jelaskan apa yang dimaksud dengan hospitality resources dalam pariwisata

PENGERTIAN HOSPITALITY Dari beberapa litaratur keilmuan maupun asal kosa katanya, diperoleh difinisi hospitality dalam berbagai pemahaman yang memiliki sedikit perbedaan. Diantaraberbagai pengertian yang ada adalah sebagai berikut : 1. Secara etimologi, kata hospitality berasal dari bahasa Proto-Italic (yang merupakan cikal bakal bahasa latin) “hospes”. Kata “hospes” tersebut merupakan gabungan kata “hostis” yang berarti orang asing dan “postis” yang berarti tuan rumah. 2. Hospitality berasal dari bahasa Latin“hospitum” (atau kata sifatnya hospitalis), yang berasal dari hospes, yang artinya “tamu” atau “tuan rumah”. Konsep ini juga dipengaruhi oleh kata Yunani “Xenos”, yang menunjuk kepada orang asing yang menerima sambutan atau yang melakukan penyambutan terhadap orang lain (Michele Hershberger). Hospitality dalam pengertian nomor 1 dan 2 diatas dimaknai dalam dimensisubjek/ pelaku . 3. Hospitality berasal dari kata “hospes” yang berarti tamu. Hospitalitas berarti sikap sebagai tuan rumah yang baik. Sering diartikan sebagai keramah-tamahan orang yang suka menjamu, akrab dan dapat menciptakan suasana santai (Henri J.M. Nouwen). Hospitality dalam pengertian ini dimaknai sebagai bentuk kata kerja. 4. Sedangkan dalam bahasa Inggris hospilality didifinisikan sebagai kata friendly yang artinya “ramah” yang murah hati atau dermawan dan memberikan hiburan kepada tamu atau orang baru. Kadang-kadang sering digunakan untuk memberikan perlakuan istimewa terhadap tamu yang tinggal dan menggunakan fasilitas. Adapun industry hospitality dapat diartikan sebagai bentuk perusahaan yang terlibat dalam penyediaan jasa untuk tamu (Concierge Oxford Dictionary). 5. Hospitality yaitu keramah-tamahan, kesukaan/kesediaan menerima tamu (Kamus Inggris-Indonesia, John M. Echols dan Hasaan Shadily). 6. Hospitality merupakan interaksi antara tuan rumah dengan tamu pada saat yang bersamaan mengkonsumsi makanan dan minuman serta akomodasi (Webster 1913). 7. Hospitality adalah sikap keramah-tamahan dalam artian merujuk pada hubungan antara guest/tamu dan host/tuan rumah/penyedia jasa dan juga merujuk pada aktivitas/kegiatan keramahtamahan yaitu : penerimaan tamu, dan pelayanan untuk para tamudengan kebebasan dan kenyamanan (Yudik B). 8. Menurut Robert Christie Mill (1990) :“The hospitality of an area is the general feeling of welcome that tourists receive while visiting the area. People do not want to go where they do not feel welcome.” Jika diartikan secara bebas adalah tempat dimana wisatawan dapat merasa diterima ketika mengunjungi tempat itu. Orang-orang tidak akan datang jika mereka merasa tidak diterima. 9. Hospitality memiliki arti keramah-tamahan, kesopanan, keakraban dan juga rasa saling menghormati. Jika dikaitkan dengan industry pariwisata, dapat diibaratkan bahwa hospitality merupakan roh, jiwa, semangat dari pariwisata. Tanpa adanya hospitality dalam pariwisata, maka seluruh produk yang ditawarkan dalam pariwisata itu sendiri seperti benda mati yang tidak memiliki nilai untuk dijual (S. Pendit, 2017 : 152). Merangkum beberapa pengertian diatas maka pelayanan hospitality dapat didefinisikan kembali sebagai pengetahuan, sikap/ etika dan keterampilan dalam pelayanan, yang wajib diberikan oleh pelaku usahajasa (selakutuan rumah)kepada penerima jasa/ konsumen (sebagai tamu) yangmencerminkan pelayanan yang penuh kehangatan dan keramahtamahan sehinggapelanggan merasa nyaman dan puas, merasadihargai sebagai jiwa manusia seutuhnya. Selain ditinjau dari dimensi perbuatan, hospitality juga dapat dimaknai sebagai objek/benda. Sehingga hospitality juga dapat berarti berbagai bentuk usaha jasaakomodasi, usaha jasa restoran food and beverage, atraksi wisata dan rekreasi, healty and spaserta bentuk-bentuk usaha jasa lain yang mengadopsi keramah-tamahan dalam pelayanan didalamnya, serta yang paling penting didalamnya masih terdapat kontak yang dominan dari manusia ke manusia(people to people),oleh pelaku usaha kepada pelanggan. Usaha jasa hospitality pada dasarnya tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh dibandingkan bidang pelayanan jasa lain. Jika harus dibedakan, maka perbedaan usaha hospitality dengan bidang usaha jasa lain adalah dalam 2 hal berikut. 