Apakah bedanya majemuk multikultural dengan multikulturalisme?

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bhineka Tunggal Ika; Berbeda-beda, tetapi tetap satu jua. Dari semboyan ini, kita bisa mengetahui bahwa Indonesia berada dalam keberagaman. Keberagaman inilah yang kita sebut sebagai kemajemukan atau pluralisme. Menurut kamus Bahasa Indonesia sendiri, majemuk berarti “terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan.” Sementara pluralisme di artikan sebagai “keadaan masyarakat yang majemuk.”

Lalu, apakah multikultural itu? Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Multi berarti “banyak; lebih dari satu; lebih dari dua” dan Kultural berarti “sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan.” Jadi dapat diartikan bahwa multikultural merupakan keadaan yang berhubungan dengan banyak kebudayaan atau keragaman kebudayaan.

Menurut Parsudi Suparlan, “masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang biasa dilakukan secara paksa (coercy by force) menjadi sebuah bangsa dalam bentuk nasional”. Ciri yang paling terlihat dari sebuah masyarakat mejemuk adalah adanya sistem nasional yang menghubungkan sistem nasional atau pemerintahaan nesional  dengan suku bangsa yang ada di masyarakat dan hubungannya antar masyarakat suku bangsa.

Menurut Azyumardi Azra, “multikulturalisme pada dasarnya dalah pandangan dunia yang pada akhirnya dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan relitas pluralitas agama dan multicultural yang terdapat dalam dalam kehidupan masyarakat. Multicultural juga dapat diartikan sebagai padangan dunia yang kemudia diwujudkan melelui kesadaran politik.

Secara garis besar, Pluralisme dan multikultural adalah dua hal yang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat sering menganggap bahwa multikulturalisme sama dengan pluralisme. Padahal kalau di lihat lebih jauh, hal yang paling ditekankan dalam multikultural adalah upaya untuk terus berlajar dari pihak lain yang mempunyai perbedaan dan hidup dalam perbedaan sosial, terutama dalam hal perbedaan budaya. Perbedaan ini bisa diartikan secara individual ataupun kelompok. Sedangkan pluralisme sendiri  merupakan pengandaian adanya keberadaan yang menyangkut  hal-hal yang lebih dari satu dan menunjukkkan adanya keberadaan yang berbeda-beda, heterogen, tapi tidak bisa di samakan antara satu dengan yang lainnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pularisme hanyalah gagasan atau konsep yang menggambarkan kemajemukan dalam masyarakat. Sedangkan multikuturalisme-lah yang memberikan gambaran tentang penegasan bahwa dalam kemajemukan itu, semua anggota masyarakat memiliki hak yang sama di publik berdasarkan pada orientasi toleransi yang diterapkan dalam masyarakat multikultural.

Jadi apakah masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk atau multikultural?

Indonesia dengan jumlah sekitar 1.128 suku (2010), 546 bahasa (2012), dan 6 agama besar, menjadi salah satu ciri bahwa Indonesia merupakan negara dengan masyarakat majemuk, karena tidak hanya berorientasi dengan budaya. Indonesia juga belum mengalami multikulturalisme dengan sempurna, karena hingga saat ini, masih ada saja konflik yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan ideologi kelompok semata.

Jakarta -

Indonesia memiliki beragam budaya dengan suku ras yang berbeda pula. Perbedaan ini menyebabkan Indonesia termasuk ke dalam masyarakat multikultural.

Sebelumnya, multikulturalisme adalah sebuah terminologi dalam disiplin antropologi. Kemudian multikulturalisme bergeser pada bidang ilmu lain dengan definisi "masyarakat majemuk".

Masyarakat majemuk atau masyarakat multikultural pertama dikenalkan oleh John Sydenham Furnivall, seorang penulis yang lahir di Britania Raya dan kemudian bekerja di Burma.

Furnivall kemudian dikenal sebagai salah satu sejarawan terkemuka di Asia Tenggara terutama untuk Burma dan Hindia Belanda.

Menurut Furnivall, masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik.

Sedangkan masyarakat multikultural, menurut Liliweri, Dosen Pengajar Indonesia, adalah suatu masyarakat yang struktur penduduknya terdiri dari beragam etnik, dan keragaman itu menjadi sumber keragaman kebudayaan atau subkultur dari masing-masing etnik.

