanya hanya ada di Pantai Serangan, Denpasar. Kini tak bisa lagi menemukan pere di sana.

“Sekarang sudah kebanyakan pelukis beralih ke warna kimia. Karena susah mencari warna alam,” tegas Mangku Muriati. 

Dalam hal pewarnaan, lukisan Kamasan dominan menggunakan warna kuning, coklat, hitam, dan merah.  

Lukisan gaya Kamasan disebut juga Lukisan Gaya Klasik Kamasan karena lukisan gaya ini berasal dari zaman keemasan kerajaan Bali kuna yang belum mendapat pengaruh dari luar.

Temanya biasanya berasal dari kisah pewayangan, juga
dongeng-dongeng binatang atau Tantri. Jarang terdapat lukisan klasik tentang kehidupan masyarakat umum. Warna-warnanya biasanya diambil dari warna alam, misalnya untuk warna putih dipergunakan tulang yang dihancurkan, untuk warna hitam dipergunakan arang, untuk warna biru dipergunakan rumput taum, untuk warna merah digunakan babakan kayu Sunti, sedangkan untuk warna kuning diambil dari minyak Kemiri, yang kemudian dicampur dengan perekat sehingga menempel pada kanvas.

Lukisan Gaya Klasik Kamasan hanya memakai dua dimensi saja, panjang dan lebar, tidak ada perspektif, sehingga jauh dekat tidak terlihat, sedangkan objek yang dilukis terlihat seperti wayang, datar tanpa sudut pandang [perspektif] ataupun kedalaman.

Seni lukis wayang Kamasan adalah salah satu bentuk karya seni klasik yang berawal pada abad ke-17 dan dianggap penting dalam kebudayaan Bali. Karya seni ini,  juga tidak dapat dipisahkan dari nilai keagamaan, terutama nilai ritual.

Corak lukisan Bali klasik dalam lukisan Kamasan sangat mudah dikenali. Warna dasarnya cokelat muda, diambil dari batu gamping yang dicelup dalam air. Untuk warna hitam, pada zaman dulu digunakan jelaga. Namun saat ini, pelukis sudah menggunakan tinta lukis modern untuk mendapatkan torehan hitam. Sedangkan warna-warna lain, pelukis menggunakan cat air agar  lebih semarak.

Asal-usul lukisan wayang tradisional gaya Kamasan, merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan [manusia] pada zaman pra-sejarah.

Banyak aspek yang berkaitan dengan keberadaan seni lukis wayang Kamasan, di antaranya aspek filosofi, spiritual, teknis, ekonorni, sosial, dan budaya. Diantara berbagai aspek tersebut, khususnya aspek spiritual-kultural merupakan aspek yang menonjol pada lukisan wayang Kamasan.

Lukisan Wayang Kamasan bukanlah sekadar karya untuk penggalian keindahan saja, yang utama adalah sebuah karya berfungsi sebagai benda ritual sebagai media untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menunjukkan kehidupan yang baik dan buruk.

Melalui pengabdian tersebut, maka diwujudkan lukisan kisah-kisah wayang sebagai bentuk keterkaitan dengan ajaran-ajaran agama Hindu Bali.

Pembagian bidang dalam seni lukis wayang Kamasan juga mengacu pada ajaran Hindu tentang Tri Loka, yaitu bawah, tengah, dan atas. Semakin tinggi dunia atau ruangnya, maka dianggap semakin suci. Lukisan  yang berintikan wayang itulah yang membawa daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Kamasan.

Bukti nyata seni lukis Wayang Kamasan yang bercerita tentang perjalanan Bhima ke Swarga Loka, Diah Tantri, Sang Garuda mencari Amerta dan Palelindon ini, dapat dilihat pada lukisan di gedung Kertha Gosa yang dibangun sejak zaman Kerajaan Klungkung. 

BALI EXPRESS, SEMARAPURA – Seni lukis berkembang pesat di Bali. Salah satunya lukisan klasik Wayang Kamasan, yang berkembang di Desa Kamasan, Klungkung. Ada perbedaan mencolok dibandingkan lukisan di daerah lainnya di Bali.

Salah satu ciri khas  lukisan klasik Kamasan adalah motifnya, yakni cerita pewayangan. Biasanya diambil dari epos Mahabharata, Ramayana, cerita Tantri, maupun diambil dari kitab Sotasoma dan lainnya. Para pelukis di Kamasan berkomitmen mempertahankan ciri khas lukisannya. Namun, sebagaimana pengakuan salah seorang pelukis asal Desa Kamasan, Mangku Muriati Mura, tidak menutup kemungkinan akan berkembang ke jenis lukisan lain, mengikuti perkembangan zaman. Dengan tidak menghilangkan pakem lukisan yang sudah menjadi warisan leluhurnya.

“Saya sebagai penerus tidak boleh mentok di satu titik saja. Kami melestarikan juga harus berkembang, tapi tidak boleh lepas dari pakem lukisan Kamasan,” terang Mangku Muriati kepada Bali Express [Jawa Pos Group] belum lama ini.

