Jelaskan kenapa hutan tanah menjadi tempat tumbuh dan berkembang ekonomi tapak lapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menggali, meneliti, mengkaji, serta menulis tentang Melayu rasanya tiada pernah akan habis-habisnya karena bangsa Melayu telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia bahkan dunia. Namun dalam perjalanannya, definisi Melayu semakin memudar dan sekarang menjadi etnis atau suku bangsa. Kata Melayu berasal dari kata “mala” yang artinya mula dan “layu” yang artinya negeri. Jadi, Melayu dapat diartikan sebagai negeri asal mula atau negeri asal usul. Dalam konteks prilaku, frasa Melayu diartikan pula “layu” yang bermakna rendah atau merendah. Tapi bukan rendah diri, orang Melayu itu rendah hati, menghormati pemimpin dan orang yang lebih tua dari dirinya. Masyarakat Melayu memiliki adat dan tradisi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan alam. Keberadaan orang melayu diyakini telah ada sejak 3000 tahun sebelum masehi di wilayah Nusantara, yang dikenal sebagai proto-melayu. Namun pada saat ini keberadaan orang Melayu lebih dominan berada di wilayah Sumatera. Masyarakat Melayu merupakan masyarakat kompleks. Masyarakat Melayu Riau memiliki adat dan tradisi yang homogen. Homogenitas corak adat dan tradisi tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan alam dan keadaan setempat. Kegiatan kehidupan masyarakat sehari-hari tidak lepas dari kegiatan mata pencaharian masyarakatnya. Sumber pendapatan orang Melayu Riau berasal dari pekerjaan tapak lapan, yaitu: beladang (pertanian), beternak (peternakan), menangkap ikan (perikanan), beniro (menetek enau atau kelapa), industry pengolahan hasil hutan (agroindustri), berkebun (perkebunan), bertukang, berniaga (perdagangan). Tapak lapan merupakan penggabungan dua atau lebih jenis pekerjaan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbicara tentang ekonomi masyarakat Melayu, tentu kita berbicara tentang mata pencaharian masyarakat Melayu sehari-hari. Masyarakat Melayu biasanya melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan alam sekitar. Dimana masyarakat Melayu cenderung memanfaatkan hasil alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang Melayu juga masih kental terhadap kebudayaan dan tradisi turun temurun yang masih melekat didalam kegiatan sehari-harinya. Setiap kegiatan masyarakat Melayu didasarkan kepada adat istiadat, termasuk dalam melakukan pekerjaan. Masyarakat Melayu memiliki unsur kepercayaan dan kebudayaan terhadap alam sekitar, masyarakat Melayu juga mempunyai pantang larang yang harus ditaati oleh semua masyarakat Melayu. Apabila pantang larang tersebut dilanggar, maka masyarakat Melayu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kutukan atau pun musibah. Unsur-unsur kebudayaan melekat pada sistem mata pencaharian di Melayu Riau, yaitu dari mitos, legenda, syair, pantun, randai dan ritual atau upacaraupacara adat. Alam menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi sistem mata pencaharian masyarakat Melayu. Hilangnya hutan menyebabkan terancam dan hilangnya mata pencaharian masyarakat Melayu dan juga unsur kebudayaan pada siklus pekerjaan juga ikut menghilang karena tidak lagi menjadi mata pencaharian dan dipraktekkan sebagaimana biasanya oleh masyarakat Melayu. Didalam melakukan pekerjaannya, masyarakat Melayu memiliki etos kerja yang sangat baik. Etos kerja merupakan semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Masyarakat Melayu cenderung memiliki etos kerja yang berhubungan dengan agama, norma dan adat istiadat yang ada dalam menjalankan pekerjaannya. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi orang Melayu? 2. Bagaimana sejarah ekonomi orang Melayu? 3. Apa yang dimaksud dengan Tapak Lapan? 4. Apa hubungan antara Tapak Lapan dengan kelestarian lingkungan? 5. Apa hubungan antara Tapak Lapan dengan etos kerja? BAB II PEMBAHASAN 1. Sistem Ekonomi Orang Melayu Sistem ekonomi dapat kita artikan juga sebagai sistem mata pencaharian. Sistem adalah cara yang digunakan untuk melakukan sesuatu, sedangkan mata pencaharian merupakan pekerjaan yang menjadi pokok penghidupan untuk biaya sehari-hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian sistem perekonomian orang melayu adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok orang Melayu sebagai kegiatan sehari-hari guna usaha untuk pemenuhan kehidupan dan menjadi pokok penghidupan bagi orang Melayu. Untuk menunjang hidupnya, setiap masyarakat pasti memiliki mata pencaharian utama, sehingga terdapat suku bangsa yang memiliki mata pencaharian khas dibandingkan dengan suku yang lainnya. Pada orang Melayu, mereka memiliki sistem ekonomi yang didasarkan kepada mata pencaharian tapak lapan. Tujuan dari sistem ekonomi orang melayu “Tapak Lapan” ini adalah untuk meragamkan sumber pendapatan orang Melayu dan juga stategi untuk menghadapi kegagalan atau krisis akibat dari hanya satu pekerjaan sebagai sumber pendapatan. Sistem ekonomi orang Melayu lebih menekankan kepada sistem ekonomi kerakyaan, dimana sistem tersebut lebih berpihak kepada kelompok masyarakat dengan ekonomi lemah dan menengah kebawah. Dan juga sistem ekonomi orang Melayu, selalu memanfaatkan hasil alam yang ada disekitarnya. Sistem ekonomi yang digunakan orang Melayu membuat masyarakatnya memiliki dua atau lebih pekerjaan. Hal ini dimaksudkan agar orang Melayu memiliki perekonomian yang stabil. Dengan melakukan sistem tapak lapan ini, orang Melayu dapat menghindari krisis dengan melakukan pergantian pekerjaan dengan pekerjaan yang lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Sistem ekonomi orang Melayu didasarkan kepada unsur-unsur kebudayaan. Dimana didalam melakukan semua pekerjaan sistem ekonomi ini, masyarakat Melayu selalu melakukan semua kegiatannya sesuai dengan kepercayaan, ritual dan upacara-upacara adat tertentu. 2. Sejarah Ekonomi Orang Melayu Perekonomian paling awal dari masyarakat Riau ditandai dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh daerah maritim, dimana kehidupan masyarakatnya bertumpu pada sektor perdagangan, sedang sektor pertanian merupakan usaha-usaha perkebunan untuk melengkapi keperluan perdagangan. Jika diukur dengan masanya, tingkat perekonomian orang Melayu dikatakan cukup maju. Khususnya dalam bidang perdagangan. Perekonomian orang Melayu diawali pada masa kerajaan Malaka dimana perubahan cukup berarti dialami oleh masyarakat Melayu ketika sektor perdagangan tidak mampu lagi menopang kehidupan mereka, sehingga sektor pertanian yang kemudian menjadi basis perekonomian masyarakat Melayu. Berikut beberapa tahap perkembangan ekonomi masyarakat Melayu: a. Perkembangan Ekonomi pada Masa Kerajaan Pada masa kerajaan ini, sumber perekonomiannya berada pada sektor perdagangan, dimana kerajaan yang paling menguasainya adalah kerajaan Sriwijaya pada abad ke VII-XIII. Namun pada abad ke XVI, pengaruh agama Islam menumbuhkan banyak kerajaan Islam yang sumber perekonomiannya bersandar pada sektor perdagangan. Keberadaan Selat Malaka dilintas jalur perdagangan