1. Adanya kontak langsungmanusia kepada manusia yang sangat dominan atau lebih dikenal sebagai“host” (tuan rumah/ penyedia jasa/ produsen jasa) dan “guest” (tamu/ penerima jasa/ konsumen). Dalam dunia bisnis modern dikenal dengan instilah hubungan/ koneksi M2M (Machine to machine), B2B (business to Busines), P2P (people to people). Bentuk hubungan yang terakir disebutkan yaitu kontak people to people. Koneksi (P2P) ini sangat penting dalam bentukbisnis yang hospitality oriented. Dalam konsep hospitality, peran manusia masih sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, petugas front office di hotel hendaknya tetap harus seorang manusia. Di Negara Jepang ada peran robot yang mengambil alih tugas pelayanan front office. Memang robot sedikit membantu, namun robot tidak mungkin dapat memahami kompleksitas perasaan konsumen (manusia yang memiliki hati dan rasa), karena robot hanya berkerja berdasarkan logika program sehingga robot tidak memiliki rasa empaty. Rasa empaty merupakan salah satu syarat dalam pemenuhan 5 dimensi pelayanan. Karena robot tidak memiliki hati untuk ber-empaty, untuk memahami jiwa manusia, maka konsep pelayanan dengan robot sedikit bertolak belakang dengan konsep hospitality yang berprinsip “pelayanan dari hati ke hati”. 2. Adanya keramah-tamahan dan kehangatan pelayanan dalam setiap operasionalnya. Dalam era kompetisi usaha yang semakin ketat seperti saat ini, menuntut pengusaha sebagai penjual produk jasa untuk memiliki nilai tambah dalam setiap usaha jasanya. Bukan hanya dalam hal kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan yang penting, namun keramah-tamahan dalam pelayanan saat ini juga menjadi tuntutan yang wajib diberikan oleh pelaku usaha jasa. Hospitality wajib dipraktekan dari top manajer, middle manajer sampai staf bawah tanpa terkecuali. Sebagai gambaran adalah tabel berikut. Gambar 0.1 Proporsi kompetensi hospitality yang harus dimiliki dalam setiap level manajemen adalah sama Dari gambaran diatas terlihat bahwa kebutuhan kompetensi pegawai adalah berbeda untuk menempati setiap level manajemen di perusahaan, untuk level top manajer lebih dibutuhkan orang yang memiliki kemampuan manajerial yang baik, untuk level middle manajer/ supervisor kemampuan manajerial dan operasional yang hendaknya seimbang, sedangkan pada level staf operasional maka kemampuan operasional hendaknya dikuasai lebih dominan daripada kemampuan manajerial. Akan tetapi dalam bisnis hospitality berbeda, hospitality yang wajib dikuasai dengan sempurna oleh semua level menajemen secara sama dan tanpa terkecuali (lihat warna biru). Contohkasus cobalah anda perhatikan sikap seorang petugas keamanan di suatu bank swasta. Jika dahulu petugas kemanan diidentikan sebagai seseorang yang kaku dan galak, namun pada saat ini petugas keamanan juga dituntut untuk mampu bersikap ramah-tamah selain pertimbangan kompetensinya yang tinggi dalam hal pengamanan.Kasus inijuga mampu mengindikasikan bahwa pada era persaingan yang ketat seperti saat ini, semua bentuk bisnis pelayanan akan menjadi bisnis yang hospitality oriented. Untuk lebih memahami tentang bagaimana bentuk usaha hospitality, maka dapat digunakan tabel pembanding berikut : Gambar 0.2 Perbandingan jenis usaha dan orientasi pelayanan Usaha Jasa Usaha Hospitality Orientasi ke barang Orientasi pelayanan dan kontak manusia 100% 75% 50% 25% 0 25% 50% 75% 100% Toko swalayan Bengkel mobil Restoran (Food and Beverage) Hotel dan resort Taman rekreasi, dan destinasi wisata Dimodifikasi dari Agus Sulastyo (2008 : 30) Dari tabel diatas mengandung makna bahwa semakin ke kanan dari titik nol (0), mencerminkan bahwa usaha tersebut semakin hospitality oriented. Dalam usaha hospitality diketahui bahwa unsur pelayanan dan kontak manusia lebih dominan dalam menentukan kepuasan, namun bukan berarti untuk toko swalayan pelayanan menjadi tidak penting. Walaupun menjual barang, kenyatanya pada saat inipenerapan hospitality oleh staf di toko-toko juga sangat penting dalam menentukan kepuasan pelanggan. Pelayanan staf toko yang