Konsep multikultural menjelaskan tentang kehadiran dan daya tahan sekelompok orang dari beragam ras dan etnik minoritas yang mendefinisikan diri mereka secara berbeda dengan orang lain yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat multikultural yang mempunyai banyak budaya, banyak suku bangsa, banyak bahasa dan aneka ragam adat istiadat dalam suatu tatanan kesatuan sosial dan politik.

Ciri-ciri Masyarakat Multikultural

Dikutip dalam buku Khazanah Antropologi kelas 11 oleh Siany L. dan Atiek Catur B., ciri-ciri masyarakat multikultural adalah:

a. Terintegrasinya masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki ciri khas budaya yang berbeda satu sama lain

b. Lembaga-lembaga sosial saling tergantung satu sama lain karena adanya tingkat perbedaan budaya yang tinggi

c. Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota masyarakat

d. Kecenderungan terjadinya konflik lebih besar di antara kelompok satu dengan yang lain

e. Integrasi sosial tumbuh di antara kelompok sosial yang satu dengan yang lain

f. Adanya kekuasaan politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain


Masyarakat multikultural juga disebut sebagai masyarakat yang menghargai perbedaan satu sama lain. Selain Indonesia,negara mana lagi yang juga termasuk dalam masyarakat multikultural?

Simak Video "Warning! Buruknya Kualitas Udara di Jakarta Ancam Kesehatan Masyarakat"



(lus/lus)

Ada beberapa hal yang kembali perlu kami luruskan mengenai konsep dasar dari masyarakat mejemuk dengan masyarakat multikultural.

Apakah bedanya majemuk multikultural dengan multikulturalisme?

Pada banyak tulisan (berbagai buku-red) sering orang menyamakan antara kedua istilah tersebut. Masyarakat majemuk adalah masyarakat multikultural. Memang bila dikaji secara bahasa ringan, kedua kata tersebut sekilas sama "majemuk" dan "multi-kultur". Mengapa demikian? Pendapat tokoh yang mempopulerkannya dan kita tanpa menelaah lebih panjang lagi mengadopsi apa adanya. (nanti akan dijelaskan lebih lanjut-red).

Konsepnya :

masyarakat majemuk adalah dasar terbentuknya masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sudah pasti masyarakat majemuk.

Penjelasannya :

Masyarakat majemuk adalah suatu kondisi dimasyarakat yang terdiri dari berbagai perbedaan (diferensiasi sosial) yang terdiri dari  berbagai strata, ekonomi, ras, suku bangsa, agama dan budaya yang berjalan dengan apa adanya. Masyarakat ini masih seperti masyarakat pada umumnya dengan berbagai realitas sosial, masih terdapat konflik, pertentangan dan realitas sosial lainnya.


Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat yang majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Pada masyarakat ini, dengan banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.

Contohnya :

Masyarakat Indonesia dapat dikategorikan masyarakat majemuk, dengan segala perbedaan dan konflik yang senantiasa menghiasi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita. 

sedangkan masyarakat multikultural dapat kita contohkan masyarakat pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dengan banyaknya perbedaan, sikap rukun saling menghargai, hidup berdampingan dan saling membantu adalah cita-cita setiap masyarakat didunia.

Kontravensi :

1. Apakah masyarakat majemuk dengan berbagai konflik yang terjadi itu jelek?

2. Apakah masyarakat multikultural tanpa adanya konflik dapat berkembang?

3. Bukankah salah satu syarat perubahan sosial adalah dengan terjadinya konflik?

Jawabnya :

1. Tidak, justru dengan adanya konflik masyarakat dapat berkembang asalkan manajemen konflik benar-benar sesuai dengan tujuannya. 

2 dan 3. Perubahan sosial, perkembangan masyarakat tidak selalu harus melalui jalan konflik. Masih ada aliran fungsionalisme, apabila seluruh unsur dimasyarakat sesuai dengan fungsi yang dijalankan maka perkembangan masyarakat akan terus berjalan. Seiring waktu, unsur-unsur dalam masyarakat saling menyesuaikan diri secara terus menerus sesuai keinginan masyarakat.