telah menjadi ajang pertemuan bagi para pedagang yang berasal dari Cina, India, Arab dengan penduduk Melayu. Wilayah Riau yang letaknya strategis secara otomatis mendapat peluang pemasok barang dalam kancah perdagangan tersebut. Hal ini membuat ekonomi orang Melayu menjadi semakin meningkat. b. Perkembangan Ekonomi Setelah Kedatangan Bangsa Barat Sejak berkembangnya Malaka sebagai pusat perdagangan, banyak dilakukan usaha untuk menguasainya. Hal ini nampak ketika bangsa Portugis berhasil merebut Malaka pada tahun 1511. Ketidaksenangan terhadap Portugis diwujudkan oleh para pedagang Melayu dengan mengadakan kerja sama pada tahun 1602 dengan bangsa Belanda. Namun pada kesempatan tersebut justru mengantarkan Malaka pada penguasa baru yaitu Belanda. Belanda memonopoli perdagangan pada kerajaan di Riau yang membuat orang Melayu tidak lagi leluasa dalam menjalankan usaha dagangnya. Bangsa Belanda juga menguasai sumber bahan mentah yang ada diwilayah Riau. Hal ini tentu saja menyebabkan ekonomi orang Melayu mengalami kemunduran atau kemerosotan. Dengan jatuhnya kekuasaan atas pusat-pusat dagang, bangsa pribumi Melayu yang semula berperan aktif dalam menjalankan roda perniagaan telah bergeser dan semakin tenggelam dalam kehidupan mereka yang agraris. c. Perkembangan ekonomi barter menjadi ekonomi pasar Secara tradisional, wilayah sepanjang aliran sungai merupakan daerah hunian penduduk Melayu (perkampungan). Orang Melayu yang tinggal di perkampungan tersebut memakai sistem barter untuk mendapatkan barang kebutuhannya. Upaya orang Melayu dalam menambah pendapatan keluarga dengan menjadi buruh. Hal ini membuat perekonomian orang Melayu selalu mempunyai kedudukan yang lemah. Pada masa ini perekonomian orang Melayu lebih mengutamakan pada sektor pertanian. Sistem perekonomian orang Melayu yang masih memakai sistem barter membuat munculnya sistem perekonomian Kapitalis, dimana orang Melayu berada dibawah kepemimpinan bangsa Belanda. Dalam sistem ekonomi kapitalis ini, Belanda telah mempunyai aturan perdagangan yang sesuai dengan kepentingannya. Pemberlakuan sistem ini merupakan bentuk eksploitasi terhadap sumber pendapatan orang Melayu. Hal ini menyebabkan perekonomian orang Melayu tradisional yang bendasar pada sistem barter mulai mengenal monetisasi. Hal ini menyebabkan perekonomian rakyat Melayu mengalami goncangan. d. Perkembangan ekonomi pada masa orde baru sampai sekarang Sejak kemerdekaan Indonesia, keadaan perekonomian belum menentu. Mengingat belum stabilnya situasi politik saat itu, namun sejak pemerintahan Orde Baru memegang kekuasaan, maka kebijakan ekonomi diupayakan untuk mendorong pengusaha pribumi. Pada masa ini pemerintah mengupayakan suatu iklim perekonomian yang stabil, bebas hambatan serta mendorong pertumbuhan industri. Pemerintah banyak mendirikan badan-badan tertentu untuk tujuan membantu petani memperbaiki kedudukan ekonomi mereka. Pada saat ini ekonomi orang melayu bersumber pada sektor pertanian. Namun pada saat ini terjadinya kemerosotan ekonomi nasional yang menyebabkan harga jual dari hasil pertanian orang Melayu menjadi rendah. Hal ini menyebabkan ekonomi orang Melayu mengalami penurunan pada saat ini. Namun orang Melayu dapat mengatasi hal tersebut, yaitu dengan melakukan tradisi Tapak Lapan. Dimana orang Melayu melakukan beberapa jenis pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya. Sehingga menyebabkan perekonomian orang Melayu yang melakukan tradisi Tapak Lapan pada saat ini menjadi stabil. 