tidak ramah akan menyebabkan pembeli enggan untuk berkunjung kembali di toko swalayan tersebut. Maka dari itu, toko swalayan saat ini juga dapat disimpulkan sebagai bentuk usaha yang hospitality oriented. RUANG LINGKUP DALAM USAHA HOSPITALITY Ruang lingkup dalam usaha hospitality sangatlah luas, dan juga kadang-kadang sedikit rancu untuk membuat dikotomi mana usaha hospitality dan mana yang bukan termasuk usaha hospitality. Namun pada kenyataan saat ini hampir setiap bisnis/ usaha jasa adalah usaha yang hospitality oriented. Atau lebih mudah kita pahami bahwa seluruh usaha jasa pada saat ini adalah usaha jasa hospitality dengan syarat-syarat dan ketentuan memenuhi 7 karakteristik usaha hospitality seperti yang telah diterangkan dalam bab sebelumnya. Contoh sebelumnya dalam pelayanan bank, jika dahulu bank hanya sekedar pelayanan keuangan dengan staf yang judes-judes, sekarang bank adalah pelayanan yang hospilaty oriented. Bahkan keramah-tamahan staf dalam pelayanan bank juga sudah wajib diterapkan sampai lini manajemen terbawah, misalnya satpam. Namun untuk lebih memudahkan dalam memperlajari hospitality serta pemberian contoh-contoh relevan dengan pariwisata, dalam modul ini akan difokuskan pada bentuk usaha akomodasi termasuk hotel dan restoran atau makanan dan minuman (food and beverage), sedangkan usaha hospitality lain (Walker 2002), seperti usaha usaha atraksi wisata dan rekreasi, healthy and spa, dan seterusnya akan penulis sampaikan pada kesempatan yang berbeda. Sebagai bahan literature tambahan dan menambah wawasan mengenai hospitality dan pariwisata penulis merekomendasikan untuk mengikuti website/ blog pribadi penulis di : www.jogjacultureandtourism.blogspot.co.id sekaligus akan digunakan sebagai media diskusi dalam pertemuan kuliah. KARAKTERISTIK USAHA AKOMODASI SEBAGAI USAHA JASA HOSPITALITY Seperti yang telah disinggung pada bab sebelumnya, usaha hospitality juga termasuk bentuk usaha jasa yang hampir sama karakteristiknya dengan bentuk usaha jasa lain. Untuk itu dalam merumuskan karakteristik usaha hospitality, harus digali konsepnya dari usaha jasa secara umum baru kemudian dipahami karakteristiknya secara lebih spesifik. Dalam dunia pemasaran beberapa ahli mendefinisikan jasa dalam berbagai pengertian. Akan tetapi, pengertian-pengertian tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain secara makna. Yoeti (2004 : 1) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (consumer) melalui suatu atau beberapa aktifitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Sedangkan konsep lain dirumuskan oleh Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner dalam bukunya service marketing, memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai berikut : “service is include all economic activities whose output is not a physical product or contraction is generally consumed at that time it is produced and provides added value in forms (such as convenience, amusement, confort or health”. Yang jika diartikan secara bebas, pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan waktu produksi sambil memberikan nilai tambah misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan. Selain kedua pengertian diatas, Philip Kotler memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan. Usaha hospitality sebagai usaha jasa atau pelayanan yang memiliki karakter lebih spesifik dalam operasionalnya jika dibandingkan bentuk usaha jasa lain. Menurut beberapa ahli setidaknya hospitality memiliki 7 karakteristik khusus yang wajib untuk diketahui, antara lain : 1. Tangible Produk hospitality memiliki unsur tangible yang harus diperhatikan dalam operasionalnya. Tangible atau “komponen produknyata” adalah segala sesuatu yang dapat dilihat , disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Agus Sulastiyono, 2008 : 27). Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain furniture, seragam karyawan, fasilitas-fasilitasserta berbagai aspek nyata lain yang memperngaruhi kepuasan pelanggan. Aspek tangible yang sangat sering diperhitungkan adalah mengenai fasilitas yang tersedia. Dalam industry perhotelan, pengadaan fasilitas seperti banquets mewah, kolam renang, discotheque, sauna, lapangan golf akan sangat menentukan pilihan orang mengapa mereka memilih hotel tersebut. Di kafe, selain makanan dan minuman, tamu juga akan memperhitungkan fasilitas tambahan seperti wiffi dan sebagainya sebagai penunjang kepuasan. Lokasi yang strategis dalam usaha hospitality juga dipandang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menentukan kepuasan wisatawan. Suatu hotel resort akan laku jika dekat dengan panorama pantai ataupun pegunungan yang indah. Lokasi juga berhubungan dengan daya jangkau konsumen, sebagus apapun produk wisata tidak akan berarti jika tidak dapat dijangkau calon wisatawan. 2. Intangibility Karakteristik yang sangat dominan dalam menentukan kepuasan pelanggan terhadap produk hospitality adalah adanya unsure-unsur intangible dalam operasionalnya. Usur inilah yang sering disebut sebagai inti atau jiwa dari produk hospitality itu sendiri. Itangibilitymemiliki arti sebagai“produk tidak nyata”, atau sesuatu hal yang tidak dapat ditangkap atau dirasakan sepintas dengan menggunakan indera pengecap, indera melihat, dan indera peraba, akan tetapi produk hospitality masih dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia melalui akal dan perasaan manusia. Suatu produkintangible yang dihasilkan hendaknya memenuhi keinginan-keinginan tamu tersebut, dan ide-ide apa serta bagaimana merealisasikan ide-ide tersebut sehingga produk dapat memberikan rangsangan kepada pelanggan/ tamu, kesemuanya itu merupakan rangkaian produk tidak nyata (intangible) Faktor-faktor tidak nyata adalah segala hal yang dapat memberikan rasa kehangatan kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk menyenangkan hati orang lain (Agus Sulastiyono, 2008 : 29). Produk tidak nyata juga dapat berkaitan dengan tatakrama pelayanan atau courtesystaf kepada tamu atau pelanggan. Intangible dapat juga berupa kesan lingkungan keseluruhan usaha (atmosfer) yang ditangkap oleh tamu sehingga wajib bagi pengusaha untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam lingkungan usaha hospitality secara keseluruhan. Pada saat kita berkunjung ke restoran, selain untuk membeli makanan yang lezat kita juga lebih tertarik pada tatakrama dan keramahan stafnya dalam melayani atau kadang kita juga berkunjung ke kafe karena tertarik terhadap kenyamanan atmosfer/ lingkunganya melalui tata lampunya yang redup/ romantis dengan didukung suara-suara alam sekitar yang natural sehingga mampu menentramkan jiwa. Dengan hal itu kita bisa betah duduk berjam-jam walaupun hanya untuk mengengguk secangkir kopi. Sebaliknya, seenak apapun makanan dan minuman yang dihidangkan di sebuah restoran seandainya suasananya kurang nyaman bagi kita,mungkin kita tidak puasbahkan segera bergegas untuk pergi setelah makan. Akibat karakteristik produk hospitality yang “tidak nyata” diatas, berdampak pada kesulitanya produk ini untuk di hitung (inventoried), kesulitan untuk di patenkan dan dituliskan, ataupun untuk dikomunikasikan melalui iklan. Bahkan sangat susah juga dalam penetapan harga jual (Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner, 2004). Karakter produk hospitality yangitangibletersebut sering menimbulkan ketidak pastian dalam benak pelanggan. Biasanya untuk mengurangi ketidak pastian tersebut konsumen sering mencari informasi mengenai variable tempat/ atmosfer (place), staf yang melayani (people), peralatan/ fasilitas yang digunakan (machine), bahan-bahan komunikasi (communication materials), symbol/ brand dan harga sebelum ia membeli. Sedangkan di pihak pengelola, setidaknya memperhatikan 6 variable tersebut dalam pengelolaanya agar selalu dalam kondisi terbaik dan siap guna untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. 