Jelaskan definisi pendidikan multikultural menurut pendapatmu

Masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa, budaya, dan agama. Keragaman budaya tersebut menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultural. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), multikultural adalah bersifat keberagaman budaya.

Multikultural berasal dari kata “multi” yang berarti “banyak”, dan “kultural” berarti budaya. Multikultural adalah sebuah filosofi yang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Definisi tersebut bersumber dari Dr. Sutiah, M.Pd. dalam buku Pendidikan Agama Islam di Desa Multikultural.

Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Masyarakat multikultural mengusung konsep multikulturalisme, yaitu sebuah paham yang menekankan pada kesederajatan dan kesetaraan berbagai budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya lain.

Masyarakat multikultural menjunjung tinggi perbedaan kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa. Meski demikian, bukan berarti ada kesenjangan atau perbedaan hak dan kewajiban karena terdapat kesederajatan secara hukum dan sosial.

Nilai-Nilai Multikultural

Achmad Yusuf dalam Pesantren Multikultural menjelaskan bahwa terdapat tiga nilai multikultural, yaitu demokratis, pluralisme, dan humanisme. Nilai-nilai multikultural dijelaskan sebagai berikut.

1. Demokratis

Demokratis adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Demokratis merupakan kata sifat demokrasi. Warga negara yang demokratis adalah warga negara yang memiliki perilaku hidup yang baik dalam kehidupan pribadi maupun kenegaraan dengan memegang nilai-nilai demokrasi.

Advertising

Advertising

Hubungan multikultural dan demokratis dapat dilihat pada Universal Declaration on Cultural Diversity oleh UNESCO. Deklarasi tersebut menyatakan bahwa hanya ketika keragaman kultural berada dalam konteks keseimbangan dengan kohesi sosial, maka kita dapat mencapai jalan menuju partisipasi demokratis dan hidup berdampingan secara damai.

Baca Juga

Pluralisme adalah paham atau ideologi yang menerima keberagaman sebagai nilai positif dan keragaman itu merupakan sesuatu yang empiris. Menurut Dr. Hj. Rodhatul Jennah, M.Pd., dalam sosiologi, pluralisme merupakan konsep pemahaman tentang kehidupan majemuk (plural) yang harus diatur sedemikian rupa untuk menciptakan suasana saling menghargai dan menghormati guna menghindari konflik.

Pluralisme juga dapat diartikan sebagai keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat.

Baca Juga

Humanisme berarti martabat dan nilai dari setiap manusia, serta semua upaya untuk meningkatkan kemampuan alamiahnya secara penuh. Berdasarkan buku Gerakan Theosofi di Indonesia, tujuan inti humanisme adalah menghamba pada kemanusiaan.

Penerapan humanisme dalam masyarakat multikultural dapat dilakukan oleh berbagai lembaga baik di sekolah-sekolah negeri dan swasta, di lingkungan keluarga dan masyarakat, di lembaga pendidikan agama, di berbagai aktivitas bisnis, dan lainnya.

Baca Juga

Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S. dalam Prasangka & Konflik merangkum tujuh teori multikultural sebagai berikut.

1. Sokrates

Gagasannya yang dekat dengan makna multikultural adalah tentang self-knowledge. Menurutnya, self-knowledge merupakan mahkota dari pendidikan setiap individu. Pengembangan self-knowledge hanya dapat dilakukan ketika seseorang tengah beranjak dewasa.

Pada tahap ini, individu dapat memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan keyakinan dan bukan karena faktor emosi atau feeling semata. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemahaman tentang prinsip-prinsip multikultural itu hanya dapat dicapai melalui self-knowledge orang dewasa.

Jika self-knowledge individu itu baik, maka dia juga akan menghargai orang lain yang berbeda dengannya. Jadi ada hubungan yang erat antara self-knowledge dengan other-knowledge. Dengan kata lain, jika Anda mau mengerti kebudayaan orang, maka Anda harus mengerti kebudayaan Anda sendiri.

Baca Juga

Sebagaimana Sokrates, Plato menjelaskan prinsip multikultural dalam sebuah rancangan kurikulum pendidikan liberal arts yang kualitasnya sepadan dengan dengan kurikulum ilmu atau pendekatan ekonomi maupun politik. Yang dimaksud dengan liberal arts adalah semua bagi semua. Jadi semua orang memiliki kebebasan untuk mengetahui semua hal.