3. Konsep Tapak Lapan Tapak lapan merupakan sebuah sebutan khusus pada masyarakat Melayu, dimana untuk menjelaskan sistem ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Riau dan juga berlaku di alam Melayu yang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan masyarakat Melayu sebagai sumber pendapatan keluarga. Tapak lapan tersebut merupakan delapan jenis pekerjaan, yaitu: 1. Beladang, pertanian palawija (pertanian), ialah menanam tumbuhtumbuhan yang dapat dijadikan panganan seperti ubi, sayur, kopi, dan lain-lain. 2. Beternak (peternakan), yaitu binatang yang biasanya diternakan antara lain sapi, ayam, dan kambing. 3. Menangkap ikan (perikanan atau nelayan), yaitu menangkap ikan yang dilakukan di laut, sungai, sawah, dan danau. Jika mendapatkan hasil yang lebih, maka mereka akan menjualnya. 4. Beniro (menetek enau), yaitu industri pengolahan hasil pertanian. 5. Mengambil hasil hutan, yaitu mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, damar, rotan dan buluh. 6. Berkebun, yaitu menanam tanaman tahunan. 7. Bertukang, tidak semua orang bisa bertukang dan bertukang juga tidak dapat dilakukan setiap hari karena ada musim-musim tertentu yang perlu keahlian khusus. 8. Berniaga (berdagang), yaitu menjual semua keperluan pokok sandang dan pangan. Pada zaman belanda kebanyakan masyarakat riau mengekspor dammar, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Masyarakat Melayu pada umumnya tidak hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. Namun dalam pelaksanaannya jarang dilakukan sekaligus delapan pekerjaan tersebut, melainkan penggabungan dua atau lebih jenis pekerjaan atau kegiatan ekonomi. Biasanya apabila pagi mereka berkebun, sorenya mereka menangkap ikan, dan ada kalanya juga selesai berkebun mereka mencari hasil hutan atau beniro (menetek enau). Tujuannya adalah selain meragamkan sumber pendapatan, juga merupakan strategi untuk menghadapi kegagalan atau krisis akibat dari hanya satu pekerjaan sebagai sumber pendapatan. Jadi, tapak lapan ini dilakukan sebagai antisipasi pada saat krisis dan jaminan keberlangsungan hidup keluarga maupun perekonomian keluarga. Dalam menghadapi krisis, pola ekonomi tapak lapan menghindari krisis tersebut untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan melakukan pergantian pekerjaan dengan pekerjaan yang lebih tepat dan sesuai untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya, ketika musim hujan dan tidak bisa memotong karet, orang Melayu melakukan kegiatan berkebun atau bertani. Dan ketika musim kemarau berkepanjangan maka saatnya orang Melayu meramu hasil hutan. Sedangkan pada ekonomi monokultur seperti karet, kopi, dan sawit, tidak dapat melakukan pergantian kegiatan ekonomi. Masyarakat Melayu cenderung memanfaatkan waktu untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Bahkan, kaum perempuan Melayu sudah dapat membagi waktu dalam mencari nafkah. Biasanya perempuan melayu akan bekerja keras selama 11 bulan penuh guna untuk mempersiapkan cadangan, sehingga pada saat satu bulan puasa mereka hanya akan melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan saja. Tradisi tapak lapan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu merupakan salah satu cara dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan. Orang Melayu biasanya mengambil hasil alam untuk kebutuhan dalam pekerjaan ataupun kelangsungan hidupnya, namun mereka juga menanam kembali apa yang telah mereka ambil sehingga kelestarian alam tetap terjaga. Dalam melakukan pekerjaan tapak lapan, orang Melayu