3. Immovability Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable atau tidak dapat dipindahkan. Dalam hal ini penulis menegaskan bahwa produk hospitality hanya dapat dinikmati atau dikonsumsi di tempat dimana produk hospitality itu dibuat. Seorang wisatawan yang ingin menikmati Candi Borobudur maka mustahil bagi pengelola memindahkan candi Borobudur ke rumah wisatwan. Wisatawan yang harus pergi ke Candi Borobudur di Magelang Jawa tengah. Yang lebih ekstrim tidak bisa juga wisatawan menyuruh semua ahli pahat terbaik untuk membuatkan candi yang serupa dengan Candi Borobudur. Sekalipun itu mungkin bisa, nilai otentik dan originalitas sejarah candi replika dari Candi Borobudur itu tidaklah sama dengan Candi Borobudur yang asli. 4. Simultaneity Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan (Yoeti, 2004 : 2). Pengertian lainya adalah dari Robert G. Murdick, Barry Render, Roberta Russell (1990 : 4) yang menyatakan bahwa pelayanan dapat berbentuk barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan. Dalam hal ini produk hospitality sebagai sebuah produk jasa/ pelayanan hanya dapat diproduksi oleh produsen jika konsumen telah hadir untuk berpartisipasi dalam proses atau secara sederhana produk hospitality tersebut hanya dapat diproduksi pada saat bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan. Jika kita ingin menginap di suatu hotel maka produk dan pelayanan hotel baru dapat kita nikmati jika kita sudah datang ke hotel, menikmati pelayanan check-in yang cepat serta sambutan ramah staf front office, pelayanan staf house keeping dan pelayanan staff food and beverage saat kita tinggaldan makan serta menikmati segala fasilitas hotel yang mewah serta suasananya yang nyaman, sampai pada saat terakhir kita ceck out meninggalkan hotel. Waktu dari kita ceck-in sampai ceck-out itulah waktu kita mengonsumsi produk hospitality, sedangkan staf hotelbaru bisa memberikan pelayanan terhadap segala kebutuhan kita saat kita sudah berada di hotel tersebut. Setiap kontak staf hotel terhadap tamu bahkan hanya sekedar sapaan dan senyuman ramah sudah termasuk rangkaian proses produksi yang menentukan kepuasan secara keseluruhan terhadap produk hotel. Dalam konteks hotel, produk hospitality berarti segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan hotel untuk mendukung pengalaman kita yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan dari kita ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir kita check out, tujuan akhirnya adalah sebuah pengalaman tinggal yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Pengalaman tersebut dapat dirasakan pada saat kita berpartisipasi dalam proses produksi usaha hospitality tersebut (Simultaneity). Yang unik dari produk hospitality adalah “walaupun pengalaman tinggal tamu telah selesai (proses produksi dan konsumsi berakhir), dengan manajemen pelayanan yang baik pengalaman tinggal tamu di hotel tersebut akan sangat berkesan bagi tamu dalam waktu yang lama”. 5. Heterogeneity Secara bahasa heterogen berarti berbeda-beda ataupun bervariasi, sejalan dengan pendapat Yoeti (2004 : 2), jasa tidak memiliki standar ukuran yang objektif. Heterogeneity berlaku juga dalam konsep hospitality. Oleh karena itu, akan sangat banyak sekali faktor yang menentukan konsumen puas ataupun tidak puas dalam suatu produk hospitality. Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari masing-masing konsumen juga sangat beragam dan subyektif walaupun terhadap satu produk hospitality yang sama. Sebagai contoh mungkin dalam suatu keluarga yang berkunjung ke restoran, sang bapak akan merasa puas karena pelayanan stafnya cepat dan suasananya yang nyaman untuk keluarga, sedangkan sang ibu berbeda pendapat bahwa yang menentukan dia puas datang ke restoran tersebut adalah faktor makananya yang enak dan sehat, sedangkan sang anak menyenangi restoran tersebut karena dalam area outdoor ada fasilitas taman bermain anak-anak yang menyenangkan. Karena ketidak pastian faktor apa yang menentukan kepuasan konsumen maka pengelola harus mampu berfikir secara detai terhadap produk mereka. Lain pendapat dengan Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2004), yang mengatakan bahwa dampak dari karakter produk hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality ini sangat tergantung pada kinerja masing masing staf. Contohnya adalah jika satu orang staf saja dihotel X yang membuat kecewa tamu hotel, maka tamu yang kecewa tersebut akan berpendapat bahwa pelayanan hotel X secara keseluruhan adalah buruk (generalisasi). Atau sebaliknya pelayanan dari satu saja staf hotel Y yang sangat berkesan bagi tamu (moment of truth) akan