Dia pun mencontohkan perkembangan yang dimaksud, misalnya melukis dengan mengutip dari kajian lontar, maupun tentang sastra agama.  Hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi tingkat kejenuhan. Namun tetap mengutamakan roh dari lukisan Kamasan. Yakni mengedepankan cerita, dibandingkan estetika maupun seni,  karena gaya ini yang bikin lukisan Kamasan terkenal, selain memang tampilan  yang terlihat klasik. 

“Lukisan Kamasan mengandung banyak filsafat. Filasafat hidup, agama. Bagaimana kehidupan, itu dijabarkan lewat lukisan Kamasan,” beber putri maestro seni lukis asal Kamasan Mangku Mura itu.

Dengan demikian, lanjut pelukis berusia 52 tahun itu, pelukis Kamasan mesti memahami cerita, tidak sekadar orak-orek yang penting seni, indah di pandang mata.  Setiap gambar di atas kanvas semuanya berkaitan. “Harus paham maknanya apa, filsafat dalam kehidupan apa,” imbuh dia. Hal itu pun dibenarkan pelukis asal Desa Kamasan lainnya, seperti I Komang Arcana dan Kadek Natha ditemui Bali Express [Jawa Pos Group] secara terpisah. 

Meski hingga kini masih bisa bertahan agar lukisan Kamasan terlihat klasik, namun mereka tak bisa lagi menemukan bahan melukis seperti dulu. Misalnya, untuk pewarnaan yang zaman dulu menggunakan warna alam, salah satunya yang disebutkan adalah pere. Pere ini sejenis batu. Katanya hanya ada di Pantai Serangan, Denpasar. Kini tak bisa lagi menemukan pere di sana.

“Sekarang sudah kebanyakan pelukis beralih ke warna kimia. Karena susah mencari warna alam,” tegas Mangku Muriati. 

Dalam hal pewarnaan, lukisan Kamasan dominan menggunakan warna kuning, coklat, hitam, dan merah.  

Lukisan gaya Kamasan disebut juga Lukisan Gaya Klasik Kamasan karena lukisan gaya ini berasal dari zaman keemasan kerajaan Bali kuna yang belum mendapat pengaruh dari luar.

Temanya biasanya berasal dari kisah pewayangan, juga
dongeng-dongeng binatang atau Tantri. Jarang terdapat lukisan klasik tentang kehidupan masyarakat umum. Warna-warnanya biasanya diambil dari warna alam, misalnya untuk warna putih dipergunakan tulang yang dihancurkan, untuk warna hitam dipergunakan arang, untuk warna biru dipergunakan rumput taum, untuk warna merah digunakan babakan kayu Sunti, sedangkan untuk warna kuning diambil dari minyak Kemiri, yang kemudian dicampur dengan perekat sehingga menempel pada kanvas.

Lukisan Gaya Klasik Kamasan hanya memakai dua dimensi saja, panjang dan lebar, tidak ada perspektif, sehingga jauh dekat tidak terlihat, sedangkan objek yang dilukis terlihat seperti wayang, datar tanpa sudut pandang [perspektif] ataupun kedalaman.

Seni lukis wayang Kamasan adalah salah satu bentuk karya seni klasik yang berawal pada abad ke-17 dan dianggap penting dalam kebudayaan Bali. Karya seni ini,  juga tidak dapat dipisahkan dari nilai keagamaan, terutama nilai ritual.

Corak lukisan Bali klasik dalam lukisan Kamasan sangat mudah dikenali. Warna dasarnya cokelat muda, diambil dari batu gamping yang dicelup dalam air. Untuk warna hitam, pada zaman dulu digunakan jelaga. Namun saat ini, pelukis sudah menggunakan tinta lukis modern untuk mendapatkan torehan hitam. Sedangkan warna-warna lain, pelukis menggunakan cat air agar  lebih semarak.

Asal-usul lukisan wayang tradisional gaya Kamasan, merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan [manusia] pada zaman pra-sejarah.

Banyak aspek yang berkaitan dengan keberadaan seni lukis wayang Kamasan, di antaranya aspek filosofi, spiritual, teknis, ekonorni, sosial, dan budaya. Diantara berbagai aspek tersebut, khususnya aspek spiritual-kultural merupakan aspek yang menonjol pada lukisan wayang Kamasan.

Lukisan Wayang Kamasan bukanlah sekadar karya untuk penggalian keindahan saja, yang utama adalah sebuah karya berfungsi sebagai benda ritual sebagai media untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menunjukkan kehidupan yang baik dan buruk.

Melalui pengabdian tersebut, maka diwujudkan lukisan kisah-kisah wayang sebagai bentuk keterkaitan dengan ajaran-ajaran agama Hindu Bali.

Pembagian bidang dalam seni lukis wayang Kamasan juga mengacu pada ajaran Hindu tentang Tri Loka, yaitu bawah, tengah, dan atas. Semakin tinggi dunia atau ruangnya, maka dianggap semakin suci. Lukisan  yang berintikan wayang itulah yang membawa daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Kamasan.

Bukti nyata seni lukis Wayang Kamasan yang bercerita tentang perjalanan Bhima ke Swarga Loka, Diah Tantri, Sang Garuda mencari Amerta dan Palelindon ini, dapat dilihat pada lukisan di gedung Kertha Gosa yang dibangun sejak zaman Kerajaan Klungkung.