memberi kearifan kepada anak dan cucu mereka agar menjaga dan memelihara alam lingkungannya. Setiap melakukan pekerjaan tapak lapan, biasanya terdapat tradisi yang harus dilakukan yang dipimpin oleh seorang dukun, bomo, pawang ataupun kemantan. Untuk memperkuat perlindungan terhadap alam lingkungan sehingga flora, fauna, tanah dan laut tidak diperlakukan semena-mena, maka para dukun dan tetua Melayu membuat berbagai macam cerita atau mitos yang membuat masyarakat Melayu takut untuk merusak alam lingkungan. Namun pada saat ini, sistem tapak lapan semakin menghilang. Hal ini terutama disebabkan setelah lingkungan hidup berupa tanah ulayat mereka diintervensi dengan kekuasaan yang curang dan pemilik modal yang serakah, mereka terdesak dan saat ini pun kebanyakan dari masyarakat Melayu bersandar dari satu jenis pekerjaan saja. Akibatnya mereka sangat rentan terhadap resiko. Padahal dulu mereka adalah pedagang, petani dan tukang yang merdeka, yang hanya sekedar menanti peninggalan sumber daya manusia untuk meningkatkan taraf hidupnya. Budaya Melayu sistem tapak lapan ini, telah membentuk mentalitas masyarakat Melayu menjadi manusia yang bebas, mudah bergerak kemana-mana, bisa bersaing, memperlihatkan kualitas teknis serta punya harga diri yang tinggi. 4. Hubungan Tapak Lapan dan Kelestarian Lingkungan Tapak lapan merupakan delapan jenis pekerjaan yang dilakukan masyarakat Melayu. Namun dalam pelaksanaannya, masyarakat Melayu biasanya melakukan penggabungan dua atau lebih jenis pekerjaan atau kegiatan ekonomi. Ini merupakan cara jangka pendek masyarakat Melayu dalam menggunakan sumber daya alamnya, yang berarti masyarakat Melayu harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang alam dan lingkungan hidupnya. Tapak lapan menjadi kiat atau cara masyarakat Melayu berhubungan dengan alam. Sebab dengan pola itu, mereka bisa melihat hubungan dan saling ketergantungan antara manusia dengan alam, serta hubungan antara flora dan fauna dalam hutan. Tapak lapan merupakan jenis pekerjaan yang berhubungan dengan alam (tanah dan lingkungan), maka dari itulah masyarakat Melayu memandang tanah dan alam sekitar sebagai makhluk yang saling menjaga hubungan baik agar bisa saling memberi. Untuk menjaga hubungan baik itulah masyarakat Melayu memiliki aturan-aturan atau kearifan tersendiri dan juga masyarakat Melayu memiliki pantang larang yang harus dijaga. Sehingga ada ungkapan masyarakat Melayu, yaitu “ jika berbudi dengan tanah, alamat hidup tidak akan susah”. Orang Melayu tidak menjadikan alam tempat mencari nafkah saja, tetapi juga berkaitan dengan kebudayaan dan kepercayaan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari mereka, dimana orang Melayu secara turun-temurun hidup dari hasil laut, hasil hutan dan mengolah tanah. Menyadari eratnya kaitan antara kehidupan manusia dengan alam, menyebabkan orang Melayu berupaya memelihara serta menjaga kelestarian dan keseimbangan alam lingkungannya. Lingkungan merupakan bagian hidup yang tidak terpisahkan dari pekerjaan tapak lapan masyarakat Melayu. Melalui ketersedian sumber daya alam, masyarakat Melayu dapat melakukan pekerjaan tapak lapan. Orang Melayu memiliki hubungan yang sangat erat dengan lingkungan, interaksi ini menumbuhkan nilai-nilai kearifan dalam pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan. Lingkungan sebagai satu kesatuan lingkungan budaya yang menjadi tumpuan hidup masyarakat Melayu sehingga tidak dapat terpisahkan dari kehidupan masyarakat Melayu. Orang Melayu menganggap hubungan