menimbulkan citra positive terhadap pelayanan hotel Y secara keseluruhan dan selamanya akan diingat tamu. Selain kinerja staf, masih banyak unsur lain yang menentukan kepuasan konsumen terhadap kualitas produk hospitality secara keseluruhan namun sangat tergantung pada penilaian subyektif masing-masing tamu. Dari banyak unsur tersebut, sebagian mungkin berasal dari faktor eksternal yang di luar kontrol manajemen, misalnya kondisi lingkungan yang bising, suasana yang tidak mengenakan seperti listrik mati, kesan angker dan lain-lain. Merangkum faktor-faktor penentu kepuasan yang sangat heterogen, Agus Sulastiyono (2008 : 41) merumuskanya menjadi 3 golongan sebagai panduan untuk mempermudah yaitu P,B,E. Dijelaskan sebagi berikut P = Produk yang dihasilkan, seperti, kebersihan, kerapihan, kenyamanan, keamanan dan lain-lain. B = Behavior atau perilaku staf dalam memberi pelayanan, yang mempunyai tanggung jawab pendistribusian produk hospitality kepada tamu. E = Environment atau lingkungan tempat usaha yang mendukung. 6. Perisability Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat disimpan atau juga berarti bahwa produk hospitality tidak bertahan lama. Sehingga dengan karakter produk hospitality yang demikian itu akan sangat susah bagi perusahaan untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran. Jika suatu hotel memiliki kapasitas 600 kamar dan pada hari ini hanya terjual 500 kamar, maka sebanyak 100 kamar yang tidak laku hari ini dianggap hangus hotel merugi sejumlah biaya maintenance, dan tidak dapat dijual kembali pada esok hari karena kapastitas kamar tetap, yaitu hanya 600 kamar pada esok hari, tidak mungkin jadi 700 kamar. Dapat pula dimaknai lain, misalnya saat kita melihat hiburan berupa konser music ataupun atraksi kesenian tari budaya secara live maka setiap detik dari moment tersebut akan terlewatkan jika kita tidak konsentrasi. Dan tidak dapat di replay selayaknya kita menonton sebuah video youtube di laptop. Dalam kunjungan wisata misalnya, maka setiap kontak dan kesan yang terjadi antara wisatawan dan tuan rumah yang terjadi adalah hospitality. Tidak mungkin setiap kontak yang terjadi secara spontan tersebut akan mampu diulang. 7. Inseparability Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004 :1) memberi batasan tentang service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan(Inseparability). Saat kita membeli kamar hotel, bukan berarti setelah kita membeyar lunas, segala fasilitas di kamar tersebut dapat kita ambil meskipun barang itu sepele seperti towel. Contoh lain, wisatawan yang membeli paket berkunjung ke suatu destinasi wisata candi bukan berarti dapat memiliki atau mengambil artefak yang ditemui dalam perjalanan wisatawanya. Bahkan kegiatan mengambil benda cagar budaya adalah sangat terlarang atau illegal. Gambar 0.3 Fasilitas dalam kamar hotel Sumber : www.google.co.id, 2016 Membahas karakter inseparability biasanya kita akan berhadapan dengan beberapa pertanyaan seperti berikut : Jika tidak menimbulkan kepemilikan apakah membeli produk hospitality berarti menyewa? Walupun kita membeli dengan tidak menimbulkan kepemilikan bukan berarti menyewa, mungkin benar untuk benda-benda nyata (tangible) seperti bus pariwisatanya tetapi tidak benar secara makna keseluruhan. Tentu kemudian timbul di benak kita bahwa apa yang sebenarnya di beli dari kedua produk hospitality dalam contoh diatas jika produk tersebut tidak dapat dimiliki dan juga bukan menyewa ? Jawabanya, yang dibeli adalah pengalaman, kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat produk hospitality yang dibeli. Di hotel misalnya, segala fasilitas terbaik dan pelayanan staf yang diberikan pihak hotel hanya untuk menciptakan pengalaman berkunjung tamu yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Dari tamu ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir tamu check out. Penyedia jasa pemandu ekowisata membawa wisatawan menyusuri pegunungan yang memiliki pemandangan yang indah dengan medan sedikit menantang. Yang dijual oleh pemandu wisata kepada wisatawan adalah jasa panduan dan pengalaman wisatawan untuk sebuah kebanggan dan kepuasan jiwa. (By Hary Hermawan)