3. Jean Piaget

Piaget dalam berbagai ulasan konseptual maupun teoritisnya selalu tertarik pada bagaimana pengetahuan manusia itu tumbuh dan berkembang. Dia berkeyakinan bahwa setiap orang mengalami perkembangan.

Seseorang disebut berkembang karena dia dapat membedakan sesuatu yang ada dalam kebudayaannya dan kebudayaan lain, dan kemampuan membedakan itu adalah bagian dari perkembangan.

Piaget juga yakin bahwa setiap perkembangan individu tidak hanya dalam hal pengetahuan dan kemampuan, tetapi juga kemampuan untuk bersikap empati. Empati adalah persepsi individu tentang kemiripan antara self dan other.

Empati harus dipahami sebagai proses untuk membuat perasaan seorang individu menjadi semakin intim dengan perasaan orang lain, yang pada saatnya menumbuhkan sebuah pengertian. Inilah arti penting dari empati, yaitu mencegah prasangka atau sikap yang tidak bersahabat.

Baca Juga

Kallen merupakan orang pertama yang mengkonstruksi teori pluralisme budaya. Menurutnya, jika berbagai kebudayaan yang beragam atau perbedaan yang bervariasi itu dibiarkan hidup dan berkembang dalam suatu bangsa, maka upaya ke arah persatuan nasional telah dilakukan.

Dalam teorinya, Kallen mengungkapkan bahwa setiap etnik dan kelompok budaya dalam suatu bangsa menjadi penting dan unik karena semua memberi kontribusi terhadap pengayaan kebudayaan.

5. James A. Banks

Banks dikenal sebagai perintis pendidikan multikultural. Menurutnya, bagian terpenting dari pendidikan adalah mengajarkan “bagaimana cara berpikir” dan bukan mengajarkan “apa yang dipikirkan”.

Dalam tulisannya berjudul The Canon Debat: Knowledge Construction and Multicultural Education, Banks mengidentifikasi tiga kelompok terpelajar yang berpartisipasi dalam perdebatan pengetahuan, yaitu:

  • Kelompok tradisionalis Barat. Kelompok ini yakin bahwa sejarah, kebudayaan, kepustakaan telah dikuasai kaum elit dan kemudian mencetak sekelompok pemikir yang mendorong pengakuan masyarakat bahwa pengetahuan dan sains itu elitis.
  • Kelompok yang menafikan budaya barat secara berlebihan. Banks menjelaskan bahwa harus berhati-hati menilai peradaban Barat yang mengutamakan pembentukan pengetahuan dari segelintir orang yang menjadi pintar lalu menafikan eksistensi kelompok budaya lain.
  • Kelompok multikulturalis. Kelompok ini percaya bahwa pendidikan harus direformasi agar dapat memberikan perhatian dan pengalaman kepada orang kulit berwarna dan perempuan. Dengan demikian, perlu kesetaraan sistem dan kurikulum pendidikan yang mendukung kesetaraan pengetahuan orang-orang kulit berwarna dan perempuan yang selama ini secara historis terabaikan.

Baca Juga

Kun Maryati dalam Sosiologi menjelaskan manfaat masyarakat multikultural adalah sebagai berikut.

  • Melalui hubungan yang harmonis antar masyarakat dapat digali kearifan budaya yang dimiliki oleh setiap budaya.
  • Munculnya rasa penghargaan terhadap budaya lain sehingga muncul sikap toleransi yang merupakan syarat utama dari masyarakat multikultural.
  • Merupakan benteng pertahanan terhadap ancaman yang timbul dari budaya kapital yang cenderung melumpuhkan budaya yang beragam.
  • Multikulturalisme merupakan alat untuk membina dunia yang aman dan sejahtera. Dengan multikulturalisme, bangsa-bangsa dapat saling menghargai dan membantu untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi.
  • Multikulturalisme mengajarkan suatu pandangan bahwa kebenaran itu tidak dimonopoli oleh satu orang atau kelompok saja, tetapi kebenaran itu ada dimana-mana, tergantung dari sudut pandang setiap orang. Masyarakat multikultural menganggap bahwa dengan saling mengenal dan menghargai budaya lain sehingga tercipta masyarakat yang aman dan sejahtera.

Demikian penjelasan tentang arti multikultural beserta nilai, teori, dan manfaatnya.

Multikulturalisme atau kemajemukan budaya (berasal dari kata "multi" dan "kultural"; yang berarti "budaya yang majemuk")[1] adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan individu dengan individu lain atau perbedaan nilai-nilai yang dianut,[2] seperti perbedaan sistem, budaya, agama, kebiasaan, dan politik.

Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.[3]

  • “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007)[4]
  • Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).[5]
  • Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)[6]
  • Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000)[7]
  • Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).[8]

Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.

Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Afrika pada tahun 1999.[9] Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit.[butuh rujukan] Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Inggris dan Prancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan multikulturalisme.[10] Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dan Jerman, dan beberapa negara lainnya.

Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh):

  1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat di mana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
  2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
  3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
  4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
  5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.[11]

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan, dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau di mana setiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena: 1. Letak geografis indonesia 2. perkawinan campur 3. iklim

  • Nasionalisme
  • Akulturasi
  • Kebudayaan
  • Globalisme
  • otonomis

  1. ^ Ana Irhandayaningsih. "Kajian Filosofis Terhadap Multikulturalisme Indonesia". Humanika. 15 (9): 2. ISSN 1412-9418. 
  2. ^ Parsudi Suparlan (2002). "Multikulturalisme". Ketahanan Nasional. 7 (1): 10. ISSN 0853-9340. 
  3. ^ Mubarak, Zakki, dkk. Buku Ajar II, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian terintegrasi (MPKT) cet. Kedua. 2008: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat, . Depok: Penerbit FE UI
  4. ^ Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia”,http://www.kongresbud.budpar.go.id/58%20ayyumardi%20azra.htm[pranala nonaktif permanen].
  5. ^ Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia”,
  6. ^ Lubis, Akhyar Yusuf, 2006. Deskontruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu
  7. ^ "Suparlan, Parsudi, "Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural", Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002, 1987". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-09. Diakses tanggal 2016-12-19. 
  8. ^ Harahap, Ahmad Rivai, 2004. “Multikulturalisme dan Penerapannya dalam pemeliharaan kerukunan Umat Beragama”.
  9. ^ See Neil Bissoondath, Selling Illusions: The Myth of Multiculturalism. Toronto: Penguin, 2002. ISBN 978-0-14-100676-5.
  10. ^ Neil Bissoondath, Selling Illusions: The Myth of Multiculturalism. Toronto: Penguin, 2002. ISBN 978-0-14-100676-5. Passim.
  11. ^ [Mubarak, Zakki, dkk. Buku Ajar II, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian terintegrasi (MPKT) cet. Kedua. 2008: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat, Depok: Penerbit FE UI]

  • Menjadi Indonesia: Setara Meski Tak Sama Diarsipkan 2011-06-10 di Wayback Machine.
  • Kajian Multikulturalisme Indonesia Diarsipkan 2010-01-05 di Wayback Machine.
  • Srinthi Media Perempuan Multikultural: Jurnal dua bulanan yang menggagas isu perempuan dengan perspektif multikultural, lokalitas, dan siasat perempuan Diarsipkan 2008-04-13 di Wayback Machine.
  • Desantara Bimonthly Newsletter on Indonesian Multicultural Issues Diarsipkan 2008-04-13 di Wayback Machine.
  • News (10-Apr-2004): British Head of Commission for Racial Equality says the term should be scrapped
  • Commentary and user comments Diarsipkan 2007-04-30 di Wayback Machine. dari Open Democracy - Multiculturalism: translating difference
  • The Menace of Multiculturalism oleh Cameron McKenzie
  • Communities and Law: Politics and Cultures of Legal Identities oleh Gad Barzilai
  • Davis attacks UK multiculturalism - Berita dari BBC yang berhubungan dengan multikulturalisme
  • From Paris to Cairo: Resistance of the Unacculturated
  • "Multiculturalism - the failed experiment" tygerland.net - oleh AS Heath, 2 November 2005
  • A Year of Living Dangerously: Remember Theo van Gogh, and shudder for the future. oleh Francis Fukuyama
  • CICB Center of Intercultural Competence
  • Mute Magazine Vol 2 #2, Dis-integrating Multiculturalism Diarsipkan 2010-03-13 di Wayback Machine.
  • Thirty Years of Multiculturalism in Canada, 1971-2001. Jack Jedwab, Executive Director, Association for Canadian Studies. Analisis dari survey tentang multikulturalisme.
  • Sebuah artikel tentang multikulturalisme di Australia.
  • Jurnal Internasional tentang Masyarakat Multikultural
  • polylog: Forum untuk Filosofi Interkultural

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Multikulturalisme&oldid=21296069"