dengan lingkungan dengan hal-hal gaib, sehingga lingkungan harus dijaga dan tidak dimanfaatkan sembarangan. Maka dari itulah masyarakat Melayu tidak berani untuk merusak lingkungan karena apabila melanggar maka akan menimbulkan bencana atau kutukan. Dalam adat istiadat, ditetapkan “pantang larang” yang berkaitan dengan pemeliharaan serta pemanfaatan alam, mulai dari hutan, tanah, laut dan selat, pulau, sungai, danau, serta sampai kepada kawasan yang menjadi kampung halaman, dusun, ladang, kebun dan sebagainya. Orang Melayu menyadari pentingnya pemeliharaan dan pemanfaatan alam secara seimbang. Maka dari itulah pekerjaan Tapak Lapan yang dilakukan oleh orang Melayu, semuanya diatur didalam adat istiadat. Hal ini dilakukan agar orang Melayu sadar akan betapa pentingnya alam terhadap kehidupan ekonomi orang Melayu dan juga membuat orang Melayu menghormati kegiatan budaya yang ada dan melakukan pelestarian lingkungan. 5. Hubungan Tapak Lapan dengan Etos Kerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 237), etos kerja adalah pandangan hidup yang khas suatu golongan sosial yang didasarkan kepada sifat, nilai adat istiadat yang memberi watak dalam masyarakat. Secara etimologi dan maknawi, kata “etos” berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti sikap, kepibadian, watak, karakter, serta keyakian akan sesuatu. Kemudian kata “etos” disatukan dengan kata “kerja”, sehingga terbentuknya “etos kerja”. Jadi, dapat disimpulkan bahawa etos kerja merupakan semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Bagi masyarakat melayu etos kerja telah diwariskan secara turun-temurun, orang melayu memiliki etos kerja yang sangat tinggi, yang mampu mengangkat harkat dan martabat kaumnya. Masyarakat Melayu memandang kerja bukan semata-mata untuk kepentingan hidup didunia, tetapi juga untuk keselamatan hidup diakhirat. Masyarakat Melayu melakukan pekerjaan tapak lapan karena memiliki etos kerja atau keyakinan yang tinggi untuk mencari nafkah, bertanggung jawab terhadap keluarga dan baik terhadap diri sendiri, alam, dan sang penciptanya. Masyarakat Melayu sangat menghormati dan memandang tinggi orang-orang yang melakukan pekerjaaan dengan etos kerja yang tinggi. Masyarakat Melayu memandang kerja adalah satu kewajiban dalam kehidupan mereka. Banyak sekali ungkapan yang menunjukkan bahwa orang Melayu adalah pekerja yang tangguh, baik dan benar, jujur dan setia, taat dan tekun, sesuai menurut agama, adat dan tradisinya, tidak menyimpang dan menyalahi ketentuan yang berlaku, maka pekerjaan itu dapat mendatangkan kebahagiaan. Berdasarkan pandangan inilah menyebabkan masyarakat Melayu mengukur kemuliaan seseorang dapat ditentukan dari pekerjaannya. Semakin baik ia mengerjakan pekerjaannya maka semakin mulia pandangan masyarakat terhadapnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk ia melakukan pekerjaaannya, semakin rendah pandangan orang terhadap dirinya. Berbagai pandangan kerja yang ada, mendorong masyarakat Melayu untuk meningkatkan kemampuan kerjanya, meningkatkan ilmu pengetahuan dan tenaga, agar mereka benar-benar dapat hidup melaksanakan kewajibannya dengan baik, benar dan sempurna. Dengan demikianlah mereka dapat mengangkat harkat dan martabat diri, keluarga, dan bangsanya, dan apabila mereka meninggal dunia anak cucunya hidup bahagia dan diakhirat dirinya tidak menderita. Pandangan inilah yang menyebabkan orang Melayu memiliki etos kerja atau keyakinan yang tinggi dalam menjalankan pekerjaan tapak lapan, karena semakin baik melakukan pekerjaan, maka semakin baik pula pandangan masyarakat terhadapnya. Maka dari itu banyak sekali masyarakat Melayu yang melakukan pekerjaan tapak lapan dengan sungguh-sungguh. Dalam melakukan pekerjaan tapak lapan, masyarakat Melayu juga memiliki etos kerja yang berupa keyakinan untuk dapat menstabilkan perekonomian keluarga dan untuk menghindari krisis dengan melakukan pergantian pekerjaan dengan pekerjaan yang lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan. BAB III PENUTUP A. Simpulan Sistem perekonomian orang melayu sangat bergantung kepada jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakatnya. Orang melayu cenderung untuk melakukan sistem ekonomi tapak lapan, dimana terdapat delapan pekerjaan yang biasanya dilakukan. Dengan menggunakan sistem tapak lapan ini, masyarakat melayu memiliki perekonomian yang stabil dan juga dapat terhindar dari krisis dengan melakukan pergantian pekerjaan dengan pekerjaan yang lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Sistem ekonomi tapak lapan ini, memiliki hubungan dengan alam sekitar. Dimana pekerjaan tapak lapan semuanya berhubungan dengan alam lingkungan yang dikaitkan dengan unsur-unsur kebudayaan dan kepercayaan didalamnya. Masyarakat melayu juga harus memiliki etos kerja yang tinggi dalam melakukan pekerjaan tapak lapan. Masyarakat melayu harus memiliki keyakinan dan semangat dalam melakukan pekerjaan tapak lapan dengan baik karena akan mengukur tingkat kemulian orang Melayu berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya. B. Saran Dalam zaman sekarang ini, sebaiknya masyarakat Melayu masih mempertahankan pekerjaan tapak lapan yang ada. Hal ini dikarenakan sistem ekonomi tapak lapan dapat menstabilkan perekonomian masyarakat Melayu yang ada dan juga untuk mensejahterakan masyarakatnya. Sistem tapak lapan ini dapat melestarikan unsur kepercayaan dan kebudayaan masyarakat yang ada didalamnya dan juga dapat mengajarkan tentang hubungan manusia dengan alam. Sehingga masyarakat melayu pada saat ini dapat melakukan pelestarian alam. Kita juga dapat mencontoh etos kerja yang ada pada masyarakat melayu, karena mereka menjunjung tinggi nilai agama, norma dan adat istiadat. Daftar Pustaka Effendi, Tenas. 2006. Tunjuk Ajar Melayu (Butir-butir Budaya Melayu Riau). Yogyakarta: Adicita. Rahman, Elmustian. Marni, Tien. Zulkarnain. 2003. Alam Melayu: Sejumlah Gagasan Menjemput Keagungan. Pekanbaru: Unai Press. Jamil, Taufik Ikram. Karim, Syaukani Al. Rahman, Elmustian. 2012. Ikhtisar Budaya Melayu Riau. Riau: Yayasan Pustaka Riau. Dahlan, Ahmad. 2014. Sejarah Melayu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Mubyarto, dkk. 1993. Riau Menatap Masa Depan. Yogyakarta: Aditya Media. Koentjaraningrat, dkk. 2007. Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Universitas Riau. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Universitas Riau. Binsar, Khalis. Mashuri. 2017. Budaya Melayu Riau untuk SMA/SMK/MA Kelas XI. Pekanbaru: PT Inti Prima Aksara. Effendi, Tenas. 2003. Budaya Melayu yang Mengandung Nilai Ethos Kerja. Pekanbaru: Unri Press. http://e-journal.iainjambi.ac.id/index.php/Innovatio/article/download/544/508 https://media.neliti.com/media/publications/40330-ID-revitalisasi-kearifan-lokalmelayu-dalam-menjaga-harmonisasi-lingkungan-hidup.pdf https://id.m.wikipedia.org/wiki/Etos SISTEM EKONOMI ORANG MELAYU Kelompok 4 1. Ahmad Saefudin (1505116897) 2. Azzura (1505) 3. Wiwit Nurjanah (1505112958)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS RIAU 2018